800.000,- per m
3
. Sedangkan penjualan dengan sistem borongan berdasarkan jumlah pohon berdiri tidak ada patokan harga tetap, namun terjadi tawar menawar
antara petani dan tengkulak, dengan sistem ini petani merasa lebih mudah karena dapat langsung memperoleh uang hasil penjualan bersih, terkait upah
pengangkutan dan penebangan sudah diurus oleh pihak pembeli.
4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Jenis Pohon
Faktor ekologis, ekonomi dan budaya telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa, ketiga faktor tersebut turut menentukan pemilihan jenis pohon
oleh petani hutan rakyat Suharjito 2000. Petani hutan rakyat di Desa Bojonggedang, Ciamis melakukan pemilihan jenis pohon yang akan ditanam di
lahan kebun miliknya berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki hasil penyuluhan oleh penyuluh kehutanan setempat, maupun diskusi dengan petani
lain berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ada. Jenis pohon yang umum terdapat di kebun milik petani adalah sengon dan
mahoni. Jenis pohon yang dominan berada di kebun milik petani adalah pohon sengon, sedangkan pohon mahoni digunakan sebagai pembatas kebun dengan
jumlah yang tidak terlalu banyak karena bukan menjadi jenis yang diprioritaskan untuk dijual. Tidak diperoleh informasi yang tepat sejak tahun berapa petani mulai
menanam jenis pohon sengon, karena jenis ini memang telah ada di kebun milik beberapa petani sejak puluhan tahun silam. Beberapa jenis pohon lain sempat
ditawarkan kepada petani berupa bantuan bibit melalui penyuluh kehutanan setempat, seperti jabon, kayu afrika, dan mindi. Namun pada akhirnya para petani
tetap mempertahankan jenis sengon sebagai pohon utama yang diproduksi di kebun mereka. Pertimbangan pemilihan jenis tersebut, tidak terlepas dari faktor
sosial budaya, ekonomi, dan ekologis.
4.4.1 Faktor Sosial Budaya
Komponen sub faktor pertimbangan petani terkait faktor sosial budaya yaitu turun temurun, adat istiadat, pengaruh masyarakat, dan pengaruh petani lain.
Pengelolaan hutan rakyat umumnya sangat kental dengan pengetahuan lokal masyarakat setempat. Pengetahuan lokal yang dimaksud dapat berupa
pengetahuan turun temurun dalam mengelola hutan rakyat maupun adat istiadat
masyarakat setempat yang berhubungan dengan hutan. Pemilihan jenis tanaman pada pengelolaan hutan di luar Pulau Jawa, salah satunya Tapanuli Utara,
Sumatera Utara sangat bergantung pada adat istiadat turun temurun daerah tersebut. Sinaga 2009 menjelaskan bahwa pengelolaan hutan rakyat di Desa
Sibaganding, Sumatera Utara senantiasa mempertahankan tradisi turun temurun dalam mengelola hutan rakyat dengan jenis kemenyan Styrax spp yang
diwariskan kepada anak laki-laki dalam suatu keluarga. Lain halnya dengan kondisi di Desa Bojonggedang, dimana tidak ada
budaya dan adat istiadat khusus yang berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat. Namun demikian, petani di Desa Bojonggedang dalam memilih jenis
pohon, tetap mempertimbangkan faktor sosial budaya yaitu pengalaman dari orang tua yang telah menanam sejak dahulu maupun mengikuti petani lain yang
sukses dalam menanam suatu jenis pohon dalam hal ini pohon sengon. Kebiasaan turun temurun oleh sebagian petani 57 dalam menanam pohon
sengon dikarenakan memang sebelum petani mulai mengusahakan hutan rakyat, di kebunnya telah terdapat pohon sengon peninggalan orang tua mereka.
Pada umumnya, petani hutan rakyat tidak terlalu terpengaruh pada jenis pohon baru yang ditawarkan kepada mereka jika jenis tersebut belum jelas
hasilnya. Salah satu penyebab fenomena ini terkait dengan umur petani yang rata- rata mencapai umur 56,8 tahun sehingga cukup sulit dalam menerima inovasi baru
dan cenderung bersifat konservatif. Hal ini berkaitan dengan pendapat Siahaan 2002 yang menyimpulkan bahwa umur berkaitan dengan peningkatan
pengetahuan masyarakat, sehingga terkadang petani lebih berfikir bahwa pendapat mereka lebih benar dan sulit menerima pendapat baru dari luar. Namun,
berdasarkan pemaparan petani, sebagian petani yang memilih mengusahakan pohon sengon di kebunnya, antara lain dikarenakan terpengaruh oleh petani lain
yang berhasil dalam mengusahakan pohon tersebut. Artinya petani yang memang cenderung baru dalam mengusahakan hutan rakyat jenis sengon ini, terlebih
dahulu melihat contoh konkrit dari keberhasilan petani lain sebelum dapat menerima pendapat dari luar. Secara umum, tidak semua petani menyatakan
sangat setuju dalam melakukan pertimbangan berdasarkan faktor sosial budaya
pada pemilihan jenisnya, dengan kata lain, faktor ini bukan alasan utama petani dalam menentukan pemilihan jenis, seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Sikap petani pada pertimbangan faktor sosial budaya
Sub Faktor Persentase
Sangat Setuju
Setuju Ragu-ragu
Tidak Setuju Sangat Tidak
Setuju Turun
Temurun 57
40 3
Adat Istiadat
7 20
67 6
Pengaruh Masyarakat
13 43
27 17
Pengaruh Petani Lain
27 20
36 17
4.4.2 Faktor Ekonomi