Peran Badan Pengawas Dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.

(1)

PERAN BADAN PENGAWAS DALAM

PENGAWASAN KOPERASI BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 1992 TENTANG

PERKOPERASIAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH :

IBNU RAYYAN NIM : 050200111

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERAN BADAN PENGAWAS DALAM PENGAWASAN

KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 25

TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

SKRIPSI

OLEH :

IBNU RAYYAN NIM : 050200111

Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Hasim Purba, SH.M.Hum NIP : 196603031985081001

Dosen Pembimbing I : Dosen Pembimbing II :

Prof.Dr.H.Tan Kamello, SH.MS Puspa Melati Hasibuan, SH.M.Hum NIP : 196204211988031004 NIP : 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Ruang lingkup dan luas koperasi sebagai suatu kesatuan ekonomi akan semakin komplek sehingga rentang kendali antara manajemen dan pelaksanaannya semakin jauh. Untuk dapat mengendalikan aktivitas operasi koperasi, manajemen memerlukan suatu alat yang dapat mengendalikan aktivitas koperasi. Untuk mengetahui apakah pengendalian intern berjalan dengan baik maka manajemen perlu melakukan pemeriksaan intern secara terus menerus terhadap struktur pengendalian intern. Pemeriksaan intern dalam organisasi koperasi dikenal dengan Badan pengawas yang merupakan penilaian atas keefektifan dan kecukupan struktur pengendalian intern yang ada

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimanakah peran pemerintah dalam pengawasan terhadap koperasi, bagaimanakah kedudukan badan pengawas dalam lembaga koperasi, dan bagaimanakah wewenang dan tanggung jawab badan pengawas dalam pengawasan koperasi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Peran pemerintah dalam pengawasan terhadap koperasi koperasi dilakukan baik secara internal maupun eksternal. Pengawasan internal dilakukan melalui pembentukan badan pengawas sebagaimana diatur dalam Pasal 38, 39, dan 40 Undang-undang Perkoperasian, sedangkan pengawasan eksternal dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Kedudukan badan pengawas dalam lembaga koperasi, yakni merupakan suatu badan yang dibentuk dari dan oleh anggota koperasi serta ditetapkan dalam anggaran dasar yang bertujuan untuk mendidik dan membimbing pengurus koperasi agar lebih teliti dan ahli serta terampil dalam mengembangkan koperasi dimasa-masa yang akan datang. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, badan pengawas membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaannya yang akan disampaikan dalam rapat anggota. Wewenang pengawas koperasi secara garis besar meliputi pengawasan terhadap pengelolaan organisasi dan usaha koperasi secara umum, termasuk pemeriksaan terhadap kewajaran laporan keuangan koperasi. Sehubungan dengan pelaksanaan pengawasan tersebut, pengawas memiliki wewenang untuk meminta keterangan yang diperlukan dari pengurus


(4)

koperasi atau pihak-pihak lain yang dianggap perlu. Selanjutnya pengawas wajib mempertanggung jawabkan laporan tersebut dengan membuat laporan tertulis mengenai pengawasan yang dilakukannya serta menyampaikan kepada Rapat Anggota.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, pada saat ini masih diberikan-Nya kesempatan yang tidak terhingga untuk dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Peran Badan Pengawas Dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan Undang-Undang No 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian ”, sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum ( S1 ) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selama Skripsi ini berlangsung, banyak pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum, selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH.MH.DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

6. Bapak Ramli Siregar, SH.M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan nasehat bagi penulis.

7. Bapak Asmin Nasution, SH.M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan nasehat bagi penulis.

8. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan ilmunya dan membantu penulis selama perkuliahan.

9. Teristimewa kepada kedua orang Tuaku tercinta, kakak dan adik yang saya sayangi, selaku memberikan bantuannya baik secara moril maupun materil, mendukung dalam segala bidang untuk mendorong selesainya kuliah hingga skripsi ini.

10. Kepada teman, sahabat-sahabatku angkatan 2005 yang selanjutnya penulis harapkan persahabatan ini tidak akan berakhir sampai akhir usia


(6)

kita dan kalian dapat menjadi pembesar negeri ini, saudara yang telah memberikan dukungannya kepada saya, saya ucapkan salam persaudaraan dan terima kasih yang sebesar-besranya.

11. Kepada kakanda-kakanda di Fakultas Hukum, dan semua senioren yang tidak bisa disebutkan satu per satu, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingannya selama ini.

12. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis memahami berbagai kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun. Demikianlah sebagai kata pengantar, mudah-mudahan bermanfaat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi semua pihak, mohon maaf segala kekurangan, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2011 Penulis

IBNU RAYYAN


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOPERASI SECARA TEORITIS ... A. Sejarah, Pengertian, Asas dan Landasan Hukum Koperasi ... 18

B. Proses Pembentukan Koperasi ... 26

C. Keanggotaan dan Kepengurusan Koperasi ... 30

D. Pembubaran Koperasi ... 33

BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KOPERASI ... 35

A. Pembinaan Koperasi ... 35

B. Pengawasan Koperasi ... 40


(8)

D. Peran pemerintah dalam Pembinaan dan Pengawasan

Koperasi ... 46

BAB IV PERAN BADAN PENGAWAS KOPERASI DALAM PENGAWASAN KOPERASI ... 52

A. Tujuan dan Ruang Lingkup Badan Pengawas dalam Koperasi ... 52

B. Wewenang dan Tanggung Jawab Badan Pengawas dalam Koperasi ... 54

C. Program Badan Pengawas dalam Pengawasan Koperasi ... 55

D. Laporan dan Tindak Lanjut Badan Pengawas dalam Pengawasan Koperasi ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61


(9)

ABSTRAK

Ruang lingkup dan luas koperasi sebagai suatu kesatuan ekonomi akan semakin komplek sehingga rentang kendali antara manajemen dan pelaksanaannya semakin jauh. Untuk dapat mengendalikan aktivitas operasi koperasi, manajemen memerlukan suatu alat yang dapat mengendalikan aktivitas koperasi. Untuk mengetahui apakah pengendalian intern berjalan dengan baik maka manajemen perlu melakukan pemeriksaan intern secara terus menerus terhadap struktur pengendalian intern. Pemeriksaan intern dalam organisasi koperasi dikenal dengan Badan pengawas yang merupakan penilaian atas keefektifan dan kecukupan struktur pengendalian intern yang ada

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimanakah peran pemerintah dalam pengawasan terhadap koperasi, bagaimanakah kedudukan badan pengawas dalam lembaga koperasi, dan bagaimanakah wewenang dan tanggung jawab badan pengawas dalam pengawasan koperasi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Peran pemerintah dalam pengawasan terhadap koperasi koperasi dilakukan baik secara internal maupun eksternal. Pengawasan internal dilakukan melalui pembentukan badan pengawas sebagaimana diatur dalam Pasal 38, 39, dan 40 Undang-undang Perkoperasian, sedangkan pengawasan eksternal dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Kedudukan badan pengawas dalam lembaga koperasi, yakni merupakan suatu badan yang dibentuk dari dan oleh anggota koperasi serta ditetapkan dalam anggaran dasar yang bertujuan untuk mendidik dan membimbing pengurus koperasi agar lebih teliti dan ahli serta terampil dalam mengembangkan koperasi dimasa-masa yang akan datang. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, badan pengawas membuat laporan tertulis tentang hasil pemeriksaannya yang akan disampaikan dalam rapat anggota. Wewenang pengawas koperasi secara garis besar meliputi pengawasan terhadap pengelolaan organisasi dan usaha koperasi secara umum, termasuk pemeriksaan terhadap kewajaran laporan keuangan koperasi. Sehubungan dengan pelaksanaan pengawasan tersebut, pengawas memiliki wewenang untuk meminta keterangan yang diperlukan dari pengurus


(10)

koperasi atau pihak-pihak lain yang dianggap perlu. Selanjutnya pengawas wajib mempertanggung jawabkan laporan tersebut dengan membuat laporan tertulis mengenai pengawasan yang dilakukannya serta menyampaikan kepada Rapat Anggota.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis yang melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang kemudian berfungsi sebagai norma-norma etis yang mempolakan tata laku koperasi sebagai ekonomi.1 Ciri utama koperasi adalah kerjasama anggota dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama.

Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara seksama, maka tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Defenisi awal pada umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti defenisi yang diberikan Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah:

Suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.2 Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan

1

Fray dalam Asnawi Hasan, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), (Jakarta: UI Press, 1987), hal. 158

2

M. Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 38-39.


(12)

yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang koperasi adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun 95 tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi

2. Peraturan Pemerintah (PP) No.4 tahun 1994 tentang Kelembagaan

3. Instruksi Presiden (Inpres) No.18 Tahun 1998, tentang Pengembangan Kelembagaan Koperasi

4. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi.

Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.

Sebagai suatu perusahaan, koperasi harus menjalankan sesuatu usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomis, meskipun koperasi bukan merupakan bentuk akumulasi modal. Untuk mencapai tujuan mendatangkan keuntungan ekonomis tersebut, maka koperasi harus menjalankan usahanya secara terus menerus (kontinyu), terang-terangan, berhubungan dengan pihak


(13)

ketiga, dan memperhitungkan rugi laba serta mencatat semua kegiatan usahanya tersebut ke dalam suatu pembukuan.3

Pengelolaan koperasi harus dilaksanakan secara produktif, efektif dan efisien. Dalam arti koperasi harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan pelayanan usaha, yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota, dengan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha seperti itu, maka koperasi harus dapat berusaha secar luwes, baik yang menyangkut industri/produk hulu dan/ atau hilir tersebut. Ini berarti koperasi mempunyai kesempatan dan peluang yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya dalam melakukan kegiatan usahanya.

Koperasi sebagai suatu badan usaha haruslah bekerja dengan prinsip dan hukum ekonomi perusahaan, menjalankan asas bussiness efficiency, yaitu mengupayakan keuntungan finansial untuk menghidupi dirinya.4 Koperasi harus pula menjalankan asas efisiensi ekonomi (melaksanakan alokasi sumber daya) sebaik mungkin guna menunjang program kesejahteraan anggota dan pembangunan ekonomi untuk golongan ekonomi lemah pada umumnya. Dengan koperasi bekerja efisien baik secara ekonomis maupun bisnis, koperasi akan dapat melayani kepentingan anggotanya, sekaligus koperasi dapat melayani masyarakat sekitar dengan baik. Sehingga pada akhirnya koperasi akan sangat

3

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 101.

4

Bahri Nurdin, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai Alat Penunjang Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam “Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”, (Jakarta: UII Press, 1989), hal. 379.


(14)

menunjang peningkatan kesejahteraan ekonomi golongan ekonomi lemah di suatu daerah (pedesaan) pada khususnya dan suatu wilayah perekonomian daerah (pedesaan) pada umumnya. Koperasi dan para pelakunya (pengurus, manajer/ pengelola, dan anggotanya) harus mampu bekerja secara efisien, untuk dapat bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya (Badan Usaha Milik Swasta dan Badan Usaha Milik Negara) dalam menjalankan kegiatan usaha di segala bidang kehidupan ekonomi, sehingga mampu untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Ruang lingkup dan luas koperasi sebagai suatu kesatuan ekonomi akan semakin komplek sehingga rentang kendali antara manajemen dan pelaksanaannya semakin jauh. Untuk dapat mengendalikan aktivitas operasi koperasi, manajemen memerlukan suatu alat yang dapat mengendalikan aktivitas koperasi. Jika kebijaksanaan yang diterapkan koperasi tidak ketat, maka kemungkinan terjadinya penyelewengan akan semakin besar, kondisi ini akan menimbulkan resiko yang sangat besar pula. Untuk itu manajemen dituntut untuk dapat menciptakan suatu struktur pengendalian intern.

Struktur pengendalian intern yang memuaskan akan sangat diperlukan dalam membantu manajemen dalam pengawasan kegiatan bawahannya sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang yang dilimpahkan kepadanya. Untuk mengetahui apakah pengendalian intern berjalan dengan baik maka manajemen perlu melakukan pemeriksaan intern secara terus menerus terhadap struktur pengendalian intern. Pemeriksaan intern dalam organisasi koperasi dikenal dengan Badan pengawas yang merupakan penilaian atas keefektifan dan


(15)

kecukupan struktur pengendalian intern yang ada, meliputi cara-cara pengamanan harta milik koperasi dari kemungkinan terjadinya penyelewengan, kecurangan serta hal lain yang merugikan koperasi dan jika terjadi tindakan atau kegiatan diluar batas wewenang dan tujuan yang dilimpahkan, dengan adanya badan pengawas yang baik dapat segera diketahui dan dilakukan tindakan pengamanan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian mengenai “Peran Badan Pengawas dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian”.

B. Permasalahan

Berdasarkan hal tersebut di atas maka identifikasi masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tujuan dan ruang lingkup badan pengawas dalam koperasi?

2. Bagaimanakah wewenang dan tanggung jawab dalam koperasi?

3. Bagaimanakah program badan pengawas dalam pengawasan koperasi? 4. Bagaimanakah laporan dan tindak lanjut badan pengawas dalam

pengawasan kopereasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui tujuan dan ruang lingkup badan pengawas dalam koperasi


(16)

2. Untuk mengetahui wewenang dan tanggung jawab dalam koperasi

3. Untuk mengetahui program badan pengawas dalam pengawasan koperasi

4. Untuk mengetahui laporan dan tindak lanjut badan pengawas dalam pengawasan kopereasi

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Peran Badan Pengawas dalam Pengawasan Koperasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian dan Prinsip Koperasi

Koperasi merupakan bagian dari tata susunan ekonomi, hal ini berarti bahwa dalam kegiatannya Koperasi turut mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan ekonomi yang sejahtera, baik bagi orang-orang yang menjadi anggota perkumpulan itu sendiri maupun untuk masyarakat di sekitarnya. Koperasi


(17)

sebagai perkumpulan untuk kesejahteraan bersama, melakukan usaha dan kegiatan di bidang pemenuhan kebutuhan bersama dari para anggotannya.

Koperasi mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Dalam rangka usaha untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan perkumpulan-perkumpulan Koperasi.

Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan kepada rakyat banyak dengan asas demokrasi ekonomi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Dalam arti yang lebih luas, dirumuskan pada ayat 4 Pasal tersebut di atas, bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Koperasi yang sering disebut sebagai sokoguru ekonomi kerakyatan ini, batasannya dirumuskan dalam Undang-Undang Perkoperasian No. 25 tahun 1992 Pasal 1 angka 1 sebagai berikut:

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip


(18)

ekonomi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Dari Pasal ini dapat dipastikan bahwa: a. Koperasi adalah badan usaha bukan Ormas;

b. Pendiri/ pemiliknya adalah orang-orang (perorangan/ individu) atau badan hukum Koperasi;

c. Bekerja berdasarkan prinsip-prinsip Koperasi dan asas kekeluargaan; d. Sebagai gerakan ekonomi rakyat.

Menurut pendapat Fauguet dalam Pandji Anoraga menegaskan adanya 4 prinsip yang setidak-tidaknya harus dipenuhi oleh setiap badan yang menamakan dirinya Koperasi. Prinsip-prinsip itu adalah:5

a. Adanya ketentuan tentang perbandingan yang berimbang di dalam hasil yang diperoleh atas pemanfaatan jasa-jasa oleh setiap pemakai dalam Koperasi.

Bersumber dari ketentuan ini timbul ketentuan-ketentuan tentang pembagian atas sisa hasil usaha, kewajiban penyertaan uang simpanan untuk partisipasi dalam pembiayaan Koperasi, kewajiban ikut serta bertanggung jawab atas kemungkinan kerugian yang terjadi pada Koperasi, atau ikut sertya dalam pembentukan cadangan perorangan atau cadangan bersama dalam Koperasi; Adanya ketentuan atau peraturan tentang persamaan hak antara para anggota; Adanya pengaturan tentang keanggotaan organisasi yang berdasarkan kesukarelaan;

5

Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi ,Cet. Kedua (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997), hal. 11.


