KINERJA PENYULUH BADAN SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH II BENGKUNAT (SPTN II BENGKUNAT) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

(1)

ABSTRACT

EXTENSION PERFORMANCE MANAGEMENT AGENCY SECTION NATIONAL PARK REGION II BENGKUNAT

( SPTN II BENGKUNAT ) IN THE COMMUNITY IN BUKIT BARISAN SELATAN NATIONAL PARK

BY

LENI OLANDARI

Community empowerment is one of the programs announced by the government in order to make the people who are skilled and economically independent . In this community empowerment indispensable role of extension workers . National Park Management Section Region II Bengkunat ( SPTN II Bengkunat ) is one of the government agencies in charge of preserving the national park one way to educate more people around TNBBS . However TNBBS extension has not shown the maximum results , this is because the number of extension workers are very minimal , facilities and infrastructure are inadequate and difficult to provide understanding to the public about the importance of conserving the forest .

The research objective is to identify and explain the performance conducted by Extension Section of the National Park Management Agency Region II Bengkunat ( SPTN II Bengkunat ) in community development in Bukit Barisan Selatan National Park . This research method is qualitative research methods . Type is the type of qualitative research descreptive study that aimed to obtain and understand


(2)

and explain how the performance extension Agency Management Section of the National Park Region II Bengkunat ( SPTN II Bengkunat ) in community empowerment in TNBBS .

These results indicate that the performance of forestry extension SPTN II Bengkunat ineffective and inefficient is evident from improved public welfare . Based on 10 indicators that have been established 6 indicators are not met while 4 indicators are met but has not run with the maximum . Such as the alleged investigators to the difficult to providing an understanding of the importance of forest benefits and inadequate infrastructure became several factors who make the poor performance of the instructor.


(3)

ABSTRAK

KINERJA PENYULUH BADAN SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH II BENGKUNAT

(SPTN II BENGKUNAT) DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN

Oleh

LENI OLANDARI

Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu program yang dicanangkan oleh pemerintah guna menjadikan masyarakat yang terampil dan mandiri secara ekonomi. Dalam pemberdayaan masyarakat ini peran penyuluh sangat diperlukan. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) merupakan salah satu badan pemerintah yang bertugas menjaga kelestarian kawasan taman nasional salah satunya dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar TNBBS. Namun penyuluhan di TNBBS ini belum menunjukkan hasil yang maksimal, hal ini dikarenakan jumlah tenaga penyuluh yang sangat minimal, sarana dan prasarana yang kurang memadai serta sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian hutan.


(4)

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menjelaskan kinerja yang dilakukan oleh Penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) dalam pemberdayaan masyarakat di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Metode penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Tipe penelitiannya adalah tipe kualitatif yang dideskriptifkan yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran serta memahami dan menjelaskan bagaimana kinerja penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) dalam pemberdayaan masyarakat di TNBBS.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja penyuluh kehutanan SPTN II Bengkunat tidak menunjukkan hasil yang maksimal. Berdasarkan 10 indikator yang telah ditetapkan 6 indikator tidak terpenuhi sementara 4 indikator terpenuhi namun belum berjalan dengan maksimal. Seperti dugaan peneliti tenaga penyuluh yang sangat minimal, sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya manfaat hutan serta sarana dan prasarana kurang memadai menjadi beberapa faktor buruknya kinerja penyuluh.

Kata kunci: Kinerja, Pemberdayaan Masyarakat.


(5)

(6)

(7)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Kerangka Pikir ... 33 2. Struktur organisasi SPTN II Bengkunat ... 55


(8)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Informan ... 38

2. Luas Resort SPTN II Bengkunat ... 46

3. Data Kelompok Tani Panji Lestari………..54

4. Data Temuan Gangguan di TNBBS Tahun 2013………85


(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan karya kecil ini kepada:

Wanita terhebat yang akan selalu hadir dalam hidup ku meskipun kini hanya tinggal nama. Wanita yang mengajarkan saya arti ketabahan, kesabaran dan perjuangan yang sesungguhnya. Terlahir dari rahimmu

adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepadaku, 22 tahun bersamamu adalah waktu terindah yang pernah hadir dalam hidupku. Bidadari kecil mu kini telah dewasa dan menjadi seorang sarjana aku tahu

kau pun bahagia melihatku dari sana. Terima kasih untuk mu pengobat luka. Terima kasih untukmu Ibunda ku tercinta…..

Ayahanda tercinta Sirajuddin sebagai tanda terima kasih dan baktiku.

Adikku tercinta Eca Endika sosok yang sangat tegar dan dewasa. Terima kasih sudah menjadi adik yang luar biasa untuk ku, kakak dan ibu yang

sempurna untuk Ria.

Adikku tersayang Ria Indiska, gadis kecil yang polos dan lugu yang selalu membuatku tertawa bahagia. Terima kasih sudah menjadi pelipur duka

disaat kesedihan datang melanda.


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Krui, Kabupaten Pesisir Barat pada tanggal 22 Oktober 1994, anak pertama dari tiga bersaudara, buah cinta dari Bapak Sirajuddin dan Ibu Khodijah (Almarhumah).

Jenjang Akademik Penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Sukarame, Kecamatan Bengkunat Kabupaten Pesisir Barat pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bengkunat, pada Tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat yang diselesaikan pada tahun 2011.

Tahun 2011, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung (Unila) melalui jalur SNMPTN tertulis, yang saat itu Penulis pilih untuk melanjutkan pendidikan.


(15)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Kinerja Penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) Dalam Pemberdayaan Masyarakat di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat di dalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dan moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas segala yang telah engkau berikan kepada hamba, baik rezeki, kesehatan, kekuatan, kesabaran daan semangat yang tiada henti. Hingga hamba dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. A. Effendi, MM selaku Pembantu Dekan I, Prof. Dr. Yulianti, M.S selaku Pemabntu Dekan II, Drs. Pairul Syah, MH selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat M. Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan sekaligus dosen pembahas penulis. Terima kasih bapak atas segala kesabarannya membimbing penulis sehingga penulis bisa


(16)

menyelesaikan skripsi ini. Semoga bapak senantiasa diberikan kesehatan oleh Allah swt.

5. Bapak Drs. Yana Ekana PS, M. Si. Selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas segala ilmu yang telah diberikan dan juga terima kasih untuk kesabarannya selama ini menghadapi penulis yang hampir setiap hari menemui bapak untuk revisi. Bapak sehat terus ya pak, jangan sakit-sakit lagi ya paak.

6. Bapak R. Sigit Krisbintoro M.IP selaku dosen pendamping yang telah mendampingi penulis selama pak yana tidak bisa mendampingi karena sakit terima kasih bapak atas segala bantuannya.

7. Bapak syafarudin, S.Sos, M.A selaku dosen pembimbing akademik penulis, terimakasih untuk semua bimbingan dan motivasinya pak, tidak hanya mengajarkan tentang ilmu perkualiahan tetapi juga mengajarkan bagaimana bertahan dalam kesulitan hidup, terimakasih.

8. Dosen-dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, Ibu Ari Darmastuti, Pak Amantoto Dwijono, Pak Pitoyo Budiono, Pak Budi Harjo, Pak Ismono Hadi, Pak Suwondo, Pak Piping, Pak Arizka Warganegara, Pak Robi Cahyadi, Pak Budi Kurniawan, Bapak Syaririef Makhya, Pak Hertanto, Ibu Dwi Wahyu Handayani dan Bapak Maulana Mukhlis. Terima kasih sudah memberikan ilmu kepada penulis. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan kepada Bapak, Ibu. Amin...

9. Kepala SPTN II Bengkunat Bapak Nopriyanto terima kasih telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di SPTN II Bengkunat . Udo Azwan Feri beserta keluarga terima kasih banyak atas bantuan yang


(17)

diberikan kepada penulis. Mamak Amir terima kasih telah bersedia mendampingi penulis mulai dari pra riset hingga turun lapangan. Mbak Waroh terima kasih sudah bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian.

10. Kedua orang tua ku tercinta, Ibu Khodijah (Alm) dan Bapak Sirajuddin terima kasih atas segala pengorbanan dan perjuangannya selama ini yang tidak pernah kenal lelah. Terima Kasih atas segala do’a yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

11. Kedua adikku tersayang Ngah Eca dan Kakak Ria terima kasih atas segala canda dan tawanya yang selalu menghibur penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

12. Terima Kasih yang tak terhingga untuk seluruh keluarga besar ku Dongah Edi dan Kaka Nurul, Udo Arsyad dan Kaka Is, Ngah Len dan Pak Ngah kamsir, Cik Via dan Pak cik Sam, Ina Tuha, Pak Balak dan Ina Balak, Ina Lunik beserta sepupu-sepupu yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

13. Kahutku Yuanita, terima kasih untuk segalanya. Terima kasih telah menjadi salah satu sahabat terbaik, yang selalu ada disamping penulis dalam keadaan sesulit apapun. Terima kasih telah bersedia menjadi supir harian selama 4 tahun.

