5 Air berkaitan erat terhadap daya awet bahan. Pengurangan air baik
melalui pengeringan maupun penambahan bahan penguap bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan
mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi Fennema, 1985. a
w
merupakan parameter yang sangat berguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau
hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim. a
w
didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air bahan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama,
௪
ൌ ܲ
ܲ
dimana P adalah tekanan uap air bahan, Po adalah tekanan uap air murni pada suhu T. Purwadaria 1982 menjelaskan bahwa tekanan uap air menunjukkan
besarnya kecenderungan molekul air menguap dalam bentuk uap air. Bila bahan non-volatil ditambahkan dalam bahan volatil air maka tekanan uap
air akan berkurang sebanding dengan konsentrasi molekul air tersebut. Semakin kecil konsentrasi air pada bahan maka tekanan uap air juga
menurun. a
w
dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan dan menurut hukum Roult dapat dinyatakan sebagai berikut,
௪
ൌ ݊
ଶ
݊
ଵ
݊
ଶ
dimana n
1
adalah jumlah molekul yang dilarutkan, n
2
adalah jumlah molekul air. Parameter ini juga dapat dikaitkan dengan kelembaban relatif setimbang
Equilibrium Relative Humidity, ERH,
௪
ൌ ܧܴܪ
ͳͲͲ
C. KADAR AIR KESETIMBANGAN
Menurut Brooker et al. 1992 kadar air kesetimbangan suatu bahan adalah kadar air yang dikandung bahan setelah berada pada lingkungan
tertentu dalam jangka waktu yang lama. Hall 1980 menambahkan bahwa bahan dalam keadaan setimbang dengan lingkungannya bila laju air yang
hilang dari bahan ke lingkungan sama dengan laju air yang bertambah ke
6 dalam bahan dari lingkungan. Kadar air bahan pada saat setimbang dengan
lingkungannya suhu dan RH tertentu disebut kadar air kesetimbangan atau kesetimbangan higroskopis.
Menurut Hall 1980, kadar air kesetimbangan berhubungan langsung dengan pengeringan dan penyimpanan bahan hasil pertanian. Kadar air
kesetimbangan digunakan untuk menentukan apakah produk akan bertambah atau berkurang kadar airnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu.
Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses desorpsi dan proses adsorpsi. Kadar air kesetimbangan berbeda-beda untuk
masing-masing bahan pangan. Nilai ini ditentukan oleh varietas, tingkat kematangan dan cara pengukuran Brooker et al., 1992.
Menurut Brooker et al. 1992 ada dua cara untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu metode statis dan metode dinamis. Metode statis
dilakukan dengan cara meletakkan bahan pada ruangan dengan RH dan suhu terkontrol. Metode dinamis dilakukan dengan menggunakan humidifier
mekanik, sehingga metode dinamis lebih cepat daripada metode statis. Pada metode statis penentuan kelembaban relatif dilakukan dengan
menggunakan larutan asam, larutan garam jenuh atau larutan gliserol. Penggunaan larutan garam jenuh lebih disukai karena lebih aman
dibandingkan larutan asam. Disamping itu larutan garam jenuh lebih mudah mencapai kondisi jenuh. Jika air menguap beberapa bagian garam
mengendap, tetapi RH di atas larutan tidak berubah. Penggunaan larutan asam lebih berbahaya dalam penggunaannya dan untuk percobaan mungkin terjadi
perubahan RH udara yang diakibatkan oleh perubahan konsentrasi larutan asam. Tekanan uap di atas larutan asam tergantung pada kandungan kimiawi,
konsentrasi dan suhu. Penggunaan larutan gliserol dapat menyebabkan penyimpangan saat penimbangan karena gliserol bersifat volatil dan dapat
diserap oleh bahan Bell dan Labuza, 2000. Metode dinamis memerlukan waktu untuk mencapai kesetimbangan
yang lebih cepat daripada metode statis, tetapi metode dinamis mempunyai permasalahan pada desain dan instrumen yang digunakan. Metode statis
digunakan lebih luas, walau membutuhkan waktu untuk mencapai
7 kesetimbangan yang lebih lama Hall, 1980. Bahan dikatakan sudah
setimbang jika setidaknya tidak ada perubahan berat selama tiga kali
penimbangan Bell dan Labuza, 2000. D.
ISOTERMI SORPSI AIR
Kenaikan a
w
merupakan fungsi kadar air kesetimbangan. Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan ERH
ruang penyimpanan bahan atau a
w
pada suhu tertentu. Bell dan Labuza 2000 menjelaskan apabila proses dimulai dari bahan kering, istilah yang digunakan
adalah adsorpsi, sedangkan bila proses dimulai dengan bahan basah disebut desorpsi.
Pada bahan, air terdapat dalam bentuk bebas dan terikat. Air bebas menunjukkan sifat-sifat air sebagai pelarut dan pereaksi sedangkan air terikat
menunjukkan sifat-sifat air yang terikat erat dengan komponen bahan lainnya. Ilustrasi kurva isotermi sorpsi air dapat dilihat pada Gambar 2.
Kurva tersebut menunjukkan tiga tingkatan kapasitas air terikat terdiri dari tingkat yang berada di bawah a
w
0,3 ERH = 30, tingkat dengan a
w
antara 0,3-0,75 dan tingkat pada a
w
0,75-1. Jika ditinjau dari aspek keterikatan air, maka pada tingkat pertama air terdapat dalam bentuk
monolayer satu lapis dengan molekul air yang terikat sangat erat. Pada tingkat kedua air terikat kurang kuat yang merupakan multilayer. Air yang
terdapat pada tingkat ini dapat berperan sebagai pelarut. Tingkatan ketiga disebut sebagai kondensasi kapiler. Di tingkat ini air terkondensasi pada
struktur bahan, sehingga kelarutan komponen menjadi lebih sempurna. Keadaan ketika air dalam kondisi bebas ini dapat mempercepat proses
kerusakan. Pada kebanyakan bahan terutama biji-bijian, kurva isotermi sorpsi air
berbentuk sigmoid menyerupai huruf S Bell dan Labuza, 2000. Pada kenyataannya grafik penyerapan uap air oleh bahan adsorpsi dan grafik
pelepasan uap air bahan ke udara desorpsi tidak pernah berhimpit, keadaan demikian disebut fenomena histeresis. Fenomena ini menunjukkan bahwa
8 bahan yang mempunyai a
w
sama dapat mempunyai kadar air yang jauh berbeda.
Gambar 2. Kurva isotermi sorpsi air Chaplin, 2009 Bell dan Labuza 2000 menjelaskan bahwa histeresis sebenarnya
merupakan sebuah ketidakmungkinan-termodinamika karena a
w
merupakan fungsi yang tetap. Salah satu faktor terjadinya histeresis adalah adanya
interaksi antara air dengan pori-pori atau kapiler bahan. Selama proses adsorpsi, air masuk ke dalam kapiler namun kapiler tersebut berbeda tingkat
kekosongannya dibandingkan dengan proses desorpsi. Pada proses desorpsi, ujung kapiler yang sempit akan menahan air ketika air tersebut seharusnya
dilepaskan. Pada proses adsorpsi, ujung kapiler yang sempit akan menghambat pengikatan air sehingga air yang terkandung di dalam bahan
lebih sedikit. Fennema 1985 juga menambahkan bahwa besarnya histeresis dan
bentuk kurva sangat beragam tergantung faktor-faktor seperti karakter bahan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi
dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi. Isotermi sorpsi air merupakan karakteristik penting yang dapat
mempengaruhi penyimpanan. Bentuk isotermi sorpsi air pada umumnya akan menentukan stabilitas penyimpanan. Kurva isotermi sorpsi air dapat
monolayer multilayer
kondensasi kapiler
Penambahan
suhu dan tekanan
Aktivitas air a
w
K a
d a
r a
ir k
e se
ti m
b a
n g
a n
9 digunakan untuk menentukan umur simpan dengan metode ASS accelerated
storage studies, yaitu penyimpanan produk pangan dalam kondisi lingkungan yang lebih tinggi daripada kondisi penyimpanan normal.
Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu pengujian yang singkat serta mempunyai ketepatan dan akurasi yang tinggi Arpah, 2001.
Pada bahan pangan isotermi sorpsi air dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan kelembaban
relatif ruang tempat penyimpanan Winarno, 1992. Van den Berg dan Bruin 1981 juga menambahkan sorpsi isotermi air dan model-modelnya sangat
penting untuk membantu merancang proses pengeringan, pengemasan, penyimpanan, memprediksi umur simpan dan mengukur kadar air kritis.
Isotermi sorpsi air dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Reed 2006 menjelaskan bahwa pada setiap RH, biji-bijian mengandung lebih banyak air
pada suhu yang lebih rendah.
E. MODEL ISOTERMI SORPSI AIR