12
Selain merancang dan melakukan penyediaan teknologi kelautan yang berhubungan dengan nelayan, sebagai langkah awal menuju perbaikan sector
kelautan dan perikanan adalah melalui peningkatan wadah kelembagaan masyarakat pesisir. Teknologi yang diintroduksi adalah bubu besi yang dilengkapi
dengan, perahu motor, tali, katrol dan pelampung tanda, kesemuanya ini untuk peningkatan usaha nelayan dan pendapatan, Monintja dan Martasuganda 1991.
2.2.3 Pancing handline
Pancing merupakan alat penangkap ikan yang umum digunakan oleh nelayan di Indonesia. Berbagai modifikasi dilakukan yang disesuaikan dengan
lokasi dan tujuan penangkapannya. Alat penangkap ikan karang yang biasa digunakan oleh nelayan adalah pancing ulur atau handline. Pancing merupakan
salah satu jenis alat penangkap ikan yang terdiri atas rankaian tali temali yang bercabang dan pada tiap ujungnya diikatkan sebuah pancing. Karena diopeasikan
di dasar perairan, maka jenis rawai ini dinamakan rawai dasar Sadhori 1985 Pancing
handline adalah tipe pancing yang digunakan untuk menangkap ikan yang hidup didasar perairan, sehingga bentuk pancing ini agak berbeda
dengan rawai tuna. Perbedaaannya adalah jenis bahan yang digunakan dan cara pengoperasiannya Sudirman 2004.
Pancing perairan karang digunakan pada perairan yang dasarnya terdapat karang, atau terumbu karang yang memungkinkan mata pancing mudah
tersangkut atau terbelit di karang. Pada pancing perairan karang terdapat modifikasi pada bahan tali cabang, yaitu tali cabang dibungkus dengan bahan
kuralon sehingga posisi tali cabang tegak secara vertikal. Modifikasi ini dapat mengurangi peluang tersangkutnya mata pancing pada terunbu Subani dan Barus
1988.
2.3 Dampak Penggunaan Alat Tangkap di terumbu karang
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai di sepanjang garis pantai daerah tropis. Keberadaannya dibatasi oleh
parameter suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan Mawardi 2003.
13
Kawasan terumbu karang Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar dilihat dari produktifitas, keanekaragaman biota dan estetikanya.
Sumberdaya ini dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan keberlanjutannya dan kelestariannya. Upaya
pemanfaatan yang optimal perlu dilakukan agar dapat menunjang pembangunan secara berkelanjutan, dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan negara
Mawardi 2003. Kondisi terumbu karang di Indonesia saat ini terancam rusak dan sebagian
besar bahkan sudah rusak karena operasi penangkapan ikan yang tidak berwawasan lingkungan, pemanenan yang berlebihan, Limbah cair, sampah,
pengendapan lumpur dari sungai, budidaya pertanian, pertambangan dan polusi industri, aktivitas tourism, konstruksi pantai dan pemanasan global Mawardi
2003. Di pesisir dan lautan, kegiatan manusia seperti penambangan karang dengan
atau tanpa bahan peledak, pengerukan di sekitar terumbu karang, penangkapan ikan dengan bahan peledak Bengen D.G 2001, lalulintas pelayaran, pertambakan
dan lainnya telah menimbulkan masalah besar bagi kerusakan terumbu karang. Sebagai contoh kegiatan pelayaran di Teluk Jakarta, Selat Malaka, Semarang,
Surabaya, Lhokseumawe dan Balikpapan sudah memprihatinkan. Konsentrasi logam berat Hg di perairan Teluk Jakarta pada tahun 1977-1978 berkisar antara
0.002-0.35 ppm Dahuri R.et al. 1996. Penangkapan ikan hias dengan menggunakan bahan beracun misalnya
Kalium Sianida mengakibatkan ikan pingsan, mematikan ikan tanpa dikriminasi, karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang. Penangkapan ikan dengan
ba-han peledak akan memati-kan karang dan biota avertebrata. Bengen D.G. 2001,
Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu penggunaan bahan-bahan peledak, bahan
beracun sianida, dan juga aktivitas penambangan karang untuk bahan bangunan. pembuangan jangkar perahu, dan sedimentasi tanah akibat meningkatnya erosi
dari lahan atas. Kegiatan perikanan destruktif ini tidak hanya dilakukan oleh nelayan tradisional, tetapi juga oleh nelayan-nelayan modern dan juga nelayan
14
asing yang melakukan kegiatan pencurian ikan di perairan nusantara Mastra 2003.
Faktor internal yang mempunyai dampak terhadap terumbu karang diantaranya adalah penggunaan teknologi, alat dan bahan tangkap yang merusak.
