petani. Secara umum dua provinsi di Jawa Jawa Barat dan Jawa Timur yang pasokan airnya lebih tersedia, memiliki intensitas tanam yang lebih tinggi
dibandingkan empat provinsi lainnya di luar Jawa, namun di Jawa Barat dan Jawa Timur telah terjadi perubahan pola tanam yang sebelumnya padi-padi-padi
menjadi padi-padi-palawija. Sebaliknya pola tanam tidak mengalami perubahan sama sekali di empat provinsi luar Jawa, walaupun mereka merasakan ada
perubahan iklim, yakni penurunan muka air tanah dan curah hujan. Mereka seluruhnya tetap mengusahakan lahannya hanya untuk dua kali tanam per tahun
berupa padi-padi atau padi-palawija. Perubahan pola tanam sebagai dampak perubahan iklim dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perubahan Pola Tanam sebagai Dampak Perubahan Iklim Provinsi Pola
Tanam 5 Tahun Lalu
Sekarang
Jawa Barat Padi-Padi-Padi Padi-Padi-Palawija
Jawa Timur Padi-Padi-Padi
Padi-Palawija-Padi Sulawesi Utara dan Gorontalo Padi-Padi Padi-Padi
Sulawesi Selatan Padi-Palawija Padi-Palawija
Sumatera Utara Padi-padi
Padi-Padi
Sumber : Handoko et al. 2008
2.3 Dampak Perubahan Iklim terhadap Hasil Produksi, Input dan Pendapatan Petani
FAO Committee on Food Security, Report of 31
st
Session 2005 dalam Handoko et al mengungkapkan bahwa 11 dari lahan pertanian di negara-negara
berkembang dipengaruhi oleh perubahan iklim, yang dampaknya telah mempengaruhi produksi bahan pangan biji-bijian di 65 negara dan telah
mengakibatkan 16 penurunan GDP. Warren et al. 2006 dalam Handoko et al. 2008 memprediksi bahwa peningkatan suhu sebesar 3
C akan menimbulkan kelaparan bagi sekitar 600 juta jiwa, terutama di negara-negara berkembang yang
penduduknya memiliki resiko kekurangan pangan. Oleh karena itu, dampak adanya perubahan iklim akan mempengaruhi hasil produksi output dan
penggunaan input, sehingga akan mempengaruhi pendapatan petani. Studi yang dilakukan oleh Handoko et al. 2008 mengungkapkan bahwa secara temporal
akan terjadi potensi peningkatan curah hujan pada musim hujan dan penurunan curah hujan pada musim kemarau di beberapa wilayah. Ini yang dirasakan oleh
banyak petani di sebagian besar wilayah yang di survey dalam rangka verifikasi lapang, dan hal tersebut berpotensi menjadi bencana banjir serta bencana
kekeringan yang dapat mengganggu produksi pangan strategis. Sektor pertanian akan terpengaruh melalui penurunan produktivitas
pangan yang disebabkan oleh peningkatan sterilitas serealia, penurunan areal yang dapat diirigasi dan penurunan efektivitas penyerapan hara serta penyebaran hama
dan penyakit. Beberapa tempat di negara maju lintang tinggi peningkatan konsentrasi CO
2
akan meningkatkan produktivitas karena asimilasi meningkat, tetapi di daerah tropis yang sebagian besar negara berkembang, peningkatan
asimilasi tersebut tidak signifikan dibanding respirasi yang juga meningkat. Secara keseluruhan jika adaptasi tidak dilakukan, dunia akan mengalami
penurunan produksi pangan hingga 7 persen, namun dengan adaptasi yang tingkatnya lanjut, artinya biayanya tinggi, produksi pangan dapat distabilkan.
Artinya bahwa stabilisasi produksi pangan pada iklim yang berubah akan memakan biaya yang sangat tinggi, misalnya dengan meningkatkan sarana irigasi,
pemberian input bibit, pupuk, insektisidapestisida tambahan. Negara Indonesia dengan skenario konsentrasi CO
2
dua kali lipat dari saat ini produksi padi akan meningkat hingga 2,3 persen jika irigasi dapat
dipertahankan. Jika sistem irigasi tidak mengalami perbaikan produksi padi akan mengalami penurunan hingga 4,4 persen.
2.4 Penelitian Terdahulu