Lokasi dan Waktu Penelitian Pembuatan Ekstrak Pembuatan Sediaan Salep Pengujian Aktivitas SEEKP Terhadap Penyembuhan Luka

20

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental meliputi pengambilan dan pengolahan sampel, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pemeriksaan skrining fitokimia, pembuatan salep ekstrak etanol kulit buah petai SEEKP dan uji aktivitas penyembuhan dari luka sayat.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2013 di Laboratorium Obat Tradisional, Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Farmakologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, aluminium foil, kertas saring, neraca kasar Ohaus, neraca digital Vibra, blender National, lemari pengering, oven listrik, seperangkat alat perkolator, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, sudip, pinset, pisau cukur, pH meter Hanna Instrument, desikator, mortir dan stamfer, mikroskop Boeco, BM-180, Halogen Lamp, rotary evaporator Heidolph VV-300, scalpel dengan balde no.5, spatula, spuit, jangka sorong, tanur, gunting, cawan porselin berdasar rata, kurs porselin tertutup, penangas air, dan pot plastik.

3.2.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: kulit buah petai, dan beberapa bahan kimia yang digunakan adalah: etanol 70, air suling, kalium 21 iodida, merkuri II klorida, bismut nitrat, asam nitrat, iodium, α-naftol, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, methanol teknis, eter minyak tanah teknis, etil asetat teknis, kloralhidrat, timbal II asetat, besi III klorida, kloroform, natrium hidroksida, natrium klorida, asam klorida pekat, vaselin, injeksi lidocain 2 ml. 3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.3.1 Larutan pereaksi Mayer Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g merkuri dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100 ml Ditjen POM,1995.

3.3.2 Larutan pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.3.3 Larutan pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut III nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.3.4 Larutan pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995. 22

3.3.5 Larutan pereaksi Lieberman Bourchard

Sebanyak 2 bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat Ditjen POM, 1995.

3.3.6 Larutan pereaksi besi III klorida 1

Sebanyak 1 g besi III klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.3.7 Larutan pereaksi timbal II asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal II asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida sebanyak 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.3.8 Larutan pereaksi asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat P 9,808 bv Ditjen POM, 1995.

3.3.9 Larutan pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.3.10 Larutan pereaksi asam nitrat 0,5 N

Larutan asam nitrat P 31,5 bv Ditjen POM, 1995.

3.3.11 Larutan kloralhidrat

Larutan 50 g kloralhidrat P dalam 20 ml air Ditjen POM, 1995.

3.4 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengambilan sampel, identifikasi tanaman, serta pengolahan sampel.

3.4.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu diambil dari satu daerah saja tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari daerah lain. 23 Bahan penelitian ini adalah kulit buah petai yang diambil dari pajak Sei sikambing, Kecamatan Medan Helvetia. Sumber diambil dari daerah Pancur Batu, Kecamatan Medan Tuntungan, Provinsi Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Peneliti Biologi–LIPI Bogor Lampiran 1 halaman 43.

3.4.3 Pembuatan simplisia

Biji buah petai dikeluarkan dari kulit buah, dibuang pinggiran kulit dan tangkai buah petai, kemudian kulit buah petai dipotong dengan ukuran 3x3 cm dan dicuci bersih, ditiriskan, kemudian ditimbang berat basah yaitu 3 kg, dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40-60ºC sampai simplisia rapuh, kemudian ditimbang berat simplisia menjadi 1,065 kg. Simplisia diserbuk menggunakan blender dan ditimbang berat, kemudian disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Ditjen POM, 1995.

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap kulit buah petai segar dan simplisia dengan cara mengamati bentuk, bau, warna, dan rasa. 24

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik ini dilakukan terhadap irisan melintang kulit buah petai segar dan serbuk simplisia. Pemeriksaan mikroskopik untuk irisan melintang kulit dari buah petai segar dilakukan sebagai berikut: dibuat irisan melintang kulit buah petai. Hasil irisan tipis diletakkan di atas objek glass kaca objek lalu ditetesi larutan kloralhidrat, dipanaskan dengan lampu spiritus, ditutup dengan deck glass kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop pada berbagai perbesaran. Pemeriksaan mikroskopik untuk serbuk simplisia dilakukan sebagai berikut: sejumlah serbuk simplisia ditaburkan merata diatas objek glass kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop pada berbagai pembesaran.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi Destilasi Toluen. Alat meliputi labu alas bulat 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, pendingin, tabung penyambung, pemanas. Cara kerja: a. Penjenuhan Toluen Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian di destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. 25 b. Penetapan Kadar Air Simplisia Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen jenuh tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen Ditjen POM, 1995.

3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian di biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Ditjen POM, 1995.