14. Sahabatku Nur Diana, yang gak bisa masak dan selalu bikin rusuh terima kasih sudah menjadi sahabat yang setia yang selalu menemani dan membantu penulis dalam menghadapi segala kondisi. Terima kasih sudah bersedia mengajari penulis banyak hal salah satunya mengendarai sepeda motor.


(18)

15. Sahabatku Panggih Gotam VD, pung makasih yaa udah jadi sahabat yang paling baik, pengertian, sabar dan paling kalem diantara kita ber 4,hahaha. Makasih buat support dan talangan dananya kalau kita lagi ada acara.

16. Abang aku Jimmy, Makasih ya bang udah mau dengerin semua curhatan gw selama ini. Cepet beres ya bang skripsi lo biar kita bisa wisuda bareng-bareng. Makasi juga buata temen-temen baru yang selalu lo bawa ke kostan bang Rendi, Bang Arif, Bang Tresno dll

17. Teman-teman KKN Srimulyo Koiriyah, Ecul, Pico, Rika, Mbak Ika, Kanjeng Kodri, Bang Jaya, Bang Herman dan Ridho. Makasih kalian telah memberikan warna baru dalam hidup saya selama 40 hari

18. Teman-teman Kosan Villa Selmon Dewi, Anggun, Vina, Mbak Sayu, Mbak Jen, Tika, Heni, Rani, Amoy, Bang Daniel, Bang Rio, Bang Destra, Bang Eko, Bang Briyan, Robert, dll terima kasih sudah menjadi teman dan tetangga yang baik.

19. Teman-teman SMANSA Krui Ngah Penda, Andung Linda, Andung Leni, Minan Serly, Ngah Fera, Cik Dessy, Mamak Hajjul, Opie. Terima Kasih telah menjadi teman seperjuangan selama di Bandar Lampung

20. Teman-teman Ilmu Pemerintahan 2011, Preman Doa Ibu (cio, kiki, ade, imam, meta, rendra, dio, rasid dkk) Pelopor KBSTN(Anbeja, Haji kedot, Bramantyo full of shit, Trio gama) Teman-teman satu bimbingan Ntin, Nando, Syalian, dll. Makasih juga buat Miranti, Restia, Indah, Siti, Genta, Nur Halimah,Siti Aisyah, Zakia, Tia Cuyung. Terima kasih atas pengertian, bantuan, masukan dan support kalian. Kita sukses sama-sama ya kawan. Aamiin..


(19)

21. Kakak-kakak tingkat dan adik-adik tingkatku : Dongah Ricky kakak pembimbing kami yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu dalam segala kesibukan waktunya, makasih Dongah. Bang Roby, Bang Okta, Bang Eki, Bang Lian, Bang Riyan, Mbak Siska, Mbak Yoan, Mbak Eta dan Nevia. Terima kasih atas semua perhatian, bantuan, masukan dan doa dari kalian.

22. Seluruh karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik : Pak Lukman, Bu Riyanti, Mba Nurma, Mba Iin, Pakde Jumadi, Pak Herman, Pak Napoleon, Pak Syamsuri. Terimakasih atas bantuan nya selama ini. Mas-mas sama Mba sekretaris pak yana di Pasca, terima kasih.

23. Almamaterku Tercinta, Universitas Lampung.

Penulis berdoa semoga Allah SWT dapat membalas semua kebaikan, bantuan dan doa yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Agustus 2015

Penulis,


(20)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Konsep Kinerja... 9

1. Pengertian Kinerja ... 10

2. Pengukuran Kinerja ... 12

3. Indikator Kinerja ... 13

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ... 17

B. Tinjauan Tentang Penyuluh Kehutanan ... 18

1. Pengertian Penyuluh Kehutanan ... 18

2. Peran Penyuluh Kehutanan ... 19

3. Peran Penyuluh Kehutanan SPTN II Bengkunat ... 21

C. Tinjauan Tentang Pemberdayaan Masyarakat ... 24

D. Tinjauan Tentang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ... 26


(21)

ii III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian... 34

B. Fokus Penelitian ... 35

C. Lokasi Penelitian ... 37

D. Sumber Informasi ... 37

E. Jenis Data ... 38

F. Teknik Pengumpulan Data ... 39

G. Teknik Pengolahan Data ... 42

H. Teknik Analisis Data ... 43

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum SPTN II Bengkunat ... 47

B. Visi dan Misi SPTN II Bengkunat ... 48

C. Program dan Kegiatan SPTN II Bengkunat ... 49

D. Tupoksi Penyuluh SPTN II Bengkunat ... 52

E. Kewajiban penyuluh SPTN II Bengkunat ... 53

F. Akses Menuju SPTN II Bengkunat………..54 G. Data Pemberdayaan Masyarakat………...55 H. Struktur Organisasi………....56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kinerja Penyuluh SPTN II Bengkunat dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 57

B. Analisis FaktorFaktor Penghambat Kinerja Penyuluh dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 77

C. Matrik Kinerja Penyuluh SPTN II Bengkunat Dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 87

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 94

B. Saran ... 96


(22)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyuluh kehutanan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan kehutanan di Indonesia. Penyuluh kehutanan berperan dalam mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar masyarakat turut mendukung pembangunan kehutanan di Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa penyuluh kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengamanatkan bahwa pembangunan kehutanan harus menitikberatkan pada upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Penyuluh kehutanan kini telah mengalami pergeseran paradigma. Penyuluhan kehutanan kini telah bergeser dari penyuluhan kehutanan yang menekankan proses transfer teknologi dan informasi ke arah penyuluhan kehutanan yang


(23)

2

berorientasi pada upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan bertujuan memandirikan masyarakat sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraannya. Sehingga apabila masyarakat sudah memiliki kesadaraan akan pentingnya menjaga kelestarian hutan dan perekonomian masyarakat sudah baik, maka masyarakat akan ikut serta dalam mendukung pembangunan kehutanan.

Penyuluh kehutanan harus bisa menjalankan tugas dan kewajibannya secara maksimal agar tercapainya tujuan dari penyuluhan kehutanan itu sendiri yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia, namun demikian masih ada penyuluh kehutanan yang kinerjanya belum memuaskan. Keadaan tersebut dikarenakan penyuluh kehutanan belum melaksanakan peranan dan fungsinya secara maksimal, hal itu diakibatkan oleh banyak faktor salah satunya adalah kurangnya sarana dan prasarana. Seperti halnya yang terjadi di Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat.

“Peranan dan fungsi penyuluh di Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat dapat dikatakan belum maksimal. Ini diakibatkan banyaknya kendala-kendala yang dihadapi penyuluh dalam kegiatan penyuluhan adalah kurangnya sarana dan prasarana, informasi penyuluh dan sulitnya mengumpulkan petani”.


(24)

3

Dari pernyataan di atas diketahui bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan buruknya kinerja penyuluh kehutanan dalam menjalankan tugasnya. Faktor lain yang menyebabkan buruknya kinerja penyuluh kehutanan adalah rendahnya kemampuan dan kompetensi dari penyuluh. Seperti penjelasan di bawah ini:

“Hasil monitoring dan evaluasi (monev) menunjukkan bahwa tingkat pemahaman penyuluh kehutanan terhadap peraturan, juklak, dan juknis kegiatan teknis kehutanan masih termasuk rendah atau rata-rata sebesar 37%. Sampel diambil terhadap 46 orang penyuluh kehutanan di kabupaten dan UPT PHKA di 6 provinsi (Riau, Kalsel, Lampung, DIY, Sulsel dan Bali). Komposisi sampel penyuluh kehutanan yaitu dari UPT PHKA (5 orang), Bakorluh/Dishut Provinsi (12 orang) dan Bapeluh/Dishut Kabupaten (29 orang).”

(http://www.bp2sdmk.dephut.go.id/emagazine/index.php/umum/8- siapkah-penyuluh-kehutanan-mendampingi-kegiatan-kehutanan-di-lapangan.html di akses pada 17 April 2015 Pukul 14.53 WIB)

Dari data di atas dapat dilihat bahwa kemampuan dan kompetensi penyuluh kehutanan dalam memahami tupoksinya sangat diperlukan. Karena tupoksi tersebut akan dijadikan landasan dalam menyusun seluruh agenda dan program-program yang akan dijalankan oleh penyuluh, apabila penyuluh tidak dapat memahami tupoksinya dengan baik, maka pemberdayaan masyarakat tidak akan dapat tercapai.

Pemberdayaan masyarakat akan berhasil dengan baik apabila penyuluh kehutanan menjalankan tupoksinya dengan baik dan juga didukung oleh berbagai macam faktor pendukung, apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka pemberdayaan masyarakat tidak akan berjalan dengan baik karena banyaknya faktor-faktor penghambat dalam pemberdayaan masyarakat itu sendiri.


(25)

4

Seperti halnya pemberdayaan masyarakat yang terjadi di Desa Tunggul Boyok Kecamatan Bonti Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat.

