Penggunaan Pendekatan Croass Soetional untuk Meningkatkatkan Religiusitas Terhadap Perilaku Disiplin Remaja di MAN Sawit Boyolali”

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pdi)

Disusun Oleh: Siti Nurjanah NIM : 207011000431

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H / 2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

NIM : 207011000431

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Angkatan : 2007

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH TINGKAT

RELIGIUSITAS TERHADAP PERILAKU DISIPLIN REMAJA DI MAN SAWIT BOYOLALI” adalah benar merupakan karya sendiri dibawah bimbingan:

Nama : Dr. Sururin, MA

NIP : 197103191998032001

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Dengan demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuen siapa bila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 2 juli 2014 Yang menyatakan,


(6)

v Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Penelitian ini di latar belakangi oleh permasalahan pada masa remaja yaitu yang masih banyaknya paa remaja yang kurang mengindahkan agama dan perilaku dalam berdisiplin, salah satu penyebabnya yaitui dengan adanya masa transisi yang menjadikan emosi remaja kurang stabil. Masa ini sering disebut sebagai masa topan badai (“strum and drang)” yaitu masa yang penuh dengan gejolak akibat pertentangan nilai-nilai. Masa transisi inilah yang menimbulkan kecenderungan munculnya perilaku-perilaku yang tidak berdisiplin, terutama dalam hal moral atau. Secara psikologis, remaja merupakan masa yang labil dalam menjalankan sesuatu. Untuk itu dibutuhkan keyakinan dan pengamalanyang kuat terhadap ajaran-ajaran agama guna menumbuhkan perilaku-perilaku berdisiplin yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pengaruh religusitas terhadap Perilaku Disiplin remaja; dan 2) seberapa besar sumbangan efektif religiusitas terhadap Perilaku Disiplin remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Pada penelitian ini metode yang di gumnakan adalah metode deskriptif korelasional sebab akibat dengan pendekatan Croass soetional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Religiusitas Terhadap Perilaku Disiplin di MAN Saqit Boyolali. Dengan rumusan masalah bagaimana pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin remaja kelas XI MAN Sawit Boyolali.

Penelitian ini di laksanakan di MAN SAwit Boyolali mulai tanggal 8 Maret s/d 27 Mei 2014 ini mengambil sampel 30 anak dari 125 siswa kelas XI dengan cara random sampling. Tingkat Religiusitas dengan nilai rata-rata 377 dengan kualifikasi nilai yang tinggi, yaitu dengan nilai tertinggi 377 dan terendah 317. Sedangkan perlaku disiplin mendapatkan nilai rata-rata 327,1 yaitu dengan akumulasi nilai yang tinggi dengan nilai tertinggi 377 dan nilai terendah 321. Pengaruh religiusitas perilaku disiplin remaja di MAN Sawit Boyolali , memiliki koefisien korelasi 0,777 yang berarti terdapat korelasi positif yang signifikan, korelasi ini tergolong korelasi yang kuat atau tinggi. Pengaruh tingkat religiusitas (X) terhadap perilaku disiplin Remaja (Y) mendapat angka determinasi sebanyak 64%, sedangkan sisanya 36% merupakan variabel lain yang tidak di masukkan dalam penelitian.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara tingkat religiusitas terhadap perilaku disiplin remaja, maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas berpengaruh terhadap perilaku disiplin remaja.


(7)

vi Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Religiusitas Terhadap Perilaku

Disiplin Remaja”. Shalawat serta salam semoga Allah melimpahkan Nabi

Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, PH.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Ibu Dr.Sururin, MA. Selaku pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

4. Para dosen Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis.

5. Bapak Muh. Zain Harsana, sebagai Pemimpin Sekolah MAN Sawit Boyolali, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian.

6. Seluruh Siswa/i MAN Sawit yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.

7. Kepada yang teristimewa untuk keluargaku khususnya suami, anak, kedua orang tua, bapak, ibu, dan kakakku tercinta yang senantiasa memberikan semangat, motivasi seta mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(8)

vii diberikan.

Jakarta, 2 Juli 2014


(9)

viii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 5

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 5

3. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI A. Religiusitas ... 7

1. Pengertian religiusitas ... 7

2. Dimensi-dimensi religiusitas ... 8

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Religiusitas ... 9

4. Religiusitas Remaja ... 11

5. Dimensi Religiusitas Remaja ... 12

6. Perkembangan Psikologi Remaja ... 15

B. Perilaku Disiplin ... 19

1. Pengertian Perilaku Disiplin ... 19

2. Dimensi-dimensi Disiplin ... 20

3. Faktor-faktor Pendorong Perilaku Disiplin ... 21


(10)

ix

B. Variabel Penelitian ... 27

C. Populasi dan Sampel Penelitian... 27

1. Populasi penelitian ... 27

2. Sampel Penelitian ... 28

3. Teknik Pengumpulan Data ... 28

4. Observasi ... 31

D. Teknik Analisis Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 34

1. Sejarah Berdirinya Sekolah MAN Sawit Boyolali... 34

2. Visi dan Misi Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 34

3. Strategi Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 35

4. Kekuatan dan Kelemahan Sekolah MAN Sawit Boyolali ... 35

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis .... 36

1. Ideologi ... 36

2. Ritual ... 42

3. Ekspariensial ... 45

4. Intelektual ... 47

5. Konsekuensial ... 48

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 73

B. Implikasi ... 73

C. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN – LAMPIRAN


(11)

x

Tabel 3 Ketentuan skor tingkat religiusitas dan perilaku disiplin remaja ... 30

Tabel 4 Nilai “r” Product moment ... 32

Tabel 5 Iman kepada Allah ... 36

Tabel 6 Iman kepada Malaikat ... 37

Tabel 7 Iman kepada Kitab ... 38

Tabel 8 Iman kepada Rasul ... 39

Tabel 9 Iman kepada hari kiamat ... 40

Tabel 10 Iman kepada qadha dan qadar ... 41

Tabel 11 Shalat ... 42

Tabel 12 Do’a dan dzikir ... 43

Tabel 13 Puasa ... 44

Tabel 14 Shadaqah ... 44

Tabel 15 Ihsan ... 46

Tabel 16 Intelektual ... 47

Tabel 17 Akhlak kepada Allah ... 48

Tabel 18 Akhlak terhadap diri sendiri ... 49

Tabel 19 Akhlak terhadap sesama manusia... 50

Tabel 20 Perbuatan buruk ... 51

Tabel 21 Perbuatan positif dalam berdisiplin ... 53

Tabel 22 Akibat dari perbuatan positif dalam berdisiplin ... 54

Tabel 23 Perbuatan negatif berprilaku disiplin ... 55

Tabel 24 Akibat dari perbuatan negatif berdisiplin ... 56

Tabel 25 Kesadaran Moral ... 57

Tabel 26 Kesadaran moral yang buruk ... 58

Tabel 27 Pengendalian diri yang positif ... 59

Tabel 28 Pengendalian diri yang negatif ... 60


(12)

xi


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya peningkatan disiplin nasional dan program peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan tema dan program pembangunan nasional yang sampai saat ini sering dibicarakan. Multi krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia dalam masa reformasi ini pun selalu terkait dengan perilaku disiplin. Pelanggaran terhadap hukum dan peraturan yang berlaku seakan menjadi suatu hal yang lumrah atau biasa.

Peningkatan disiplin dan peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi sangat penting untuk diperhatikan mengingat peradaban modern belum mampu mengontrol naluri manusia. Peradaban modern yang oleh sebagian besar orang dijadikan pedoman hidup, sampai pada saat ini belum mampu menghindarkan atau membendung berbagai perilaku negatif. Salah satunya adalah adanya tindak pelanggaran perilaku disiplin. Sementara yang terjadi bahwa peradaban modern belum mampu menciptakan kehidupan yang saling menghormati hak asasi. Dengan demikian peningkatan disiplin manusia khususnya di Indonesia akan semakin mendapat tantangan dengan semakin besarnya pengaruh peradaban asing yang banyak bertentangan dengan budaya dan kepribadian bangsa Indonesia.1.

Dengan begitu dapat dilihat dari berbagai kasus-kasus penyelewengan, kredit macet, korupsi, suap, penipuan, meningkatnya perkara kriminal dan amoral, pelanggaran lalu lintas dan tabrak lari yang terjadi pada masyarakat merupakan bukti rendahnya perilaku disiplin bangsa Indonesia.

Pada kalangan siswa fenomena kenakalan dan kejahatan sudah menggejala. Seperti halnya budaya bolos sekolah, menyontek, mencuri, perkelahian antar pelajar, terjangkitnya narkoba, porno aksi dan pornografi serta masih banyak lagi ragam kasus-kasus kenakalan dari yang sepele sampai

1

A. Mukti Ali, Memahami beberapa Aspek Ajaran Islam, (Bandung: Mizan, 1990), hal. 140-142


(14)

yang bersifat kriminal sering terjadi dan penulis saksikan pada berbagai media masa. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga penegak disiplin dan semua peraturan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan negara belum berfungsi secara maksimal sebagaimana yang diharapkan. Jika hal ini dikaitkan dengan agama, akan tampak bahwa agama belum teraktualisasi sesuai ajaran-ajaran normatifnya.

