Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pesan Moral

dalam Al-Qur’an”. Kisah ini belum ada yang mengkaji sebelumnya oleh Mahasiswa Departemen Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan menyimpang dari pokok bahasan yang diteliti, agar lebih terarah maka penulis memberikan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Pesan moral apa yang terdapat pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an? 2. Bagaimanakah bentuk penyampaian pesan moral pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir as pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al- Qur’an? 3. Bentuk konflik apa yang terjadi pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumuan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui pesan moral apa yang terdapat pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam AlQur’an. 2. Untuk mengetahui bentuk penyampaian pesan moral pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al- Qur’an. 3. Untuk mengetahui bentuk konflik apa yang terjadi pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al Kahfi ayat 60-82 dalam Al- Qur’an. Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah 1. Untuk menambah wawasan dan pemahaman penulis dan pembaca tentang kisah yang mengandung nilai kesusasteraan dalam Al-Qur’an. 2. Untuk memperluas wawasan dan pemahaman penulis dan pembaca mengenai moral yang terdapat pada kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s dalam Al-Qur’an. 3. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan, referensi, sebagai acuan bagi mahasiswa dalam menganalisa moral dan yang ditinjau dari sosiologi sastra dalam Al-Qur’an di Departemen Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.5 Metode Penelitian

Adapun metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan Library Research. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu membaca dari referensi yang telah ada, mencatat dan mendeskripsikan apa saja yang berlaku saat ini. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterprestasikan kemudian menguraikan secara sistematis. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer, berupa sebuah kitab suci Al-Qur’an. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah literatur-literatur yang berhubungan dengan judul penelitian yang akan diteliti oleh penulis. Dalam penulisan Arab-Latin peneliti memakai pedoman transliterasi Arab- Latin yang diterbitkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Menteri Agama yang tertuang dalam SK No.158 tahun 1987 dan No.0543bU1987 pada anggal 22 Januari 1988. Universitas Sumatera Utara Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan oleh penulis dalam hal ini sebagai berikut: 1. Mengumpulkan data rujukan dari Al-Qur’an yang berhubungan dengan pembahasan penelitian. 2. Menganalisis dan mengidentifikasikan data yang telah diperoleh dari rujukan yang ada. 3. Menyusun hasil penelitian secara sistematis dalam bentuk laporan ilmiah. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kisah-kisah dari Al-Qur’an yang ditinjau dari sisi kesusastran sebahagian telah di bahas dan diteliti oleh Mahasiswa Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dalam bentuk skripsi diantaranya adalah “Kisah Nabi Musa Versus Fir’aun” oleh Ahmad Zubeir nim 040708040, mengkaji tentang kisah-kisah nabi khususnya kisah Nabi Musa a.s dengan Firaun. “Analisis Pesan Moral pada Kisah Nabi Sulaiman a.s dalam Al-Qur’an” oleh Farida Hanum Pasaribu nim 040704004, mengkaji kisah Nabi Sulaiman a.s dalam Al-Qur’an khusus pada pesan moral, dan “Analisis Pesan dan Peristiwa Kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an” oleh Rejeyanti nim 050704012, menganalisis pesan dan peristiwa kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an. Karya tulis di atas ini menjadi bandingan bagi penulis dalam menguraikan proposal ini. Penulis membahas tentang “ Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al-Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an” melalui pendekatan sosiologi sastra. Sastra merupakan ungkapan yang penyampaiannya ditujukan dalam mempengaruhi perasaan, emosi para pembacanya atau para pendengar, baik itu yang berupa syair ataupun prosa. Sastra ataupun kesusastraan merupakan karya tulis yang memiliki ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan isi dan ungkapannya, jika dibandingkan dengan karya tulis lain Suprapto,1993 : 77. Sastra dalam arti yang lebih luas adalah seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra suatu komunikasi seni yang hidup bersama bahasa. tanpa bahasa, sastra tidak mungkin ada, melalui bahasa ia dapat mewujudkan dirinya berupa sastra lisan dan tertulis Aftaruddin dalam Jamaluddin, 2003: 31. Karya sastra itu dapat menimbulkan rasa keindahan baik bagi penulis dan pembaca, baik dari segi bahasa maupun isinya. Sedangkan sastra dalam bahasa Universitas Sumatera Utara Arab di kenal dengan ﺏﺩﻷﺍ al-adab menurut ahli sastra Arab Muhammad Abdul Fauzi Hasan. Menurut Abdul Aziz dalam Muzakki, 2006:32 sastra dalam bahasa Arab adalah ﺏﺩﻵﺍ ﻝﻛ ﻭﺃﺭﻌﺷ ﺭﺛﻧ ﺭﺛﺅﻳ ﻲﻓ ﺱﻔﻧﻟﺍ ﺏﺫﻬﻳﻭ ﻕﻠﺧﻟﺍ ﻭﻋﺩﻳﻭ ﻰﻟﺍ ﺔﻠﻳﺿﻔﻟﺍ ﺩﻌﺑﻳﻭ ﻥﻋ ﺔﻠﻳﺫﺭﻟﺍ ﺏﻭﻠﺳﺎﺑ ﻝﻳﻣﺟ Al- adabu kullu syi’rin aw naśrin yua ‘śśiru fī al-nafsi wa yuhżżibu al- khuluqa wa yad’ū ilā al-fadīlati wa yub’idu ‘an al-rażīlati bi uslūbin jamīlīn. ‘Sastra adalah setiap puisi atau prosa yang memberi pengaruh kepada kejiwaan, mendidik budi pekerti dan mengajak kepada akhlak yang mulia serta menjauhkan perbuatan yang tercela dengan menggunakan gaya bahasa yang indah’. Menurut Al Hamid 1994: 15, memberikan makna sastra dalam bahasa Arab menjadi dua bagian, yaitu secara umum dan khusus: ﺏﺩﻶﻟ ﻥﺎﻳﻧﻌﻣ : ﻡﺎﻌﻟﺍ ﻊﺗﻣﺗﻟﺍﻭﻫﻭ ﻕﻼﺧﻷﺎﺑ ﺔﻣﻳﺭﻛﻟﺍ ﻕﺩﺻﻟﺎﻛ ﺔﻧﺎﻣﻷﺍﻭ . ﻟﺍﻭ ﺹﺎﺧ ﻭﻫﻭ ﻡﻼﻛﻟﺍ ﻝﻳﻣﺟﻟﺍ ﻎﻳﻠﺑﻟﺍ ﺭﺛﻭﻣﻟﺍ ﻲﻓ ﺱﻔﻧﻟﺍ . Lil ādabi ma’nayāni: al-‘āmmu wa huwa al-tamattu ‘u bi al-akhlaqi al- karimati ka aş-şidqi wa al-amānati. Wa al-khāşşu wa huwa al-kalāmu al- jamilu al- balīgu al-mu’asiru fī al-nafsi. ‘Makna sastra dalam bahasa Arab terbagi dua, yaitu: makna umum adalah menggambarkan akhlak yang baik seperti sifat jujur dan amanah. Makna khusus adalah perkataan yang indah yang memberi pengaruh pada jiwa manusia’. Secara umum, mengklasifikasikan sastra dalam bahasa Arab Menurut Al- Hamid 1994: 16 menjadi dua bagian yaitu: ﺏﺩﻷﺍ ﻥﺎﻋﻭﻧ : ۱ ﻡﻼﻛﻟﺍﻭﻫﻭﺭﺛﻧ ﻝﻳﻣﺟﻟﺍ ﻱﺫﻟﺍ ﺱﻳﻟ ﻪﻟ ﻥﺯﻭ ﺔﻳﻓﺎﻗﻻﻭ ۲ ﻡﻼﻛﻟﺍﻭﻫﻭﺭﻌﺷﻭ ﻝﻳﻣﺟﻟﺍ ﻱﺫﻟﺍ ﻪﻟ ﻥﺯﻭ ﺔﻳﻓﺎﻗﻭ . Universitas Sumatera Utara Al- ādabu nau’āni: 1 naśrun wa huwa al-kalāmu al-jamīlu al-lażī laisa lahū waznun wa lā qāfiatun. 