“Faktor- faktor penghambat pemberdayaan masyarakat berupa: kondisi jalan yang belum memadai, perladangan berpindah yang masih di lakukan sebagian masyarakat, letak desa di dalam kawasan hutan, kurangnya tenaga penyuluh kehutanan di Kabupaten Sanggau, dan adanya kebijakan pemerintah di era otonomi yang tidak menjadikan program penyuluhan kehutanan sebagai prioritas bagi pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan”.

(Berdasarkan penelitian Iskandar dkk dalam bentuk jurnal tesis 2013: 1)

Dari keterangan di atas ternyata banyak faktor yang menghambat terlaksananya pemberdayaan masyarakat. Oleh sebab itu program pemberdayaan masyarakat ini harus melibatkan seluruh stakeholders yang ada mulai dari pemerintah baik pemerintah pusat atau daerah, pihak swasta, dan juga masyarakat. Apabila kegiatan pemberdayaan masyarakat ini hanya dibebankan kepada penyuluh saja tentu tidak akan memberikan hasil yang maksimal.

Buruknya kinerja penyuluh kehutanan dibeberapa tempat yang telah disebutkan di atas tidak berarti bahwa seluruh penyuluh kehutanan tidak berhasil dalam menjalankan tugasnya. Ada beberapa daerah di Indonesia dimana penyuluhan yang dilakukan kepada masyarakat memperoleh hasil

yang menggembirakan. Salah satu contohnya adalah penyuluhan yang dilakukan di Desa Galungan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng Provinsi


(26)

5

“Kegiatan pemberdayaan masyarakat di KPH Bali Tengah dilaksanakan oleh BUMDes Wana Amerta melalui UPT Kehutanannya. UPT kehutanan inilah yang bekerja sama dengan penyuluh kehutanan dan KPH Bali Tengah dalam upaya pemberdayaan masyarakat di desa Galungan. Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan UPT kehutanan dan penyuluh kehutanan beserta KPH Bali tengah adalah pengembangan ekowisata berupa jogging track ke Bukit Catu yang merupakan bagian dari hutan Desa. Meski belum beroperasi penuh seperti yang direncanakan, kegiatan tersebut telah mulai memberikan peluang bagi masyarakat sekitar untuk berusaha dalam bidang penjualan makanan dan penyediaan lahan parkir. Diharapkan, ekowisata Bukit Catu dan kegiatan pembangunan kehutanan lainnya oleh BUMDes Wana Amerta ini terus berkembang dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan dengan dukungan dari para pihak terkait termasuk KPH, Pemerintah Kabupaten dan pihak lainnya”

(http//www.bp2sdmk.dephut.go.id/index.php/berita1/290-sukses-

kolaborasi-antara-penyuluh-kth-dan-kph-bali-tengah-dalam-pemberdayaan-masyarakat di akses pada 18 April 2015 Pukul 06.41 WIB)

Kegiatan penyuluh kehutanan di Desa Galungan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng ini seharusnya dijadikan contoh oleh penyuluh kehutanan di daerah-daerah lain di Indonesia, dimana penyuluhan yang dilakukan di Desa Galungan tersebut tidak hanya sekedar menyampaikan informasi tentang pelarangan penebangan pohon tetapi juga memberikan solusi kepada masyarakat yaitu melalui program pemberdayaan masyarakat. Sehingga penyuluhan yang dilakukan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat yang berada disekitar hutan.


(27)

6

Jika penyuluh kehutanan di Desa Galungan berhasil lalu apakah kegiatan penyuluh kehutanan di daerah lain juga memberikan hasil yang maksimal. Seperti penyuluh kehutanan di Kecamatan Bengkunat Kabupaten Pesisir Barat tepatnya di Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat). Apakah penyuluh kehutanan di SPTN II Bengkunat ini bisa menjalankan tupoksinya secara maksimal sehingga mencapai kinerja yang memuaskan.

Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) merupakan badan yang didirikan oleh pemerintah untuk menjaga kelestarian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang berada di wilayah Kabupaten Pesisir Barat. Bentang alam (Landscape) Bukit Barisan Selatan berpusat di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di ujung selatan pulau Sumatera Indonesia. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan kawasan lindung terbesar ketiga (3.560 km2) di Sumatera dan memanjang 150 km sepanjang Pegunungan Barisan (4031’-5057’ S dan 1030 34’-1040 43 E) mencakup dua provinsi di Sumatera yaitu Lampung dan Bengkulu. Taman ini didirikan pada tahun 1982 meskipun telah ditetapkan sebagai cagar alam sejak 1932. (Rencana Kerja Tahunan Wildlife Conservation Society Indonesia Program (RKT WCS-IP) di Balai TNBBS 2014).

Penyuluh kehutanan di SPTN II Bengkunat telah menjalankan program pemberdayaan masyarakat di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) hal ini terbukti dengan adanya kelompok-kelompok masyarakat yang dibentuk oleh penyuluh SPTN II Bengkunat. Kelompok-kelompok masyarakat yang dibentuk oleh penyuluh tersebut belum berjalan secara maksimal. Karena kelompok-kelompok masyarakat tersebut hanya sekedar didirikan saja tanpa memiliki kegiatan serta program-program kerja yang jelas.


(28)

7

Kurangnya peran dari penyuluh SPTN II Bengkunat ini disebabkan oleh berbagai macam faktor salah satunya adalah sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarakat di sekitar kawasan taman nasional. Selain itu jumlah tenaga penyuluh yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya peran penyuluh dalam pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan serta permasalahan-permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Kinerja Penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini sesuai dengan penjelasan latar belakang di atas adalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah Kinerja Penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan”.


(29)

8

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan kinerja yang dilakukan oleh Penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan”.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini meliputi kegunaan teoritis dan praktis, yaitu : 1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pemerintahan, serta dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan dalam menganalisis Kinerja Penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN IIBengkunat) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

2. Secara Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) dalam menangani langsung masalah Kinerja Penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) dalam Menjaga Kelestarian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kinerja

Kinerja merupakan tingkat pencapaian atau prestasi yang bisa diraih oleh pegawai atau suatu organisasi berdasarkan indikator-indikator kinerja yang telah ditentukan. Mengukur keberhasilan kinerja, baik kinerja pegawai atau kinerja sebuah organisasi sangatlah diperlukan hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang telah diraih. Sehingga setelah diketahui bagaimana tingkat kinerja yang telah dicapai bisa dilakukan evaluasi.

Menurut Pasolong (2010: 175) konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu kinerja pegawai (individu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya tujuan organisasi tidak bisa terlepas dari sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan atau dijalankan pegawai yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut, dalam penelitian ini yang akan dilihat adalah kinerja pegawai. Peneliti akan melihat kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat.


(31)

10

Konsep kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep kinerja menurut Indra Bastian (Fahmi, 2013: 128) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, fungsi, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema yang strategis (strategic planning) suatu organisasi. Sehingga dalam penelitian ini peneliti akan melihat kinerja penyuluh berdasarkan tugas pokok dan fungsi dari penyuluh.

1. Pengertian Kinerja

Menurut Fahmi (2013: 127) kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode waktu, sedangkan menurut Indra Bastian (Fahmi, 2013: 128) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, fungsi, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema yang strategis (strategic planning) suatu organisasi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil yang diperoleh atau tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran yang tertuang dalam perumusan skema yang strategis suatu organisasi. Menurut Wibowo (2008: 7), kinerja berasal dari pengertian performance, yaitu sebagai hasil kerja atau prestasi kerja.


(32)

11

Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.

Sedangkan menurut Amstrong dan Baron (Wibowo, 2008: 7), kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Bernardin dan Russel (Ruky, 2002: 15) memberikan pengertian kinerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during time

period”. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang

diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu, dalam definisi ini, aspek yang ditekankan oleh kedua pengarang tersebut adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu, dengan demikian kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.

Handayaningrat (2004: 19), mengartikan bahwa kinerja merupakan cara menjalankan tugas dan hasil yang diperoleh. Kinerja adalah cara atau tindakan dimana suatu tindakan atau tugas dilakukan. Kinerja dapat pula diartikan sebagai setiap gerakan, perbuatan, pelaksanaaan, kegiatan atau tindakan sadar yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan atau target tertentu.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka kinerja merupakan hasil akhir yang dicapai oleh suatu organisasi berdasarkan indikator-indikator yang


(33)

12

telah ditentukan. SPTN II Bengkunat merupakan badan yang memiliki tugas untuk menjaga kelestarian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Untuk melihat sejauh mana hasil yang telah dicapai oleh penyuluh SPTN II Bengkunat dalam melaksanakan tugasnya maka dilakukan pengukuran kinerja, dengan dilakukannya pengukuran kinerja tersebut kita dapat mengetahui hasil yang dicapai oleh penyuluh SPTN II Bengkunat tersebut.