Kalangan ahli psikologi agama dan para agamawan berpendapat bahwa agama dapat berperan untuk membina dan mempersiapkan mental manusia agar secara kreatif dan aktif melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan mampu memberikan kesetabilan dalam menghadapi berbagai kemungkinan berupa goncangan/gejolak dan ketegangan psikis.2

Dalam Undang-undang sistem pendidikan Nasional no 20 tahun 2003 yang mengatur tentang Pendidikan Keagamaan dalam pasal 30 ayat 2 disebutkan bahwa “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan menjadi ahli ilmu agama.

Namun realita yang terjadi bahwa anak-anak yang belajar agama Islam memiliki perilaku yang jauh dari pengalaman beragama. Masih banyaknya siswa yang melakukan pergaulan bebas, tawuran, minuman keras, bahkan mengkonsumsi narkoba.

Pos Kota memberitakan bahwa pada hari selasa (18/10) lalu di Jalan Margonda, Depok, samping Universitas BSI terjadi tindakan brutal siswa kelas 3 SMK yang membacok dua siswa SMK yang berlainan sekolah. Tindakan ini berawal ketika kedua korban tengah menanti angkutan umum dipinggir jalan untuk menuju kerumahnya, tiba-tiba datang HS bersama segerombolan teman SMK-nya yang langsung melakukan penyeranngan terhadap kedua korban. Dan saat ditanya oleh petugas polsek Beji yangmenangkapnya, mereka mengatakan bila tindakanya membacok korban

2

Anshari, Hafi, Dasar-dasar Ilmu Jiwa Agama, (Surabaya: Usaha Nasional,1991), hal. 127.


(15)

itu karena dendam, lantaran sekolah mereka adalah musuh kita, kata HS (tersangka).3

Selain itu masih ada lagi bahwa pada hari kamis (15/12) di Pasar Burung Grogol, Jakarta Barat, terjadi tawuran antar siswa SMP dengan siswa SMK, menurut Riyanto peristiwa ini terjadi pada hari kamis pukul 17:30 sepulang sekolah, bersama teman-temannya melewati pasar Burung Grogol. Setiba di pasar tersebut, beberapa siswa SMP menyindir-nyindir Riyanto dan teman-temannya, sehigga membuat Riyanto dan teman-temannya emosi dan menclurit tiga siswa SMP tersebut.4

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat religiusitas dan perilaku disiplin remaja tidak sesuai dengan norma-norma yang ada, dan penyebab terjadinya perilaku tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah orang tua yang kurang berpartisipasi dalam mendidik anak mereka terutama dalam hal agama, selain itu lingkungan masyarakat yang kurang mendukung sehingga anak dapat terpengaruh dan melakukan hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama, dan lingkungan sekolah yaitu guru yang kurang memperhatikan perilaku peserta didik baik yang positif maupun negative selama di lingkungan sekolah, dan yang terakhir adalah tingkat usia anak (remaja).

Dengan latar belakang tersebut, upaya untuk mengkaji dan meneliti faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan manusia Indonesia yang berdisiplin tinggi akan bisa dilaksanakan dengan baik. Terlebih bila dikaitkan dengan faktor religiusitas seseorang. Mengingat bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang mayoritas muslim memiliki ciri kepribadian yang sangat religius dan menjunjung tinggi ajaran agama, terutama religiusitas muslim dengan perilaku disiplin menjadi penting untuk dikaji dan diketahui. Dalam agama Islam banyak ditekankan agar manusia dalam hidupnya selalu berusaha untuk hidup disiplin (taat) dengan menjalankan perintah Allah SWT,

3

Pos Kota, 19 Desember 2011, hal. 9

4


(16)

dan menjauhi larangan-Nya. Penyelewengan, penipuan dan membuang-buang waktu merupakan tindakan yang sangat dikecam oleh ajaran Islam.

Demikian pula kewajiban-kewajiban agama ditetapkan dalam rangka kebaikan dan kemaslahatan manusia. Dapat diumpamakan sholat, Al-Qur’an dan Hadist banyak menyeru kepada kaum muslim. Selain itu Shalat adalah kewajiban yang menunjukkan kadar perbedaan seorang muslim dengan non muslim. Selain itu shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Religiusitas seseorang mestinya berimplikasi dalam segala kehidupannya, baik dalam belajar, bergaul, berusaha, dan bekerja.

                                  

Bacalah tentang apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab

(Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari

(perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-ankabut (29): 45) .5

MAN Sawit Boyolali adalah salah satu lembaga pendidikan yang menyiapkan anak didiknya untuk berkehidupan sesuai dengan ajaran agama Islam. Karena dalam usaha dan pekerjaan apapun sangat dibutuhkan etos kerja dan sikap patuh, jujur, ulet, tepat waktu yang kesemuanya terakumulasi dalam sikap disiplin itu telah terbentuk sejak dibangku sekolah

Selama ini temuan secara empirik tentang seberapa jauh keagamaan (religiusitas) siswa MAN Sawit Boyolali belum diketahui. Sebatas pengetahuan penulis penelitian ini sangat diperlukan, maka penulis tertarik dan perlu meneliti keterkaitan antara religiusitas dengan perilaku disiplin pada remaja.

5

Al-Qur’an dan terjemahan, yang diterjemahkan Yayasan Penyelenggara peterjemah Al-qur’an, (Semarang: CV.Al waah, 2004), hal:566


(17)

Semua siswa MAN Sawit Boyolali berusia remaja dan beragama Islam. Dengan muatan mata pelajaran agama Islam (PAI) yang lebih banyak dibanding di sekolah umum, sehingga sangat memungkinkan para siswa MAN Sawit Boyolali memiliki tingkat religiusitas yang lebih tinggi. Pemilihan MAN Sawit Boyolali sebagai obyek penelitian ini karena madrasah tersebut berada di daerah pedesaan dan di dalam lingkungan Asrama.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh yang signifikan antara tingkat kereligiusitas terhadap perilaku disiplin pada Remaja yang dikemas dalam

skripsi yang berjudul “PENGARUH TINGKAT RELIGIUSITAS

TERHADAP PERILAKU DISIPLIN REMAJA DI MAN SAWIT BOYOLALI

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat di identifikasikan:

A. Kurangnya partisipasi orang tua dalam mendidik anak terutama dalam pendidikan agama

B. Lingkungan masyarakat yang kurang mendukung

C. Lingkungan sekolah yang kurang interaktif kepada peserta didik D. Perkembangan tingkat usia anak (remaja).

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan berbagai macam masalah yang telah diidentifikasi tersebut maka peneliti perlu membatasi permasalahan dalam penelitian, diantaranya adalah:

1. Tingkat usia remaja dengan menggunakan Dimensi-dimensi tingkat religiusitas, yaitu ideologi, ritual, eksperiental, intelektual, dan konsektual. Dan dimensi kedisiplinan, yaitu pengetahuan, kesadaran moral, pengendalian diri, kehendak dan kebebasan untuk memilih perbuatan.


(18)

2. Remaja yang di teliti adalah Siswa MAN Sawit Boyolali.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap rumusan masalah sebagai berikut 1. Bagaimana tingkat religiusitas siswa di MAN Sawit Boyolali? 2. Bagaimana kedisiplinan siswa di MAN Sawit Boyolali?

3. Bagaimana pengaruh antara tingkat religiusitas terhadap perilaku disiplin remaja di MAN Sawit Boyolali?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Hasil Penelitian Tujuan penelitian ini diantaranya adalah :

1. Untuk mengetahui religiusitas siswa MAN Sawit Boyolali. 2. Untuk mengetahui kedisiplinan siswa MAN Sawit Boyolali.

3. Untuk mengetahui pengaruh antara tingkat religiusitas remaja terhadap perilaku disiplin siswa MAN Sawit Boyolali.

Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk:

1. Memberikan sumbangan teoritik berupa kritik dan saran serta pendapat tentang pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin.

2. Dapat dijadikan bahan kajian dan masukan tentang peran agama sebagai penyumbang faktor-faktor pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

3. Dijadikan salah satu dasar pengambilan kebijakan kepada pihak luar akan peran religiusitas bagi remaja khusunya di MAN Sawit Boyolali. Dengan demikian kualitas religiusitas remaja akan sangat mempengaruhi kualitas pribadi dalam bekerja dan bermasyarakat.


(19)

7 A. Religiusitas

1. Pengertian Religiusitas

Religiusitas adalah keberagamaan, yaitu suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya kepada agama.1

Zakiah Daradjat berpendapat bahwa religiusitas merupakan suatu sistem yang kompleks dari kepercayaan keyakinan dan sikap-sikap dan upacara-upacara yang menghubungkan individu dari satu keberadaan atau kepada sesuatu yang bersifat keagamaan.2

Pruyser berpendapat bahwa religiusitas lebih personal dan mengatas namakan agama. Agama mencakup ajaran-ajaran yang berhubungan dengan Tuhan, sedangkan tingkat religiusitas adalah perilaku manusia yang menunjukkan kesesuaian dengan ajaran agamanya. Jadi berdasarkan agama yang dianut maka individu berlaku secara religius.3

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia religi berarti kepercayaan kepada Tuhan, yaitu percaya akan adanya kekuatan adikodrati diatas manusia.4

Religius adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being religious) dan bukan sekedar mengaku punya agama. Yang meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, pengalaman ritual agama, perilaku (moralitas agama), dan sikap sosial keagamaan. Dalam islam religiusitas dari garis besarnya tercermin dalam pengalaman aqidah, syariah, dan

1

Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 88

2

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993)

3

Op.cit, Jalaludin Rahmad, hal. 89

4

Dendy Sugiono, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (Jakarta: PT. Gramedia Utama, 2008)


(20)

akhlak, atau dalam ungkapan lain: iman, islam, dan ihsan. Bila semua unsur itu telah di miliki seseorang maka dia itulah insan beragama yang sesungguhnya.5

Sebagaimana Firman Allah dam Surat At-Taubat :

                   

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai (QS. At-Taubah: 33).6”

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah internalisasi nilai-nilai agama dalam diri seseorang. Internalisasi di sini berkaitan dengan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran agama baik di dalam hati maupun dalam ucapan.

