4.3.2 Sub sistem pengolahan hasil
Petani yang melakukan pengolahan hasil kayu dari pohon sengon yang telah ditebang, memanfaatkan kayu tersebut untuk keperluan pembangunan rumah
ataupun kandang ternak serta keperluan lain yang memerlukan bahan baku kayu sehingga petani tidak perlu membeli kayu dari luar. Petani melakukan kegiatan
pengolahan hasil dengan tujuan menggunakan hasil tersebut untuk kepentingan penggunaan pribadi dan tidak dijual. Hasil kebun yang dijual dan diuangkan oleh
petani tidak dalam bentuk kayu olahan, melainkan langsung dari tegakan di kebun seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Kayu untuk dijual, pemanenannya
diserahkan kepada pembeli langsung sehingga tidak ada kegiatan pengolahan hasil oleh petani sebelum dijual, begitu pula untuk hasil kebun selain kayu. Akses
masyarakat ke pasar penjualan kayu dalam bentuk log jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan akses ke pasar kayu olahan, hal ini menyebabkan petani
lebih memilih kemudahan dalam memasarkan hasil kebunnya tanpa perlu melakukan pengolahan terlebih dahulu.
4.3.3 Sub sistem pemasaran hasil
Hasil kayu dari hutan rakyat di lokasi penelitian dipasarkan langsung dalam bentuk tegakan saat masih berada di kebun. Dengan kemudahan akses
mereka terhadap pasar penjualan kayu, petani tidak ingin direpotkan dengan mengurusi penebangan pohon yang akan menambah biaya dan tenaga, serta
melakukan pengukuran kubikasi pohon. Petani tidak perlu lagi melakukan tahapan kegiatan pemanenan dikarenakan oleh kemudahan proses penjualan yang
ditawarkan tengkulak atau pembeli kayu. Proses pemasaran atau penjualan kayu oleh petani, tidak melalui tahapan yang panjang seperti penebangan, pembagian
batang, pengangkutan kayu, sampai penjualan ke pabrik gergajian. Seluruh proses pemanenan dan pengeluaran kayu dari kebun menuju pasar dilakukan oleh
pembeli. Dengan kata lain, proses pemasaran yang dilakukan petani hanya sebatas tawar menawar harga dengan calon pembeli sampai terjadi kesepakatan penjualan
kayu dari tegakan yang masih ada di kebun. Harga kayu sengon jika dijual dalam kubikasi mencapai Rp 600.000,- per m
3
untuk kayu dengan diameter 20 cm, sedangkan kayu dengan diameter 30 cm atau lebih harganya mencapai Rp
800.000,- per m
3
. Sedangkan penjualan dengan sistem borongan berdasarkan jumlah pohon berdiri tidak ada patokan harga tetap, namun terjadi tawar menawar
antara petani dan tengkulak, dengan sistem ini petani merasa lebih mudah karena dapat langsung memperoleh uang hasil penjualan bersih, terkait upah
pengangkutan dan penebangan sudah diurus oleh pihak pembeli.
4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Jenis Pohon