(19)

b. Adanya ketentuan atau peraturan tentang partisipasi dari pihak anggota dalam ketatalaksanaan dan usaha Koperasi

c. Selanjutnya menurut Fauguet dalam Pandji Anoraga, prinsip pertama dan kedua mutlak berlaku dalam Koperasi. Hal ini berarti bahwa dalam setiap organisasi atau perkumpulan yang menamakan dirinya sebagai Koperasi, kedua prinsip tersebut harus ada. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat, jika perlu dapat ditiadakan, dalam arti bahwa prinsip itu dapat diterapkan atau diangkat sebagai ketentuan Koperasi jika keadaan dan kehendak anggota demikian adanya.

Selanjutnya menurut Fauguet dalam Pandji Anoraga, prinsip pertama dan kedua mutlak berlaku dalam Koperasi. Hal ini berarti bahwa dalam setiap organisasi atau perkumpulan yang menamakan dirinya sebagai Koperasi, kedua prinsip tersebut harus ada. Sedangkan prinsip ketiga dan keempat, jika perlu dapat ditiadakan, dalam arti bahwa prinsip itu dapat diterapkan atau diangkat sebagai ketentuan Koperasi jika keadaan dan kehendak anggota demikian adanya.6

Sebagai badan usaha berbadan hukum dan melakukan kegiatan berdasarkan prinsip ekonomi, sesungguhnya koperasi adalah suatu kegiatan usaha karena prinsip ekonomi itu sendiri merupakan filosofi yang tidak dapat dilepaskan dari tujuan mencari keuntungan. Hal lainnya yang menunjukkan ciri koperasi sebagai suatu perkumpulan adalah status keanggotaan dan hak suara. Tentang keanggotaan koperasi, Pasal 19 ayat 3 Undang-Undang Perkoperasian

6


(20)

No. 25 tahun 1992 menyatakan bahwa Keanggotaan koperasi tidak dapat dipindahtangankan. Hal ini berbeda dengan Perseroan Terbatas khususnya Perseroan Terbatas yang telah go public dimana para pemegang saham dapat memperjual-belikan sahamnya sewaktuwaktu.

Terlepas dari pengertian tersebut, sebagai kumpulan orang-orang dalam suatu organisasi dengan kegiatan dan tujuan tertentu, koperasi adalah perikatan antara 20 (dua puluh) orang atau lebih yang akan menimbulkan hubungan-hubungan hukum diantara para pihak yang tergabung dalam koperasi tersebut. Semakin banyak jumlah anggota dan semakin tinggi tingkat aktivitas suatu koperasi, akan menimbulkan hubungan-hubungan hukum yang semakin beragam. Salah satu konsekwensi dari suatu hubungan hukum adalah adanya potensi perselisihan diantara para pihak sebagai subjek hukum yang dapat muncul baik dalam aktivitas sehari-hari maupun pada rapat-rapat para pendiri, pengawas, pengurus, manajer atau rapat anggota. Dengan demikian maka setiap koperasi membutuhkan pengaturan hubungan-hubungan hukum antara satu dengan lainnya7

Salah satu badan usaha yang berstatus badan hukum (rechts persoon), maka keberadaan koperasi diakui seperti manusia/orang (person) atau subyek hukum yang memiliki kecakapan bertindak, memiliki wewenang untuk mempunyai dan mencari harta kekayaan, serta dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti membuat perjanjian-perjanjian, menggugat dan digugat di muka pengadilan, dan sebagainya. Sebagai subyek hukum, koperasi adalah

7


(21)

merupakan subyek hukum yang keberadaanya berdasar atas bentukan/rekayasa dari manusia/orang (person). Oleh karena koperasi merupakan subyek hukum, maka untuk melaksanakan kegiatan usahanya atau untuk mengelola jalannya koperasi perlu kehadiran subyek hukum manusia atau orang (person)

2. Anggota Koperasi

Sesuai UU 25/1992 tentang Perkoperasian, hak dan kewajiban anggota koperasi diatur dalam Bab V Keanggotaan, yaitu:

Pasal 17

(1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.

(2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota. Pasal 18

(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

(2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pasal 19

(1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.

(2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.

(3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.

(4) Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.

Pasal 20

(1) Setiap anggota mempunyai kewajiban:

a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;

b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;


(22)

c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.

(2) Setiap anggota mempunyai hak:

a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;

b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;

c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;

d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;

e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;

f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.

3. Pengawasan

Pengawasan merupakan mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menetapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana.8

Menurut Stoner dan Wankel, “Pengawasan berarti para manajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke jalur tujuan yang benar “.9

Sementara itu menurut McFarland, “Control is the process by which an executive gets the performance of his subordinates to correspond as closely as possible to chosen plans, orders, objectives, or policies “. (Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan

8

M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta :Ghalia, 2000), hal. 128.

9

Stoner dan Wankel dalam A. Subardi, Dasar-Dasar Manajemen, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 1992), hal. 6.


(23)

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan).10

Selanjutnya Smith menyatakan bahwa: “Controlling“ sering diterjemahkan pula dengan pengendalian, termasuk di dalamnya pengertian rencana-rencana dan norma-norma yang mendasarkan pada maksud dan tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun pedoman pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan. Pengawasan merupakan kegiatankegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat menerima sebagai batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan.11

Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, secara umum dapat diartikan bahwa pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan tindakan-tindakan korektif

10

McFarland dalam S. Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994), hal. 143.

11

Smith dalam J. Soewartojo, Korupsi, Pola Kegiatan dan Penindakannya serta Peran Pengawasan dalam Penanggulangannya, (Jakarta: Restu Agung, 1995), hal. 131-132.


(24)

sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana. Pengawasan dapat dianggap sebagai aktifitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpanan-penyimpanan penting dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Adalah wajar apabila terdapat adanya kekeliruan tertentu, kegagalan-kegagalan dan petunjuk-petunjuk yang tidak efektif sehingga terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan dari pada tujuan yang ingin dicapai. Maka oleh karenanya fungsi pengawasan perlu dilakukan.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan data sekunder.12

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.13

12

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal. 118.

13


(25)

Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, dan peraturan lain yang terkait.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan peranan pemerintah terhadap pembinaan serta pengawasan koperasi dikaitkan dengan aspek hukum administrasi daerah, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan


(26)

objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:

a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisa data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan


(27)

dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II : Bab ini akan dibahas tentang tinjauan umum terhadap koperasi

secara teoritis, yang isinya memuat antara lain tentang sejarah, pengertian, asas dan landasan hukum koperasi, proses pembentukan koperasi, keanggotaan dan kepengurusan koperasi, dan pembubaran koperasi

BAB III : Bab ini akan membahas tentang pembinaan dan pengawasan koperasi, yang isinya antara lain memuat pembinaan koperasi, pengawasan koperasi, pembinaan dan pengawasan independen dalam koperasi, peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan koperasi.

BAB IV : Bab ini akan membahas tentang peran badan pengawas koperasi dalam pengawasan koperasi, yang memuat tentang tujuan dan ruang lingkup badan pengawas dalam koperasi, wewenang dan tanggung jawab badan pengawas dalam koperasi, program badan pengawas dalam pengawasan koperasi, laporan dan tindak lanjut badan pengawas dalam pengawasan koperasi BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab kesimpulan

dan saran yang berisi kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.


(28)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KOPERASI SECARA TEORITIS

A. Sejarah, Pengertian, Asas dan Landasan Hukum Koperasi 1. Sejarah koperasi

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.14

Apabila pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam15 maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi

14

Ahmed, Riazuddin, Cooperative Movement in South East Asia Obstacles to Development. Dalam Dr. Mauritz Bonow (Ed). The Role of Cooperatives in Social and Economic Development. London: International Cooperative Alliance, 1964), hal. 57.

15

Ibnoe Soedjono, The Role of Cooperatives in The Indonesian Society. Dalam H.J. Esdert (ED). Can Cooperatives Become the Motive Force in the Economic of Indonesia? (Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 1983), hal. 7


(29)

bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.16

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan-pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya.17 Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.

Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti melailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja. Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.

Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian

16

Masngudi. Peranan Koperasi Sebagai Lembaga Pengantar Keuangan. Tidak diterbitkan. Disertasi Doktor pada Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1989, hal. 1-2.

17

Margono R.M Djojohadikoesoemo, Sepoeloeh Tahoen Koperasi. (Batavia Centrum: Balai Poestaka, 1940), hal. 9.


(30)

pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja No. 431 yang berisi antara lain:

a. Akte pendirian koperasi dibuat secara

notariil;

b. Akte pendirian harus dibuat dalam

Bahasa Belanda;

c. Harus mendapat ijin dari Gubernur

Jenderal; dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.

Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar”. Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri.


(31)

Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.

Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat (Volkscredit Wezen). Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:18

a. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia

18

I.G.Gde. Raka, Pengantar Pengetahuan Koperasi. (Jakarta: Departemen Koperasi, 1983), hal. 42.


(32)

mengenai seluk beluk perdagangan;

b. dalam rangka peraturan koerasi No. 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya;

c. memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara pengangkutan, dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan

d. penerapan tentang organisasi perusahaan

e. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia

Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam berntuk Gouvernmentsbesluit No. 21 yang termuat di dalam Staatsblad no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915. Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing.

Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan dan mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang produksi mulai tumbuh dan berkembang antara lain koperasi batik yang diperlopori oleh H.


(33)

Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.

Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat. Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari 574 koperasi tersebut diantaranya 423 kopersi (=77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam, sedangkan selebihnya adalah kopersi jenis konsumsi ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah adalah koperasi lumbung.19

Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di di Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut, maka jikalau masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin Residen (Shuchokan).

19


(34)

Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang-barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui “Kumiai”. Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.

2. Pengertian koperasi

Koperasi secara etimologis terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu, co dan operation, yang mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, koperasi adalah “suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan usaha yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggota.


(35)

Secara gamblang telah dinyatakan dalam Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945, perekonomian seperti apa yang seharusnya dijalankan di Indonesia. Perekonomian tersebut dijalankan berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi kemudian mencuat sebagai bentuk usaha yang special, karena bentuk usaha inilah satu-satunya di Indonesia yang sesuai dengan cita-cita bangsa.

Koperasi di Indonesia menganut asas kekeluargaan. Hal ini diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, yang menyatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berdasar atas asas kekeluargaan.20 Dengan asas kekeluargaan, telah mencerminkan adanya kesadaran dari budi hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatu dalam koperasi oleh semua untuk semua, di bawah pimpinan pengurus serta penilikan dari para anggota atas dasar keadilan dan kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama.21

Asas kekeluargaan tersebut memiliki suatu karakteristik khas bangsa Indonesia, yaitu kerjasama atau kegotongroyongan. Di dalam kerjasama atau kegotongroyongan tersebut tercermin bahwa di dalam koperasi telah terdapat kesadaran dan keinsyfan semangat kerjasama dan tanggung jawab bersama terhadap akibat dari karya, yang dalam hal ini bertitik berat pada kepentingan kebahagiaan bersama, ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Dengan demikian maka kedudukan koperasi akan semakin kuat dan pelaksanaan kerjanya akan semakin lancar karena para anggotanya dukung-mendukung dan

20

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 2

21

G. Kartasapoetra, A. G. Kartasapoetra, Bambang S., dan A. Setiady, Koperasi Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hal. 18.


(36)

dengan penuh kegairahan kerja serta tanggung jawab berjuang mencapai tujuan koperasi.22

Asas kekeluargaan ini merupakan faham yang dinamis,23 artinya timbul dari semangat yang tinggi untuk secara bekerjasama dan tanggung jawab bersama berjuang menyukseskan tercapainya segala sesuatu yang menjadi cita-cita dan tujuan bersama dan berjuang secara manunggal untuk mengatasi resiko yang diderita koperasinya sebagai akibat usahanya untuk kepentingan bersama.

Dasar hukum keberadaan Koperasi di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Pasal 33 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Sedangkan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia adalah: “Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”.

Landasan hukum koperasi di Indonesia sangat kuat dikarenakan koperasi ini telah mendapatkan tempat yang pasti. Namun demikian perlu disadari bahwa perubahan sistem hukum dapat berjalan lebih cepat dari pada perubahan alam pikiran dan kebudayaan masyarakat, sehingga koperasi dalam kenyataannya belum berkembang secepat yang diinginkan meskipun memiliki landasan hukum yang kuat.

B. Proses Pembentukan Koperasi

22


(37)

Mekanisme pendirian koperasi dapat dijelaskan sebagai berikut:24

1. Fase pembentukan/ pendirian

Koperasi sebagai suatu badan usaha, adalah merupakan suatu bentuk perhimpunan orang-orang dan/atau badan hukum koperasi dengan kepentingan yang sama.

Oleh karena koperasi ini biasanya didirikan oleh orang-orang yang mempunyai alat dan kemampuan yang terbatas, yang mempunyai keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan cara bergotong royong, maka prosedur atau persyaratan pendiriannyapun diusahakan sesederhana mungkin, tidak berbelit-belit, dengan persyaratan modal yang relatif kecil, dan tanpa dipungut biaya yang tinggi.

Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang biasanya telah tertuang dalam undang-undang ataupun peraturan koperasi antara lain adalah sebagai berikut:

1) Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai kepentingan ekonomi yang sama

2) Orang-orang yang mendirikan koperasi harus mempunyai tujuan yang sama

24

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), 2005, hal. 66-69.


(38)

3) Harus memenuhi syarat jumlah mínimum anggota, seperti telah ditentukan oleh pemerintah.

4) Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti telah ditentukan oleh pemerintah

5) Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi.

Jika persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang yang memprakarsai pembentukan koperasi tersebut mengundang untuk rapat pertama, sebagai rapat pendirian koperasi. Konsep anggaran dasar koperasi seharusnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia pendiri, yang nantinya dibahas dan disahkan dalam rapat pendirian. Dalam rapat pendirian ini selain disahkan anggaran dasar koperasi, juga dibentuk pengurus dan pengawas. Setelah perangkat organisasi koperasi terbentuk dalam rapat pendirian tersebut, maka untuk selanjutnya pengurus koperasi (yang juga pendiri) mempunyai kewjaiban mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai Akta Pendirian Koperasi dan Berita Acara Rapat Pendirian. Dalam akta pendirian koperasi ini tertuang Anggaran Dasar Koperasi yang telah disahkan dalam rapat pendirian, serta tertuang pula nama-nama anggota pengurus (yang pertama) yang diberikan kewenangan untuk melakukan kepengurusan dan mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang.

2. Fase pengesahan

Atas dasar permohonan pengesahan yang disampaikan oleh pengurus koperasi (juga merupakan pendiri) secara tertulis tersebut, maka dalam jangka


(39)

waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, pejabat yang bersangkutan harus memberikan putusan apakah permohonan tersebut diterima atau tidak.

Jika permohonan pengesahan ini ditolak, alasan-alasan penolakan diberitahukan secara tertulis kepada para pendiri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, para pendiri/ pengurus dapat mengajukan permohonan ulang paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan permohonan tersebut. Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang ini, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang tersebut.

Namun jika permohonan pengesahan tersebut diterima, maka sejak saat itu koperasi berstatus sebagai badan hukum. Pengesahan ini ditandai dengan diumumkannya akta pendirian koperasi tersebut (yang di dalamnya termuat pula anggaran dasarnya), ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Dengan diperolehnya status sebagai badan hukum, maka secara hukum, koperasi tersebut telah diakui keberadaannya seperti orang (person) yang mempunyai kecakapan untuk bertindak, memiliki wewenang untuk mempunyai harta kekayaan, melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti: membuat perjanjian, menggugat dan digugat di muka pengadilan, dan sebagainya, sehingga dengan demikian, sebagai suatu badan hukum maka koperasi adalah juga merupakan subjek hukum.