2. Dimensi-dimensi Religiusitas

Menurut R. Stark dan C.Y. Glock dalam bukunya yang berjudul “American Piety: The Nature of Religious” yang dikutip oleh Ancok dan Suroso dimensi religiusitas dibagi menjadi lima yaitu:

a. Religious Belief (The Ideological dimension), yaitu tingkat sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatic dalam agamanya. Misalnya kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, neraka dan sebagainya.

b. Religious Practise (The ritualistic dimension), yaitu tingkat sejauh mana seseorang melakukan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah muamalah lainnya.

5

Op.cit, Zakiah Daradjat, hal. 132

6

Yayasan Penelenggara Penterjemah Al-Qur’an, (CV. Al Waah: Semarang, 2004), hlm. 259


(21)

c. Religious Feeling (The experiental dimension), yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan oleh seseorang. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, atau merasa diselamatkan oleh Tuhan. d. Religious Knowledge (The Intelektual dimension), yaitu seberapa jauh

mengetahui tentang ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab suci maupun lainnya.

e. Religious Effect (The consecquental dimension), yaitu dimensi yang menunjukkan sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agama di dalam kehidupan sosial. Yaitu meliputi perilaku suka menolong, memaafkan, tidak mencuri, tidak berzina, menjaga amanah, dan lain sebagainya.7

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Religiusitas

Dalam perkembangan jiwa keagamaan seseorang dalam kehidupan di pengaruhi oleh dua factor yaitu factor intern yang berupa pengaruh dari dalam dan ekstern yang berupa pengaruh dari luar.8

a. Faktor Interen 1. Faktor heriditas

Maksudnya yaitu bahwa keagamaan secara langsung bukan sebagai faktor bawaan yang di wariskan secara turun temurun melainkan terbentuk dari unsur lainnya.

2. Tingkat usia

Dalam bukunya The Development of Religious on Children Ernest Harm, yang dikutip Jalaludin mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada masa anak-anak di tentukan oleh tingkat usia mereka, perkembangan tersebut dipengaruhi oleh berbagai aspek kejiwaan termasuk agama, perkembangan berpikir,

7

D. Ancok dan K. Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas Problem-problem

Psikologi, (Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 80-81

8


(22)

ternyata anak yang menginjak usia berpikir kritis lebih kritis pula dalam memahami ajarakan agama. Pada usia remaja saat mereka menginjak kematangan seksual pengaruh itupun menyertai perkembangan jiwa keagamaan mereka.

3. Kepribadian

Kepribadian menurut pandangan para psikologis terdiri dua unsure yaitu heriditas dan lingkungan, dari kedua unsur tersebut para psikolog cenderung berpendapat bahwa tipologi menunjukkan bahwa memiliki kepribadian yang unik dan berbeda. Sebaliknya karakter menunjukkan bahwa kepribadian manusia terbentuk berdasarkan pengalaman dan lingkungannya.

4. Kondisi kejiwanan

Kondisi kejiwaan ini terkait denganbagai factor intern. Menurut sigmun freud menunjukkan gangguan kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam ketidak sadaran manusia, konflik akan menjadi sumber gejala kejiwaan yang abnormal.

b. Faktor Ekstern 1. faktor Keluarga

Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia, khususnya orang tua yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak, karena jika orang tuanya berkelakuan baik maka cenderung anak juga akan berkelakuan baik, begitu juga sebaliknya jika orang tua berkelakuan buruk maka anak pun juga akan berkelakuan buruk 2. Lingkungan Institusional

Lingkungan ini ikut mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam institute formal maupun non formal seperti perkumpulan dan organisasi.


(23)

3. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan Masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang terkadang lebih mengikat bahkan terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan baik dalam bentuk positif maupun negatif.

4. Relegiusitas Remaja

Masa remaja merupakan periode transisi yang penting dalam perkembangan berpikir kritis dan dan dalam pengambilan keputusan.9

Masa Remaja adalah masa dilalui oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Menurut Zakiah Daradjat para ahli mengambil patokan usia remaja dimulai pada munculnya kegoncangan yang di tandai dengan menstruasi (haidh) pertama bagi wanita dan mimpi basah bagi pria. Secara umum sekitar umur 13-21 tahun.10

WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan social ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: Remaja adalah suatu masa dimana:11 1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan

tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual 2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri. Pada tahun-tahun berikutnya, definisi ini makin berkembang kearah yang lebinh konkret operasional.

9

John W. Santrock, Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 2007), hlm: 104

10

Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal. 71-72

11

Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), cet. 14, hlm. 12.


(24)

Selain itu WHO sebuah badan kesehatan dunia dibawah naungan PBB menetapkan batas usia remaja antara 10-20, dan terbagi menjadi dua kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.

5. Dimensi Religiusitas Remaja

Kehidupan religiusitas pada remaja dipengaruhi oleh pengalaman struktur kepribadian serta unsur kepribadian lainnya, pada masa remaja perkembangan keagamaan ditandai dengan adanya keraguan-keraguan terhadap ketentuan-ketentuan agama. Namun pada dasarnya remaja tetap membutuhkan agama sebagai pegangan dalam kehidupan terutama pada saat menghadapi kesulitan.

Dengan kecenderungan sikap remaja terhadap agama tersebut dapat dilihat dari dimensi-dimensi beragama. Diantaranya:

1. Ideologi

Perkembangan agama pada remaja ditandai dengan tingkah remaja yang berpendapat bahwa:

a. Agama adalah omong kosong b. Mengingkari pentingnya agama

c. Menolak kepercayaan-kepercayaan terdahulu.12 2. Ritual

Pandangan remaja tentang ritual diungkapkan sebagai berikut: a. Mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan

akan mengabulkan do’a mereka.

b. Sembahyang dapat menolong dan meredakan kesusahan yang mereka derita.

c. Sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.

d. Sembahyang dapat meningkatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat

12


(25)

e. Sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti penting.13

3. Eksperiensial

Kegelisahan kadang muncul karena adanya perbedaan dan pertentangan antara nilai-nilai ajaran agama yang dipelajari dengan sikap dan tindakan kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh orang yang lebih dewasa. Bisa jugas kegelisahan muncul dari rasa berdosa karena telah berbuat salah.

Kegoncangan-kegoncangan jiwa yang yang disebabkan oleh faktor-faktor tersebut biasanya tidak tampak langsung dari luar. Namun ia terlihat dari berbagai sikap yang muncul seperti pemalas, acuh tak acuh, nakal, dan lain sebagainya. Namun bisa juga sebaliknya muncul rasa bersalah yang membawa pada situasi tobat.

Dengan kecenderungan sikap remaja terhadap agama tersebut memunculkan beragam kesadaran. Ciri-ciri kesadaran beragama remaja yang menonjol diantaranya :

a. Pengalaman Ketuhanannya makin bersifat individual b. Keimanannya makin menuju realitas yang sebenarnya,

c. Dalam melakukan peribadatan mulai disertai penghayatan yang tulus.

Dari berbagai ciri di atas, secara umum beberapa sikap remaja terhadap agama yang kemungkinan muncul adalah :

a. Percaya terus-menerus

b. Percaya dengan penuh kesadaran c. Percaya dengan sedikit keraguan dan d. Tidak percaya sama sekali.

4. Intelektual

Perkembangan intelek remaja akan mempunyai pengaruh terhadap keyakinan agama mereka. Fungsi intelektual akan memproses secara analisis terhadap apa yang dimiliki selama ini,

13


(26)

remaja sudah mulai melakukan kritik tentang masalah yang diterima dalam kehidupan masyarakat, mereka mulai mengembangkan ide-ide keagamaan walaupun hal tersebut muncul dari suatu perangkat keilmuan yang matang, tetapi dari keadaan psikis mereka yang sedang bergejolak dalam bidang-bidang tertentu yang dianggap cocok dan relevan akan diterimanya, kemudian dengan kemauan keras dijabarkan dalam kenyataan kehidupannya seolah-olah tidak ada alternatif lagi yang harus dipikirkan.

Selain itu ide-ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sikap kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.