2. Pengukuran Kinerja

Menurut Mahsun (2006: 26), pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja pegawai ataupun organisasi sangat penting dilakukan karena tanpa dilakukan pengukuran kinerja maka kita tidak akan tahu sejauh mana hasil yang telah dicapai oleh pegawai maupun suatu organisasi. Dalam penelitian ini kinerja yang akan diukur adalah kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat.

Menurut Wibowo (2007: 229) pengukuran hanya berkepentingan untuk mengukur apa yang penting dan relevan, untuk itu perlu jelas tentang apa yang dikatakan penting dan relevan sebelum menemukan ukuran apa yang harus digunakan. Hal-hal yang diukur tergantung pada apa yang dianggap penting oleh stakeholders dan pelanggan. Pengukuran mengatur


(34)

13

keterkaitan antara strategi berorientasi pelanggan dan tujuan dengan tindakan.

Pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan dengan cara:

1. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi;

2. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan; 3. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja; 4. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menemukan apa yang

perlu prioritas perhatian;

5. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas; 6. Memertimbangkan penggunaan sumber daya;

7. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.

Dalam mengukur kinerja pegawai ataupun kinerja organisasi diperlukan indikator pengukuran kinerja, karena indikator merupakan acuan dan juga pedoman dalam melakukan pengukuran kinerja. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa indikator dalam mengukur kinerja.

3. Indikator Kinerja

Mengukur kinerja pegawai dapat dilakukan melalui indikator kinerja, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui optimal atau tidaknya suatu hasil yang dicapai. Menurut Dwiyanto (Pasolong, 2014: 178-179) indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja yaitu sebagai berikut :


(35)

14

a. Produktivitas, bahwa produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan dan pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dan output.

b. Kualitas layanan, cenderung menjadi penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan publik pada kualitas.

c. Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program–program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

d. Responsibilitas, yaitu menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan harus dilakukan sesuai dengan prinsip–prinsip administrasi yang benar dan kebijakan birokrasi baik yang eksplisit maupun yang implisit.

e. Akuntabilitas, maksudnya bahwa seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi tunduk kepada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dimana para pejabat politik tersebut dengan sendirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat.

Sementara menurut Kumorotomo (Pasolong, 2014: 180) indikator kinerja untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja birokrasi publik, antara lain:

a. Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

b. Efektivitas

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan. c. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai–nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan pada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

d. Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh


(36)

15

sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruahan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

Menurut Mahmudi (2010: 155-156), indikator kinerja merupakan sarana atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan atau proses dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator kinerja bagi pegawai ataupun organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar untuk menilai kinerja organisasi.

Secara umum, indikator kinerja memiliki peran antara lain: a. Membantu memerbaiki praktik manajemen.

b. Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggungjawab secara eksplisit dan pemberian bukti atas suatu keberhasilan atau kegagalan.

c. Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan pengendalian.

d. Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja disemua level organisasi.

e. Memberikan dasar untuk pemberian kompensasi kepada staf.

Menurut Moeheriono (2012: 36) berdasarkan jenisnya, indikator kinerja dapat dibedakan menjadi:

1. Indikator Kualitatif

Indikator ini menggantikan angka dengan menggunakan bentuk kualitatif. Nilai yang diberikan berupa suatu kelompok derajat kualitatif yang berurutan dalam bentuk rentang skala.

2. Indikator Kuantitas Absolut

Indikator ini cenderung selalu menggunakan angka absolut yaitu angka bilangan positif nol, dan negatif, termasuk dalam bentuk pecahan desimal.

3. Indikator Persentase

Indikator ini menggunakan perbandingan atau proporsi angka absolut dari suatu yang akan diukur dengan total populasinya. Persentase umumnya berupa angka positif termasuk dalam bentuk pecahan atau desimal.


(37)

16

Indikator ini mengggunakan perbandingan absolut dan suatu yang akan diukur dengan angka absolut lainnya yang terkait.

5. Indikator Rata-rata

Indikator ini biasanya menggunakan bentuk rata-rata angka dari sejumlah kejadian atau populasi. Angka rata-rata ini berarti membagi total angka untuk sejumlah kejadian atau suatu populasi kemudian dibagi dengan jumlah kejadiannya atau jumlah populasinya.

6. Indikator Indeks

Indikator ini menggunakan gabungan angka-angka indikator lainnya yang dihimpun melalui suatu formula maupun pembobotan pada masing-masing variabelnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka peneliti akan menggunakan indikator jenis kualitatif dalam melakukan penelitian. Artinya peneliti akan memaparkan data-data secara terperinci dan sistematis sehingga bisa diketahui kinerja penyuluh dari SPTN II Bengkunat tersebut baik, cukup baik atau kurang baik. Peneliti menggunakan indikator jenis kualitatif ini karena menurut peneliti indikator kualitatif bisa memberikan hasil yang lebih terperinci.

Sedangkan dalam melakukan analisis di lapangan peneliti akan menggunakan teori kinerja yang dikemukakan oleh Indra Bastian (Fahmi, 2013: 128) karena menurut peneliti teori ini lebih tepat digunakan dalam menganalisis kinerja penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat(SPTN II Bengkunat). Menurut Indra Bastian (Fahmi, 2013: 128) menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan , misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema yang strategis (strategic planning) suatu organisasi. Indra Bastian mengungkapkan bahwa kinerja dapat dilihat dari sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Penelitian ini penulis akan


(38)

17

melihat bagaimana penyuluh kehutanan SPTN II Bengkunat mewujudkan tujuan pokok dan fungsi (tupoksi)penyuluh kehutanan dalam melaksanakan program pemberdayaan.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Armstrong dan Baron (Wibowo, 2011: 100), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu sebagai berikut:

a. Personal factor, ditunjukan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu.

b. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas, dorongan, bimbingan dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

c. Team factor, ditunjukan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.

d. System factor, ditunjukan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi.

e. Contextual/situational factor, ditunjukan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Dari pendapat ahli di atas dapat dilihat ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dari kinerja seorang pegawai adalah tingkat keterampilan dan kompetensi yang dimiliki. Apabila seorang pegawai memiliki tingkat keterampilan dan kompetensi yang tinggi maka kinerja dari pegawai juga akan baik. Begitu pula sebaliknya apabila tingkat keterampilan dan kompetensi pegawai rendah maka kinerjanya juga akan rendah. Kinerja yang akan dilihat oleh peneliti dalam penelitian ini adalah kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat. Oleh karena itu perlu dijelaskan tinjauan tentang penyuluhan. Di bawah ini dijelaskan mengenai konsep penyuluhan itu sendiri.


(39)

18

B. Tinjauan Tentang Penyuluh Kehutanan

1. Pengertian Penyuluh Kehutanan

Penyuluh kehutanan merupakan seseorang yang memiliki tugas dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan agar masyarakat memiliki kesadaran serta mendukung pembangunan kehutanan. Penyuluh kehutanan merupakan salah satu faktor dalam kelestarian hutan, oleh karena itu penyuluh kehutanan harus memiliki kepedulian yang besar terhadap masyarakat binaannya agar masyarakat ikut terlibat dalam menjaga kawasan hutan.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 130 Tahun 2002 Pasal 1 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan Dan Angka Kreditnya, yang dimaksud dengan penyuluh kehutanan adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan penyuluhan kehutanan. Sedangkan menurut Wiharta dkk, (1997: 13) istilah penyuluh dapat diartikan sebagai seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang atau masyarakat sasaran penyuluhan untuk menerapkan suatu inovasi.


(40)

19

2. Peran Penyuluh Kehutanan

Penyuluh memiliki peran yang sangat vital dalam usaha pelestarian hutan. Sebagai ujung tombak dalam usaha pelestarian kehutanan, penyuluh harus dapat memahami serta melaksanakan segala kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian hutan. Sesuai dengan amanah dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, bahwa setiap jenis kegiatan pembangunan kehutanan baik aspek perencanaan hutan, rehabilitasi hutan/lahan, pemanfaatan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam semuanya memerlukan dukungan penyuluhan kehutanan. Sehingga otomatis peran penyuluh kehutanan dalam setiap kegiatan kehutanan sangat diperlukan.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 130 tahun 2002 peran atau tugas pokok penyuluh kehutanan adalah menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan, memanatau dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan penyuluhan kehutanan. Sedangkan menurut Wiharta dkk, (1997: 14) dalam menjalankan penyuluhan, tenaga penyuluh memegang peran yang sangat menentukan keberhasilan penyuluhan yang dilaksanakan, karena penyuluh sebagai agen pembangunan atau agen perubahan. Kartasapoetra (2005: 181) dalam kaitan peran penyuluh ini menyatakan untuk dapat melaksanakan tugas yang diembannya dengan baik dan berhasil seorang penyuluh harus dapat sekaligus berperan sebagai pendidik/ guru, pemimpin dan penasehat yang dapat dijelaskan sebagai berikut:


(41)

20

a. Sebagai pendidik atau guru

Seorang penyuluh harus dapat memberikan pengetahuan atau cara-cara baru (inovasi ) dalam meningkatkan produksi dan sekaligus taraf hidup masyarakat.

b. Sebagai pemimpin

Seorang penyuluh harus dapat membimbing dan memotivasi masyarakat sasaran penyuluhan agar mau mengubah cara berpikir dan cara kerja sehingga mau dan mampu menerapkan cara- cara baru yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.

c. Sebagai penasehat

seorang penyuluh harus memiliki ketrampilan dan keahlian untuk memilih alternatif perubahan yang tepat, yang secara teknis dapat dilaksanakan dan secara ekonomis menguntungkan. Selain itu seorang penyuluh harus dapat berperan melayani, memberi petunjuk dan contoh dalam bentuk peragaan (mengerjakan sendiri) dalam memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi.