Namun demikian, sebagai suatu subjek hukum, koperasi adalah meruakan subjek hukum abstrak, yang keberadaannya atas rekayasa manusia


(40)

untuk memenuhi kebutuhan ekonomisnya. Karena merupakan subjek hukum abstrak, maka di dalam menjalankan/ melakukan perbuatan-perbuatan hukum, koperasi diwakili oleh perangkat organisasi yang ada padanya dalam hal ini adalah pengurus.

C. Keanggotaan dan Kepengurusan Koperasi

Keanggotaan koperasi memiliki identitas ganda. Anggota koperasi berperan sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Pihak-pihak yang dapat menjadi anggota koperasi adalah setiap warga Negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.25

Keangotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha koperasi. Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Di dalam Pasal 20 Ayat (1) undang-undang perkoperasian, diatur mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh anggota koperasi. Kewajiban tersebut antara lain:26

1. Mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;

2. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang dieselnggarakan oleh koperasi; 3. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas dasar asas

kekeluargaan.

25

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 18 ayat (1)

26


(41)

Sedangkan mengenai hak-hak dari anggota koperasi diatur dalam Ayat (2) dari Pasal diatas, hak-hak tersebut meliputi:27

1. Menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;

2. Memilih dan/atau dipilih menjadi anggota pengurus atau pengawas; 3. Meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran

Dasar;

4. Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;

5. Memanfaatkan koperasi dan mendapatkan pelayanan yang sama antara sesama anggota;

6. Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.

Sebagai suatu perkumpulan, koperasi tidak akan mungkin terbentuk tanpa adanya anggota sebagai tulang punggungnya. Sebagai kumpulan orang dan bukan kumpulan modal, anggota koperasi mutlak penting keberadaannya demi majunya koperasi itu sendiri.

Pengurus adalah salah satu bagian yang penting dalam koperasi, karena pengurus memegang peranan dalam pengelolaan sebuah koperasi. Pengurus koperasi dipilih dari dan oleh Rapat Anggota.28 Pengurus bertanggung jawab

27

Ibid

28


(42)

mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya, baik kepada Rapat Anggota maupun Rapat Anggota Luar Biasa.29

Menurut Leon Garayon dan Paul A. Mohn di dalam bukunya yang berjudul “The Boards of Directors of Cooperative”, mereka berpendapat bahwa pengururs memiliki fungsi yang idiil, fungsi tersebut adalah fungsi yang luas, meliputi:30

1. Berfungsi sebagai pusat pengambil keputusan tertinggi; 2. Berfungsi sebagai pemberi nasihat;

3. Berfungsi sebagai pengawas atau sebagai orang yang dapat dipercaya; 4. Berfungsi sebagai penjaga berkesinambungannya organisasi;

5. Berfungsi sebagai simbol.

Tugas-tugas dari pengurus koperasi terdiri dari:31 1. Mengelola koperasi dan usahanya;

2. Mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi;

3. Menyelenggarakan Rapat Anggota;

4. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;

5. Memelihara daftar buku anggota dan pengurus.

Sedangkan wewenang-wewenang yang dimilikinya adalah terdiri dari:32

29

Ibid, Pasal 31.

30

Hendrojogi Koperasi: Asas-asa, Teori, dan Praktik, Edisi revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 150.

31

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 30.

32


(43)

1. Mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan;

2. Memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan di dalam AD;

3. Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan da kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.

Masa jabatan bagi pengurus koperasi maksimal adalah 5 tahun.110 Namun, pada kenyatannya masalah mengenai masa jabatan ini diatur sendiri-sendiri oleh AD masing-masing koperasi, yang umumnya selama 4-5 tahun.

D. Pembubaran Koperasi

Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah atau keputusan rapat anggota. Dalam hal pembubaran didasarkan keputusan pemerintah, maka keputusan pembubaran oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dilakukan apabila:33

1. Terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan undang-undang.

2. Kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan. 3. Kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.

Keputusan pembubaran koperasi oleh pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat

33

http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_lntank_damar/id_6574/title_ pembentukan-dan-pembubaran-koperasi/. Diakses tanggal 4 Nopember 2010.


(44)

pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh koperasi yang bersangkutan. Dalam jangka waktu paling lambat 2 bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan. Keputusan pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut.34

Dalam hal terjadi pembubaran koperasi, anggota hanya menanggung kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya. Hapusnya Status Badan Hukum dilanjutkan dengan:35

1. Pemerintah mengumumkan pembubaran koperasi dalam berita Negara Republik Indonesia

2. Status Badan Hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran koperasi tersebut dalam berita Negara Republik Indonesia.

34

Ibid

35


(45)

BAB III

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN KOPERASI

A. Pembinaan Koperasi

Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (KUKM) mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran usaha kecil dan menengah (UKM) yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja.

Menurut data Departemen Koperasi tahun 2005, jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia saat ini sebanyak 42,4 juta unit usaha, menyerap 79 juta tenaga kerja, dan menyumbang hampir 57% PDB (Produk Domestik Bruto) nasional (Badan Pusat Statistik (BPS) 2003). Dari jumlah tersebut 99,9 % merupakan usaha mikro dan kecil. Jadi hanya 0,1 % yang merupakan usaha menengah. Ini menunjukkan betapa banyaknya pengusaha mikro dan kecil yang harus diberdayakan. Apabila setiap unit usaha mikro dan kecil mampu difasilitasi dan diberdayakan untuk menciptakan 1 (satu) orang kesempatan kerja atau kesempatan usaha tambahan baru, maka akan tercipta 40 juta kesempatan kerja baru. Ini artinya, jika mampu memberdayakan UMKM tersebut, berarti upaya pemberantasan kemiskinan akan berhasil secara signifikan.36

36


(46)

Gerakan pemberdayaan UMKM tersebut harus menjadi perhatian pemerintah secara serius, tentunya bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi. Kebijakan pokok secara garis besar, terdapat 3 (tiga) kebijakan pokok yang dibutuhkan dalam pemberdayaan koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu:37

1. menciptakan iklim usaha yang kondusif (conducive business climate) sekaligus menyediakan lingkungan yang mampu (enabling environment) mendorong pengembangan koperasi, UMKM secara sistemik, mandiri, dan berkelanjutan;

2. menciptakan sistem penjaminan (guarantee system) secara finansial terhadap operasionalisasi kegiatan usaha ekonomi produktif yang dijalankan oleh koperasi, UMKM; dan

3. menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical assistance and facilitation) secara manajerial guna meningkatkan status usaha koperasi, UMKM agar "feasible" sekaligus "bankable" dalam jangka panjang.

Kebijakan dan strategi pertama pada dasarnya merupakan penerjemahan dari fungsi pemerintah sebagai regulator dalam kegiatan ekonomi di masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah harus mampu mengembangkan regulasi-regulasi ekonomis yang dapat memberikan tingkat kepastian usaha sekaligus memberikan keberpihakan yang tepat kepada segenap pelaku UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.

37


(47)

Kebijakan dan strategi kedua pada dasarnya merupakan solusi terobosan terhadap adanya "gap" antara UMKM, dan perbankan/lembaga keuangan bukan bank, dalam hal permodalan/pembiayaan usaha. Secara empiris, selama ini UMKM terutama usaha mikro sangat sulit untuk memenuhi kriteria 5-C (character, condition of economy, capacity to repay, capital, collateral) yang merupakan aturan/mekanisme baku perbankan dalam penyaluran kredit untuk membiayai usaha dan permodalan.

Oleh karenanya wajar apabila selama ini pemerintah melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan lebih cenderung menciptakan sekaligus menyediakan skema "kredit program" yang lebih banyak bersifat "dana hibah bergulir" kepada berbagai kelompok masyarakat (pokmas) yang bergerak dalam usaha mikro. Skema kredit program tersebut merupakan salah satu alternatif strategi untuk membiayai kegiatan UMKM dan koperasi (terutama usaha mikro) yang berkesan lebih cenderung untuk "mengabaikan" kriteria 5-C yang diberlakukan kalangan perbankan.

Pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia menurut Wayan Suarja, dilakukan melalui:38

1. Meningkatkan kembali peran koperasi dan perkuatan posisi UMKM dalam sistem perekonomian nasional.

38

Wayan Suarja, “Kebijakan Pemberdayaan Ukm Dan Koperasi Guna Menggerakkan Ekonomi Rakyat Dan Menanggulangi Kemiskinan”, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, disampaikan dalam acara “Bimbingan Teknis Pengembangan UMKM dalam rangka Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan” yang diadakan oleh LPPM. IPB-Bogor, 7 dan 8 Nopember 2007.


(48)

2. Meningkatkan kembali koperasi dan perkuatan UMKM dilakukan dengan memperbaiki akses KUMKM terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar serta memperbaiki iklim usaha;

3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan; dan 4. Mengembangkan potensi sumberdaya lokal.

Untuk tujuan tersebut di atas, Kementerian Negara Koperasi dan UKM bekerjasama dengan instasi terkait dan Pemerintah Daerah Provinsi serta Pemerintah Daaerah Kabupaten/Kota, telah melaksanakan program-program pemberdayaan UMKM dan koperasi.

Kegiatan pembinaan Pemerintah terhadap koperasi, dilakukan secara efektif oleh Menteri yang ruang lingkup kerjanya meliputi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Kegiatan pemberdayaan ini secara nyata dan strategic terepresentasikan dalam usaha pemberdayaan koperasi oleh Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, yang secara terperinci meliputi aspek-aspek sebagai berikut:39

1. Penciptaan iklim usaha bagi koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM);

2. Pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif KUMKM; 3. Pengembangan sistem pendukung KUMKM;

4. Pemberdayaan usaha skala mikro;

5. Peningkatan kualitas kelembagaan koperasi;

39

Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Revitalisasi Koperasi dan UKM Sebagai Solusi Mengatasi Pengangguran dan Kemiskinan, (Jakarta: Kepmenkop, 2007), Hal. 4.


(49)

6. Kegiatan kerjasama internasional; 7. Program-program pendukung lainnya.

Penciptaan iklim usaha bagi koperasi dilakukan dengan penguatan status badan hukum koperasi, penyempurnaan undang-undang, dan lain-lain. Pengembangan kewirausahaan dilakukan dengan program-program yang secara sektoril langsung dilakukan ke lapangan-lapangan usaha koperasi. Pengembangan sistem pendukung dilakukan dengan linkage ke bank umum, penjaminan kredit, penerbitan SKIM, dan lain-lain.

Peningkatan kualitas kelembagaan dilakukan dengan kegiatan pemeringkatan koperasi, penilaian koperasi berprestasi dan koperasi award, dan lain-lain. Kegiatan kerjasama internasional dilakukan dengan pengembangan kerjasama luar negeri dan kunjungan-kunjungan Kementrian ke negara lain yang mempopulerkan koperasi.

Pemberdayaan usaha skala mikro dilakukan dengan peluncuran programprogram seperti Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM), Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK), Perkuatan Permodalan bagi Koperasi Sivitas Akademika (KOSIKA), dan tak ketinggalan Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (PERKASSA).


(50)

B. Pengawasan Koperasi

Pengawasan yang bertujuan untuk mencegah kesalahan yang mungkin terjadi adalah lebih bijaksana daripada memberi hukuman dan peringatan. Jadi, tugas pengawas sesuai UU No.25/1992 Pasal 39 adalah sebagai berikut:40

1. Pengawas bertugas:

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan

pengolaan koperasi

b. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya

2. Pengawas berwenang:

a. Meneliti catatan yang ada pada koperasi.

b. Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan

Di samping itu, karena pengawasan yang bersifat mencegah itu lebih baik dan lebih bijaksana, maka tugas pengawas hendaknya bertujuan:41

1. Memberikan bimbingan kepada pengurus dan karyawan kea rah keahlian

dan ketrampilan.

2. Mencegah pemborosan bahan/sumber daya, waktu, dan tenaga agar tercapai efisiensi perusahaan koperasi.

3. Menilai hasil kerja dengan rencana yang sudah ditetapkan. 4. Mencegah terjadinya penyelewengan.

5. Menyelesaikan atau Menjaga tertib administrasi secara menyeluruh.

Manfaat struktur pengawasan dalam koperasi dapat diuraikan dalam empat (4) butir penting, sedangkan lingkupnya dalam dua (2) butir sebagai berikut:

40

Hendrojogi, Op. cit, hal. 53

41

Sonny Sumarsono, Manajemen Koperasi, catakan pertama, (Jakarta: PT. Graha Ilmu, 2003), hal. 41.


(51)

1. Manfaat struktur pengawasan intern dalam koperasi

a. Mengamankan harta kekayaan koperasi sekaligus mencegah kebocoran b. Meningkatkan efektivitas dan efesiensi koperasi

c. Meningkatkan kepastian hukum dalam aturan main mekanisme koperasi

d. Sebagai instrumen audit untuk memudahkan penelusuran jika terjadi

pelanggaran

2. Lingkup struktur pengawasan dalam koperasi secara umum dibagi dalam

dua bidang sebagai berikut:

a. Struktur pengawasan intern manajemen. Tujuannya untuk memastikan

apakah pelaksana mentaati semua prosedur yang ada dengan benar dan apakah prosedur yang ada telah menjamin efesiensi. Sasarannya adalah: 1) tepat prosedur, dapat dinilai dari kecepatan menyelesaikan pekerjaan

dengan biaya yang lebih murah.

2) tepat pelaksana, berpengetahuan dan trampil, dapat dinilai dari tingkat kerajinan, ketelitian/kesalahan, dan volume pekerjaan yang diselesaikan.

3) tepat otoritas, pemisahan wewenang, delegasi, tanggung jawab dapat dinilai dari tingkat kepemimpinan, tanggung jawab terhadap pekerjaannya maupun pekerjaan bawahannya.

4) Struktur Pengawasan akuntansi. Tujuannya untuk memastikan

apakah semua transaksi telah dicatat dengan benar sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sasarannya: tepat prosedur, tepat jumlah/nilai, tepat waktu, tepat pencatatan, dan tepat otoritas.


(52)

Untuk mengukur apakah proses dan sistem pengawasan oleh anggota secara demokratis dilakukan di dalam sebuah koperasi dilakukan dengan benar, ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan atau dapat digunakan sebagai alat ukur, yakni sebagai berikut:

1. penyelenggaraan RA tahunan; 2. rasio kehadiran anggota dalam RA;

3. Rencana kegiatan (RK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Koperasi (RAPB) disyahkan dan Dilaksanakan; 4. Realisasi anggaran pendapatan koperasi;

5. Realisasi anggaran belanja koperasi; 6. Realisasi surplus hasul usaha koperasi; 7. Pemeriksaan intern dan ekstrn

Pengawas koperasi berdiri sejajar dengan pengurus. Ini artinya bahwa diantara keduanya tidak ada yang lebih atas atau membawahi. Keduanya sama sederajat dimata anggota dan didalam manajemen koperasi. Keduanya dipilih oleh anggota lewat RA, dan oleh karena itu keduanya bertanggung jawab pada RA, serta keduanya melaksanakan amanat RA didalam mengelola kegiatan sehari-hari walaupun dalam fungsi yang berbeda.42

Agar pelaksanaan pengawasannya baik atau efektif sesuai tujuannya, maka setiap anggota pengawas harus memiliki beberapa pengetahuan dasar sbb:43

1. Pengetahuan tentang perkoperasian, yang meliputi:

42

Ibid

43

Struktur pengawasan perlu dibuat secara tertulis sebab ada adagium: “tidak ada kesalahan, tidak ada sanksi, tanpa adanya suatu peraturan yang mendahului, harus ada kata sepakat dari orang yang berwenang”, dalam hal ini dapat diputuskan oleh RA, Pengurus, Pengawas, atau seseorang yang ditunjuk.


(53)

a. peraturan koperasi: UU koperasi, kepres/inpres, anggaran rumah tangga dan RA

b. organisasi dan manajemen: landasan, asas dan prinsip koperasi, struktur dan sejarah koperasi

c. pengetahuan usaha: produksi, jasa dan pemasaran

2. Pengetahuan akuntansi, antara lain: sistem pembukuan, analisa neraca R/L,

auditing, dan pembelanjaan.

