Hasil Validasi Pemodelan Hidrodinamika Pasang Surut Teluk Mayalibit Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat
25 Perbedaan kecepatan arus pasang surut ini dapat juga diakibatkan oleh
perbedaan interval waktu dari data arus pasang surut hasil model dan hasil pengukuran. Konstanta harmonik MS4 yang merupakan konstanta harmonik
perairan dangkal muncul pada hasil analisa ttide, baik model maupun pengukuran dengan selisih sebesar 16 cms dan beda fasa sebesar 9.44
atau 9 menit 36 detik. Grafik hasil analisa ttide selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.
Hasil analisa ttide menunjukkan bahwa komponen-komponen non-linier sangat intens di titik validasi. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi kecepatan arus
oleh konstanta perairan dangkal M4, M6, M8, M10, dan MS4 yang cukup besar terhadap total kecepatan arus. Kontribusi komponen non-linier perairan dangkal
terhadap arus total pengukuran adalah sebesar 82.25, namun kontribusinya lebih kecil pada hasil model, yaitu sebesar 5.89. Perbedaan ini dapat diakibatkan
karena perbedaan interval data yang digunakan antara model dan hasil pengukuran pada saat melakukan analisa ttide. Meski demikian, baik model maupun
pengukuran memiliki kesimpulan yang sama yaitu bahwa komponen-komponen non-linier perairan dangkal memiliki kontribusi relatif besar terhadap dinamika
massa air di wilayah perairan Teluk Mayalibit, khususnya di bagian jalurnya.
Grafik pencar scatter plot arus pasang surut hasil model dan pengukuran menunjukkan relevansi yang cukup baik dimana arus bergerak di sekitar sumbu
meridional utara-selatan Gambar 14. Arus bergerak ke Barat Laut sampai Utara atau masuk ke dalam teluk saat pasang dan bergerak ke Tenggara sampai
Selatan saat surut. Perbedaan kemiringan grafik yang dihasilkan antara model dan pengukuran terjadi karena perbedaan komponen arus yang digunakan. Hodograph
arus hasil model diplot berdasarkan komponen Zonal Barat-Timur dan meridional Utara-Selatan sedangkan Hodograph arus pengukuran diplot
berdasarkan komponen meridional saja karena keterbatasan data. Komponen arus zonal pada hasil model muncul karena titik validasi yang terletak dekat dengan
bagian jalur yang membelok pada arah Barat-Timur.
Perbedaan kemiringan grafik scatter plot antara arus hasil model dan pengukuran di titik validasi ini masih dapat ditolerir karena nilainya masih relatif
kecil yaitu sebesar 12.85 . Kecepatan arus komponen V hasil model pada
umumnya relatif lebih rendah dibandingkan hasil pengukuran. Hal ini dapat diakibatkan karena perbedaan interval data yang digunakan dimana arus hasil
model diplot dalam selang waktu 20 hari sehingga periode pasang purnama dan perbani masuk dalam perhitungan sedangkan arus pengukuran hanya 20 jam pada
periode menuju pasang purnama. Kecepatan arus maksimum hasil model saat pasang sebesar 57 cms dan saat surut sebesar 59 cms sedangkan kecepatan arus
hasil pengukuran mencapai nilai maksimum sebesar 151.92 cms saat pasang dan sebesar 54.28 cms saat surut.
26
Gambar 14. Grafik pencar scatter plot arus pasang surut di titik validasi antara hasil model dan pengukuran
Statistika arus hasil model dan pengukuran dapat dilihat pada Tabel 6. Arus yang dihasilkan model tampak memiliki perbedaan yang lebih kecil dengan
hasil pengukuran pada saat surut daripada saat pasang dengan nilai ketelitian model yang lebih besar Tabel 6. Perbedaan nilai yang relatif besar diakibatkan
oleh perbedaan interval waktu yang digunakan antara hasil model 20 hari dan pengukuran 20 jam.