Wiharta dkk, (1997: 15) menambahkan, selaras dengan peran penyuluh kehutanan, maka setiap penyuluh kehutanan harus memiliki kualifikasi sebagai berikut:

a. Kemampuan Berkomunikasi b. Memiliki sikap

c. Memiliki Kemampuan Pengetahuan dan atau Keahlian d. Karakter Sosial Budaya Pernyuluh.

Sementara Onong (Iskandar dkk, 2013: 4) menyatakan:

“peran dari penyuluh kehutanan adalah bagian dari tindakan komunikasi yang dipengaruhi oleh berbagai factor dalam kehidupan dan perkembangan dirinya. Pendidikan formal dan non formal akan memberikan kemampuan untuk merumuskan konsep yang hendak disampaikan, pengalaman memberikan warna pribadi yang khas terhadap isi pesan (field of experience), lingkungan sosial menentukan nilai- nilai yang mengatur hubungan komunikator (penyuluh) dan komunikan (masyarakat hutan) namun pengaruh yang paling menentukan dalam memberikan konteks terhadap peristiwa komunikasi adalah datangnya dari faktor kebudayaan (sandi, lambang dan cara yang


(42)

21

Muljono (2011: 1) mengemukakan, penyuluhan kehutanan pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan masyarakat, dunia usaha, aparat pemerintah pusat dan daerah, serta pihak-pihak lain yang terkait dengan pembangunan kehutanan. Kegiatan penyuluhan kehutanan menjadi investasi dalam mengamankan dan melestarikan sumberdaya hutan sebagai aset negara dan upaya mensejahterakan masyarakat.

Muljono (2011: 6) menjelaskan pula kriteria keberhasilan penyuluh kehutanan dalam proses pemberdayaan masyarakat berupa: terbentuk dan berkembangnya kelembagaan masyarakat di wilayah kerjanya. Selanjutnya dijelaskan indikator yang mencirikan telah terbentuk dan berkembangnya kelembagaan masyarakat yang kuat dan mandiri yaitu dengan kriteria ; 1. Terbentuknya Kelompok Tani dengan SDM anggota masyarakat yang mantap; 2. Memiliki organisasi dan pengurus serta mempunyai tujuan yang jelas dan tertulis; 3. Memiliki kemampuan managerial dan kesepakatan/ aturan adat yang di taati bersama.

3. Peran Penyuluh Kehutanan SPTN II Bengkunat

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan kawasan hutan yang dilindungi oleh pemerintah dan salah satu upaya pemerintah dalam menjaga dan melestarikan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan adalah dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat, dengan dilakukannya penyuluhan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tetap terjaganya kelestarian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang


(43)

22

Kehutanan, penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu masyarakat juga harus terlibat aktif dalam menjaga kelestarian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan agar tercapainya tujuan penyuluhan tersebut. Karena penyelenggaraan penyuluhan kehutanan bukan hanya tugas penyuluh semata tetapi juga menjadi tugas pihak swasta dan juga masyarakat.

Menurut Surat Keputusan Kepala Balai Besar TNBBS no.SK.10./ BBTNBBS-1/2014 Tanggal 20 Januari 2014 tugas pokok dan fungsi penyuluh kehutanan non Pegawai Negeri Sipil pada Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan adalah sebagai berikut:

1. Menyebarluaskan informasi pembangunan kehutanan di wilayah kerjanya dengan cara menyampaikan visi, misi, tujuan, strategi dan prinsip dari pembangunan kehutanan;

2. Memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat (Kelompok Tani Hutan/ Kelompok Swadaya Masyarakat/ Kader Konservasi/ Kelompok Profesi/ Kelompok Pecinta Alam/ Saka Wanabakti);

3. Mendorong peran serta masyarakat sasaran dalam pembangunan kehutanan di wilayah kerjanya;

4. Menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan, kewirausahaan dan kemampuan manajerial kelompok masyarakat;

5. Memfasilitasi kelompok masyarakat dalam penyusunan RDK/RDKK di wilayah kerjanya;

6. Memfasilitasi kelompok masyarakat dalam mengakses teknologi, informasi pasar, peluang usaha dan permodalan;

7. Memfasilitasi kelompok masyarakat untuk menyusun rencana usaha bersama;

8. Membimbing dan memberikan alternatif pemecahan masalah kelompok masyarakat dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan usahanya.


(44)

23

Kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat akan dikatakan baik apabila penyuluh menjalankan seluruh tupoksi dari penyuluh itu sendiri. Karena tupoksi merupakan acuan bagi penyuluh dalam menjalankan setiap kegiatannya, sehingga apabila tupoksi penyuluh berjalan dengan baik maka kinerja penyuluh juga akan baik begitu juga sebaliknya apabila tupoksi penyuluh tidak berjalan dengan baik maka kinerjanya juga tidak akan baik. Maka dari itu tupoksi penyuluh SPTN II Bengkunat akan dijadikan acuan bagi peneliti untuk melihat kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat.

Selain melaksanakan tupoksinya penyuluh juga melaksanakan kewajiban. Menurut Surat Keputusan Kepala Balai Besar TNBBS no.SK.10./ BBTNBBS-1/2014 Tanggal 20 Januari 2014 kewajiban penyuluh kehutanan non pegawai negeri sipil pada Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan adalah sebagai berikut:

1. Mengikuti secara aktif kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan oleh Balai Besar TNBBS dan mitra Balai Besar TNBBS dalam rangka pemberdayaan masyarakat;

2. Membantu kegiatan Penyuluh Kehutanan Balai Besar TNBBS dalam rangka pemberdayaan masyarakat;

3. Mendampingi kelompok tani binaan Balai Besar TNBBS di wilayah kerjanya masing-masing;

4. Membuat rencana kerja tahunan yang disampaikan kepada Kepala Balai Besar TNBBS diketahui Kepala SPTN masing-masing paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun berjalan dan ditembuskan kepada Koordinator Penyuluh Kehutanan Balai Besar TNBBS; 5. Membuat laporan kegiatan penyuluhan yang disampaikan kepada

Kepala Balai Besar TNBBS diketahui Kepala SPTN masing-masing paling lambat setiap tanggal 5 bulan berikutnya dan ditembuskan kepada Koordinator Penyuluh Kehutanan Balai Besar TNBBS; 6. Mengikuti pertemuan dalam rangka koordinasi kegiatan penyuluhan

lingkup Balai Besar TNBBS setiap 3 (tiga) bulan di bawah koordinasi kepala Bidang Teknis Konservasi TN;

7. Mengisi daftar hadir sesuai dengan hari kerja PNS Balai Besar TNBBS.


(45)

24

Di samping melaksanakan tupoksinya penyuluh juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan. Penyuluh SPTN II Bengkunat harus mampu menjalankan seluruh kewajibannya. Baik itu kewajiban kepada masyarakat binaannya maupun kewajiban kepada kantor Balai Besar TNBBS, karena kepatuhan penyuluh dalam melaksanakan kewajibannya merupakan salah satu ukuran dari kinerja penyuluh. Apabila penyuluh melaksanakan tupoksi dan kewajiban dengan baik maka kelestarian Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) akan terjaga. Dan untuk mengetahui lebih jelas mengenai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di bawah ini akan dipaparkan mengenai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) secara lebih rinci.

C. Tinjauan Tentang Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat sehingga masyarakat dapat mendukung pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat menitikberatkan pada pengembangan kemampuan masyarakat sehingga masyarakat bisa menjadi masyarakat yang mandiri. Dalam pemberdayaan masyarakat, masyarakat harus ikut terlibat aktif dalam setiap kegiatan yang direncanakan oleh pemerintah agar tercipta masyarakat mandiri serta sejahtera secara ekonomi.

Menurut Junanto (Iskandar dkk, 2013: 5) Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan sendiri


(46)

25

merupakan suatu proses yang berjalan secara terus-menerus. Chafid (2005: 32) memaparkan istilah pemberdayaan (empowerment) muncul hampir bersamaan dengan adanya kesadaran pada perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Mawardi (2007: 26) menyatakan pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses yang mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan yang berlangsung secara dinamis sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil keputusan secara bebas dan mandiri. Mawardi (2007: 89) selanjutnya menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: saling tidak mempercayai, kurang daya inovasi/kreativitas, mudah pasrah/putus asa, cita-cita rendah, wawasan yang sangat sempit, familisme, tergantung pada bantuan pemerintah, sangat terikat pada tempat kediamannya dan tidak bersedia menempatan diri sebagai orang lain.