3. Pengetahuan tentang hukum, meliputi antara lain: hukum pajak, hukum

dagang, dan hukum perburuhan

4. Kebijaksanaan pemerintah, seperti misalnya kebijaksanaan dibidang

ekonomi dan keuangan.

C. Pembinaan dan Pengawasan Independen dalam Koperasi

Lemahnya pengendalian atau penawasan intern merupakan salah satu penyebab utama terjadinya penyelewengan dalam suatu organisasi koperasi. Sebagai organisasi dibidang ekonomi dan sosial koperasi sangat rawan terhadap resiko kerugian. Kerawanan tersebut dapat bersumber dari unsur intern maupun ekstern.

1. Unsur-unsur intern

a. Adanya sifat manusia yang curang, ambisi, malas, ceroboh, mau menang sendiri, dan sekongkol.

b. Organisasi melibatkan banyak orang yang mempunyai karakter yang


(54)

c. Harta kekayaan koperasi relatif besar nilainya sehingga perlu diamankan.

d. Kegiatan usaha koperasi semakin kompleks sehingga perlu diatur

prosedur, pelaksanaan, dan otoritasnya secara baik. 2. Unsur-unsur ekstern

a. Adanya pihak-pihak atau oknum yang kurang menyukai kegiatan usaha

koperasi karena persaingan atau faktor-faktor lain.

b. Adanya kecenderungan dari oknum anggota koperasi yang cenderung

ingin mendahulukan kepentingan antara lain dengan cara: 1) memanfaatkan celah-celah aturan lemah

2) memanfaatkan kelemahan kepemimpinan koperasi

3) memanfaatkan kelemahan manajemen koperasi

Oleh karena sangat diperlukan pengawasan di dalam koperasi. Hal ini dinyatakan jelas di dalam UU No 25/1992 Pasal 21 (yang merupakan acuan dasar bagi terbentuknya sebuah koperasi), bahwa perlengkapan organisasi koperasi terdiri

dari RA.44 Pengawasan dilakukan secara langsung oleh para anggota secara

demokratis. Dalam kata lain, koperasi adalah organisasi demokratis yang dikontrol oleh anggotanya yang secara aktif berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan dan membuat putusan. Pengawasan bisa dilakukan oleh para anggota atau lewat lembaga khusus yang bertugas melakukan pengawasan. Hal ini bisa diputuskan

44

Menurut pasal 23 UU No. 25/1992, RA menetapkan: (1) AD, (2) kebijaksanaan umum, (3) pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawasan, (4) rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi serta pengesahan laporan keuangan, (5) pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya, (6) pembagian sisa hasil usaha, dan (7) penggabungan, peleburan, pembagian dan pembubaran koperasi. RA koperasi dibedakan dua (2) macam, yaitu RA biasa dan RA luar biasa.


(55)

dalam RA yang ditetapkan dalam anggaran dasar AD. Jadi pengawas bertanggung jawab kepada RA.

Dikatakan bisa dilakukan oleh anggota atau lembaga khusus, karena sesuai dengan UU. No.25/1992, keberadaan lembaga pengawas pada struktur organisasi koperasi bukan merupakan sesuatu yang diharuskan. Artinya, karena pengawasan terhadap koperasi pada dasarnya dilakukan secara langsung oleh para anggota, maka tidak semua koperasi wajib memiliki lembaga pengawas. Kebutuhan akan lembaga pengawas pada setiap koperasi sangat tergantung pada ukuran koperasi bersangkutan.

Namun demikian, seperti yang dikatakan oleh Sumarsono:45

Kehadiran sebuah lembaga yang secara khusus bertugas mengawasi pengurus, memungkinkan dilakukannya pengawasan secara lebih sistematik dan terlembaga terhadap berbagai aspek kegiatan pengurus. Dengan ditingkatkannya pengawasan terhadap berbagai aspek kegiatan pengurus, maka peluang terjadinya penyimpangan dan penyelewengan dalampengelolaan organisasi dan usaha koperasi diharapkan akan dapat dikurangi. Hal ini diharapkan akan meningkatkan kepercayaan anggota terhadap koperasi.

Penyusunan struktur pengawasan sebaiknya dibuat dalam bentuk tertulis berupa Surat Keputusan (SK) dimana keabsahannya harus diputuskan oleh pihak yang berwenang. Dalam kehidupan koperasi pihak berwenang paling tinggi adalah RA, kemudian Pengurus dan Pengawas serta Manager atau Kepala-kepala unit. Dalam pengesahan SK perlu diperhatikan segi kerumitan, bobot masalah dan biaya sehingga tidak semua SK harus disahkan oleh RA.

Walaupun pengawasan dilakukan oleh para anggota atau lewat lembaga pengawas, penanggungjawab implementasi struktur pengawasan intern adalah seluruh stakeholder yaitu: anggota (pengawas maupun bukan pengawas), pengurus,

45


(56)

manajer, dan karyawan. Pengawas bertanggung jawab menganalisis dan memastikan apakah pengurus, termasuk manajer telah memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan mengimplementasikan pengawasan intern di koperasinya.

Jika pengawasan dilakukan tidak lewat lembaga khusus melainkan oleh para anggota, maka anggota tersebut tidak dapat merangkap jabatan sebagai pengurus, sebab kedudukan dan tugas pengawas adalah mengawasi pelaksanaan tugas kepengurusan yang dilakukan oleh pengurus. Apabila terjadi perangkapan jabatan, maka laporan hasil pengawasan yang telah dilakukannya diragukan obyektivitasnya.46

D. Peran pemerintah dalam Pembinaan dan Pengawasan Koperasi 1. Peran pemerintah dalam Pembinaan Koperasi

Pembinaan terhadap koperasi sangat tergantung kepada responsivitas Pemerintah Daerah dalam memberikan alokasi anggaran dan mengaktifkan kegiatan yang terkait dengan ekonomi kerakyatan ini. Namun upaya mewujudkan harapan tersebut seringkali masih menemui kendala karena konflik kepentingan diantara para stake-holders di daerah dan karena penentuan prioritas pembangunan di daerah yang keliru. Sebagai misal, dana yang berasal dari APBD sekarang ini lebih banyak tersedot untuk pengeluaran rutin pegawai daripada untuk belanja modal yang bermanfaat bagi pelaku ekonomi kerakyatan. Angka rata-rata nasional menunjukkan bahwa 69% belanja APBD tersedot untuk

46

Firdaus, Muhammad dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian, Sejarah, Teori, & Praktek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 63.


(57)

belanja aparatur yang meliputi gaji, honorarium, belanja perjalanan dinas, dan sebagainya. Di masa mendatang para pejabat daerah perlu meningkatkan sisi belanja modal yang langsung bermanfaat bagi rakyat, termasuk diantaranya untuk pembinaan koperasi.47

Rendahnya produktivitas koperasi selama ini lebih disebabkan oleh lemahnya sumberdaya manusia di bidang manajemen, organisasi yang kurang profesional, penguasaan teknologi dan pemasaran yang lemah, serta rendahnya kualitas kewirausahaan dari para manajer koperasi. Masalah pengembangan juga bertambah rumit karena kebanyakan koperasi kurang difasilitasi dengan akses terhadap permodalan, informasi, pasar, teknologi dan faktorfaktor penunjang bisnis lainnya.

Oleh sebab itu, komitmen terhadap fasilitasi dan pemberdayaan juga harus diwujudkan dengan perangkat kelembagaan yang khusus dimaksudkan bagi koperasi. Saat ini jajaran Pemda sering menganggap bahwa pembinaan dan pemberdayaan koperasi hanya akan menyedot dana dan tidak menghasilkan tambahan pendapatan seperti halnya sektor-sektor industri besar yang membayar pajak dan retribusi relatif lebih tinggi. Pola pemikiran ini harus diubah sehingga harus ada satuan teknis yang khusus menangani koperasi serta alokasi anggaran yang memadai untuk program pembinaan.