3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol 95, uapkan 20 ml filtrat hingga 26 kering dengan cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol 95 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1995.

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam kurs porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600ºC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1979.

3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Depkes RI, 1979.

3.6 Pemeriksaan Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak kulit buah petai meliputi pemeriksaan senyawa golongan steroidatriterpenoida, alkaloida, glikosida, flavonoid, tanin dan saponin.

3.6.1 Pemeriksaan steroidatriterpenoida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrid dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul 27 warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroida triterpenoida Harborne, 1987.

3.6.2 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut: a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning. b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat akan terbentuk endapan berwarna coklat-hitam. c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan diatas Ditjen POM, 1995.

3.6.3 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96 dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform dan 2 bagian volume isopropanol. Diambil lapisan air kemudian ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat 28 terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula Ditjen POM, 1995.

3.6.4 Pemeriksaan flavonoida

Larutan Percobaan: Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40 o C. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Cara Percobaan: a. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 96, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asama klorida pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya flavonoida glikosida-3-flavonol. b. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol 96, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida Ditjen POM, 1995.

3.6.5 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi III klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1986. 29

3.6.6 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin Ditjen POM, 1995.

3.7 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara perkolasi. Prosedur pembuatan ekstrak: Sebanyak 300 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup, dibasahi dengan etanol 70, kemudian direndam selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam alat perkolator sambil tiap kali di tekan hati-hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan jika perkolat yang keluar telah jernih. Perkolat yang diperoleh, dipekatkan dengan alat rotary evaporator. Kemudian dikeringkan diatas waterbath lebih kurang 24 jam dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 85 gram Ditjen POM, 1995.

3.8 Pembuatan Sediaan Salep

Sediaan dibuat dalam 3 formula yaitu F1 formula salep tanpa ekstrak etanol kulit buah petai, F2 formula SEEKP konsentrasi 2,5, dan F3 formula SEEKP konsentrasi 5. 30 Sediaan salep dibuat dalam 100 g dengan menggunakan formula sebagai berikut: 1. Formula salep ekstrak etanol kulit buah petai 2,5: R Ekstrak kulit buah petai 2,5 g Vaselin ad 100 g 2. Formula salep ekstrak etanol kulit buah petai 5: R Ekstrak kulit buah petai 5 g Vaselin ad 100 g Cara Pembuatan: Timbang semua bahan, masukkan ekstrak etanol kulit buah petai ke dalam lumpang, tambahkan 3 tetes etanol, gerus homogen. Kemudian tambahkan vaselin sedikit demi sedikit, gerus homogen.

3.9 Pengujian Aktivitas SEEKP Terhadap Penyembuhan Luka

Pengujian aktivitas SEEKP terhadap penyembuhan luka menggunakan hewan percobaan kelinci jantan sebanyak 3 ekor, masing-masing kelinci diberi 4 perlakuan sebagai berikut: Perlakuan 1: kelinci yang diberi betadine salep F1 Perlakuan 2: kelinci yang diberi tanpa ekstrak F2 Perlakuan 3: kelinci yang diberi formula SEEKP konsentrasi 2,5 F3 Perlakuan 4: kelinci yang diberi formula SEEKP konsentrasi 5 F4 Berikut ini adalah langkah-langkah pengujian ekstrak etanol kulit buah petai terhadap penyembuhan luka, sebagai berikut: 31 a. Hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah kelinci jantan sebanyak 3 ekor dengan berat 1,8–2,0 kg. Sebelum digunakan untuk percobaan, semua kelinci jantan di aklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari untuk menyesuaikan dengan lingkungan Tembhurne and sakarkar, 2012. b. Bahan Pada pengujian tersebut di perlukan bahan seperti lidokain 2 ml sebagai anastesi lokal, betadine salep sebagai kontrol positif, vaselin sebagai dasar salep dan salep ekstrak etanol kulit buah petai sebagai bahan uji. c. Cara kerja Terlebih dahulu bulu pada punggung kelinci dicukur dan ditandai pada bagian punggung kelinci tersebut dengan ukuran ± 2 cm, kemudian dianastesi lokal dengan injeksi lidokain di bagian kulit yang telah diberi tanda. Kemudian kulit yang telah dianastesi diberi perlakuan penyayatan sesuai dengan ukuran tanda yang telah dibuat berbentuk garis lurus dengan kedalam luka ± 0,5 cm. Kulit yang telah disayat, dibiarkan selama 24 jam lalu dioleskan salep secara merata dipermukaan kulit tersebut. Pengamatan di lakukan dengan mengukur perubahan panjang luka setiap hari. Luka dinyatakan sembuh jika luka sudah tertutup rapat.

3.10 Analisis Data