Sumardjo (1999: 89) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu:

1. Mampu memahami diri dan potensinya,mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan)

2. Mampu mengarahkan dirinya sendiri 3. Memiliki kekuatan untuk berunding

4. Memiliki kemampuan yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dan

5. Bertanggungjawab atas tindakannya.

Slamet (Iskandar dkk, 2013: 6) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, paham termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang,


(47)

26

berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab.

Pemberdayaan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh penyuluh SPTN II Bengkunat di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Pemberdayaan yang dilakukan bertujuan agar masyarakat yang berada di sekitar kawasan taman nasional memperoleh pengetahuan tentang pentingnya ikut terlibat dalam pembangunan kehutanan yang berkelanjutan. Selain itu pemberdayaan masyarakat juga dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar masyarakat mandiri secara ekonomi. Masyarakat disekitar kawasan taman nasional memerlukan perhatian khusus dari pemerintah khususnya perhatian dari penyuluh kehutanan karena masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya arti hutan bagi kehidupan.

D. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

Menurut UU No. 5 Tahun1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya,taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,


(48)

27

pariwisata, dan rekreasi. Menurut laporan TNBBS dalam Yulianti (2009: 6) menyebutkan bahwa kawasan lindung Bukit Barisan Selatan memperoleh status sebagai Kawasan Pelestarian Alam pada tanggal I April 1979. Kemudian ditetapkan sebagai taman nasional melalui Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 pada tanggal 14 Oktober 1982. Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997, statusnya berubah menjadi Balai Taman Nasional Bukit Barisan selatan.

Menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, suatu taman nasional dikelola dengan sisitem zonasi yang menjadi penunjang penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penangkaran, rekreasi dan wisata. Zonasi adalah penetapan zona atau blok pengelolaan kawasan konservasi sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.

Pembagian zonasi yang terdapat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, yaitu:

1. Zona Inti

Zona inti merupakan bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.

2. Zona Pemanfaatan

Zona pemanfaatan merupakan bagian kawasan taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.

3. Zona Lainnya

Zona lainnya merupakan zona yang tidak termasuk dalam zona inti ataupun zona pemanfaatan, tetapi ditetapkan sebagai zona tertentu sesuai dengan kondisi alamnya. Misalnya, zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, dan zona rehabilitasi.

Pada awalnya, pengelolaan TNBBS terbagi ke dalam 4 (empat) zona, yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona penyangga. Namun, berdasarkan kondisi fisik, biotik, maupun potensi TNBBS, peraturan


(49)

28

perundang-undangan dan rencana pengelolaan TNBBS serta pertimbangan–pertimbangan efektif lainnya yang berkaitan dengan kondisi perkembangan TNBBS, sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan, serta kemampuan pengelola TNBBS, maka dilaksanakan revisi zonasi kawasan TNBBS melalui Surat No. 139/VI-BTNBBS/2003. Zonasinya terbagi menjadi:

1. Zona Inti

Luas kawasan zona inti secara keseluruhan di TNBBS kurang lebih adalah 53,25% dari luas taman nasional. Zona ini terbagi menjadi 5 (lima) bagian yang tersebar diseluruh taman nasional. Keberadaan zona ini berfungsi untuk menjaga satwa-satwa langka, diantaranya badak sumatera, harimau sumatera, gajah sumatera dan tapir.

2. Zona Rimba

Luas kawasan zona rimba di TNBBS adalah 40,64% dari luas taman nasional. Zona ini terbuka untuk pemanfaatan terbatas dalam bentuk rekreasi alam dan kegiatan pendidikan. Tidak banyak bangunan dan jalan setapak dibuat pada zona ini agar pemanfaatan tidak mengubah lingkungan alam.

3. Zona Pemanfaatan Intensif

Kurang lebih 1,57% dari luas taman nasional tersedia tersedia untuk pemanfaatan intensif. Zona ini dapat berupa tempat rekreasi, jalan, taman parkir, atau pun tempat berkemah, dengan luasan yang dibatasi dan ditandai dengan jelas.

4. Zona Pemanfaatan Khusus

Kurang lebih 0,02 % dari luas taman nasional termasuk ke dalam zona khusus. Zona ini berfungsi untuk memecahkan isolasi area yang berada dibagian baarat kawasan taman nasional, dan mendukung kegiatan wisata alam melalui keterhubungan antarobjek wisata di zona-zona pemanfaatan

5. Zona Pemanfaatan Tradisional

0,09% dari luas taman nasional memiliki potensi sumberdaya alam hayati yang secara rutin dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan belum bersifat komersial. Pemanfaatan hasil berupa hasil hutan non kayu getah damar dan buah durian

6. Zona Rehabilitasi

Luas zona rehabilitasi kurang lebih yaitu 4,35% dari luas taman nasional. Kriteria zona ini adalah daerah yang keadaan potensi dan kawasannya telah banyak berubah akibat kerusakan dan gangguan yang disebabkan oleh kebakaran, ekspansi tumbuhan merambat pengganggu, perambahan hutan, dan penggembalaan.


(50)

29

7. Zona Situs Budaya dan Sejarah

Seluas kurang lebih 0,08% dari luas taman nasional yang terletak disekitar Way Menula Lampung Barat terdapat makam yang dipercaya dan dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Daerah ini sering dikunjungi dan dijadikan sebagai tempat ziarah, bertapa, atau semedi baik oleh masyarakat setempat atau pun masyarakat dari luar daerah. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) mengalami deforestasi dari tahun ke tahun. Menurut Suyadi (2011: 195) penggundulan hutan di TNBBS di mulai sejak tahun 1960an. Hasil tersebut di perkuat oleh data yang menunjukan bahwa sebelum 1972 tutupan hutan seluas 46.100 ha atau sekitar 13% dari luas hutan di TNBBS telah hilang. Rata-rata laju deforestasi sejak 1972 hingga 2006 adalah 0,64% per tahun. Hanya sekitar 67.225 ha hutan yang tersisa pada 2006 dari 310.670 ha hutan pada tahun 1972, atau sekitar 22% tutupan hutan telah hilang sejak 1972 hingga 2006. Laju deforestasi di TNBBS paling tinggi di hutan perbukitan (9.01 km2/tahun), kemudian hutan dataran rendah (7.55 km2/tahun), dan hutan pegunungan (3.43 km2/tahun). Deforestasi tertinggi terjadi pada dekade pertama (1972-1985), setiap tahunnya seluas 28 km2 hutan dibabat habis, kemudian pada dekade berikutnya (1986-1996) deforestasi hanya 15 km2/tahun, namun pada dekade terakhir deforestasi meningkat kembali (21 km2/tahun).

Pelaku yang secara fisik membabat hutan di TNBBS adalah petani yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Meskipun demikian, yang menjadi penyebab terpenting deforestasi di TNBBS adalah penyebab tidak langsung seperti illegal logging, hak pengusahaan hutan, tingginya harga kopi, lemahnya penegakan hukum, dan situasi sosial-ekonomi di tingkat lokal dan nasional. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor eksternal yang mendorong petani untuk membuka hutan di TNBBS atau memperluas lahan garapannya.


(51)

30

E. Kerangka Pikir

Kinerja merupakan hasil yang dicapai suatu individu (pegawai) atau suatu organisasi berdasarkan indikator yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, kinerja yang dimaksud adalah kinerja penyuluh (pegawai) SPTN II Bengkunat dalam pemberdayaan masyarakat di kawasan TNBBS. SPTN II Bengkunat memiliki tiga bidang dalam usaha menjaga dan melestarikan kawasan taman nasional yaitu bidang penyuluhan, polisi kehutanan, serta Pengamat Ekosistem Hutan (PEH). Namun dalam penelitian ini peneliti hanya akan meneliti kinerja penyuluh saja.

Kinerja Penyuluh SPTN II Bengkunat dapat dilihat dari bagaimana penyuluh menjalankan tupoksinya. Apabila penyuluh menjalankan tupoksinya dengan baik maka kinerja penyuluh dikatakan baik. Namun apabila penyuluh tidak dapat menjalankan tupoksinya dengan baik maka kinerja penyuluh dapat dikatakan tidak baik. Selain dilihat dari bagaimana penyuluh menjalankan tupoksinya kinerja penyuluh juga dilihat dari indikator kinerja yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori kinerja yang dikemukakan Indra Bastian (Fahmi, 2013: 128) yang menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, fungsi, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema yang strategis (strategic planning) suatu organisasi. Sehingga dalam penelitian ini peneliti akan melihat kinerja penyuluh berdasarkan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) SPTN II Bengkunat.