Tabel 6. Statistika Arus Hasil Model dan Pengukuran Pasang
Surut dalam cms Model Pengukuran
Ketelitian Model
Model Pengukuran Ketelitian
Model Rata-rata
22.83 104.14
21.92 22.49
35.274 63.76
Min 10
8.07 76.08
10 2.26
22.6 Max
57 151.92
37.52 59
54.28 91.3
Arah Utara
Utara Selatan
Selatan 4.2. Elevasi dan Arus
Model disimulasikan selama 1 bulan untuk melihat pola elevasi dan arus saat pasang purnama spring tide dan saat pasang perbani neap tide. Gambar 15
dan 16 di bawah ini menunjukkan hasil simulasi model untuk pola elevasi dan arus saat pasang purnama sedangkan hasil simulasi saat pasang perbani dapat
dilihat pada Gambar 17 dan 18. Hasil simulasi model selama 1 bulan menunjukkan hasil yang stabil. Elevasi dan pola arus dicuplik selama satu periode
pasang tertinggi. Komponen V cms
K o
m p
o n
en U
cm s
27
Gambar 15. Hasil simulasi elevasi Teluk Mayalibit saat pasang purnama
Gambar 16. Hasil simulasi pola arus Teluk Mayalibit saat pasang purnama Pada saat menuju pasang, elevasi di batas terbuka selatan lebih tinggi
Gambar 15A yang mengakibatkan arus mengalir masuk ke dalam Teluk Gambar 16A. Perjalanan elevasi dan arus dari luar teluk ini terhambat dengan
keberadaan jalur teluk yang panjang dan sempit sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap kondisi elevasi dan arus di dalam teluk. Elevasi dan arus di
dalam teluk masih mendapat pengaruh dari kondisi pasang surut sebelumnya, yaitu saat surut terendah dimana elevasi lebih tinggi di utara Gambar 15A
sehingga arus bergerak ke luar teluk Gambar 16A. Kondisi ini berlangsung terus sampai mencapai pasang tertinggi Gambar 15B dan 16B. Pada saat menuju surut
sampai surut terendah terjadi kondisi yang berkebalikan dari sebelumnya. Elevasi di luar teluk lebih rendah di bagian batas terbuka selatan Gambar 15C sehingga
28 arus bergerak menuju laut lepas, sedangkan elevasi di dalam teluk lebih rendah di
bagian utara daripada di bagian selatan yang mengakibatkan arus bergerak lebih jauh ke dalam teluk atau ke utara Gambar 16C. Kondisi ini berlangsung terus
sampai mencapai surut terendah Gambar 15D dan 16D. Pada umumnya, kecepatan arus lebih besar saat surut dibandingkan saat pasang. Kecepatan arus di
dalam teluk saat menuju pasang berkisar antara 1 – 10 cms, sedangkan kecepatannya saat puncak pasang berkisar antara 1 - 3 cms dengan arah arus
dominan keluar teluk. Kecepatan maksimum sebesar 218 cms terjadi di jalur teluk. Kecepatan arus di dalam teluk saat menuju surut dan saat surut terendah
berkisar antara 1 – 10 cms dengan kecepatan maksimum sebesar 280 cms di jalur teluk.
Gambar 17. Hasil simulasi elevasi Teluk Mayalibit pada saat pasang perbani
Gambar 18. Hasil simulasi pola arus Teluk Mayalibit pada saat pasang perbani
29 Secara umum, elevasi dan arus saat pasang perbani memiliki pola yang
sama dengan saat pasang purnama. Pada saat menuju pasang, arus mengalir masuk ke dalam Teluk Gambar 18A. Keberadaan jalur teluk yang panjang dan
sempit kembali menghambat perjalanan elevasi dan arus dari luar teluk ini sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap kondisi perairan di dalam teluk.