5. Konsekuensial

Pada masa remaja, konsep moral remaja yang terbentuk meskipun masih akan berubah bila ada tekanan sosial yang kuat, remaja akan menemukan bahwa kelompok sosial terlibat dalam berbagai tingkat kesungguhan pada berbagai macam perbuatan. Pengetahuan ini kemudian akan digabungkan dalam religiusitasnya. Apabila perubahan terjadi remaja berpikir dengan cara-cara yang lebih konvensional, artinya mereka melakukan dan mematuhi sesuatu sesuai aturan-aturan, harapan-harapan dan konvensi masyarakat;

Perkembangan moral remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang terlihat pada remaja mencakupi:

a. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.

b. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa melakukan kritik. c. Submissive, merasakan keraguan terhadap ajaran moral dan agama. d. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan


(27)

e. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.14

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa menghadapi remaja memang bukan pekerjaan yang mudah. Menurut Adam dan Gullotta, ada lima aturan kalau kita mau membantu remaja dalam menghadapi masalah mereka. Yang pertama adalah trustworthiness (kepercayaan), yaitu kita harus saling percaya dengan para remaja yang kita hadapi. Tanpa itu jangan harap ada komunikasi dengan mereka. Kedua genuineness, yaitu maksud yang murni, tidak pura-pura. Ketiga empathi, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan perasaan-perasaan remaja. Keempat yaitu honesty, yaitu kejujuran, kelima adalah adanya pandangan dari pihak remaja bahwa kita memang memenuhi keempat aturan tersebut

6. Perkembangan Psikologi Remaja 1. Konsep diri

Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Namun apakah kedewasaan itu? Secara psikologis, kedewasaan tentu bukan hanya tercapainya usia tertentu. Secara psikologis kedewasaan adalah keadaan dimana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang, yaitu:15

a. Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinyasendiri juga.

b. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara obyektif (self obyectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight) dan

14

Opcit, Jalaludin, h. 76

15

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995), cet. 3, hlm: 25


(28)

kemampuan untuk menangkap humor (sense of humor) termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran.

c. Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy oflife). Hal ini dapat dilakukan tanpa merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata.

2. Intelegensi

Menurut Vernon intelegensi merumuskan sebagai kemampuan untuk melihat hubungan yang relavan antara gagasan-gagasan serta kemampuan untuk menerapkan hubungan-hubungan ini kedalam situasi baru yang serupa.16

Integensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dan jiwa makhluk hidup yang hanya di miliki manusia, intelegensi ini di peroleh manusia sejak lahirdan sejak itu pula intelligensi ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan idividu, dan manakala sudah berkembang maka fungsinya semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.17

Ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ (Intelligence Quotient) pada orang dewasa, (usia 16 tahun keatas) IQ dihitung dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri atas berbagai soal dan menghitung seberapa banyak pertanyaan dengan sebuah daftar (yang dibuat berdasarkan penelitian yang terpercaya, maka akan didapat IQ orang yang bersangkutan).18

a. Peran Sosial

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral,

16

Slameto, Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010)hlm: 129

17

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya 2006), cet. 4, hlm: 111

18


(29)

dan tradisi melebur diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Selain itu perkembangan emosi sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosial, karena dengan pengendalian emosi secara seimbang sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial remaja. Namun gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebabkan oleh adanya konflik peran social. Disatu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, dilain pihak ia masih harus terus menerus mengikuti kemauan orang tua.

Rasa ketergantungan pada orang tua dikalangan anak-anak Indonesia lebih besar lagi, karena memang dikehendaki demikian oleh orang tua. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh psikolog bangsa Turki bernama C. Kagitcibasi yang meneliti sejumlah 20.403 orang tua dari seluruh dunia. Dalam penelitian itu terbukti bahwa ibu-ibu dari suku Jawa dan Sunda mengharapkan anak mereka agar menuruti orang tua (Jawa:80%, Sunda: 81%). Demikian pula para ayah dari suku tersebut yang mengharapkan sama (Jawa:85%, Sunda: 76%). Harapan itu berbeda dari bangsa korea, singapura, dan Amerika Serikat. Mereka mengharap agar anaknya bias mandiri(Ibu Korea: 62%, ibu Singapura: 60%, ibu AS: 51%, Ayah Korea: 68%, ayah Singapura: 69%, ayah AS: 43%).19

Dari uraian diatas jelaslah bahwa konflik peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya, anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya dimana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang dewasa yang lebih tahu dari dirinya sendiri.

19


(30)

b. Peran Gender

Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang di kontruksi secara social maupun cultural.20

Sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, di sosialisasikan, di perkuat, bahkan di kontruksi secara social dan cultural melalui ajaran keagamaan maupun Negara. Dan akhirnya gender dianggap menjadi ketentuan Tuhan seolah-olah bersifat biologis dan tidak bisa di ubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender di anggap dan di pahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan.

Jadi berbeda dengan anggapan awam, peran gender ini tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh lingkungan dan factor-faktor lainnya. Dengan demikian, secara otomatis seorang anak laki-laki harus pandai bermain sepak bola sedangkan anak perempuan pandai menari. Kenyataannya menunjukkan bahwa banyak laki-laki pandai menari dan perempuan pandai bermain sepak bola dan mereka akhirnya tetap menjadi pria atau wanita yang normal (tidak banci).21

c. Moral dan Religi

Tidak bisa disangkal bahwa agama mempunyai hubungan erat dengan moral, karena setiap agama mengandung suatu ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku yang menganutnya.22

Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik

20

Mansour Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm: 8

22


(31)

dan perlu dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu dihindari. Agama mengatur juga tingkah laku baik buruk, secara psikologis termasuk juga dalam moral. Hal lain yang termasuk dalam moral adalah sopan santun, tata karma, norma-norma masyarakat lain.

Maka dari itu moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang yang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa ini sehingga ia tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Disisi lain tiadanya moral dan religi ini sering kali dituding sebagai factor penyebab meningkatnya kenakalan remaja

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam menghadapi dan memahami remaja itu tidak hanya dari satu segi saja, tetapi harus diperhatikan dari berbagai segi, yaitu dari segi konsep dirinya, itelegensi, peran sosial, peran gender, moral dan religinya, karena semua ini saling berkaitan baik dalam diri individu maupun dalam masyarakat.

B. Perilaku Disiplin

1. Pengertian Perilaku Disiplin

Perilaku adalah sebuah tindakan yang konkret yang ada pada diri manusia berupa sebuah tanggapan dan reaksi dari manusia tersebut yang terbentuk atau terwujud dari individu berupa suatu sikap dari anggota badan ataupun berupa ucapan secara spontan tanpa direncanakan atau dipikirkan dan tanpa paksaan.23

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi Disiplin berarti: a. Tata tertib (disekola, kemiliteran, dsb)

b. Ketaatan (kepatuhan kepada peraturan tatatertib)

23

Kumpulan Skripsi yang disusun Annisa Liani, Perilaku organisasi dan Budaya


(32)

c. Bidang studi yang memiliki obyek sistem dan metode tertentu.24 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian disiplin adalah : Sikap perbuatan atau tingkah laku individu atau masyarakat yang sesuai dengan ketentuan peraturan dan norma yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis. Sikap dan tingkah laku tersebut berbentuk dalam kesadaran dan keyakinan diri baik melalui proses latihan dan pendidikan maupun dari pemahaman ajaran normatif di lingkungannya. Maka itu diperlukan pengendali berupa ketentuan norma (aturan) sebagai kekuatan dari luar.

2. Dimensi-dimensi Disiplin

Unsur yang ada dalam pembentukan perbuatan atau tingkah laku disiplin diantaranya :25

a. pengetahuan, maksudnya sejauh mana seseorang mengetahui dan memahami perbuatan yang seharusnya dilakukan sehingga dikatakan berdisiplin dan mana yang perbuatan yang tidak berdisiplin. Dengan demikian orang tersebut dapat mengetahui akibat dari perbuatannya: akibat positif bagi yang berdisiplin dan negatif bagi yang sebaliknya. Misalnya dengan menghormati guru maka akan disayangi guru, melanggar perintah guru maka akan mendapat sanksi, Menghargai hak orang lain maka tidak akan di kucilkan, namun apabila tidak menghargai orang lain maka akan dikucilkan. Dll.

b. kesadaran moral (moral conciouness) Driyarkara menjelaskan sebagai berikut:

“Moral adalah suatu keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk”.26

Misalnya, Tidak berbuat asusila, tidak meminum-minuman keras, menghormati orang tua, menghormati guru, dll.

24

WJS.Poerwadaminta, op.cit, hlm. 697.

25

N. Driyakarya, Percikan Filsafat, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1962)

26


(33)

c. pengendalian diri (control). Hal ini berkaitan dengan sejauh mana sikap seseorang terhadap berbagai alat kontrol seperti tata tertib, dan atau peraturan. Misalnya tidak menyontek, menghargai teman, mengutamakan kepentingan bersama, dll.

d. kehendak dan kebebasan untuk memilih perbuatan. Terdapat dua macam kehendak yaitu positif dan negatif. kehendak positif adalah kehendak seseorang yang bersedia berbuat dan mengerjakan sesuatu sesuai dengan aturan atau norma yang ada. Sebaliknya kehendak negatif adalah seseorang yang tidak mau mengerjakan sesuatu sasuai dengan peraturan norma yang ada. Mislnya norma agama, norma agama, norma kesopanan, dan norma kesusilaan.