(52)

31

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tupoksi Penyuluh SPTN II Bengkunat:

- Penyuluh memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat

- Penyuluh memfasilitasi kelompok masyarakat dalam mengakses teknologi dan mengetahui informasi pasar

- Memfasilitasi kelompok masyarakat mengetahui peluang usaha dan permodalan

- Memfasilitasi kelompok masyarakat untuk menyusun rencana usaha bersamaMemfasilitasi kelompok masyarakat menyusun RDK/RDKK di wilayah kerjanya

- Menyebarluaskan informasi pembangunan kehutanan di wilayah kerjanya dengan cara :

- menyampaikan visi dan misi

- menyampaikan tujuan, strategi dan prinsip dari pembangunan kehutanan

- Penyuluh membimbing dan memberikan solusi kepada kelompok masyarakat dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan usahanya.

- Penyuluh mendorong peran masyarakat dalam pembangunan kehutanan

- Penyuluh mampu menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan, kewirausahaan dan kemampuan manajerial kelompok masyarakat.


(53)

32

Jika penyuluh SPTN II Bengkunat mampu memenuhi indikator-indikator yang telah dijelaskan di atas, maka kinerja penyuluh akan baik sehingga tercapainya tujuan dari penyuluhan itu sendiri yaitu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar masyarakat sadar akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia. Namun jika penyuluh SPTN II Bengkunat tidak mampu memenuhi indikator-indikator di atas maka kinerja penyuluh dapat dikatakan tidak baik sehingga tujuan dari penyuluhan juga tidak akan tercapai.


(54)

33

Bagan 1. Kerangka pikir dalam penelitian ini:

Kinerja Penyuluh SPTN II Bengkunat

Tidak Maksimal Indikator Pengukuran Kinerja Penyuluh:

Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Penyuluh

- Penyuluh memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat

- Penyuluh memfasilitasi kelompok masyarakat dalam mengakses teknologi dan mengetahui informasi pasar

- Memfasilitasi kelompok masyarakat mengetahui peluang usaha dan permodalan

- Memfasilitasi kelompok masyarakat untuk menyusun rencana usaha bersama

- Memfasilitasi kelompok masyarakat menyusun RDK/RDKK di wilayah kerjanya

- Menyebarluaskan informasi pembangunan kehutanan di wilayah kerjanya dengan cara :

- menyampaikan visi dan misi

- menyampaikan tujuan, strategi dan prinsip dari pembangunan kehutanan

- Penyuluh membimbing dan memberikan solusi kepada kelompok masyarakat dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan usahanya.

- Penyuluh mendorong peran masyarakat dalam pembangunan kehutanan

- Penyuluh mampu menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan, kewirausahaan dan kemampuan manajerial kelompok masyarakat.


(55)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode penelitian kualitatif. Tipe penelitiannya adalah tipe kualitatif yang dideskriptifkan yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran serta memahami dan menjelaskan bagaimana kinerja penyuluh Badan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) dalam pemberdayaan masyarakat di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Tipe penelitian kualitatif digunakan karena penelitian kualitatif dapat memberikan gambaran yang lebih sistematis, faktual, akurat dan terperinci.

Menurut Moleong (Herdiansyah, 2012: 9) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi tindakan dan lain sebagainya. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.


(56)

35

Menurut Usman (2009: 130) penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata menurut pedapat responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang melatar belakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan, dan bertindak) seperti itu tidak seperti lainnya direduksi, ditriangulasi, disimpulkan (diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi (dikonsultasikan kembali kepada responden dan teman sejawat).

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif sangat diperlukan karena fokus penelitian akan mengarahkan serta membatasi penelitian yang akan kita lakukan sehingga tujuan penelitian kita dapat tercapai. Fokus penelitian harus diungkapkan secara terperinci dan operasional untuk mempermudah peneliti sebelum melaksanakan observasi. Fokus penelitian adalah garis besar dari penelitian, jadi observasi serta analisa hasil penelitian akan lebih terarah.

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan tentang bagaimana kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat dalam pemberdayaan masyarakat di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. SPTN II Bengkunat memiliki tiga bidang yaitu bidang penyuluhan, polisi kehutanan dan bidang pengamat ekosistem hutan (PEH). Namun dalam penelitian ini peneliti hanya melihat kinerja dari penyuluh pada kantor SPTN II Bengkunat tersebut. Penelitian ini menggunakan teori kinerja yang dikemukakan oleh Indra Bastian (Fahmi,


(57)

36

2013: 128) menyatakan bahwa kinerja dapat dilihat dari tingkat pencapaian sasaran, tujuan, fungsi, misi dan juga visi.

Indikator pengukuran kinerja penyuluh:

Tupoksi penyuluh SPTN II Bengkunat

- Penyuluh memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat

- Penyuluh memfasilitasi kelompok masyarakat dalam mengakses teknologi dan mengetahui informasi pasar

- Memfasilitasi kelompok masyarakat mengetahui peluang usaha dan permodalan

- Memfasilitasi kelompok masyarakat untuk menyusun rencana usaha bersama - Memfasilitasi kelompok masyarakat menyusun RDK/RDKK di wilayah

kerjanya

- Menyebarluaskan informasi pembangunan kehutanan di wilayah kerjanya dengan cara :

a. menyampaikan visi dan misi

b. menyampaikan tujuan, strategi dan prinsip dari pembangunan kehutanan.

- Penyuluh membimbing dan memberikan solusi kepada kelompok masyarakat dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan usahanya.

- Penyuluh mendorong peran masyarakat dalam pembangunan kehutanan - Penyuluh mampu menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan,


(58)

37

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Bengkunat (SPTN II Bengkunat) yang beralamat di Jl. Lintas Barat Pekon Ngaras Kecamatan Bengkunat Kabupaten Pesisir Barat.

D. Sumber Informasi

Sumber informasi dalam penelitian kualitatif disebut informan. Informan merupakan orang yang memahami dan mengetahui segala informasi tentang permasalahan yang akan kita teliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam penentuan informan. Artinya peneliti menentukan siapa saja pihak-pihak yang akan dijadikan informan dalam penelitian ini berdasarkan kapasitas mereka dalam permasalahan yang dihadapi peneliti.

Menurut Sugiyono (2005: 63) Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, dalam hubungan ini lazimnya dinyatakan atas kriteria- kriteria atau pertimbangan-pertimbangan tertentu, jadi tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan dalam teknik random. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyuluh SPTN II Bengkunat 2. Kepala seksi SPTN II Bengkunat 3. Masyarakat setempat


(59)

38

Tabel 1. Daftar Informan

No

Nama Informan Jumlah

Informan

1 Penyuluh SPTN II Bengkunat 1

2 Kepala Seksi SPTN II Bengkunat 1

3 Masyarakat setempat 7

Jumlah 9

Berdasarkan data diatas maka informan pada penelitian ini adalah 1 penyuluh SPTN II Bengkunat, 1 kepala seksi SPTN II Bengkunat, dan 7 masyarakat maka informan pada penelitian ini berjumlah 9 jiwa.

E. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Menurut Indiartono dan Supomo (Purhantara, 2010: 79) data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian, dalam hal ini peneliti memperoleh data atau informasi langsung dengan menggunakan instrumen-instrumen yang telah ditetapkan. Data primer dianggap lebih akurat, karena data ini disajikan secara terperinci. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil wawancara kepada penyuluh SPTN II Bengkunat, kepala seksi SPTN II Bengkunat dan juga wawancara kepada masyarakat. Selain wawancara peneliti juga melakukan observasi langsung untuk mendapatkan data yang lebih akurat.


(60)

39

b. Data Sekunder

Menurut Indiartono dan Supomo (Purhantara, 2010: 79) data Sekunder merupakan data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek penelitian bersifat publik, yang terdiri atas: struktur organisasi data kearsipan, dokumen, laporan-laporan serta buku-buku dan lain sebagainya yang berkenaan dengan penelitian ini. Sehingga data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, catatan-catatan, laporan-laporan, maupun arsip-arsip resmi yang diperoleh dari kantor SPTN II Bengkunat.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam proses penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Untuk mengumpulkan data dengan seakurat mungkin mengenai variabel yang akan dikaji, peneliti menggunakan empat teknik pengumpulan data yaitu:

a. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan beberapa narasumber yang dianggap telah memenuhi syarat atau relevan dengan penelitian ini. Wawancara ini dilakukan secara tak berencana dan terbuka dimana narasumber atau informan diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan secara bebas dengan harapan agar memperoleh kejelasan dari sumber-sumber data yang belum dipahami oleh peneliti,


(61)

40

serta untuk memperoleh realita objek yang diteliti. Wawancara merupakan instrument kunci pada penelitian ini sehingga wawancara merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan kepala SPTN II Bengkunat dimana wawancara tersebut bersifat terbuka dimana narasumber atau informan diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan secara bebas. Selain melakukan wawancara dengan kepala SPTN II Bengkunat peneliti juga melakukan wawancara dengan penyuluh SPTN II Bengkunat wawancara dengan penyuluh ini merupakan wawancara yang paling penting karena penyuluhlah informan yang paling memiliki kapasitas dalam permasalahan ini. Selain kepala seksi dan penyuluh wawancara juga dilakukan kepada masyarakat di desa Tanjung Meneng dimana desa ini merupakan salah satu desa binaan dari penyuluh SPTN II Bengkunat.

