Kebijakan Lingkungan Prosedur Identifikasi Aspek Lingkungan Penting

17 Gambar 6 Foto Prosedur Identifikasi Aspek Lingkungan PT Unilever Indonesia Tbk 18 Prosedur penetapan Aspek Lingkungan Penting ALP juga telah dijelaskan secara rinci, dimana penetapannya memiliki ketentuan umum, yaitu: 1. SHE Co-ordinator mengkoordinasikan pelaksanaan pembuatan Daftar Aspek Lingkungan, Penentuan Tingkat Dampak Lingkungan, Daftar Penggunaan Energi Sumber daya dan Dokumen Aspek Penting Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh Area Committee Leader masing – masing area. 2. Area Committee Leader menugaskan circle leader untuk melaksanakan pembuatan Daftar Aspek Lingkungan dengan melakukan identifikasi aspek dari setiap area dalam keadaan Normal, Abnormal dan Darurat. 3. Aspek yang diidentifikasikan dapat dikelompokkan dalam lima macam aspek: a. Aspek emisi ke udara Gas, Debu dan Suara b. Aspek penggunaan bahan baku Raw Packaging Material c. Aspek produk yang dihasilkan Produk Antara Produk Jadi d. Aspek pembuangan ke saluran air Effluent e. Aspek berupa Limbah Waste termasuk limbah berbahaya. Gambar 7 Hirarki Kontrol penanganan Aspek Lingkungan Hirarki Kontrol Kontrol 1. Eliminasi Hilangkan sumber-sumber limbah stop penggunaan material tertentu Menggantikan bahan sejenis yang lebih ramah lingkungan, misalnya chloroform diganti dengan dichloromethan Membuat area khusus dengan sistem drainase terpisah misalnya limbah diolah di WWTP Membuat SOP mengenai pembuangan limbah yang benar, OPL, guidance, control checklist 2. Substitusi 3. Separasi

