86
Dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dapat kita temui sekurangnya ada enam macam tata cara
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu :
94
1. Konsultasi
Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan yang diberikan dalam Undang- undang No. 30 Tahun 1999 mengenai makna maupun arti dan konsultasi, bahwa pada
prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak
konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut.
Sifat keterikatan atau kewajiban untuk memenuhi dan mengikuti pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan. Ini berarti klien bebas untuk menentukan
sendiri keputusan yang akan ia ambil untuk kepentingannya sendiri, walau demikian tidak menutup kernungkinan klien akan dapat mempergunakan pendapat yang
disampaikan oleh pihak konsultan tersebut. Ini berarti dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran dari konsultan dalam
menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidaklah dominan sama sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh
kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan juga
94
Ibid hal 88
Universitas Sumatera Utara
87
diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
2. Negosiasi
Jika kita baca rumusan yang diberikan dalam pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 30 Tahun 1999, di sana dikatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan
berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenal penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam
bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.
95
Negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara para Pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan
pihak ketiga. Banyak sengketa yang diselesaikan setiap hari melalui negosiasi tanpa adanya publisitas atau perhatian publik.
Ketentuan tersebut mengingatkan kita pada ketentuan yang serupa yang diatur dalam pasal 1851 sampai dengan pasal 1864 Bab Kedelapanbelas Buku III Kitab
Undang-undang Hukum Perdata tentang Perdamaian. Berdasarkan definisi yang diberikan dikatakan bahwa Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua
belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya
95
Negosisasi merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan terhadap
suatu hal dan dilator belakangai oleh kesamaanketidaksamaan kepentingan diantara mereka.
Universitas Sumatera Utara
88
suatu perkara. Persetujuan perdamaian ini oleh KUH Perdata diwajibkan untuk dibuat pula secara tertulis, dengan ancaman tidak sah.
96
Jika kita kaji secara seksama dapat kita katakan bahwa kata-kata yang tertuang dalam rumusan pasal 6 ayat 2 Urdang-undang No. 30 Tahun 1999 memiliki
makna dan objektif yang hampir sarna dengan yang diatur dalam pasal 1851 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hanya saja negosiasi menurut rumusan pasal 6 ayat
2 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tersebut: a. Diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan
b. Penyelesaian sengketa tersehut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan antara para pihak yang hersengketa.
Selain itu perlu dicatat pula bahwa negosiasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan sedangkan
perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan pengadilan dilakukan, maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun di luar sidang
pengadilan pasal 130 HIR. Selain dan ketentuan atau rumusan tersebut dalam pasal 6 ayat 2, Undang-
undang No. 30 Tahun 1999 tidak memberikan pengaturan lebih lanjut mengenai negosiasi sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa oleh para pihak.
Dan literatur hukum diketahui bahwa pada umumnya proses negosiasi merupakan suatu pranata alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat informal,
meskipun adakalanya dilakukan secara formal. Tidak ada suatu kewajiban bagi para
96
Gunawan Widjaya “ Seri Hukum Bisnis Alternatif Penyelesaian Sengketa”Op.cit hal 89
Universitas Sumatera Utara
89
pihak untuk melakukan pertemuan secara langsung pada saat negosiasi dilakukan, pun negosiasi tersebut tidak harus dilakukan oleh para pihak sendiri.
Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa atau berselisih paham dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak
dengan atau melalui suatu situasi yang sama-sama menguntungkan “win-win”, dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran concession atas hak-hak tertentu
berdasarkan pada asas timbal balik. Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut kemudian
dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kesepakatan tertulis tersebut bersifat final dan mengikat bagi
para pihak. Kesepakatan tertulis tensebut menurut ketentuan pasal 6 ayat 7 Undang- undang No. 30 Tahun 1999 wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam jangka
waktu 30 tiga puluh hari terhitung sejak ditandatangani, dan dilaksanakan dalam waktu 30 tiga puluh hari terhitung sejak pendaftaran pasal 6 ayat 8 Undang-
undang No. 30 Tahun 1999. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tidak memberikan batasan mengenai apa
saja yang dapat dinegosiasikan, namun dengan mengacu pada rumusan yang diberikan dalam Pasal 5 undang-undang No. 30 Tahun 1999 tersebut dapat kita
katakan bahwa pada dasannya segala sesuatu yang menurut undang-undang yang berlaku dapat diadakan perdamaian dapat dinegosiasikan ini juga membawa
konsekuensi bahwa tentunya negosiasi, sebagaimana halnya perdamaian hanya dapat
Universitas Sumatera Utara
90
dilakukan jika pihak yang bernegosiasi mempunyai kekuasaan untuk melepaskan hak-haknya atas hal-hal yang termaktub dalam kesepakatan tertulis tersebut.
Bahwa pelepasan akan segala hak dan tuntutan yang dituliskan dalarn persetujuan negosiasi harus diartikan sebagai pelepasan dan hak-hak sekedar dan
sepanjang hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut ada hubungannya dengan perselisihan yang menjadi sebab perdamaian tersebut.
Selanjutnya oleh karena kesepakatan tertulis hasil negosiasi adalah suatu persetujuan di antara para pihak, maka selayaknya juga jika hasil negosiasi tidak
dapat dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak telah dirugikan.
Walau demikian masih terbuka kemungkinan untuk tetap dapat dibatalkan, jika memang dapat dibuktikan telah terjadi suatu kekhilafan rnengenai orangnya, atau
rnengenai pokok sengketa, atau telah dilakukan penipuan atau paksaan, atau kesepakatan telah diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu.
3. Mediasi