Menurut Fathori (2011: 105) wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancara. Wawancara dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan penyuluh SPTN II Bengkunat, kepala seksi SPTN II Bengkunat serta masyarakat setempat.


(62)

41

b. Observasi

Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Peneliti melihat langsung daerah yang menjadi wilayah kerja dari penyuluh SPTN II Bengkunat. Observasi ini dilakukan untuk mendukung data hasil wawancara.

Dalam penelitian ini peneliti turun langsung kelapangan dimana peneliti mendatangi salah satu desa binaan penyuluh SPTN II Bengkunat yaitu desa Tanjung Meneng. Selama melakukan observasi tersebut peneliti melihat langsung bagaimana pemberdayaan yang dilakukan penyuluh kehutanan di desa tersebut.

c. Penelitian Pustaka

Penelitian pustaka merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini. Data diperoleh melalui hasil bacaan buku-buku, majalah, internet dan sumber bacaan lainnya yang erat relevansinya dengan masalah yang sedang diteliti.

d. Dokumentasi

Menurut Herdiansyah (2010: 143) studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan. Pengambilan


(63)

42

data dengan metode ini akan dilakukan peneliti dengan cara melihat dan menganalisis dokumen-dokumen yang diperoleh dari kantor SPTN II Bengkunat.

Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data-data berupa dokumentasi dari kantor SPTN II Bengkunat sendiri. Peneliti mengumpulkan data berupa dokumen-dokumen kemudian peneliti memilih data-data yang berhubungan atau relevan dengan penelitian ini.

G. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dilakukan setelah tahap pengumpulan data diperoleh. Adapun teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

1. Tahapan Editing

Editing yaitu teknik mengolah data dengan cara meneliti kembali data yang diperoleh untuk menjamin validitasnya serta dapat segera diproses lebih lanjut. Tahapan editing yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini, yakni menyajikan hasil wawancara dan dokumentasi yang disajikan dengan menggunakan kalimat yang baku dan mudah dimengerti. Peneliti menyederhanakan kembali data-data hasil wawancara, maupun data dari dokumen yang didapat dari kantor SPTN II Bengkunat.


(1)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat sebagai berikut:

1. Kinerja penyuluh kehutanan SPTN II Bengkunat dalam pemberdayaan masyarakat menunjukkan hasil yang tidak maksimal ini berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan mengacu pada indikator-indikator yang telah ditetapkan antara lain:

a. Penyuluh tidak mampu memfasilitasi kelompok masyarakat dalam mengakses teknologi dan mengetahui informasi pasar;

b. penyuluh tidak mampu memfasilitasi kelompok masyarakat mengetahui peluang usaha dan permodalan;

c. penyuluh tidak mampu memfasilitasi kelompok masyarakat untuk menyusun rencana usaha bersama;

d. penyuluh tidak mampu memfasilitasi kelompok masyarakat menyusun RDK/RDKK di wilayah kerjanya;

e. tidak mampu membimbing dan memberikan solusi kepada kelompok masyarakat dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan usahanya;


(2)

95

f. penyuluh tidak mampu menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan, kewirausahaan dan kemampuan manajerial kelompok masyarakat.

Sedangkan ada beberapa indikator yang telah dilaksanakan namun belum berjalan dengan maksimal antara lain:

a. Penyuluh memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan kelompok masyarakat;

b. penyuluh menyebarluaskan informasi pembangunan kehutanan di wilayah kerjanya dengan cara menyampaikan visi dan misi serta menyampaikan tujuan, strategi dan prinsip dari pembangunan kehutanan; penyuluh mendorong peran masyarakat dalam pembangunan kehutanan.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat adalah keterbatasan dana, keterbatasan pegawai atau tenaga penyuluh, akses yang sulit dijangkau, cakupan wilayah yang cukup besar serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan.


(3)

96

B. SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa terhadap permasalahan, maka peneliti memberikan saran terkait kinerja penyuluh SPTN II Bengkunat sebagai berikut:

1. Pemerintah harus memberikan program pendidikan dan latihan (diklat) kepada penyuluh SPTN II Bengkunat agar penyuluh memiliki kemampuan dan keahlian sehingga kinerja penyuluh pun semakin baik. 2. Pemerintah harus menambah jumlah tenaga penyuluh dan juga menambah


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Chalid, Pheni. 2005. Otonomi Daerah: Masalah, Pemberdayaan dan Konflik. Cetakan ke-1. Jakarta: Kemitraan.

Kartasapoetra. 2005. Konservasi Tanah Dan Air. Bandung: Rineke Cipta

Fahmi, Irham.2013. Perilaku Organisasi. Teori, Aplikasi Dan Kasus. Bandung: Alfabeta.

Fathori, Abdurrahman. 2011. Metodologi Penelitian Dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.

Handayaningrat, Suhardi. 2004. Optimalisasi Kinerja Lembaga Pemerintahan. Surabaya: Buana Ilmu.

Hasibuan, Melayu S.P.2000. Organisasi dan Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers. Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu

Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.

Martiman, Edy. 2001. Implementasi Program dan Kebijakan. Bandung: Bina Cipta.

Moeheriono. 2012. Perencanaan, Aplikasi Dan Pengembangan Indikator Kinerja Utama (IKU) Bisnis Dan Publik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Muljono, P. 2011. Upaya Pemberdayaan Masyarakat Melalui Penyuluhan Kehutanan. Jakarta: Badan Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan

Pasolong, Harbani. 2014. Teori Adiministrasi Publik. Bandung: Alfabeta. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta


(5)

Purhantara, Wahyu. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Untuk Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ruky, Ahmad. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Satori, Djam’an. 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Steers, Richard M. 1984. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga

Sugiyono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sumardjo. 2010. Model Pemerdayaan Masyarakat Dan Pengelolaan Konflik Sosial Pada Perkebunan Kelapa Sawit Di Propinsi Riau. Riau.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

2011. Manajemen Kinerja (Edisi Ketiga). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wiharta, M. dkk. 1997. Buku Pintar Penyuluh Kehutanan. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan.

Jurnal

Iskandar, dkk. 2013. Kajian Sosiologis Terhadap Peran Penyuluh Kehutanan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pada Pengelolaan Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Di Desa Tunggul Boyok Kecamatan Bonti Kabupaten Sanggau. Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSS-2013

Muhsin, 2011. Peranan Dan Fungsi Penyuluh Kehutanan Dalam Pengembangan Kelompok Tani Di Kabupaten Lombok Barat. Ganec Swara. Vol 5. No 1. Mawardi. 2007. Peranan Sosial Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat.

Jurnal Pengembangan Masyarakat. Vol 3. No 2.

Suyadi. 2011. Deforestation in Bukit Barisan Selatan National Park, Sumatra, Indonesia. Jurnal Biologi Indonesia. Vol 7. No 2.


(6)

Dokumen

Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 130 Tahun 2002 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluhan Kehutanan dan Angka Kreditnya Surat Keputusan Kepala Balai Besar TNBBS no.SK.10./ BBTNBBS-1/2014 Rencana Kerja Tahunan Wildlife Conservation Society Indonesia Program ( RKT WCS-IP) di Balai TNBBS 2014.

Media

http://www.bp2sdmk.dephut.go.id/emagazine/index.php/umum/8-siapkah-penyuluh-kehutanan-mendampingi-kegiatan-kehutanan-di-lapangan.html (di akses pada 17 April 2015 Pukul 14.53 WIB)

http//www.bp2sdmk.dephut.go.id/index.php/berita1/290-sukses-kolaborasi-antara-penyuluh-kth-dan-kph-bali-tengah-dalam-pemberdayaan-masyarakat (di akses pada 18 April 2015 Pukul 06.41 WIB)

http://ariplie.blogspot.com/2014/12/pengertian-efisiensi-apa-itu-efisiensi.html (di akses pada tanggal 30 Mei 2015 Pukul 10.07 WIB).

Skripsi

Yulianti, Apita. 2009. Identifikasi Gangguan Satwa Famili Felidae Terhadap Masyarakat Di Sekitar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Analisis Kerusakan Hutan Di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Besitang

8 83 139

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI RESORT PUGUNG TAMPAK TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (Studi Kasus di Resort Pugung Tampak Taman Nasional Bukit Barisan Selatan)

1 8 53

KAJIAN VEGETASI DI KANAN-KIRI JALAN SANGGI-BENGKUNAT KM 30 – KM 32 TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN SEBAGAI HABITAT GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus)

1 10 40

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DISEKITAR OBYEK WISATA TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN WILAYAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT (STUDI KASUS DI DESA KUBU PERAHU)

3 24 86

Pengembangan Ekowisata Gajah di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Provinsi Lampung

0 19 182

Perubahan Tutupan Lahan di Taman Nasional Bukit Barisan Nama NIM Selatan Provinsi Lampung

0 6 60

Pendugaan Populasi Harimau Sumatra dan Satwa Mangsanya di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

0 0 7

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 2 14

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 1 11