Berdasarkan ketentuan dalam PP No. 38/2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, telah ditegaskan bahwa koperasi merupakan salah satu dari 26 urusan wajib yang

47

http://www.kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Akuntabilitas%20Anggaran%20 Publik.pdf. Diakses tanggal 23 Januari 2011.


(58)

harus diselenggarakan dengan baik oleh pemerintah daerah. Demikian juga, ketentuan dalam PP No. 41/2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata-Kerja Pemerintah Daerah telah mengatur bahwa urusan koperasi hendaknya dikelola oleh sebuah satuan direktif yang berbentuk dinas. Tetapi banyak daerah yang belum menempatkan pembinaan koperasi dan ke dalam Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) dalam bentuk dinas yang kuat. Sebagian masih dijadikan satu dalam urusan Bagian, Badan atau UPT tertentu. Kebanyakan daerah menempatkan urusan ini dalam Dinas Perindagkop (Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi) dengan prioritas urusan koperasi yang lebih rendah daripada urusan-urusan lainnya.

Dalam rencana jangka menengah, pihak pemerintah daerah hendaknya bisa memperbarui komitmen terhadap koperasi dengan menempatkannya ke dalam dinas khusus yang disertai dengan prioritas pendanaan dari APBD yang mencukupi. Ini harus dilakukan mengingat betapa pentingnya posisi koperasi dalam peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah dan masih banyaknya hambatan struktural maupun hambatan manajerial bagi kelompok pelaku usaha ini. Betapapun, komitmen harus diwujudkan dalam bentuk affirmative action atau tindakan keberpihakan. Yang dimaksud dalam hal ini ialah bahwa pemerintah memang harus melindungi koperasi yang kebanyakan merupakan kelompok usaha yang masih lemah dan mengalami banyak hambatan untuk bersaing dengan usaha-usaha berskala besar. Tentu saja Dinas Koperasi di daerah juga harus paham kapan saatnya melakukan exit strategy apabila koperasi


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan atas permasalahan tersebut di atas, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Tujuan badan pengawas dalam koperasi adalah membantu seluruh anggota manajemen agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif, dengan jalan memberikan analisis, penilaian, rekomendasi, saran dan keterangan dari operasi yang telah diperiksanya. Dan yang menjadi ruang lingkup badan pengawas meliputi pengujian serta pengawasan atas kelayakan dan efektifitas struktur pengendalian intern yang digunakan koperasi serta kualitas pegawai dalam melaksanakan tanggung jawabnya.

2. Wewenang pengawas koperasi secara garis besar meliputi pengawasan terhadap pengelolaan organisasi dan usaha koperasi secara umum, termasuk pemeriksaan terhadap kewajaran laporan keuangan koperasi. Sehubungan dengan pelaksanaan pengawasan tersebut, pengawas memiliki wewenang untuk meminta keterangan yang diperlukan dari pengurus koperasi atau pihak-pihak lain yang dianggap perlu. Selanjutnya pengawas wajib mempertanggung jawabkan laporan tersebut


(2)

dengan membuat laporan tertulis mengenai pengawasan yang dilakukannya serta menyampaikan kepada Rapat Anggota.

3. Rencana dan program badan pengawas adalah suatu rencana tindakan-tindakan atau langkah-langkah yang terperinci yang akan dilaksanakan dalam pemeriksaan. Dengan membuat program pengawasan yang baik, pengawas akan dapat melaksanakan pengawasan dengan baik. Tetapi sebaliknya tanpa program pengawasan, pelaksanaan pengawasan mungkin akan mengambang tanpa arah. Disamping sebagai petunjuk mengenai langkah-langkah yang harus dilaksanakan, rencana dan program badan pengawas juga merupakan alat pengendalian.

4. Salah satu tahap yang paling penting dalam pelaksanaan badan pengawas adalah penerbitan laporan pemeriksaan atas kegiatan yang telah dilaksanakan. Laporan kegiatan pengawasan tersebut haruslah mengungkapakn hal-hal yang penting dari hasil pengawasan. Laporan badan pengawas membantu pimpinan di dalam mengukur apakah struktur pengendalian intern yang ditetapkan telah berjalan sebagaimana mestinya. Laporan badan pengawas harus mampu melaksanakan fungsinya dalam memberikan jasa-jasa yang bersifat protektif dan kontruktif dari fungsi auditor kepada pihak manajemen.

B. Saran

1. Diharapkan badan pengawas dapat menjalankan tugas serta fungsinya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan dari dibentuknya badan


(3)

pengawas, dengan selalu memberikan penilaian, rekomendasi dan saran sehingga usaha serta tujuan Koperasi tersebut dapat berjalan dengan semestinya.

2. Perlu untuk meningkatkan perhatian kepada koperasi, sebab koperasi merupakan usaha yang berbasis kerakyatan, sehingga perhatian yang lebih terhadap koperasi akan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat pada tingkat menengah, terlebih-terlebih pada tingkat bawah

3. Diperlukan pelatihan khusus bagi keterampilan anggota badan pengawas dalam koperasi, sehingga dalam menjalankan fungsi pengawasannya, badan pengawas dapat bekerja secara professional.

4. Perlunya membuat sebuah program yang baik agar pengawas dapat menjalankan pengawasan dengan baik sehingga hal-hal yang menyimpang dalam koperasi dapat dihindari.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ahmed, Riazuddin, Cooperative Movement in South East Asia Obstacles to Development. Dalam Dr. Mauritz Bonow (Ed). The Role of Cooperatives in Social and Economic Development. London: International Cooperative Alliance, 1964.

Ali, Chaidir, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1999.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.

Anoraga, Pandji dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi ,Cet. Kedua (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997.

Arifin, Syamsul dkk, Hukum dan Koperasi, (Cooperation and Law), Medan: Universitas Medan Area Fakultas Hukum, 1985.

Djojohadikoesoemo, Margono R.M, Sepoeloeh Tahoen Koperasi. Batavia Centrum: Balai Poestaka, 1940.

Firdaus, M dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Gunadi, Tom, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, Bandung: Angkasa, 1981.

Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Handayaningrat, S, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994.

Hasan, Asnawi, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), Jakarta: UI Press, 1987.


(5)

Masngudi, Peranan Koperasi Sebagai Lembaga Pengantar Keuangan. Tidak diterbitkan. Disertasi Doktor pada Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1989.

Nurdin, Bahri, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai Alat Penunjang Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam “Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”, Jakarta: UII Press, 1989.

Raka, I.G.Gde, Pengantar Pengetahuan Koperasi. Jakarta: Departemen Koperasi, 1983), hal. 42.

Ridho, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni: 1986. Soedjono, Ibnoe, The Role of Cooperatives in The Indonesian Society. Dalam

H.J. Esdert (ED). Can Cooperatives Become the Motive Force in the Economic of Indonesia? Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 1983.

Soewartojo, J, Korupsi, Pola Kegiatan dan Penindakannya serta Peran Pengawasan dalam Penanggulangannya, Jakarta: Restu Agung, 1995. Subardi, A, Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah

Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 1992.

Sukamdiyo, Manajemen Koperasi, Jakarta: Erlangga, 1996.

Surianingrat, Bayu, Desa dan Kelurahan menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, Jakarta: Metro Pos, 1980.

W, Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendidian dan Modal Usaha, Jakarta: Kencana, 2005.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar 1945

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian


(6)

Internet

http://eprints.ums.ac.id/106/1/1._ahmad_sinala.pdf. Diakses tanggal 23 Januari 2011.

http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/prinsip-koperasi-indonesia.html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2028/eksistensi_koperasi. pdf. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_lntank_damar/id_6574 /title_ pembentukan-dan-pembubaran-koperasi/. Diakses tanggal 4 Nopember 2010.

http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2028/eksistensi_koperasi. pdf. Diakses tanggal 23 Januari 2011.

http://www.kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/Akuntabilitas%20Anggaran%20 Publik. pdf. Diakses tanggal 23 Januari 2011.

Susiloadi, Priyanto, Konsep dan Isu Desentralisasi dalam Manajemen Pemerintahan di Indonesia, http://fisip.uns.ac.id/publikasi/sp3_2_priyanto. pdf. diakses pada tanggal 12 April 2010.