Armada dan alat tangkap yang digunakan berkembang cukup pesat, terutama setelah adanya akses transportasi, khususnya laut, Terbukanya akses ini menandai
dimulainya transaksi ekonomi, khususnya penjualan hasil produksi perikanan yang memberikan kemampuan bagi nelayan untuk membeli dan mengembangkan
armada dan alat tangkap Mastra 2003. Mulanya nelayan hanya menggunakan armada dan alat tangkap yang sangat
sederhana, yaitu perahu dayung dan beberapa perahu motor dengan alat yang utama, yaitu: pancing, bubu dan jaring serok. Dengan terbukanya akses
transportasi dan pasar, maka semakin banyak nelayan yang membeli danatau menguasai armada tangkap dengan teknologi dan kapasitas yang lebih tinggi,
seperti motor tempel dan kapal motor. Demikian juga dengan alat tangkap dan bahan yang digunakan semakin bervariasi, seperti: bom, berbagai jenis pancing,
jaring dan bagan. Bahan dan Alat Tangkap yang Merusak
Bom
Meskipun penggunaan bom ikan telah dilarang, tetapi disinyalir praktek penangkapan dengan alat dan bahan ini masih berlangsung. Menurut
narasumber pemakaian bom mulai berkurang yang diindikasikan bunyi ledakan bom sudah tidak terdengar lagi di kampung-kampung yang
berdekatan. Tetapi bukan berarti bahwa perairan ini sudah bebas dari kegiatan pengeboman. Kegiatan ini masih ada, tetapi sudah sangat berkurang dan sulit
diidentifikasi karena semakin jauh dari permukiman dan wilayah tangkap nelayan lokal. Kegiatan pengeboman ikan masih dilakukan oleh nelayan dari
luar, seperti nelayan dari Madura dan Jawa. Menurut Mc.Collan et al 2008 bahwa kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh bom merupakan salah
satu penyebab kerusan terumbu karang terbesar di wilayah Asia Tenggara. Selain itu bom juga menyebabkan banyaknya rubble di ekosistem terumbu
karang sehingga merusak tutupan karang Raymundo et al. 2007.
15
Penggunaan bom di perikanan karang di Indonesia sudah merebak, sudah seharusnya mempertimbangkan penggunaan alat tangkap tradisional untuk
menjaga kelestarian terumbu karang Erdmann 1995.
Potas
Sebagian kecil nelayan masih menggunakan racun potas untuk menangkap ikan. Potas terutama digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang yang
mempunyai harga jual tinggi. Meskipun penggunaan potas sulit untuk dideteksi, menurut beberapa nelayan lokal, mereka kadangkala melihat
nelayan luar menggunakan potas di perairan.
Bubu
Bubu adalah alat untuk menangkap ikan-ikan karang. Penggunaan alat tangkap bubu dapat merusak terumbu karang, karena sebagian alat ini
diletakkan di sekitar karang dan diberi pemberat yang juga berasal dari batu karang.
Faktor eksternal yang mempunyai dampak terhadap terumbu karang antara lain adalah meningkatnya permintaan, lemahnya pengawasan dan adanya konflik
kepentingan. Permintaan pasar yang cukup tinggi terhadap jenis-jenis ikan karang hidup secara tidak langsung juga memicu kerusakan terumbu karang bisnis yang
sangat menguntungkan ini, apabila tidak dipantau akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekologis. Pemanfaatan sumber daya laut di wilayah perairan
melibatkan berbagai pihak. Berbagai stakeholders, dengan kepentinganya masing- masing terlibat dalam pemanfaatan sumber daya laut di wilayah ini. Dalam
kegiatan pemanfaatan oleh para stakeholders tersebut tidak hanya menimbulkan persaingan antar mereka, tetapi juga memicu adanya konflik. Konflik tersebut
muncul tidak hanya dikarenakan oleh adanya persaingan karena mempunyai kepentingan yang sama, tetapi juga dikarenakan perbedaan kepentingan yang
mencolok Mastra 2003. Dari berbagai rilis penelitian dan beberapa analisa lapangan, tergambar
bahwa laut dan utamanya terumbu karang telah lama menjadi media sosial, budaya dan ekonomi. Selain fungi sosial budaya, seperti aturan budaya sasi di
Maluku, laut atau terumbu karang juga menyimpan nilai ekonomi yang sangat besar. Penggunaan bahan peledak, racun sianida dan pengambilan batu karang,
16
hanya akan memberikan keuntungan jangka pendek pada beberapa orang pengusaha bermodal besar saja, tetapi merugikan seluruh masyarakat pada masa
datang Aziz 2008. Penangkapan ikan dengan bius memberikan manfaat sebesar 33.000 dolar
AS per kilometer persegi terumbu karang dalam jangka waktu analisis sekitar 25 tahun. Tetapi kerugian yang ditimbulkan akibat penurunan hasil tangkapan dan
pariwisata sebesar 43.000 - 476.000 dolar AS per tahun perkilo meter persegi. Manfaat yang didapat perorangan dari penangkapan dengan bahan peledak hanya
15.000 dolar AS, tetapi kerugiannya mencapai 98.000-761.000 dolar AS per kilometer perseginya, karena fungsi daya dukung perikanan menurun, fungsi
perlindungan pantai hilang dan fungsi pariwisata habis Aziz 2008.
2.4 Teknik Penangkapan ikan