Elevasi dan arus di dalam teluk masih mendapat pengaruh dari kondisi pasang surut sebelumnya, yaitu saat surut terendah dimana elevasi lebih tinggi di utara
Gambar 17A yang mengakibatkan arus bergerak ke luar teluk Gambar 18A. Kondisi ini berlangsung terus sampai mencapai pasang tertinggi Gambar 17B dan
18B. Pada saat menuju surut sampai surut terendah terjadi kondisi yang berkebalikan dari sebelumnya. Elevasi di luar teluk lebih rendah di bagian batas
terbuka selatan Gambar 17C sehingga arus bergerak menuju laut lepas sedangkan elevasi di dalam teluk lebih rendah di bagian utara daripada di bagian
selatan sehingga arus bergerak lebih jauh ke dalam teluk atau ke utara Gambar 18C. Kondisi ini berlangsung terus sampai mencapai surut terendah Gambar
17D dan 18D. Pada umumnya, kecepatan arus lebih besar saat surut dibandingkan saat pasang. Kecepatan arus di dalam teluk saat menuju pasang dan
saat puncak pasang berkisar antara 1 – 10 cms dengan arah arus dominan keluar teluk. Kecepatan maksimum sebesar 140 cms terjadi di jalur teluk. Kecepatan
arus di dalam teluk saat menuju surut dan saat surut terendah berkisar antara 1 – 5 cms dengan kecepatan maksimum sebesar 162 cms di jalur teluk. Besar
kecepatan ini lebih rendah dibandingkan dengan nilainya pada saat periode pasang purnama sehingga dapat diketahui bahwa arus lebih dipengaruhi oleh kondisi
pasang surut di wilayah kajian ini. Hal ini sejalan dengan hasil kajian DKP KRA pada tahun 2006 menunjukkan bahwa pola arus di Perairan Raja Ampat
didominasi oleh pengaruh angin, namun untuk wilayah teluk dan pulau-pulau kecil yang berdekatan, pola arusnya lebih dipengaruhi oleh pasang surut
PEMKAB RA 2006.
4.3.Pola Perambatan Gelombang Pasang surut
Hasil analisa data pasang surut perairan Teluk Mayalibit oleh ttide menunjukkan bahwa komponen semidiurnal M2 merupakan komponen yang
dominan amplitudo paling tinggi di wilayah ini. Komponen M2 dan K1 serta komponen-komponen M4-M8 kemudian diolah dan dianalisa lebih lanjut untuk
dapat diketahui perilaku atau pola perambatannya. Pola perambatan gelombang pasang surut M2 beserta fasanya dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20 di bawah
ini.
30
Gambar 19. Co-Amplitude M2
Gambar 20. Co-Phase M2 Pada umumnya, Amplitudo gelombang pasang surut M2 memiliki nilai 10
kali lebih rendah di dalam teluk daripada di luar teluk. Gelombang M2 mengalami reduksi atau pengurangan ketika masuk ke dalam teluk akibat celah atau jalur
teluk yang panjang, sempit dan berkelok. Gelombang pasang surut yang datang dari luar teluk tersebut mula-mula tertahan dan terakumulasi di stasiun 4 yang
memiliki topografi berupa belokan atau tikungan yang tajam sehingga mengakibatkan tingginya elevasi di titik tersebut. Gelombang melanjutkan
perjalanannya hingga masuk ke dalam teluk namun amplitudonya kini lebih rendah dari sebelumnya. Amplitudo gelombang pasang surut menjadi 10 kali lebih
rendah di dalam teluk. Gelombang M2 di dalam teluk mengalami keterlambatan fasa sebesar 180
atau sekitar 6 jam 12 menit Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kondisi yang berkebalikan antara pasang surut di dalam dan di luar teluk, ketika
elevasi di luar teluk sedang pasang maka pada saat yang sama di dalam teluk
31 sedang surut dan begitupun sebaliknya. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan
juga pada pola arus di dalam dan di luar teluk, terutama arahnya. Di luar teluk, arus akan bergerak masuk ketika pasang, namun pada saat yang sama di dalam
teluk arus akan bergerak ke luar karena saat itu sedang surut dan begitupun sebaliknya. Gelombang K1 yang merambat masuk ke dalam teluk memiliki pola
yang relatif sama dengan gelombang M2 dimana amplitudonya menjadi 10 kali lebih rendah di dalam teluk dan mengalami keterlambatan fasa sebesar 160
atau sekitar 12 jam Gambar 21 dan 22. Hasil simulasi fasa perambatan gelombang
K1 Gambar 23 semakin memperkuat terjadinya kondisi pasang surut beserta pola arus yang berkebalikan antara di dalam dan di luar teluk. Keberadaan jalur
teluk yang panjang dan sempit diduga kuat memiliki peranan yang besar dalam mempengaruhi sirkulasi massa air di dalam teluk.
