26
l. Keputusan Menteri Keuangan No. 305KMK.012002 tentang Pejabat
Lelang Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah. m. Peraturan Menteri Keuangan No. 02PMK.022006 tentang Persyaratan
Administratif Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan : Layanan Umum. b. Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti, hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan wanprestasi dalam perjanjian
konstruksi yang dilaksanakan kontraktor. c. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan dan petunjuk
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu kamus umum, kamus hukum,
majalah, internet, serta data pendukung diluar bidang hukum yang berkaitan dengan tesis ini guna melengkapi data
3. Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan satu alat pengumpulan data yakni : a. Studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan
permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya dengan Kontrak,
Perjanjian Kerja, Wanprestasi serta Perjanjian Kerja yang dilaksanakan Kontraktor
Universitas Sumatera Utara
27
dan perlindungan hukumnya sebagai sumber data yang bermanfaat untuk menguji, mengkaji, menafsirkan.
4. Analisis Data
Penelitian ini
menggunakan tekhnik analisis kualitatif, yaitu melakukan analisis terhadap peraturan-peraturan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan
dengan masalah yang akan dibahas, adapun langkah-langkah yang dilakukan dengan cara menginterprestasikan semua peraturan perundangan-undangan yang sesuai
masalah yang dibahas, menelaah dan menilai bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, mengevaluasi perundang–undangan yang berhubungan
masalah yang dibahas dalam tesis ini, sehingga pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkritnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan
menggunakan logika berpikir secara deduktif yaitu dari yang bersifat umum ke khusus, serta dapat dipresentasikan dalam bentuk deskriptif.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB II PRINSIP PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PIHAK YANG
DIRUGIKAN DALAM PERJANJIAN KONSTRUKSI
1. Pengertian Tentang Perjanjian Borongan
Sumber hukum kontrak di Indonesia yang berbentuk perundang-undangan adalah KUH Perdata, khususnya buku III. Bagian-bagian buku III yang berkaitan
dengan kontrak adalah sebagai berikut:
37
a. Pengaturan tentang
perikatan perdata.
Pengaturan ini
merupakan pengaturan pada umumnya, yakni yang berlaku baik untuk perikatan yang
berasal dari kontrak maupun yang berlaku karena undang-undang. b. Pengaturan tentang perikatan yang timbul dari kontrak. Pengaturan
perikatan yang timbul dari kontrak ini menurut KUH Perdata diatur dalam Bab II Buku III.
c. Pengaturan tentang hapusnya perikatan. Pengaturan ini terdapat dalam Bab IV Buku III.
d. Pengaturan tentang kontrak-kontrak tertentu. Pengaturan ini terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII Buku III.
Sebagai bentuk perjanjian tertentu, maka perjanjian pemborongan tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan umum perjanjian yang diatur dalam title I sampai
dengan IV Buku III KUH Perdata. Dalam Buku III KUH Perdata, diatur mengenai ketentuan-ketentuan umum yang berlaku terhadap semua perjanjian yaitu perjanjian-
perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata maupun jenis perjanjian baru yang belum ada aturannya dalam Undang-undang. Sebagai dasar perjanjian pemborongan
bangunan KUHPerdata mengatur dalam Pasal 1601 butir b.
37
Munir Fuady Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis Op.Cit hal 13
28
Universitas Sumatera Utara
29
Menurut Subekti, pemborongan pekerjaan aanneming van werk ialah suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya,
melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula.
38
Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya, atas
pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaimana pihak yang
memborong pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil
dari pekerjaan tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik mutu dan
kwalitaskwantitas dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Perjanjian pemborongan bangunan dapat dilaksanakan secara tertutup, yaitu
antar pemberi tugas dan kontraktor atau terbuka yaitu melalui pelelangan umum atau tender. Lain halnya dengan pemborongan bangunan milik pemerintah dimana harus
diadakan pelelangan. Kontrak kerja dapat dibedakan dalam 2 jenis yaitu:
39
1. Kontraktor hanya melakukan pekerjaan saja, sedangkan bahan-bahannya disediakan oleh pemberi tugas.
2. Kontraktor melakukan pekerjaan dan juga menyediakan bahan-bahan bangunan. Dalam hal kontraktor hanya melakukan pekerjaan saja, jika
barangnya musnah sebelum pekerjaan diserahkan, maka ia bertanggung
jawab dan tidak dapat menuntut harga yang diperjanjikan kecuali musnahnya barang itu, karena suatu cacat yang terdapat di dalam bahan yang disediakan
oleh pemberi tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1606 dan 1607 KUH Perdata.
38
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Bandung, 1987, hal 174.
39
Ibid
Universitas Sumatera Utara
30
Menurut Subekti, Undang – Undang Membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu :
40
a. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu: Adalah perjanjian dimana satu pihak menghendaki dari pihak lainnya
dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut sama sekali tergantung pada pihak lainnya.
b. Perjanjian kerja perburuhan Adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si buruh mengikatkan dirinya
untuk dibawah perintah pihak yang lainnya yaitu si majikan, untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.
c. Perjanjian pemborongan pekerjaan Adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.
Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip dengan perjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu sama sama
menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang lainnya ialah
bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan atau kekuasaan antara buruh dengan majikan. Pada pemborongan bangunan dan perjanjian melakukan jasa
tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya secara mandiri.
41
Ketentuan pemborongan pada umumnya diatur dalam Pasal 1601 sampai dengan Pasal 1617 KUH Perdata. Perjanjian pemborongan bangunan juga
memperhatikan berlakunya
ketentuan-ketentuan perjanjian
untuk melakukan
40
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Op.Cit, hal 57
41
Sri Soedewi Masjchun Sofwan. Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan Bangunan, Liberty Yogyakarta. 1982. hal 52.
Universitas Sumatera Utara
31
pekerjaan, khususnya bagi bangunan yang diatur dalam KUH Perdata yang berlaku sebagai hukum pelengkap peraturan tersebut pada umumnya mengatur tentang hak-
hak dan kewajiban pemborong yang harus diperhatikan baik pada pelaksanaan
perjanjian, dan berakhirnya perjanjian. Pemborong bertanggungjawab dalam jangka waktu tertentu, pada masa ini pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti
adanya cacat ataupun kegagalan
bangunan. Dalam prakteknya pemborong
bertanggungjawab sampai masa pemeliharaan sesuai dengan yang tertulis dikontrak. Menurut Pasal 25 ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 Tentang
Jasa Konstruksi: kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 sepuluh tahun.
2. Bentuk Perjanjian Pemborongan Pekerjaan