2 wa syi’ru wa huwa al-kalāmu al-jamīlu al- lazī lahū waznun wa qafiatun. ‘Sastra dalam bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian yaitu: 1 Prosa adalah kata-kata yang indah yang tidak terikat dengan wazanpola irama maupun qafiyahsajak. 2 Syair adalah kata-kata yang terikat pada wazanpola irama maupun qafiyahsajak’. Di dalam karya sastra terdapat unsur-unsur pembangun yang membentuk sebuah totalitas karya sastra. Selain unsur bahasa, masih ada unsur-unsur pembagian karya sastra yang lain. Pembagian unsur karya sastra yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik ﺔﻴﻠﺧﺍﻠﻟﺍﺮﺻ ﻌﻟﺍ ﻨﺎ al- ‘anāşiru addākhiliyyatu adalah unsur-unsur yang membangun dan menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik merupakan yang secara langsung turut serta membangun cerita, seperti: peristiwa ﺔﺛﺩﺎﺤﻟﺍ al- hādisatu , cerita ﺔﻳﺎﻜﺤﻟﺍ al- hikāyatu , plot ﺔﻜﺒﺤﻟﺍ al-habkatu, penokohan ﺔﻴﺼﺨﺸﻟﺍ as- sakhsīyyatu, tema ﻉﻮﺿﻮﻤﻟﺍ al- maudūu, Latar ﻥﺎﻣﺰﻟﺍ ﻭ ﻥﺎﻜﻤﻟﺍ al- makānu wa az-zamānu, sudut pandang ﺮﻈﻧ ﺔﻬﺟﻭ wijhatu nazrin, bahasa atau gaya bahasa ﺏﻮﻠﺳﻷﺍ al-uslub, dan pesan moral ﺔﻧﺎﻣﺃ ’amā’nah. Menurut Khalafullah 2002: 19 penggunaan metode pendekatan sastra dalam menafsirkan kisah-kisah Al-Qur’an masih tergolong baru. Melalui pendekatan metodologis semacam ini akan banyak terungkap dimensi seni dan sastra yang dimiliki Al-Qur’an sebagai salah satu bukti kemukjizatannya. Dalam menyampaikan sebuah kisah, Al-Qur’an menggunakan metode gaya bahasa dan deskripsi tersendiri. Kejadian kisah dalam Al-Qur’an merupakan deskripsi sastra yang memiliki nuansa batin, dengan kesimpulan yang disusun atas dasar kekuatan perasaan yang mampu menggugah dan menarik perhatian, Universitas Sumatera Utara sehingga kisah Al-Qur’an diharapkan dapat menggugah jiwa pembaca dan pendengarnya sehingga mau berfikir dan memahami kebesaran Allah SWT. Menurut Hafist 1990: 13 kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim adalah peristiwa-peristiwa nyata yang diceritakan kembali untuk mengarahkan manusia mengambil pelajaran darinya sekaligus member perumpamaan bagi manusia serta menjelaskan perihal orang-orang sesat dan tempat yang akan mereka huni dan perihal orang-orang yang mendapat petunjuk serta ganjaran yang akan diterima, selain itu kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim menjelaskan perjuangan para nabi dan dilanjutkan oleh para da’i yang menyeru kepada jalan kebenaran. Salah satu dari unsur terpenting dalam kisah adalah tokoh. Tokoh-tokoh yang dimaksudkan dalam kisah sastra bukanlah tokoh-tokoh yang berwujud manusia saja, akan tetapi lebih luas. Artinya setiap tokoh dalam kisah Al-Qur’an adalah peran utama kisah di mana semua pembicaraan, peristiwa, dan pemikiran hal-hal yang terjadi dalam kisah dan berputar pada dirinya. Bila demikian halnya, maka tokoh-tokoh kisah Al-Qur’an adalah para malaikat, jin, dan berbagai jenis hewan seperti burung dan hewan melata, baru tokoh manusia baik laki-laki maupun perempuan Khalafullah, 2002:207. Dalam penelitian ini tokoh-tokoh yang dimaksud pada surah al-Khafi ayat 60-82 adalah Nabi Musa as, Khidir as, Yusa’ nun, ikan, masyarakat yang zalim perompak laut, orang yang baik hidupnya orang yang punya kapal, dan seorang ayah yang meninggalkan harta untuk kehidupan anaknya.