Antara keempat unsur tersebut saling melengkapi. Munculnya pengetahuan tentang peraturan dan akibat-akibatnya dilandasi oleh kesadaran moral. Kesadaran moral berkaitan dengan pengendalian diri. Kualitas pengendalian diri tersebut berpengaruh pada aspek pilihan kehendak. Kalau diperhatikan keempat unsur diatas merupakan unsur yang ada dalam diri individu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan disiplin hendaknya disesuaikan dengan perkembangan anak. Seorang anak akan cocok pada suatu disiplin, tetapi mungkin anak yang lain tidak sesuai. Pemberian disiplin tergantung pada di mana biasanya muncul permasalahan. Oleh karena itu disiplin sebaiknya mulai diberikan dalam hubungan dengan kegiatan rutin sehari-hari, seperti cara makan, tidur, ataupun kebiasaan belajar.

3. Faktor-faktor Pendorong Perilaku Disiplin a. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan suatu satuan social terkecil dalam kehidupan umat manusia sebagai makhluk social, ia merupakan unit pertama


(34)

dalam masyarakat. Disitulah tahap awal proses sosialisasi dalam perkembangan individu. 27

Sedangkan keluarga dalam Islam adalah suatu system kehidupan masyarakat yang terkecil yang di batasi oleh adanya keturunan, pengertian ini dapat di buktikan dengan kehidupan sehari-hari umat Islam. Misalnya dalam hubungan waris terlihat bahwa hubungan keluarga dalam pengertian keturunan tidak terbatas hanya ayah, ibu, dan anak-anak saja.

Maka dari itu pendidikan agama dalam keluarga, adalah pendidikan yang berjiwa agama, terutama bagi kanak-kanak yang masih dalam fase pendidikan pasif, ketika pertumbuhan kecerdasannya masih kurang sekali orang tua harus memberi contoh dalam kehidupannya, misalnya biasa beribadah shalat dan berdo’a kepada Tuhan. Disamping mengajak anak untuk meneladani sikap tersebut pergaulan dan perlakuan terhadap anak, harus tampak kasih sayang, kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam segala hal.Proses peletakan dasar-dasar pendidikan (basic edicational) dilingkungan keluarga, merupakan tonggak awal keberhasilan proses pendidikan selanjutnya baik secara formal maupun non formal. Demikian pula sebaliknya kegagalan pendidikan dirumah tangga, akan berdampak cukup besar terhadap keberhasilan proses pendidikan anak selanjutnya. Dalam hal ini Allah berfirman:

                                  

“Hai orang-orang ysng beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak

27


(35)

mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan”. (Q.S. al -Tahrim [66]: 6)28

Batasan diatas memberikan gambaran yang jelas, bahwa hubungan dan tanggung jawab orang tua terhadap keberlangsungan pendidikan anak pada dasarnya tidak bisa dipikulkan kepada orang atau pihak lain. Keberadaan pendidikan sebagai tenaga professional dan keikut sertaan masyarakat dalam membantu proses pendidikan kepada peserta didik, hanya merupakan keikut sertaan mereka dalam membantu orang tua untuk mendidik dan membina peserta didik kearah tercapainya suatu tujuan yang tertinggi secara optimal.

b. Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah atau guru merupakan pendidik professional, karenanya secara implicit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. Mereka ini menyerahkan anaknya kesekolah sekaligus berarti melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kesembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang menjabat jadi guru. Maka dari itu lingkungan sekolah/guru dapat mempengaruhi factor perilaku anak.

c. Lingkungan masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku anak setelah anak mndapatkan pendidikan dalam keluarga dan sekolah, pada awalnya seorang anak bermain sendiri, setelah itu seorang anak berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Karena masyarakat merupakan faktor penting yang mempengaruhi disiplin anak, terutama pada pergaulan dengan teman sebaya, maka dari itu orang tua harus senntiasa mengawasi pergaulan anak-anaknya agar tidak bergaul dengan orang yanng kurang baik.

28


(36)

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai disiplin dalam kehidupan sehari-hari dapat ditunjukkan dengan perilaku-perilaku, kepatuhan dan ketaatan secara sadar terhadap nilai-nilai, norma atau kaidah, peraturan yang berlaku baik peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hal tersebut dapat tercapai melalui kesadaran diri terhadap perilaku jujur, amanah, bertangungjawab, menjunjung tinggi nilai kebenaran, tepat waktu, patuh serta taat pada peraturan atau norma yang berlak

4. Kerangka Berpikir

Religiusitas Sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatic dalam agamanya Seberapa jauh remaja mengalami perasaan dan pengalaman religiusitas Sejauh mana seseorang melakukan kewajiban ritualnya. Sejauh mana pengetahuan dan pemahaman terhadap ajaran agama Sikap dan perilaku yang berdasarkan etika beragama Iman kepada Allah Malaikat Rasul Kitab

Qadha dan Qadar Shalat Puasa Shadaqah Do’a Dzikir Membaca Al-Qur’an Merasa pernah ditolong Allah Merasakan nikmat ketika beribadah Hatinya bergetar saat mendengar nama Allah Bersyukur atas nikmat Allah

Nilai raport pelajaran agama Aqidah akhlak

Al-Qur’an Hadist

SKI

Bahasa Arab

 Suka menolong  Pemaaf  Tidak mencuri  Menjaga amanah

 Jujur, dll


(37)

Perilaku Disiplin

Pengetahuan Kesadaran moral Pengendalian diri Kebebasan memilih

Mengetahui dan memahami perbuatan disiplin dan bukan disiplin Kesadaran dalam menghadapi hal yang baik dan buruk Menjalankan tata tertib dan peraturan Mentaati norma Melanggar norma  Mengetahui perbuatan yang baik sesuai norma yang ada  Mengetahui

perbuatan yang tidak sesuai dengan norma yang ada

 Mengetahui dampak dari perbuatan baik  Mengetahui

akibat dari perbuatan buruk

Berkata dan

berbuat jujur

Menghorma

ti orang tua dan guru Membela kebenaran dan keadilan Menyantuni anak yatim Tidak merokok

Masuk tepat

waktu Membuang sampah pada tempatnya Rajin beribadah sesuai ajaran agama

Mencegah

perbuatan yang dilarang agama

Tidak berjudi,

berkianat, menipu, berbohong, mencemooh, jujur,adil, menghormati orang lain Menerima sesuatu dengan tangan kanan

Tidak berkata

kotor

Tidak

meludah disembarang tempat.


(38)

5. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan yang sifatnya sementara dan ditarik berdasarkan fakta yang ada serta akan dibuktikan kebenarannya. Maka dugaan sementara penelitian ini berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan diatas, mengenai Pengaruh tingkat religiusitas terhadap perilaku Remaja MAN Sawit Boyolali.

Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada pengaruh positif yang signifikan antaratingkat kereligiusan terhadap perilaku disiplin remaja.

Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat kereligiusan terhadap perilaku disiplin remaja.


(39)

27

Penelitian ini dilaksanakan di MAN Sawit Boyolali jawa tengah, yang di laksanakan pada tanggal 8 Maret s/d 27 Mei 2014.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan obyek penelitian yang bervariasi.1 Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang merupakan variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent.)

Variabel penelitian adalah perubahan perilaku yang bisa diukur. Adapun yang dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas atau variabel independent (variabel X) adalah variabel yang sedang dianalisis hubungannya terhadap variabel terikat. Dalam hal ini variabel bebasnya adalah Religiusitas Remaja.

2. Variabel Terikat atau variabel dependent (variabel Y) adalah variabel yang sedang dianalisis tingkat pengaruhnya oleh variabel independent. Dalam hal ini variabel dependentnya adalah Perilaku disiplin Remaja.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah sekelompok subyek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian.2 Dan populasi dalam penelitian ini adalah Siswa atau siswi kelas XI.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas XI yang berjumlah 152 orang.

1

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), hlm. 159

2


(40)

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yaitu keseluruhan gejala atau satuan yang ingin di teliti.3

Berdasarkan Suharsimi arikunto, untuk sekedar encer-encer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah Subyeknya besar, dapat diambil antara 10 - 15% atau 20 - 25% atau lebih.4 Dalam penelitian ini peneliti mengambil 25% dari jumlah siswa yaitu dengan hitungan 25% X 152 = 38 orang

Adapun pengambilan sampelnya penulis menggunakan teknik Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari siswa kelas XI 1 sebanyak 13 orang, kelas XI 2 sebanyak 13 orang, dan kelas XI 3 sebanyak 12 orang

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam kebenarannya adalah dengan menggunakan metode field research dan library research sebagai tambahan informasi data, yaitu:

a. Angket

Angket adalah teknik pengumpulan data melalui penyebaran Quesioner (daftar pertanyaan/isian) untuk diisi langsung oleh responden seperti yang dilakukan dalam penelitian untuk menghimpun pendapat umum.5

Dengan membuat beberapa pertanyaan kemudian disebarkan angket kepada sampel yang telah di tentukan kemudian baru diolah.

1. Instrumen Penelitian

3

Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2012), hlm:119

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ()Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm. 134

5

Nuraida, Halid Alkaf, Metode Penelitian Pendidikan. (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009) hlm 96


(41)

Penelitian ini menggunakan dua instrumen yaitu instrumen untuk mengukur religiusitas dan instrumen untuk mengukur perilaku disiplin remaja. Dan untuk mengungkap seberapa besar pengaruh religiusitas terhadap perilaku disiplin remaja digunakan pengukuran dengan bentuk Skala Likert dengan 4 pilihan jawaban yaitu: Selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah.