Gambar 21. Co-Amplitude K1
Gambar 22. Co-Phase K1
32 Hasil simulasi dilanjutkan dengan menggambarkan pola perambatan
gelombang-gelombang perairan dangkal M4, M6, dan M8 yang merupakan gelombang berfrekuensi lebih tinggi dari gelombang M2 yang muncul akibat
faktor-faktor linier di wilayah kajian. Pola perambatan gelombang M4, M6, dan M8 dapat dilihat pada Gambar 23 di bawah ini:
Gambar 23. Co-Amplitude kiri dan Co-Phase kanan M4, M6, dan M8 Amplitudo gelombang pasang surut M4-M8 pada umumnya memiliki
perbedaan nilai yang signifikan antara di dalam dan di luar teluk dengan perbedaan hingga 10 kali Gambar 23A, 23B, dan 23C. Amplitudo mengalami
reduksi atau pengurangan nilai ketika masuk ke dalam teluk akibat kanal atau jalur teluk yang panjang, sempit dan berkelok. Amplitudo ketiga gelombang pasang
surut M4, M6, dan M8 dari perairan lepas di luar teluk mula-mula meningkat sampai di titik stasiun 4 karena terakumulasi oleh jalur sempit. Jalur yang
berbelok tajam di stasiun 4 membuat penjalaran gelombang terhambat dan sedikit demi sedikit mereduksi amplitudonya sehingga setelah melalui titik ini amplitudo
gelombang pasang surut menjadi lebih rendah sampai ke dalam teluk hingga mencapai sepersepuluh dari amplitudo gelombang pasang surut di luar teluk.
Perambatan gelombang pasang surut dari perairan lepas menuju ke pesisir atau teluk akan mengalami berbagai perubahan karena penurunan kedalaman atau
geometri pantainya Bowden 1983. Fasa gelombang pasang surut memiliki pola yang relatif berbeda untuk masing-masing konstituen. Komponen pasang surut
M4 di dalam teluk mengalami keterlambatan sebesar 2-3 kali periode pasang surutnya Gambar 23D. Hal ini dapat diakibatkan karena M4, berhubungan erat
33 dengan faktor –faktor non-linier yang sangat intens di teluk ini, khususnya dengan
keberadaan jalur teluk yang panjang dan sempit sehingga memungkinkan terjadinya transformasi gelombang pasang surut yang lebih besar. Kedalaman
yang dangkal dimana gesekan massa air dengan dasar juga dapat menjadi penyebab bagi keberadaan komponen-komponen non-linier pasang surut Bowden
1983. Komponen pasang surut non-linier lain, yaitu M6 dan M8 memiliki keterlambatan fasa yang jauh lebih besar di dalam teluk dan lebih fluktuatif karena
faktor-faktor non-linier seperti gesekan atau turbulen oleh topografi dasar perairan dimana
dapat menyebabkan kondisi gelombang pasang surut yang semakin kompleks Pariwono 1989
dan akibat periodenya yang lebih pendek. Beda fasa dari luar sampai ke dalam teluk bisa mencapai 3-5 kali periodenya Gambar 23E dan 23F.