Emisi Gas Rumah Kaca

7 fibrik. Kandungan C-organik gambut dapat bervariasi dari 12-60. Kisaran besaran ini menunjukkan jenis bahan organik, tahap dekomposisi dan kemungkinan juga metode pengukurannya Andriesse, 2003. Kadar abu pada gambut alami yang belum terganggu tergolong rendah. Kadar abu yang rendah menunjukkan bahwa tanah gambut tersebut miskin. Semakin tinggi kadar abu, maka semakin tinggi mineral yang dikandungnya. Radjagukguk 1997 di dalam penelitiannya menyatakan bahwa kadar abu gambut Indonesia berkisar 2,4-16,9. Semakin dalam ketebalan gambut, makin rendah kadar abunya. Kadar abu sangat dalam 3m sekitar 5, gambut dalam dan tengahan 1-3m berkisar 11-12 dan gambut dangkal sekitar 15 Noor, 2001.

2.2 Emisi Gas Rumah Kaca

Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer saat ini terus menjadi perhatian serius dari masyarakat global karena pengaruhnya terhadap lingkungan. Pembakaran energi fosil karbon dan konversi hutan hujan tropis menjadi sorotan utama penyebab pelepasan gas rumah kaca seperti CO 2 , CH 4 dan N 2 O. Gas-gas tersebut merupakan gas rumah kaca yang utama dari lahan gambut. Emisi CO 2 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan emisi CH 4 walaupun dikalikan dengan global warming potensialnya setinggi 21 kali CO 2 . Dalam mempresentasikan emisi dari lahan gambut, data emisi CO 2 sudah cukup bisa digunakan jika pengukuran gas lainnya sulit dilakukan Hooijer et al., 2006. Barchia 2006 menyatakan bahwa kebakaran lahan gambut pada tahun 1997 di Indonesia menghasilkan emisi karbon sebesar 156,3 juta ton atau 75 dari total emisi karbon dan 5 juta ton partikel debu. Kemudian informasi ini diperbaharui di mana tahun 2002 diketahui bahwa jumlah karbon yang dilepas selama terjadinya kebakaran hutan dan lahan tahun 19971998 adalah sebesar 2,6 milyar ton. Apabila lahan gambut yang merupakan tempat akumulasi karbon carbon reservoir yang tersimpan selama ribuan tahun, kemudian dikelola dengan tidak bijaksana, laju pelepasan CO 2 dan CH 4 dapat meningkat. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang paling besar kontribusinya terhadap pemanasan global. Konsentrasi alaminya hanya 0,03 persen di 8 atmosfer, namun dapat dimanfaatkan tanaman untuk proses fotosintesis. Bila tanaman dan hewan mati, kandungan karbon akan terlepas dalam bentuk karbon dioksida, demikian pula dengan kegiatan membakar kayu dan bahan bakar fosil. Tanah secara alami juga mengandung karbon sampai 50 dari berat keringnya bisa berupa bahan organik yang membusuk sebagian. Bahan organik jika terdekomposisi dapat menghasilkan karbon dioksida. Gas CO 2 memiliki waktu urai hingga 50-200 tahun dan memiliki daya tangkap sinar matahari seperti efek rumah kaca. Dari jaman pra industri tahun 1750-1800, konsentrasi CO 2 telah bertambah dari 280 ppmv part per million volume menjadi 353 ppmv pada tahun 1990. Saat ini laju penambahan CO 2 di atmosfer rata-rata berjumlah 1,8 ppmv. Kehadiran gas CO 2 memberikan kontribusi besar terhadap kenaikan suhu permukaan bumi dan IPCC menyarankan agar emisi gas CO 2 sekurang-kurangnya 60 dari emisi gas yang dikeluarkan saat ini Bapppenas, 2004.

2.3 Emisi Karbon Dioksida dari Lahan Gambut