Tabel 1

Kisi-kisi Instrumen Angket Religiusitas (Variabel X)

Variabel Indikator No. Angket Jumlah

Angket

Religiusitas

 Ideologi

 Ritual

 Eksperiensial

 Intelektual

 Konsekuensial

 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25

 26. 27, 28, 29 ,30, 31, 32, 33, 34, 35

 36,37,38,39,40,41,42,43,44

 40, 41, 42, 43

 44, 45, 56, 57, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100


(42)

Tabel 2

Perilaku Disiplin Remaja (Variabel Y)

Variabel Indikator No. Angket Jumlah

Angket

Perilaku Disiplin Remaja

 Pengetahuan

 Kesadaran moral

 Pengendalian diri

 Kebebasan memilih

 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,10, 11, 12, 13, 14, 15, 16

 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29

 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57

 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100

100

Data yang diperoleh penulis merupakan data yang bersifat kuantitatif, maka untuk menguraikan pertanyaan angket dari kisi-kisi diatas perlu diberi skor. Untuk pernyataan positif diberi skor 4,3,2,1. Untuk pernyataan negatif diberi skor 1,2,3,4. Sebagaimana yang ada pada tabel berikut:

Tabel 3

Ketentuan skor Religiusitas dan Perilaku Disiplin Remaja

No Alternatif Jawaban Positif Negatif

1 Selalu 4 1


(43)

3 Kadang-kadang 2 3

4 Tidak pernah 1 4

4. Observasi

Opservasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian dan merupakan alat pengumpulan data dengan cara mendatangi langsung, mengamati dan mencatat. Observasi ini dilakukan pada saat waktu sekolah dan pada saat mata pelajaran berlangsung, peneliti memasuki sekolah melihat dan mengamati bagaimana perilaku siswa.

D. Teknik Analisis Data 1. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang penulis gunakan untuk mencari dan mengetahui presentase setiap data adalah:

a. Editting, yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diolah. b. Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para

responden dalam kategori-kategori yang telah ditentukan.

c. Tabulating, yaitu jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori jawaban, dimasukkan dalam tabel-tabel sesuai dengan item pertanyaan yang diajukan.

Penggunaan teknik analisis data dalam penelitian ini disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan yaitu data kuantitatif, maka teknik yang digunakan adalah analisis statistik, yaitu dengan menggunakan rumus statistik (prosentase) dengan rumus:

P= f x 100% Keterangan:


(44)

F: Frekuensi

N: Number of cases.6

Dalam penelitian ini juga digunakan rumus korelasi, sehubungan dengan data ini membahas dua variabel yang saling berhubungan, maka data tersebut diolah dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari Karl Pearson.

Rumus: Rumus: rxy2 = Keterangan

r = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y N = Jumlah Responden

∑ = Jumlah Skor x = Variabel Bebas y = Variabel

Tabel 4

Nilai “r” Product Moment

Nilai “r” Interprestasi

0,00 – 0,20

Aantara variabel x dan variabel y memang terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat rendah sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada korelasi antara variabel x dan variabel y).

0,20 – 0,40 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang lemah atau rendah.

0,40 – 0,70 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang sedang atau cukupan.

0-70 – 0,90 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang kuat atau tinggi.

6

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995), cet. Ke-6, hal. 193


(45)

0,90 – 1,00 Antara variabel x dan variabel y terdapat korelasi yang sangat kuat atau sangat tinggi.

Memberikan interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment, dengan jalan berkonsultasi pada tabel nilai “r” product moment: Rumusannya: df = N-nr

Keterangan:

Df = Deggres Or Fredoom N = Jumlah Responden

Nr = Banyaknya Variabel yang dikorelasi

Setelah itu hasilnya dicocokkan dengan tabel nilai koefisien korelasi product moment, baik pada taraf signifikan 5% atau pada taraf signifikan 1%, dan dibuat kesimpulan apakah ada korelasi positif yang signifikan atau tidak.

Dan untuk mengetahui berapa (%) variabel x memberikan kontribusi terhadap variabel Y, maka dicari koefisien determinasi, dengan menggunakan derajat hubungan antara variabel X dan Y dengan rumus: KD = rxy2 x 100%

Keterangan:

KD = Kontribusi variabel X terhadap variabel Y Rxy = Koefisien antara variabel X dengan variabel Y


(46)

34

1. Sejarah berdirinya Sekolah MAN Sawit Boyolali

Sekolah MAN Sawit Boyolali yang berada di Jl. Gading, Jenengan, Sawit, Boyolali propinsi Jawa Tengah 57374 dan No tlp (0276) 3295601, adapun status sekolah ini terakreditas B dengan no statistik sekolah 20364957.

MAN Sawit Boyolali didirikan oleh Bapak Drs. Joko Waloyo pada tahun 2004, beliau mendirikan sekolahan ini dengan tujuan agar di daerah Sawit ini ada sekolah yang berbasis agama dan dilengkapi dengan asrama, namun tidak diwajibkan bagi semua siswa untuk masuk asrama dan mengikuti kegiatan asrama. Sekolah ini awalnya masih swasta yaitu dengan nama MA terpadu sawit Boyolali dan diresmikan oleh menteri agama Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al-Munawar (23/3/2006), sehingga sekolah itu berubah nama menjadi MAN Sawit Boyolali.

MAN Sawit Boyolali dipimpin oleh Drs. Muh Zain Harsana dari awal berdirinya sekolah sampai sekarang, dengan jumlah guru 20 orang yang mayoritas berpendidikan sarjana I dan karyawan 3 orang.

2. Visi dan Misi Sekolah MAN Sawit Boyolali a. Visi

Terwujudnya madrasah yang berkualitas unggul dalam iptek b. Misi

1) Meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengalaman Agama Islam dan tata nilai yang berlaku

2) Mengembangkan potensi diri peserta didik secara optimal dan professional dengan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.


(47)

3) Mewujudkan peserta didik yang religiusitas, sehat jasmani rohani. Terampil dan berprestasi.

3. Srategi Sekolah Sekolah MAN Sawit Boyolali

Dalam rangka menghadapi persaingan global multi dimensi MAN Sawit Boyolali selain mengintegrasikan exact dan ilmu agama juga mampu menawarkan program kelas khusus bagi siswa yang berminat dalam kedua bidang tersebut.

4. Kekuatan dan kelemahan Sekolah Sekolah MAN Sawit Boyolali a. Kekuatan

1) Dukungan seluruh dewan guru sekolah dalam merencanakan dan melaksanakan program sekolah, selain itu tugas dan fungsinya memadai.

2) Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga pengajar (Guru) MAN Sawit Boyolali memiliki kualifikasi 90% berijazah Strata Satu (SI) dan beberapa diantaranya sudah menempuh Strata Dua (S2) selain itu 90% pendidik sudah mempunyai sertifikat pendidikan.

3) Pembinaan akhlak terhadap peserta didik diantaranya, shalat berrjamaah , dan mengadakan pesantren kilat satu minggu sekali. b. Kelemahan

1) Jumlah guru tetap (PNS) masih belum mencukupi kebutuhan, sehingga ada beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang latar belakangnya berbeda

2) Penguasaan Bahasa Inggris aktif masih sangat lemah


(48)

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis

Seperti yang dikemukan oleh bab sebelumnya, bahwa salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket, untuk memperoleh data tentang religiusitas dan perilaku disiplin remaja.

Angket terdiri dari 100 pernyataan mengenai religiusitas dan 100 peryataan mengenai perilaku disiplin remaja. Dan pembahasan mengenai variabel X dengan membuat tabulasi merupakan proses mengubah data dari instrumen pengumpulan data (angket) menjadi tabel-tabel angket (presentase).

Tabel variable X berikut meliputi Religiusitas menurut teori Golk dan Strak yang dikutip oleh Ancok dan Suroso, diantaranya adalah:

1. Ideologi

Aqidah ini merupakan dimensi yang mengungkap hubungan manusia dengan pokok-pokok keyakinan yang terumuskan dalam rukun iman (iman kepada Allah, iman kepada malaikat, rasul, kitab, hari akhir serta qadla dan qadar), doktrin kebenaran agama dan masalah-masalah ghaib yang diajarkan agama. Dan pertanyaan mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 5 N: 30

Iman Kepada Allah Pertanyaan

Alternatif jawaban% Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Membiasakan berbicara jujur 56,7% 16,6% 26,6%%

Menyampaikan amanah

dengan benar 33,3% 46,6% 20%

Berbakti kepada orang tua 36,6% 40% 23,3% Bersyukur atas nikmat Allah 73,3% 26,7%


(49)

Ikhlas menjalankan sesuatu

karena Allah 76,7% 16,7% 6,7%

Menjalankan perintah Allah 80% 20%

Iman kepada Allah merupakan suatu keyakinan yang sangat mendasar, tanpa iman kepada Allah SWT seseorang tidak akan beriman kepada yang lain seperti iman kepada malaikat, Rasul, kitab, hari kiamat maupun qadha dan qadarnya Allah SWT. Dengan semua ini dapat dilihat dari tabel diatas bahwa keimanan para remaja di MAN Sawit Boyolali begitu kuat karena para remaja rata-rata mengimani Allah SWT dan menjalankan semua perbuatan yang menyangkut iman kepada Allah dengan baik.

