12
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan adalah bekatul varietas campuran Ciherang dan IR 64 yang diperoleh dari desa Cibatok, Ciampea, Bogor.
Bahan pendukung yang digunakan untuk analisis adalah H
2
SO
4
pekat 36 N, H
2
SO
4
0,02 N, H
2
SO
4
0,325 N, NaOH 1,25 N, HCl 4 M, indikator Mengsel, pereaksi TBA, minyak goreng, heksan, alkohol, aquades, garam fisiologis,
agar PCA Plate Count Agar, dan agar EMB Eosine Methylene Blue. Alat-alat yang digunakan meliputi kertas saring, batu didih, cawan
porselin, cawan petri, mikrometer pipet, tip, oven, neraca analitik, desikator, penangas, tanur listrik, labu kjeldahl, soxhlet, autoklaf, freezer, quebec colony
counter, colormeter, pipet, tabung ulir, tabung reaksi, labu erlenmeyer, labu ukur, gelas piala, gelas ukur, termometer, sudip, dan pengaduk.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu penentuan waktu pengeringan bekatul segar, karakterisasi bekatul segar, stabilisasi dan
pengeringan bekatul, karakterisasi bekatul terstabilisasi, serta penyimpanan dan pendugaan umur simpan bekatul terstabilisasi dengan metode Arrhenius.
1. Penentuan waktu pengeringan bekatul segar
Bekatul sebagai bahan baku utama dalam penelitian ini mengandung lemak yang tinggi 15-19,7 . Kandungan lemak yang
tinggi dapat menyebabkan penurunan mutu produk berupa ketengikan. Ketengikan disebabkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi lemak dalam
bekatul. Keberadaan air yang berlebih dalam bahan menjadi faktor pemicu proses hidrolisis lemak. Oleh karena itu, perlu adanya proses
pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui lama waktu pengeringan
bekatul segar hingga mencapai kadar air 5 . Waktu pengeringan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai waktu pengeringan tepung
13 bekatul. Pengeringan bekatul segar dilakukan selama 6 jam dengan selang
waktu pengamatan setiap 30 menit. 2.
Karakterisasi bekatul segar Karakterisasi bekatul segar meliputi analisis fisikokimia dan
fungsional. Analisis fisikokimia meliputi: kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, TBA Thiobarbituric Acid, dan warna. Analisis
fungsional yang dilakukan adalah kelarutan dan swelling power, freeze thaw stability, water retention capacity WRC, dan oil retention capacity
ORC. Pengujian mikroba juga dilakukan untuk mengetahui mikroba yang tumbuh pada bahan. Pengujian mikroba meliputi total mikroba
metode TPC Total Plate Count dan uji bakteri Escherichia coli. 3.
Stabilisasi dan pengeringan bekatul Pembuatan tepung bekatul melalui 2 tahap yaitu pengukusan dan
pengeringan produk. Pengukusan bertujuan untuk menginaktivasi enzim dan membunuh mikroba penyebab ketengikan lemak sedangkan
pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air produk sehingga umur simpannya menjadi lebih lama.
Waktu pengukusan yang digunakan terdiri atas 3 taraf perlakuan waktu yaitu 5, 10, dan 15 menit. Bahan dikukus dalam pengukus yang
berdiameter 30 cm dengan tebal lapisan bahan + 1 cm. Bahan kemudian dikeringkan dalam tray dryer dengan loyang berukuran 26,5 x 26,5 cm
dengan ketebalan + 1 cm. Lama waktu pengeringan tepung bekatul diperoleh dari pengeringan bekatul segar pada Tahap 1.
Pembuatan tepung bekatul diawali dengan penggilingan bekatul segar menggunakan disk mill dan pengayakan menggunakan saringan 60
mesh. Ukuran mesh yang digunakan didasarkan pada ukuran tepung beras yang dijual di pasar. Bahan kemudian dikukus dengan 3 taraf perlakuan
waktu yaitu 5, 10, dan 15 menit. Saat pengukusan, bekatul dibungkus kain untuk mencegah bekatul jatuh ke saringan pengukus. Bahan kemudian
dikeringkan dalam tray dryer bersuhu 50
o
C, digiling, dan diayak dengan
14 saringan 60 mesh. Diagram alir pembuatan tepung bekatul disajikan pada
gambar berikut.
