Tanda tidak hanya representatif, tetapi juga interpretatif. Peirce membedakan tiga jenis tanda, yakni, ikon, indeks dan simbol. Bagi Peirce tanda bukan sesuatu yang terstruktur.
Pemakaian tanda mengikuti suatu proses tiga tahap. Contoh: Apabila seseorang melihat potret sebuah mobil, ia melihat sebuah R yang
membuatnya merujuk pada suatu O, yakni mobil yang bersangkutan. Proses selanjutnya ialah ia menafsirkannya sebuah mobil sedan berwarna merah miliknya sendiri I. tanda dengan
proses pemaknaan seperti itu disebut ikon, yaitu hubungan antara R dan O menunjukkan identitas.
Apabila dalam perjalanan di luar kota seseorang melihat asap mengepul di kejauhan, ia melihat R. apa yang dilihatnya itu membuatnya merujuk pada sumber asap itu, yaitu
cerobong pabrik O. Setelah itu, ia menafsirkan bahwa ia sudah mendekati sebuah pabrik ban mobil I. Tanda dengan proses pemaknaan seperti itu disebut indeks, yaitu hubungan
antara R dan O bersifat langsung. Apabila di tepi pantai seseorang melihat bendera merah R, maka dalam
hubungannya ia merujuk pada ‘larangan untuk berenang’ O. Selanjutnya, ia menafsirkan bahwa ‘adalah berbahaya untuk berenang disitu” I. tanda seperti itu disebut simbol, yaitu
hubungan antara R dan O bersifat konvensional seseorang harus memahami konvensi tentang hubungan antara ‘bendera merah’ dan ‘larangan berenang’
2.2.3 Roland Barthes
Barthes dalam Sobur, 2004:viii menjelaskan dua tingkat dalam pertandaan, yaitu denotasi denotation dan konotasi connotation. ‘Denotasi’ adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada
Universitas Sumatera Utara
realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Sementara, ‘konotasi’ adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang
didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan tafsiran. Selain itu, Barthes juga melihat makna
yang lebih dalam tingkatnya, akan tetapi lebih bersifat konvensional, yaitu makna-makna yang bersifat dengan mitos. Mitos, dalam pemahaman semiotika Barthes adalah pengkodean
makna dan nilai-nilai sosial yang sebetulnya arbitrer atau konotatif sebagai sesuatu yang dianggap ilmiah.
Menurut Santosa 1993, Roland Barthes menawarkan lima kode untuk mendapatkan amanat, yaitu :
1. Kode teka-teki, yaitu merupakan sebuah pertanyaan bagi si penerima atau si
penikmat yang dapat meningkatkan hasrat dan kemauan untuk menemukan jawaban dari sebuah pertanyaan yang dikandung.
Contoh : Mengapa perayaan Imlek identik dengan warna merah dan keemasan? Warna merah dan keemasan merupakan dua warna yang digunakan dalam
perayaan imlek. Etnis Tionghoa hanya menyukai kemeriahan warna merah dan suasana yang dianggap dapat lebih menyemarakkan Perayaan Tahun Baru Imlek.
Dan, warna keemasan merupakan simbol dari uang rejeki. 2.
Kode konotatif, yaitu merupakan dunia yang ditransformasikan ke dalam deretan tanda tulis yang bersifat lihatan.
Contoh : Warna merah sebagai identitas pada perayaan Imlek. Bermula dari mitos yang mengungkapkan bahwa tepat pada malam tahun baru,
ada seekor monster besar datang dan menyerang manusia juga memangsa hewan
Universitas Sumatera Utara
ternak. Lalu, untuk menghindari monster tersebut, etnis Tionghoa menempel kertas berwarna merah di depan pintu rumah yang diyakini sangat ditakuti
monster yang bernama Nian ini. 3.
Kode simbolik, yaitu merupakan dunia perlambang, yakni dunia personifikasi manusia dalam menghayati arti hidup dan kehidupan.
Contoh : LampionLentera merah Lampion merupakan simbol penerangan dan keberuntungan bagi etnis Tionghoa.
4. Kode aksian, yaitu merupakan prinsip bahwa di dalam tuangan bahasa secara tulis
perbuatan-perbuatan itu harus disusun secara linier. Contoh : Angpao
Angpao berupa amplop berwarna merah yang berisi uang. Dan, pada perayaan tahun baru Imlek setiap anak-anak yang mengucapkan selamat tahun baru imlek
kepada orang yang lebih tua akan diberikan angpao. Yang berarti rejeki yang sudah diterima pada tahun lalu haruslah dibagi kepada setiap orang, jika tidak
maka di tahun berikutnya, tidak akan menerima rejeki yang berkelimpahan. 5.
Kode budaya atau kode acuan, yaitu merupakan peranan metalingual atau mengacu pada benda-benda yang sudah diketahui dan dikondisikan oleh budaya.
Contoh : Barongsai Barongsai merupakan seekor naga berwarna merah dan keemasan yang dimainkan
dua sampai delapan pemain. Barongsai ini hanya ada pada perayaan-perayaan besar seperti Perayaan Tahun Baru Imlek.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Tinjauan Pustaka