Tabel 6 N:30

Iman Kepada Malaikat Pertanyaan

Jawaban alternatif% Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Senantiasa bertawakal

kepada Allah 20% 33,3% 30% 16,7%

Ikhlas menjalankan perintah

Allah 20% 36,6% 23,3% 20%

Ridha pada ketentuan Allah 30% 23,3% 33,3% 13,3% Tidak ragu-ragu dengan

perintah Allah 20% 23,3% 46,7% 10%

Sabar dalam menghadapi

cobaan 13,3% 40% 30% 16,7%

Salah satu makhluk Allah Swt yang di ciptakan di alam ini kecuali manusia dan jin adalah malaikat. Dia bersifat ghaib bagi manusia karena tidak dapat di lihat ataupun di sentuh dengan panca indra manusia, sebagai seorang muslim kita wajib beriman kepada malaikat,


(50)

karena iman kepada malaikat bagian dari rukun iman yang kedua setelah beriman kepada Allah yaitu dengan meyakini dan membenarkan sepenuh hati bahwa Allah telah menciptakan malaikat yang diutus untuk melaksanakan tugas-tugasnya dari Allah. Semuanya dapat dilihat dari tabel diatas bahwa para remaja tentang mengimani adanya Tuhan masih kurang.

Tabel 7 N: 30

Iman Kepada Kitab Allah Pertanyaan

Jawaban alternatif% Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Mengakui kitab sebelum

al-Qur’an 40% 23,3% 26,7% 10%

Yakin al-Qur’an sebagai

kitab paling utama 36,7% 63,3%

Yakin al-Qur’an sebagai pedoman umat manusia sampai akhir zaman

46,7% 43,3% 6,7%

Mempelajari al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan

70% 30%

Beriman kepada kitab Allah merupakan hal yang paling mendasar dalam akidah. Di dalam rukun iman, bahwa iman kepada kitab Allah menempati urutan ketiga setelah beriman kepada Allah dan malaikat yaitu dengan mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah Swt menurunkan wahyunya kepada rasul berupa kitab-kitab sebagai pedomannya dan umatnya. Namun keimanan para remaja kepada kitab-kitab Allah Swt karena masih banyak dari anatara mereka yang belum selalu mengimani adanya kitab Allah.


(51)

Tabel 8 N: 30

Iman Kepada Rasul Pertanyaan

%

Selalu Sering Kadang kadang

Tidak pernah Mengikuti dan mentaati

ajaran Rasulullah 100%

Mengucap salam dan

shalawat kepada Rasulullah 66,7% 20% 13,3% Mencontoh akhlak

Rasulullah 46,7% 46,7% 6,7%

Menjalankan sunnah Rasul 63,7% 36,7%

Tidak menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya

33,3% 66,7% %

Tidak berkata jujur kepada

siapapun 33,3% 66,7%

Iman kepada Rasul termasuk rukun iman yang keempat dari keenam rukun yang wajib di imani oleh setiap umat Islam, yang dimaksud iman kepada Rasul yaitu meyakini sepenuh hati bahwa para Rasul adalah orang-orang yang telah di pilih oleh Allah SWT untuk menerima wahyu Nya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar dijadikan pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan diakhirat.

Selain itu mengakui dengan keimanannya kepada Rasul itu tidak hanya dilakukan dengan ucapan, akan tetapi diiringi dengan perbuatan yang baik, yaitu dengan mencontoh semua perbuatan-perbuatan Rasullah yang sesuai dengan syariat Islam. Semuanya dapat dilihat bahwa remaja MAN Sawit Boyolali begitu mengimani Rasulullah


(52)

dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang dilakukan Rasulullah sesuai syariat agama.

Tabel 9 N: 30

Iman Kepada Hari Kiamat Pertanyaan

Jawaban alternatif% Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Hati-hati dalam segala hal

sesuai syariat 66,6% 33,3%

Memiliki pandangan hidup

yang optimis 76,7% 23,3%

Takut merasakan merasakan

siksaan 100%

Memupuk sifat social yang

religious 60% 40%

Mematuhi ajaran Allah Swt 53,3% 46,7%

Hari akhir merupakan hari binasa atau hancurnya semesta secara total. Iman kepada hari akhir adalah dengan mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa alam semesta ini suatu saat akan berakhir dan mengalami perubahan yang dahsyat sebagai tanda berakhirnya kehidupan yang fana dan di mulainya kehidupan yang kekal. Dengan keimanannya kepada hari akhir maka para remaja MAN Sawit Boyolali hampir seratus persen melakukan perbuatan yang mencerminkan keimanannya kepada hari kiamat dalam kehidupan sehari-hari.


(53)

Tabel 10 N: 30

Iman Kepada Qadha Dan Qadar Pertanyaan

Jawaban Alternaif % Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Menyadari yang terjadi

dalam kehidupan sudah ditentukan Allah

36,7% 33,3% 30%

Mempunyai keberanian dan ketabahan untuk

mendapatkan keinginan

36,7% 30% 33,3%

Bersikap rela dan ikhlas dengan apa yang

terjadi pada diri sendiri

76,7% 23,3%

Bersikap rela dan ikhlas dengan apa yang

terjadi pada diri sendiri

76,7% 23,3%

Tidak mengeluh dan putus

asa 36,7% 23,3% 40%

Menyadari yang terjadi dalam kehidupan sudah ditentukan Allah

33,3% 66,6%

Qadha dan qadar merupakan salah satu rukun iman di mana kita wajib mengimani agar iman semua umat manusia menjadi sah dan sempurna, karena dengan keimanannya kepada qadha dan qadarnya Allah maka semua umat manusia akan merasa yakin dengan ketentuan dan ketetapan Allah di dalam muka bumi ini, sehingga para umat manusia dapat menerima dan menjalankan perbuatan yang bermanfaat dan terpuji, sebagaimana yang di lakukan oleh remaja MAN Sawit Boyolali yang cukup baik untuk mengimani qadha dan qadarnya Allah.


(54)

2. Ritual

Ibadah merupakan dimensi yang menyangkut sejauh mana tingkat kepatuhan remaja yang bersangkutan dalam menunaikan kewajiban-kewajiban agama. Hal ini berkaitan dengan frekuensi, intensitas dan pelaksanaan ibadah mahdhah. Ibadah mahdhah dipahami sebagai ibadah yang aturan dan tata caranya, seperti syarat dan rukun, telah diatur dan ditetapkan berdasarkan pada Al Qur'an dan Al Hadits. Yang termasuk dimensi ibadah (dalam penelitian ini) adalah shalat, puasa, infaq-shadaqah, doa, dzikir, dan membaca Al Qur'an yang dirumuskan dalam tabel berikut:

Tabel 11 N: 30 Shalat Pertanyaan

Alternatif jawaban% Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Shalat lima waktu dalam

sehari 100%

Shalat tahajjud 63,7% 36,7%

Melaksanakan shalat dhuha 63,7% 36,7%

Melaksanakan shalat

istikharah 33,3% 66,7%

Berwudhlu sebelum

melaksanakan shalat 100%

Bertayamum disaat tidak ada

air wudhlu 83,3% 16,7%

Shalat (wajib maupun sunnah) sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia yang oleh karenanya Allah SWT mengajarkan kepada semua umat manusia bila hendak memohon pertolongan Allah SWT yaitu melalui shalat dan dilakukan dengan sepenuh kesabaran serta shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar, dengan begitu


(55)

para remaja MAN Sawit Boyolali senantiasa untuk melaksanakan shalat wajib maupun sunnah lainnya. Semuanya dapat dilihat dari hasil penilaian angket diatas

Tabel 12 N: 30

Do’a dan Dzikir

Pertanyaan

Jawaban alternatif % Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Membaca tasbih setelah

selesai shalat

70% 20%

Membaca kalimat syahadat 70% 20% Membaca istighfar setelah

selesai shalat

23,3% 36,7% 40%

Berdo’a kepada Allah setelah shalar

20% 43,3% 36,7%

Dzikir merupakan pujian buat Allah SWT yang dilakukan semua umat muslim sebelum meminta sesuatu (berdoa) kepada Allah, selain itu do’a merupakan obat bagi jiwa dan inti dari ibadah, doa dan dzikir adalah salah satu bukti bahwa manusia tidak memiliki satu kekuatan apapun.

Dzikir dan doa juga sebagai satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT serta menyembuhkan hati dari keraguan, kesedihan dan penyakit serta membuka pintu rizeki dan memberikan kelebaran dalam hidup sepanjang waktu, maka dari itu rata-rata dari remaja MAN Sawit Boyolali untuk senantiasa berdzikir dan berdoa setelah selesai shalat.


(56)

Tabel 13 N: 30 Puasa

Pertanyaan Jawaban alternatif %

Selalu Sering Kadang kadang

Tidak pernah Puasa satu bulan penuh di

bulan Ramadhan jika tidak berhalangan

40% 50% 10%

Puasa senin dan kamis 70% 30%

Puasa di bulan Rajab 63,7% 36,7%

Puasa sebagaimana yang diketahu oleh semua umat muslim itu ada puasa wajib dan sunnah, puasa wajib itu harus dikerjakan oleh semua umat muslim, apabila tidak dikerjakan maka berdosa. Sebaliknya bahwa puasa sunnah itu dianjurkan bagi umat Islam setelah puasa wajib karena orang yang mengerjakannya akan mendapatkan pahala yaitu untuk menambah bekal di akhirat, sedangkan yang tidak mengerjakannya tidak mendapat apa-apa tetapi tidak berdosa. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa puasa wajib maupun sunnah cukup baik.

Tabel 14 N: 30 Shadaqah Pertanyaan

Jawaban alternatif % Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Beramal kepada orang

yang butuh 53,3% 16,7%

Mengisi kotak amal di

masjid 70% 30%

Memberi karena Allah 63,7% 36,7%


(57)

Beramar ma’ruf nahi

munkar 13,3% 66,7% 20%

Bermuka manis dan

senyum kepada teman 13,3 36,7% 50%

Shadaqah bagian dari ibadah yang merupakan perbuatan mulia yang di perintahkan oleh Allah untuk senantiasa di lakukan hamba Allah, yaitu dengan memberikan bantuan atau pertolongan baik berupa barang maupun yang lainnya tanpa mengharap imbalan dari orang lain dan hanya mengharap ridha Allah SWT. Sebagaimana yang dilakukan para remaja MAN Sawit Boyolali sebagian besar dari mereka untuk senantiasa memberikan sebagian harta mereka kepada yang lebih membutuhkan kecuali untuk mendapat ridhla Allah.

Semua perbuatan ini ada pengarunya dari ibadah shalat dan puasa mereka sehingga hati nuraninya terdorong untulk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik laiinya seperti halnya shadaqah.

3. Eksperiensial

Eksperiental atau di dalam islam bisa disebut ihsan merupakan dimensi yang berhubungan dengan masalah seberapa jauh seseorang (remaja) merasakan dan mengalami perasaan dan pengalaman religius. Seperti merasa dekat dengan Allah SWT, merasa pernah ditolong oleh Allah, merasakan doa-doanya terkabulkan, merasakan nikmat dan hikmat ketika beribadah, merasa tentram ketika membaca dan mendengar ayat-ayat Al Qur'an, tersentuh ketika mendengar asma Allah, serta perasaan syukur akan nikmat Allah meliputi tabel sebagai berikut:


(58)

Tabel 15 N: 30 Ihsan Pertanyaan

Jawaban alternatif % Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Bersungguh-sungguh dalam

beribadah 20% 60% 20%

Ditolong Allah saat

menghadapi musibah 80% 20%

Merasa tenang saat selesai

shalat 86,7% 13,3%

Merasa doanya dikabulkan

oleh Allah 70% 30%

Nikmat dan hikmat ketika

beribadah 76,7% 13,3% 10%

Tentram ketika membaca

al-Qur’an 70% 30%

Tersentuh ketika mendengar

asma Allah 80% 20%

Ihsan merupakan puncak ibadah dan akhlak yang menjadi target seluruh hamba Allah SWT, sebab ihsan mampu menjadikan seseorang yang mendapat kemuliaan dari Allah SWT. Sebaliknya seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan menduduki posisi terhormat di mata Allah Swt.

Ihsan bisa dikatakan puncak ibadah karena orang yang ihsan pasti amalnya baik berarti sempurna, sedangkan orang yang banyak ibadahnya namun belum menerapkan ihsan, maka ibadahnya tidak menjadi baik. Karena ibadah yang baik dan berkualitas pasti akan mendorong timbulnya ihsan. Semuanya dapat dilihat dari hasil penelitian yang tertera di dalam tabel–tabel diatas bahwa ibadah para remaja MAN


(59)

Sawit Boyolali rata-rata tinggi dan baik maka terdoronglah perbuatan ihsan dalam diri mereka menjadi lebih baik.

4. Intelektual

Intelektual ini berkaitan dengan sejauh mana pengetahuan dan pemahaman remaja terhadap ajaran Islam, dalam penelitian ini aspek tersebut akan dilihat dari prestasi (nilai) raport responden pada mata plajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi materi bidang Aqidah akhlak, Al- Qur'an-Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Dan tabel mengenai ilmu adalah:

Tabel 16 N: 30 Intelektual Pertanyaan

Alternatif jawaban (%) Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Nilai aqidah diatas tujuh

puluh 100%

Nilai al-Qur’an hadisdiatas

tujuh puluh 100%

Nilai bahasa arab dibawah

tujuh puluh 10% 23,3% 66,7%

Nilai SKI diatas tujuh puluh 83,3% 16,7%

Ilmu agama merupakan warisan para nabi yang memberi petunjuk dalam mengarungi kehidupan didunia dan akhirat, karena dengan ilmu manusia dapat menjalani hidup dengan baik dan benar. Dengan pengetahuan para remaja MAN Sawit Boyolali tentang aqidah, ibadah dan yang lainnya maka akan mempengaruhi nilai akademis siswa tentang ilmu agama tersebut, semuanya dapat dilihat bahwa para remaja di MAN Sawit boyolali sebagian besar dari mereka tidak mendapatkan nilai jelek dalam bidang pelajaran ilmu agama.


(60)

5. Konsekuensial

Konsekuensial atau dalam islam disebut juga akhlak ini berkaitan dengan keharusan seseorang pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran agama yang dianut dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam sikap maupun tindakan, yang berlandaskan perbuatan baik (mahmudah) yang berupa akhlak kepada Allah, diri sendiri, dan sesama manusia. Selain perbuatan yang baik ada juga perbuatan buruk (mazmumah) semuanya telah disusun dalam tabel sebagai berikut:

a).Akhlak Mahmudah

Tabel 17 N: 30

Akhlak Kepada Allah Pertanyaan

Jawaban alternatif % Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Mengingat Allah dalam

situasi apapun 53,3% 46,7%

Berserah diri kepada Allah 13,3% 73,4% 13,3% Bersifat Angkuh dan

sombong 100%

Memaafkan kesalahan orang

lain 60% 23,3% 16,7%

Beribadah saat ada pamrih

pada Allah 43,3% 56,7%

Bersifat sabar saat ditimpa

musibah 10% 33,3% 56,7%

Sujud syukur saat

mendapatkan nikmat 40% 33,3% 26,7%

Akhlak kepada Allah merupakan pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selai Allah. Dia memiliki sifat terpuji dan agung yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau


(61)

hakekatnya. Maka dari itu semua umat manusia dianjurkan untuk senantiasa berbuat baik kepada Allah, yaitu dengan cara mendekatkan diri kepadaNya. Sebagaimana yang dilakukan para remaja MAN Sawit Boyolali bahwa rata-rata dari mereka cukup baik untuk berbuat baik kepada Allah.

Tabel 18 N: 30

Akhlak Terhadap Diri Sendiri Pertanyaan

Jawaban alternatif % Selalu Sering Kadang

kadang

Tidak pernah Menjaga kebersihan

pakaian dan lainnya 53,3% 46,7% Makan dan minum yang

halal 100%

Menjaga kesehatan 70% 20%

Berbusana yang sopan 53,3% 33,3% 13,3% Menjauhkan diri dari

perbuatan dosa 33,3% 36,7% 30%

Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus di pertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya, sebagaimana yang dilakukan remaja MAN Sawit Boyolali bahwa rata rata dari mereka senantiasa untuk menjaga dirinya sendiri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.


(1)

REABILITAS DAN VALIDITAS DATA PERILAKU DISIPLIN (Y)

91 92 93 94 95 96 97 98 99 100

Y

4 4 2 4 4 3 4 3 3 4

332

3 4 4 3 2 4 3 2 3 2

323

4 4 3 4 4 3 4 3 4 3

335

3 4 4 2 4 2 3 3 3 4

336

4 4 2 4 4 2 4 2 2 3

341

4 4 3 3 2 4 3 4 2 3

331

3 3 4 3 2 4 4 3 2 3

335

4 4 2 4 4 4 3 3 4 4

348

3 4 3 4 3 3 4 2 3 2

340

3 4 3 3 3 4 3 3 3 3

330

4 3 4 2 4 2 4 4 4 4

333

3 4 3 4 2 4 3 2 4 4

337

3 4 4 3 4 4 4 2 2 3

335

4 4 3 4 3 4 3 3 2 3

321

3 4 4 2 4 2 4 3 3 4

336

3 3 4 3 3 4 3 4 3 4

332

4 4 2 4 3 4 4 3 2 3

335

3 4 4 2 4 3 4 3 4 3

336

3 4 4 3 4 4 3 2 3 3

321

3 4 3 4 2 3 4 3 2 4

332

3 4 4 2 4 4 3 3 4 4

331

4 4 3 4 3 4 4 3 2 3

339

3 4 4 3 2 3 4 4 3 3

327

3 4 4 3 4 4 3 3 4 4

332

4 4 3 3 4 3 4 2 4 3

335

4 4 3 4 2 4 4 3 2 4

340

3 4 4 3 4 4 4 3 3 4

330

3 4 4 3 4 3 4 3 4 2

329

4 4 3 4 2 4 4 3 3 4

336

3 4 4 3 4 3 4 2 3 4

333

0,644 0,543 0,445 0,365 0,524 0,656 0,723 0,321 0,523 0,522

9812

valid valid valid valid valid valid t.valid t.valid valid valid


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)