2.1 Pesan Moral

Pesan moral adalah bagian dari unsur intrinsik diantara unsur-unsur lainnya yang telak dikemukakan sebelumnya. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh tersebut pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan diamanatkan Nurgiyantoro, 19555: 322. Moral berasal dari Bahasa Latin yakni Mores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakukan. Dengan demikian, moral juga dapat diartikan dengan kesusilaan memuat ajaran tentang baik-buruknya perbuatan. Jadi, karena perbuatan itu dinilai dua sisi sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Dan moral juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mencari keselarasan perbuatan-perbuatan manusia tindakan insani dengan dasar yang sedalam-dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia. Perkataan susila atau kesusilaan dapat berarti adab atau kelakuan yang baik, harus sesuai dengan kaidah-kaidah, norma-norma atau peraturan kehidupan yang telah ada. Dalam Universitas Sumatera Utara Agama Islam istilah etika merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas yaitu meliputi bidang akidah, ibadah dan syariah farida Hanum, 2008: 7. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1997: 654 moral adalah ajaran baik buruk perbuatan dan kelakuan akhlak, kewajiban dan sebagainya. Sesuai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, sesama manusia dan lingkungannya sesuai dengan nilai-nilai moral. Menurut Khalafullah 2002: 93, Al-Qur’an memiliki metode tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan moral. Suatu saat Al-Qur’an dengan tegas melarang suatu perbuatan. Metode ini diterapkan pada kondisi tertentu, ketika hal- hal yang dilarang tersebut telah mengakar pada satu masyarakat dan menjadi kebiasaan yang susah dihilangkan, berkenaan dengan satu perbuatan yang berangkat dari hawa nafsu, ungkapan keheranan atau pertanyaan pengingkaran atas suatu perbuatan yang dilakukan suatu kaum, dan taraf kehidupan ekonomi juga berpengaruh dalam kontra perselisihan. Adapun teori Burhan Nurgiyantoro tentang pesan moral sebagai berikut: 1. Pengertian dan Hakikat Pesan Moral Pesan moral seperti halnya tema, dilihat dari segi dikhotomi bentuk isi karya sastra merupakan unsur isi, yang merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra, makna yang disarankan lewat cerita. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca Nurgiyantoro, 1995: 321-322. Pesan moral atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian. Jenis dan wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan tergantung pada keyakinan, keinginan dan interes pengarang yang bersangkutan. Universitas Sumatera Utara Jenis dan wujud pesan moral mencakup seluruh persoalan kehidupan, serta menyangkut harkat dan martabat manusia. Persoalan kehidupan manusia tersebut dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Contoh pesan moral terdapat pada Surah al-Maa’idah ayat 13, yakni:                                       fabim ā naqdihimmīsāqahum la’annāhum waja’alnā qulūbahum qāsiyatan yuharrifūna al-kalima ‘ammawādi’ihi wanasū hażżan mimmā dzukkirūbihi walā tażālu taťťoli’u ‘alā khā’inatimminhum ‘illa qalīlān minhum fa’fu ‘anhum waşfah ‘innallaha yuhibbu al-muhsinīn ‘ tetapi karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan Allah dari tempat- tempatnya, dan mereka sengaja melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu Muhammad Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka yang tidak berkhianat, Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik’. Universitas Sumatera Utara Pesan moralnya adalah kita sebagai manusia tidak boleh melanggar janji. Karena Allah tidak suka dengan manusia yang bersikap tidak baik, padahal manusia tersebut sudah diperingatkan oleh Allah SWT. Maka berbuat baiklah karena Allah SWT menyukai tindakan yang baik. 2. Pesan Religius dan Kritik sosial Pesan moral berwujud pesan moral religius, termasuk didalamnya yang bersifat keagamaan dan kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi atau dalam genre sastra yang lain. a. Pesan Religius dan Keagamaan Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyarankan pada makna yang berbeda. Religius bersifat mengatasi lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi. Sedangkan agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Contoh pesan religius terdapat pada Surah al-A’raaf ayat 85, yakni:                              Universitas Sumatera Utara              Wa’ilā madyana ‘akhahum syu’aybān qalā yāqawmi’budū Allaha mālakummīn ‘ilāhin gayruhu, qad jā’atkum bayyinahummīrrabbikum fa’aw fū al-kayla walmīżāna walā tabkhasū annāsa ‘asyyā ‘ahum walā tufsidū fī al-‘ardi ba’da ‘işl āhihā dzālikum khayrullakum ‘inkuntum mu’minīn‘dan kami telah mengutus kepada penduduk Mad- yan[552] saudara mereka, Syuaib. ia berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman.’ Pesan religiusnya adalah Nabi Syu’aib a.s menyuruh penduduk Madyan untuk menyembah hanya kepada Allah SWT. Dan jangan membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. b. Kritik Sosial Wujud kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Banyak karya sastra yang bernilai tinggi yang didalamnya menampilkan kritik sosial. Namun, perlu ditegaskan bahwa karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan dikarenakan kritik sosial, melainkan lebih ditentukan oleh koherensi semua unsur intrinsiknya. Sastra yang mengandung kritik dapat disebut juga sebagai sastra kritik. Biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Contoh kritik sosial pada Surah al-Kahfi ayat 16, sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara                     Wa’iżi’tadzal tumūhum wamā ya’budūna ‘illāllaha fa’wu ‘ilalkahfi yansyur lakum rabbukummirrahmatihi, wayuhayyī’ lakummin ‘amrikummirfaqān ‘dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu’. Kritik sosialnya adalah para pemuda Ashabul Kahfi menyepikan diri dari orang-orang yang kafir dan Raja yang hendak membunuh mereka. Hidup menyepi dalam arti bersembunyi dari kejahatan dan kebajikan yang tidak dapat diperbaiki adalah berbahaya, maka tindakan menyepi atau menghindar dibenarkan.

2.2 Bentuk Penyampaian Pesan Moral