4. Kontrol administrasi

Sampai ada metode yang lebih baik untuk kontrol 19 Gambar 8 Diagram penentuan aspek lingkungan penting Prosedur complain eksternal dibuat oleh bagian eksternal jika terdapat complain dari masyarakat mengenai gangguan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan. Prosedur complain eksternal secara garis besar meliputi pengecekan lokasi, pencatatan kejadian dan lama waktu kejadian, pelaporan, analisis resiko, rencana perbaikan dan langkah terakhir yaitu tindak lanjut perbaikan lapangan bila terjadi kerusakan lingkungan dan perbaikan sumber yang menimbulkan kerusakan. 4.3 Aspek Lingkungan Penting 4.3.1 Limbah B3 Berbagai kegiatan di dalam pabrik yang menghasilkan limbah B3 dapat dilihat pada lampiran 2. Limbah B3 PT Unilever Indonesia Tbk dikelola sesuai dengan PP No.18 Tahun 1999 Jo PP No.85 Tahun 1999 dengan periode frekuensi pemantauan setiap enam bulan sekali. Hasil pengukuran limbah B3 dapat dilihat pada lampiran 3. Pelatihan intern perusahaan mengenai limbah B3 dan sampah dilakukan agar karyawan dapat mengumpulkan limbah B3 sesuai dengan karakteristiknya. Karakteristik limbah B3 ditandai dengan simbol-simbol dampak pada setiap kegiatan dan setiap karyawan yang berhubungan dengan sumber B3 akan melakukan perlakuan khusus sesuai dengan tata cara yang tertulis pada prosedur ENG-HW-010. Jumlah limbah B3 yang dihasilkan PT Unilever Indonesia Tbk yang cukup tinggi akan sangat berbahaya bagi manusia seperti korosi, terbakar, kerusakan jaringan kulit dan menimbulkan kerusakan lingkungan apabila terkena tanah dan badan air. PT Unilever Indonesia menyusun tujuan, sasaran dan program yang berjudul Zero Landfill. Program ini bertujuan agar tidak ada limbah B3 yang keluar dari perusahaan sebagai barang yang tidak bernilai dan merusak lingkungan. Program ini dijalankan dengan cara mngelola dan memanfaatkan limbah sesuai dengan karakteristik limbah tersebut sehingga tidak ada limbah yang tersisa dan terbuang percuma. Menurut PP No.18 Tahun 1999 Jo PP No.85 Tahun 1999, bahwa prosedur yang dilakukan bila suatu badan usaha penghasil limbah B3 belum mampu dan memenuhi klasifikasi sebagai pengolah limbah B3, maka harus diserahkan pada pihak lain yang bersertifikasi oleh pemerintah sebagai pengolah limbah B3. 1. Limbah B3 Padat Limbah B3 padat yang berasal dari kemasan bahan baku yang mengandung B3 seperti drum plastik kemasan bahan baku dikembalikan ke supplier. Limbah padat yang berasal dari kemasan bahan baku yang mengandung B3 seperti jerigen plastik, plastik inner ex material beserta sarung tangan, masker bekas, dan kain majun dikumpulkan kemudian dilakukan pencucian di lokasi pabrik, kemudian dikerjasamakan dengan PT Tobirus Jaya, dimana air bekas cucain dialirkan ke dalam tangki effluent untuk selanjutnya digunakan dalam proses slurry making pada pembuatan deterjen bubuk. Untuk drum oli bekas dikumpulkan dan digunakan sebagai wadah oli bekas dan minyak kotor ex oil trap untuk selanjutnya dikirim ke PT Wastec International. Sementara untuk sludge dari WWTP akan di ambil oleh pabrik semen sebagai bahan baku. 20 21 2. Limbah B3 Cair Limbah cair yang mengandung B3 seperti laboratorium waste dikumpulkan lau dikerjasamakan dengan PT Wastec International. Dan untuk produk rejected, limbah cair ex CIP digunakan kembali dalam proses slurry making pada pembuatan deterjen bubuk dan apabila terdapat trouble akan dikirim ke PT Wastec International. Gambar 9 Denah Penyimpanan Limbah B3 PT Unilever Indonesia Tbk telah mempunyai sarana dan prasarana yang memadai untuk menampung dan mengelola limbah B3. Perusahaan juga telah melakukan tahapan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku serta mempunyai program pemanfaatan limbah B3 yang sangat baik. Hal ini menunjukan bahwa pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Unilever Indonesia Tbk sudah sepenuhnya efektif dan sebagai bentuk perbaikan secara terus menerus, perusahaan harus mempertahankan kinerja pengelolaan dan pemanfaatan limbah B3.

