34
2.3. GAMBARAN KLINIS SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK
Menurut kriteria Rotterdam 2003, sebagai standar baku emas diagnosis SOPK, 2 dari 3 hal berikut ini harus terpenuhi untuk menegakkan
diagnosis SOPK : 1Oligoanovulasi yang secara klinis didiagnosis sebagai oligoamenore siklus menstruasi 35 hari dan atau 10 x dalam setahun;
2Hiperandrogenisme baik secara klinis maupun biokimiawi serta 3 Morfologi ovarium yang polikistik
≥ 12 folikel pada masing -masing ovarium dengan ukuran diameter tiap folikel 2 – 9 mm dan atau volume ovarium 10
ml. Satu ovarium yang polikistik mencukupi dalam penegakan diagnosis. Pada tahun 2006, Androgen Excess Society AES dan SOPK Society
membentuk satuan kerja yang juga mengeluarkan definisi dari SOPK akan tetapi secara umum kriteria dari ketiganya mempunyai kemiripan, dengan
kriteria Rotterdam 2003 sebagai standar baku emas saat ini.
10,17,18
Tabel 2.1. Definisi dari sindroma ovarium polikistik menurut beberapa konsensus. ESHRE = European Society of Human Reproduction and
Embriology ; ASRM = American Society of Reproductive Medicine; NIH =
US.National Institutes of Health; AE PCOS Society = Androgen Excess Society Polycystic Ovarian Syndrome Society
.
10,17,18
Universitas Sumatera Utara
35
NIH 1990
Harus mencakup kedua kriteria dibawah ini : 1. Oligo-ovulasi
2.Hiperandrogenism
ESHRE ASRM, Rotterdam 2003
Mencakup setidaknya 2 dari 3 kriteria dibawah ini : 1. Oligo atau anovulasi
2. Gejala klinis dan atau laboratoris kelebihan androgen 3. Ovarium yang polikistik
dengan mengenyampingkan kelainan lain yang terkait
AE PCOS Society 2009
Harus mencakup kriteria dibawah ini 1.Hiperandrogenisme hirsutisme dan atau hiperandrogenemia
2.Disfungsi ovarium oligo ovulasi dan atau ovarium polikistik 3.Dengan mengenyampingkan kelainan lain yang terkait
1. Oligoovulasi atau anovulasi Siklus menstruasi normal mencerminkan fungsi ovulasi yang normal.
Sekitar 60-85 pasien SOPK memiliki gangguan menstruasi dan jenis yang paling sering adalah oligomenore dan amenore. Pemeriksaan awal
pada perempuan dengan gejala ini adalah kadar FSH dan E2 serum untuk mengeksklusi hipogonadisme hipogonadotropik gangguan sentral dan
premature ovarian failure . SOPK termasuk pada kategori anovulasi
normogonadotropik normoestrogenik kelas 2 WHO. Meskipun demikian, kadar LH serum pasien SOPK seringkali meningkat.
2,19,20
2. Hiperandrogenisme
Hiperandrogenisme pada Kriteria Rotterdam 2003 mencakup tanda-tanda klinis dan atau biokimiawi.
2,19,20,21
Universitas Sumatera Utara
36
a Hiperandrogenisme klinis Mencakup hirsutisme, akne, alopesia androgenic, dan tanda-tanda
lainnya. Hirsutisme adalah tanda kelebihan androgen yang paling jelas dan merupakan gejala yang penting pada SOPK. Penilaian hirsutisme
dilakukan dengan menggunakan skor Ferriman-Galwey yang dimodifikasi.
2,19,20,21,22
Gambar 2.2. Skor Ferriman-Galwey yang dimodifikasi mFG untuk penilaian hirsutisme. Setiap area diberikan skor 0-4 dan penilaian 9 area
tersebut dijumlahkan. Skor ≤15:hirsutis me ringan, skor 16-25: hirsutisme
sedang, dan skor ≥25: hirsutisme berat.
21
b Hiperandrogenisme biokimiawi Tanda biokimiawi hiperandrogenisme adalah peningkatan androgen di
sirkulasi. Androgen yang terpenting yang biasanya digunakan untuk diagnosis adalah testosteron. Androgen lain yang meningkat mencakup
Universitas Sumatera Utara
37
androstenedion, DHEA, dan DHEA-S. Di antara androgen tersebut, yang lebih sensitive untuk mendiagnosis hiperandrogenisme adalah
testosterone bebas free T atau free androgen index FAI. Pemeriksaan total T tidak sensitive untuk menilai kelebihan androgen karena sebagian
T akan diubah menjadi DHT yang lebih poten.
2,19,20
3. Gambaran ovarium polikistik Definisi gambaran ovarium polikistik criteria Rotterdam 2003 adalah
adanya 12 folikel atau lebih yang memiliki diameter 2-9 mm pada masing- masing ovarium danatau peningkatan volum ovarium 10mL. distribusi
folikel dan peningkatan ekogenitas stroma tidak termasuk dalam criteria penilaian ini.
2,19,20
Gambar 2.3. Gambaran Ovarium Polikistik pada ultrasonografi.
19
Dewaily dkk 2010 menemukan bahwa gambaran ovarium polikistik sendiri merupakan tanda dari hiperandrogenisme. Selain itu, ditemukan
bahwa kadar AMH serum juga berhubungan dengan jumlah folikel dan secara tidak langsung juga merupakan tanda dari hiperandrogenisme.
Sehingga dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk
Universitas Sumatera Utara
38
mendiagnosis SOPK, awalnya harus ditemukan oligo-ovulasi dan hiperandrogenisme.
19,20
Wijeyaratne et al menyatakan bahwa Prevalensi SOPK pada ras kaukasia, kulit hitam, dan hispanik di AS berturut-turut adalah 3,4 ; 4,7;
dan 13. Sementara di benua Asia, prevalensi dijumpai sebesar 2 di Cina, dan 6,3 di Asia selatan. Variasi etnis berhubungan dengan prevalensi
SOPK, terutama terkait keadaan hiperandrogenisme dan resistensi insulin. Kemungkinan hubungan SOPK dengan variasi etnis adalah karena pengaruh
genetika dengan etnis-etnis tertentu yang mempunyai kecenderungan gangguan metabolisme dan obesitas, yang mana hal tersebut kebanyakan
dipengaruhi lingkungan dan budaya.
23
2.4. RESISTENSI INSULIN PADA SINDROMA OVARIUM POLIKISTIK