Kondisi Oseanografi Teluk Mayalibit
6 adanya pertemuan penjalaran gelombang dari Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia, sedangkan komponen pasang surut diurnal lebih mendominasi di Perairan Indonesia bagian Barat seperti di Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Data
pengamatan yang dilakukan di pantai APSOR Suprau - Sorong menunjukkan bahwa kisaran tinggi pasang surut berkisar antara 1.15 – 1.80 m DISHIDROS
2005.
Pola arus di perairan Raja Ampat lebih banyak dipengaruhi oleh sirkulasi massa air Samudera Pasifik Barat Western Pacific Ocean yang bergerak dari
arah timur menuju barat laut North West dan sejajar dengan daratan Papua bagian utara. Ketika arus ini tiba di Laut Halmahera atau bagian utara Kepulauan
Raja Ampat, arus tersebut sebagian bergerak ke selatan dan sebagian berbalik menuju Samudera Pasifik. Arus ini dikenal sebagai Halmahera Eddie dan diduga
sebagian arus ini memasuki perairan Raja Ampat. Hasil penelitian DKP Raja Ampat pada bulan Maret 2006, didapatkan bahwa arus di Perairan Raja Ampat
didominasi oleh pengaruh angin, namun untuk wilayah teluk dan pulau-pulau kecil yang berdekatan pola arusnya, lebih dipengaruhi oleh pasang surut
PEMKAB RA 2006. Hasil pemantauan P2O LIPI pada tahun 2008 terhadap parameter fisis massa air di mulut Teluk Mayalibit menunjukkan adanya
keterkaitan yang erat antara dinamika massa air dengan pasang surut di wilayah perairan ini. Dengan kata lain, pemicu utama dinamika massa air atau arus di
perairan Teluk Mayalibit adalah pasang surut. Hasil pantauan arus oleh tim peneliti LIPI selama 20 jam di titik tambat yang berada di jalur teluk
menunjukkan kecepatan arus maksimum sebesar 150 cmdet pada saat pasang dan 100 cms pada saat surut.
Perairan Raja Ampat berbatasan dengan Samudera Hindia dan Pasifik, sehingga sifat dan kondisi fisik-kimia massa air, arus dan pasang surut
dipengaruhi oleh kedua samudera tersebut. Penyebaran suhu permukaan perairan dipengaruhi oleh Samudera Pasifik di bagian utara dan Laut Banda di bagian
selatan. Raja Ampat yang terletak di wilayah tropis memiliki suhu permukaan yang relatif hangat dengan variasi tahunan yang kecil. Berdasarkan pengamatan
Conservation International Indonesia CII, The Nature Conservancy TNC dan World Wild Fund WWF pada bulan November 2005 sampai dengan Juli 2006,
diperoleh suhu permukaan di perairan Raja Ampat berkisar antara 27.01 – 34.97
C dengan suhu rata-rata 29.16 C PEMKAB RA 2006. Hasil pengukuran suhu
oleh P2O LIPI pada tahun 2008 di Teluk Mayalibit menunjukkan bahwa nilai suhu berkisar antara 30.08
o
C – 33.73
o
C dengan rata-rata sebesar 31.18 ± 0.9
o
C. Suhu di lapisan dekat permukaan 1 m – 5 m memiliki nilai yang cenderung lebih
tinggi. Salinitas di lapisan permukaan perairan Raja Ampat berkisar antara 30 –
35 Psu, pada kedalaman 10 meter berkisar antara 32 – 35 Psu dan di Teluk Mayalibit berkisar antara 27,5 - 33,8 Psu DKP KRA 2006 dalam PEMKAB RA
2006. Nilainya tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran P2O LIPI pada bulan Nopember 2008 yang menunjukkan kisaran salinitas antara 27.05 - 32.4 Psu
di teluk ini
.
KP3K KKP 2015 menyatakan bahwa kecerahan di perairan Raja Ampat berkisar antara 4 - 23 m dengan rata-rata kecerahan 12,91 m. Kecerahan terrendah
berada di Teluk Mayalibit yang hanya mencapai 4 - 5 m. Hal ini karena tingginya tingkat kekeruhan perairan di Teluk Mayalibit yang disebabkan banyaknya bahan
7 tersuspensi, sedangkan kecerahan maksimum berada di perairan daerah Kofiau
yang mencapai 23 m. Hal ini diperkirakan karena lokasi ini berada pada kawasan perairan bebas cukup jauh dari daratan sehingga pengaruh bahan-bahan
tersuspensi yang berasal dari aktifitas daratan sangat kecil.