4.3.2 Limbah Cair

Berbagai kegiatan di dalam pabrik yang menghasilkan limbah cair dapat dilihat pada lampiran 2. Limbah cair dikelola sesuai dengan Estate Regulation PT Kawasan Industri Jababeka dan acuan baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dengan periode frekuensi pemantauan setiap enam bulan sekali. Hasil pengukuran limbah cair pada Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil pengukuran COD dari limbah cair yang telah dilakukan pada periode tahun 20122013 setiap bulannya menunjukkan adanya penurunan drastis nilai COD pada bulan Januari sebesar 6.261,2 ppm menjadi 590,4 ppm pada bulan Desember. Hal ini dikarenakan telah dilaksanakannya program Zero Effluent yang bertujuan memperbaiki nilai kualitas limbah cair tersebut, meskipun nilainya masih belum konstan berada dibawah nilai baku mutu yaitu 800 Ppm setiap bulannya. Dari hasil pengukuran pH limbah cair yang telah dilakukan pada periode tahun 20122013 setiap bulannya menunjukkan nilai pH yang selalu berada pada baku mutu yaitu dengan nilai 6 - 9. Pelatihan dilakukan oleh BENEFITA kepada karyawan perusahaan mengenai pengelolaan limbah cair dan manajer pengendali pencemaran air. Pelatihan dilakukan agar karyawan dapat mengelola limbah cair sesuai dengan 22 standar yang berlaku sesuai dengan tata cara yang tertulis pada prosedur ENG- WWTP-010. Jumlah limbah cair yang dihasilkan PT Unilever Indonesia Tbk dengan intensitas yang cukup tinggi akan menimbulkan pencemaran air permukaan, gangguan ekosistem lingkungan, kekurangan oksigen bawah air, penurunan kualitas air dan gangguan kesehatan pada manusia seperti penyakit kulit dan pencernaan. PT Unilever Indonesia Tbk mempunyai tujuan, sasaran dan program yaitu : 1. Zero effluent. Limbah cair yang telah diolah di WWTP akan dipakai kembali sebagai bahan baku proses produksi di pabrik HPC Powder sehingga tidak ada limbah cair yang dibuang keluar pabrik menuju IPAL kawasan Jababeka dan juga dapat meminimalisir cost production. Program ini menuntut nilai kualitas limbah cair dengan COD 800 Ppm agar dapat dipakai kembali sebagai bahan baku. 2. All Variant. Suatu program yang menggabungkan seluruh limbah cair dari seluruh produk HPC liquid untuk diolah secara bersamaan sehingga dapat meminimalisir energi, waktu, SDM, dan cost production. Limbah cair yang dihasilkan PT Unilever Indonesia Tbk di kelola pada unit Waste Water Treatment Plan di dalam pabrik. Sementara untuk limbah cair domestik dari kegiatan MCK dialirkan ke IPAL kawasan yaitu IPAL Jababeka. Gambar 10 Flowchart Waste Water Treatment Plan 23 Hasil pengukuran kualitas limbah Cair PT Unilever Indonesia Tbk menunjukkan bahwa nilai COD masih berada di atas nilai baku mutu sehingga perlu adanya perbaikan pada pengelolaan limbah cair dan peningkatan fungsi pada IPAL agar nilai nya berada dibawah baku mutu.

4.3.3 Emisi Udara

Berbagai kegiatan di dalam pabrik yang menghasilkan emisi udara dapat dilihat pada lampiran 2. Nilai ambang batas yang digunakan untuk mengukur emisi dalam ruang kerja adalah Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No.SE- 01MEN1997 dan untuk mengukur emisi luar ruangan kerja adalah PP No.41 tahun 1999. Pengambilan sample dilakukan setiap enam bulan sekali. Hasil pengukuran emisi udara dapat dilihat pada lampiran 5. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat pompa vakum midget impinger. Hasil pengukuran emisi udara selama empat semester pada periode tahun 20122013 yang dilakukan menunjukkan nilai temuan emisi yang sangat kecil dan berada dibawah nilai baku mutu baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Parameter yang digunakan yaitu NO 2, SO 2, H 2 S, NH 3, CO dan Debu TSP. Pelatihan intern perusahaan pengendalian sumber emisi udara dilakukan agar karyawan dapat melakukan tindakan pencegahan bahaya ISPA pada setiap sumber emisi. Prosedur pengukuran emisi udara dan pencegahan polusi terdapat pada modul pengoperasian mesin dan modul pengendalian operasional. Emisi udara yang dihasilkan PT Unilever Indonesia Tbk dengan intensitas yang cukup tinggi akan menimbulkan emisi gas rumah kaca, ISPA pada makhluk hidup, berkurangnya penglihatan dan gangguan lingkungan lainnya. PT Unilever Indonesia Tbk mempunyai tujuan, sasaran dan program yaitu : 1. Unilever Sustainable Living Plan Green House Gasses GHG, merupakan program internasional dari seluruh pabrik Unilever di dunia untuk mengelola dan memperbaiki kinerja lingkungan. Program GHG dilakukan untuk mereduksi efek gas rumah kaca dan emisi udara yang dihasilkan PT Unilever Indonesia Tbk dengan cara mengurangi konsumsi energi di dalam kantor, mengurangi GHG dari pendingin, melakukan pemakaian kembali pada sumber energi, dan mengurangi transportasi di dalam pabrik. 2. Pengukuran tingkat emisi. Pengukuran dilakukan pada kendaraan bermotor yang masuk ke dalam pabrik. Tujuannya untuk memantau tingkat pencemaran emisi udara pada lingkungan pabrik sehingga dapat dilakukan pengelolaan kualitas udara agar tercapai tingkat baku mutunya.