Gambar 5. Diagram alir pembuatan bekatul terstabilisasi 4.
Karakterisasi bekatul terstabilisasi Analisis yang dilakukan pada bekatul terstabilisasi meliputi fisiko
kimia dan fungsional serta pengujian mikroba seperti halnya pada karakterisasi bekatul segar, yaitu kadar air, abu, protein, lemak, serat
kasar, karbohidrat, TBA, warna, TPC, dan uji bakteri E. coli. Analisis fungsional yang dilakukan adalah kelarutan dan swelling power, freeze
thaw stability, WRC, dan ORC.
Penggilingan disk mill
Pengayakan 60 mesh
Bekatul terstabilisasi Bekatul kasar
Penggilingan disk mill Pengayakan 60 mesh
Pengukusan suhu 100
o
C selama 5, 10, dan 15 menit Bekatul giling
Pengeringan tray dryer bersuhu 50
o
C
15 Produk dengan waktu pengukusan 5, 10, 15 menit kemudian
dianalis secara statistik menggunakan analisis ragam Anova. Uji lanjut Duncan digunakan untuk menganalisis hipotesis data yang berpengaruh
nyata. Produk dengan waktu pengukusan terpilih akan diproduksi dan digunakan sebagai bahan baku pendugaan umur simpan dengan metode
Arrhenius. 5.
Penyimpanan dan pendugaan umur simpan bekatul terstabilisasi dengan metode Arrhenius
Selama penyimpanan produk dikemas dalam kemasan metallized yaitu campuran alumunium foil dengan plastik LDPE. Bobot bahan setiap
kemasan sebesar 40 gram. Produk disimpan dalam suhu 35, 45, dan 55
o
C selama 2 bulan. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali.
Parameter uji yang dilakukan setiap minggunya adalah kadar air, TBA, dan warna. Pengujian yang dilakukan pada awal penyimpanan dan
akhir penyimpanan adalah kadar air, TBA, warna, dan uji mikroba yang meliputi pengujian total mikroba TPC dan jumlah koloni E. coli.
Dalam pendugaan umur simpan produk diperlukan adanya titik kritis yang dipilih dari parameter uji yang telah dilakukan. Titik kritis
ditentukan oleh parameter yang paling mudah berubah dan berkaitan dengan kerusakan komponen kimia lainnya. Titik kritis yang diperoleh
selama penyimpanan misalkan kadar air. Kadar air yang diperoleh setiap minggunya diplotkan pada grafik hubungan antara lama penyimpanan
hari dan rata-rata penurunan mutuhari. Sumbu x menyatakan lama penyimpanan hari sedangkan sumbu y menyatakan rata-rata penurunan
mutuhari k. Langkah berikutnya adalah menentukan regresi linearnya. Setelah diperoleh persamaan regresi untuk masing-masing suhu
penyimpanan, dibuat plot dengan sumbu x menyatakan 1T dan sumbu y menyatakan ln k. Nilai k menunjukkan gradien dari regresi linear yang
didapat dari ketiga suhu penyimpanan, sedangkan T merupakan suhu penyimpanan yang digunakan.
16 Nilai regresi yang diperoleh dalam kurva hubungan 1T dan ln k,
digunakan untuk menentukan nilai konstanta penurunan mutu produk. Nilai konstanta penurunan mutu tersebut ditunjukkan seperti berikut.
k = k
o
.e
–ERT
Nilai k
o
menunjukkan konstanta penurunan mutu yang tidak tergantung pada suhu yang diperoleh dari ln nilai intersep persamaan
regresi. Nilai k menyatakan konstanta penurunan mutu pada suhu penyimpanan tertentu, sedangkan ER merupakan gradien yang diperoleh
dari nilai regresi. Selanjutnya umur simpan produk dihitung berdasarkan persamaan berikut:
t = [A
o
– A
t
] k
Keterangan: t = pendugaan waktu umur simpan produk
A
o
= nilai mutu awal produk A
t
= nilai mutu produk setelah waktu penyimpanan t K = konstanta penurunan mutu pada suhu normal
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN