27
individu tersebut. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi individu adalah jumlah setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek
pekerjaan individu.
b. Teori keadilan equity theory
Teori ini dikembangkan oleh Adams dalam Cahyono 1996, prinsip dari teori ini menyatakan bahwa seseorang akan merasa puas atau
sebaliknya tidak puas terhadap pekerjaannya tergantung pada apakah orang tersebut merasa adanya keadilan equity atau ketidak adilan
inequity atas suatu situasi. Hal ini diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun
ditempat lain. Bila individu merasa adanya keadilan dalam pekerjaannya yaitu persepsi keadilan tercapai bila perbandingan antara input-outcome
seorang individu sepadan dengan individu lainnya. Input adalah suatu nilai yang menyokong suatu pekerjaan atau jabatan seperti pendidikan,
pengalaman, keterampilan, masa kerja, persediaan atau perlengkapan kerja. Outcome adalah suatu nilai yang didapat dari suatu pekerjaan atau
jabatannya, seperti upah, keuntungan, status penghargaan dan kesempatan untuk berprestasi dan ekspresi diri.
c. Teori Dua factor twofactortheory
Prinsip teori ini ialah kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda Cahyono,1996. Artinya, kepuasan
kerja dan ketidakpuasan kerja itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu. Berdasarkan atas hasil penelitian Herzberg dalam Luthans
2006 menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi dua faktor, yaitu : Faktor motivator dan Faktor hygiene.
28
Faktor motivator ini berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam perkerjaan itu sendiri Job Content atau disebut juga aspek
intrinsik dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang termasuk disini adalah keberhasilan melakukan tugas, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung
jawab, kemungkinan untuk pengembangan, kesempatan untuk maju. Faktor hygiene yaitu faktor yang berada disekitar pelaksanaan pekerjaan,
berhubungan dengan job content atau pekerjan ekstrinsik yang terdiri dari : kondisi kerja, hubungan antara pribadi, kebijaksanaan perusahaan
teknik pengawasan, upahgaji. Luthans 2006 menambahkan bahwa perasaan nyaman dalam pekerjaan umumnya berhubungan dengan
pengalaman kerja dan kepuasan kerja. Seseorang akan bangga dan puas dengan pekerjaan karena fasilitas yang tersedia. Sebaliknya perasaan tidak
senang umumnya berhubungan dengan aspek disekitar pekerjaan atau suasana perkerjaan.
d. Teori Pemenuhan Kebutuhan need fulfillment theory
Teori Maslow ini sering disebut dengan hirarki kebutuhan, karena menyangkut kebutuhan manusia, teori ini menunjukkan kebutuhan
seseorang yang harus dipenuhi agar dia termotivasi untuk berkerja. Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan pegawai. Kebutuhan ini berupa kebutuhan fisik, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri, Maslow Robbins, 2002.
Sedangkan menurut McClelland et al dalam Robbins 2002, ada tiga kebutuhan yang relevan ditempat kerja yaitu kebutuhan akan prestasi,
kebutuhan akan kekuasan dan kekuasaan afiliasi. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkan. Makin besar
kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut.
29
Sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu tidak akan merasa puas.
Untuk kepentingan penelitian ini penulis menggunakan teori kepuasan kerja oleh Robbis dan Judge 2009. Prinsip kepuasan kerja yang
dikemukakan oleh Robbis dan Judge 2009 dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja berangkat dari perilaku karyawan yang puas dengan apa
yang diberikan oleh suatu organisasi tempatnya bekerja dan ditunjukkan dengan sikap positif karyawan terhadap organisasi tersebut.
2.1.3 Aspek Kepuasan Kerja
Herzberg dalam Robbins Judge 2009 menyatakan bahwa pada kenyataanya kepuasan kerja itu berangkat dari segi kepuasan kerja yang
dapat dilihat dari pekerjaan itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasansupervisor dan rekan kerja.
a. Pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan yang memberi kesempatan untuk
seorang pekerja menggunakan kemampuan yang dimiliki b.
Bayaran dalam bentuk imbalan yang pantas dari system gaji, sistem insentif finansial, sistem tunjangan, kebijaksanaan promosi yang adil
dan sesuai harapan cita-cita, dan terjauh dari praktek politik dalam promosi.
c. Kenaikan jabatan, prinsipnya adalah the right man in the right job
pekerjaan yang tepat pada jabatan yang tepat. Analisis jabatan menghasilkan deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan. Pekerja akan
mendapatkan kepuasan kerja apabila kepriibadian spesifikasi jabatan cocok dengan deskripsi jabatan.
d. Pengawasan supervisor. Pekerja menyukai dan menyenangi jabatan
yang memiliki atasan yang memiliki karakteristik sebagai berikut
30
yaitu 1 atasan langsung yang memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan untuk berkerja sama dalam memecahkan
persoalan pekerjaan yang sulit 2 atasan langsung yang bersedia mendengarkan dan memahami keluhan dan pendapat tentang
pemecahan persoalan pekerjaan. 3 atasan yang suka memberikan pertolongan dalam memecahakan masalah persoalan pekerjaan
Robbins, 1998. e.
Rekan kerja, pekerja bekerja tidak hanya untuk mendapatkan imbalan gaji, insentif finansial, tunjangan dan promosi yang adil saja, tetapi
pekerja bekerja juga untuk mendapatkan kebutuhan interkasi sosial rekan sekerja yang mendukung.
Cellucci dan DeVries dalam Dickson, et al 2009, mengungkapkan lima aspek kepuasan kerja dalam diri seseorang ditempat dia bekerja yakni
: a.
Kepuasan terhadap gaji, merupakan hal yang berhubungan dengan gaji yang diberikan lembaga dibandingkan dengan lembaga yang lain,
mempertimbangkan gaji dengan tanggung jawab dan tunjangan- tunjangan yang memuaskan ditempat kerja
b. Kepuasan terhadap promosi, merupakan hal yang berhubungan dengan
dasar atau sistim promosi di tempat kerja dan tingkat kemajuan karir pegawai yang bekerja dalam suatu lembaga.
c. Kepuasan terhadap rekan kerja, merupakan hal yang berhubungan
dengan dukunngan rekan kerja dan kerja sama dengan rekan kerja. d.
Kepuasan terhadap supervisipengawasan, merupakan dukungan dari atasan, yaitu atasan yang memiliki kompeten dibidangnya.
Sementara itu, Spector, 2000 menggunakan Job Satisfaction Surfey yang mengandung pengukuran dalam sembilan aspek diantaranya:
31
a. Gaji pay : hal ini berhubungan dengan kepuasan individu terhadap
gaji yang didapati dan kenaikan terhadap gaji b.
Promosi promotion : hal ini berhubungan dengan kesempatan individu terhadap ruang atau kesempatan promosi yang didapatinya
c. Atasan supervision : hal ini berhubungan dengan kepusan individu
terhadap atasan darinya. d.
Tunjangan fringebenefits : hal ini berhubungan dengan kepuasan individu terhadap tunjangan yang diberikan organisasi dimana dia
bekerja. e.
Imbalan non finansial contigentrewards : hal ini berhubungan dengan kepuasan individu terhadap imbalan non-finansial yang diberikan
karena performa baik yang tunjukan individu dalam bekerja. f.
Kondisi operasional operating conditions : hal ini berhubungan dengan kepuasan ndividu terhadap peraturan-peraturan dan prosedur-
prosedur yang berlaku dalam organisasi. g.
Rekan kerja co-workers : hal ini berhubungan dengan kepuasan individu terhadap rekan kerjanya.
h. Jenis pekerjaan natureofwork : hal ini berhubungan dengan kepuasan
individu terhadap tipe pekerjaan yang dilakukan. i.
Komunikasi : hal ini berhubungan dengan kepuasan individu terhadap komunikasi yang terjadi dan terjalin dalam organisasi
Dalam hubunganya dengan penelitian, penulis menggunakan lima aspek kepuasan kerja dari Herzberg dalam Robbins Judge 2009
menyatakan bahwa kepuasan kerja itu berangkat dari pekerjan itu sendiri, bayaran, kenaikan pangkat, pengawasansupervisor dan rekan kerja.
Pemelihan ini didasarkan pada prinsip dan keyakinan bahwa kepuasan kerja pendeta dalam melaksanakan tugas tanggung jawab sedikitnya dapat
32
dilihat berdasarkan lima karakteristik itu yang dapat menjadi landasan kepuasan kerja seorang pendeta.
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Robbins 1998 ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu pekerjaan yang secara
mental menantang, reward yang sesuai, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung serta kesesuaian kepribadian dan pekerjaan.
a. Pekerjaan yang secara mental menantang
Pekerja yang cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan
mereka dan menawarkan tugas, pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, sebaliknya jika terlalu banyak pekerjaan yang
menantang dapat menciptakan frustasi. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan
dalam bekerja. b.
Imbalan yang pantas Para pekerja menginginkan pemberian upah dan kebijakan promosi yang
mereka presepsikan adil dan sesuai dengan harapan mereka. Bila upah dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat kesempatan
individu, dan standar upah karyawan, kemungkinan besar akan menghasilkan kepuasan kerja.
c. Kondisi kerja yang mendukung
Pekerja peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi manapun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Beberapa penelitian
telah menunjukan, bahwa pekerja lebih menyukai lingkungan kerja yang
33
tidak berbahaya. Seperti temperatur, cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain harus diperhitungkan dalam pencapaian kepuasan kerja.
d. Rekan pekerja yang mendukung
Pekerja akan mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan kerja juga mengisi
kebutuhan akan interkasi social. Oleh karena itu sebaiknya pekerja mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung. Hal itu penting
untuk mencapai kepuasan kerja. e.
Kesesuaian kepribadian dan pekerjaan Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadianya sama dengan pekerjaan
yang mereka pilih seharusnya mereka punya bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian
akan lebih besar kemungkingan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan lebih memungkinkan untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari
pekerjaan mereka.
Beberapa faktor yang juga turut memengaruhi kepuasan kerja yaitu aMotivasi kerja, bbudaya organisasi c jenis kelamin, sebagaimana
variabel dalam penelitian ini, telah diteliti terlebih dahulu oleh beberapa penelitian terdahulu.
Zafar 2014 dalam penelitiannya menjelaskan bahwa, motivasi kerja merupakan faktor yang menentukan kepuasan kerja. Dari hasil
penelitiannya, disimpulkan bahwa jika karyawan termotivasi, mereka akan puas dengan pekerjaannya, dan jika karyawan puas dengan pekerjaan
mereka, maka mereka akan bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi, dan jika tujuan tercapai maka organisasi akan mendapatkan
keuntungan. Sejalan dengan peneitian tersebut, Sohail et al 2014 dalam
34
penelitian mereka menyimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan faktor pendorong kepuasan kerja, hal ini dikarenakan motivasi kerja memiliki
efek positif pada kepuasan kerja karyawan. Ini menyiratkan bahwa efek motivasi kerja karyawan, yang berimbas pada kepuasan kerja
mengakibatkan karyawan lebih termotivasi dalam melakukan tugas. Ketika motivasi kerja ada dalam diri seorang karyawan, dapat merangsang
karyawan untuk puas terhadap pekerjaannya. karyawan yang puas terhadap pekerjaannya akan lebih berkomitmen dengan pekerjaan, dan
kemudian memengaruhi kinerjanya. Selain faktor motivasi kerja, budaya organisasi juga merupakan
faktor terciptanya kepuasan kerja. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh, Sangadji 2014, yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
budaya organisasi merupakan salah satu dari banyaknya faktor yang turut memengaruhi kepuasan kerja. Dimensi budaya organisasi dalam
penelitiannya ini, yang terbukti membangun konstruk kepuasan kerja terdiri dari kebijakan organisasi, pengawasan, kondisi kerja, hubungan
interpersonal, gaji, keamanan kerja, prestasi kerja, tanggung jawab, kesempatan untuk tumbuh berkembang, pengakuan kerja itu sendiri.
Oleh karena itu secara empiris membuktikan bahwa budaya organisasi dengan berbagai dimensi merupakan faktor penentu kepuasan kerja.
Sejalan dengan penelitian tersebut, Belias Koustelios 2014, dalam penelitiannya menyatakan bahwa, dikarenakan budaya organisasi
merupakan faktor kepuasan kerja, maka pada beberapa organisasi internasional, budaya organisasi secara serius mulai dipikirkan dan
diterapkan. Pandangan senada juga disampaikan oleh Habib et al 2014 yang dalam peneliatan mereka menyatakan bahwa budaya organisasi
35
merupakan elemen atau faktor penting yang sangat mempengaruhi kepuasan kerja.
Selain motivasi kerja dan budaya organisasi disamping faktor- faktor lainnya sebagai penentu kepuasan kerja, jenis kelamin juga
merupakan suatu faktor yang menentukan kepuasan kerja. Hal ini diungkapkan oleh beberapa penlitian, diantaranya Ahmed et al 2010
yang menyatakan bahwa salah satu faktor demografi yaitu jenis kelamin merupakan bagian penting atau faktor seorang karyawan merasa puas atau
tidaknya terhadap pekerjaan yang digeluti. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa, kepuasan kerja secara signifikan relative tinggi di
miliki oleh karyawan perempuan dibandingkan dengan karyawan laki- laki.
Penelitian tersebut didukung oleh penelitian dari Hodson, 1989 menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara perbedaan gender dalam
penentuan kepuasan kerja. Perbedaan tersebut terlihat dalam proses kerja antara pria dan wanita. penelitian ini menyimpulkan bahwa beberapa
wanita tidak menyukai pekerjaan yang kompleks dibandingkan kebanyakan pria, karena karyawan wanita mengekspresikan ketidakpuasan
kerja lebih banyak dibandingkan dengan pekerja pria sebab mereka telah menikah dan memiliki anak di bawah usia enam tahun.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dipaparkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa, ternyata kepuasan kerja juga
dipengaruhi oleh faktor motivasi kerja, budaya organisasi, maupun jenis kelamin. Faktor-faktor tersebut sebagaimana yang menjadi dasar dan
menjadi bagian penting dari tulisan ini.
36
2.2 Motivasi Kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja
Konsep motivasi telah didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Istilah motivasi berasal dari istilah Latin movere,
yang berarti bergerak Roos Edden 2008. Banyak definisi tentang motivasi telah didalilkan selama beberapa dekade di mana Konsep
beragam ini telah diteliti. Campbell Pritchard dalam Roos Edden 2008 mendefinisikan motivasi sebagai label” penentu pilihan untuk
memulai kegiatan pada tugas tertentu, pilihan tersebut merupakan pilihan untuk mengeluarkan sejumlah upaya, dan pilihan untuk bertahan dalam
usaha selama periode waktu tertentu dalam pekerjaan. Menurut Robbins 1998 motivasi adalah akibat dari intrekasi dari individu dan situasi. Lebih
spesifik Robbins berpendapat bahwa motivasi merupakan kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan-tujuan organisasi,
yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual.
Dari pengertian motivasi tersebut, Luthans dalam Salem et al 2010 kemudian menegaskan pengertian motivasi kerja sebagai proses
yang membangkitkan, memberikan energi, mengarahkan, dan memelihara perilaku terhadap kinerja. Motivasi kerja mendorong seseorang terhadap
tindakan yang membantu untuk mencapai efektivitas tugas pekerjaan dengan cara menginspirasi seseorang melakukan tugasnya, dengan
demikian motivasi kerja dapat membawa seseorang untuk berkomitmen terhadap pekerjaan mereka. Singh Tiwari, 2011 memberikan
pengertian motivasi kerja yang bisa dipahami sebagai suatu upaya yang diperlukan untuk mendorong atau yang menarik pekerja dalam melakukan
pekerjaannya sehingga memenuhi keinginannya dalam kebutuhan mereka.
37
Menurut Munandar, 2001 motivasi kerja merupakan proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan
serangkaian kegiatan yang mengarah ke terciptanya tujuan tertentu. Wijono 2010 menjelaskan bahwa motivasi kerja ialah suatu
kesungguhan atau usaha dari individu untuk melakukan pekerjaannya guna mencapai tujuan organisasi disamping tujuan itu sendiri.
Berdasarkan beberapa pengertian motivasi kerja tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu kesungguhan dari upaya
individu dalam membangkitkan, memberikan energi, mengarahkan dan memelihara perilaku dalam melakukan pekerjaannya untuk kepentingan
tertentu baik bagi organisasi maupun bagi individu itu sendiri.
2.2.2 Teori Motivasi Kerja
Motivasi kerja dapat dipahami dari beberapa teori yang telah dibahas terlebih dahulu oleh beberapa ahli. Wijono 2010 mengurutkan
teori motivasi kerja berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu yakni 1 teori kebutuhan ; 2 teori harapan; dan 3 teori keadilan. Untuk
kepentingan penelitian ini, maka akan dipaparkan salah satu teori motivasi kerja yaitu teori kebutuhan.
Teori kebutuhan a.
Teori Hirarki kebutuhan
Robbins 1998 menjelaskan bahwa teori motivasi, yang paling dikenal adalah hirarki kebutuhan dari
Abraham Maslow. Ia
menghipotesiskan bahwa didalam semua manusia ada suatu jenjang kelima kebutuhan berikut. Faali fisiologis, keamanan, sosial,
penghargaan dan Aktualisasi diri. Dari tiitik pandang motivasi, teori ini
38
mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dipuaskan secara cukup banyak
substansial tidak lagi memotivasi. Jadi jika kita ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow dalam Robbins 1998 perlu dipahami sedang
berada pada anak tangga manakah orang itu dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan diatas tingkat itu.
Maslow dalam Robbins 1998, memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai order tinggi dan order rendah. Kebutuhan faali dan kebutuhan
akan keamanan diperkirakan sebagai kebutuhan order rendah dan kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri sebagai
kebutuhan order tinggi. Perbedaan antara kedua order itu berdasarkan alasan bahwa kebutuhan order tinggi dipenuhi secara internal di dalam
diri orang itu sedangkan kebutuhan order rendah terutama dipenuhi secara eksternal dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja
misalnya.
b. Teori ERG Alderfer
Robbins 1998, meyatakan Teori ini banyak disebutkan sebagai revisi dari teori hirarki kebutuhan. Alderfer dalam Robbins 1998
beragumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan. Pertama kebutuhan existence keberadaan memperdulikan pemberian persyaratan ekstitensi
materiil dasar hal ini mencakup butir-butir yang oleh Maslow dianggap sebagai kebutuhan faali dan keamanan. Kelompok kebutuhan kedua,
relatedness keterhubungan yaitu hasrat yang dipunyai untuk memelihara hubungan antar pribada yang penting. Hal tersebut menyakut
hasrat sosial dan status menuntut interaksi dengan orang lain, dan hasrat- hasrat ini segaris dengan dengan kebutuhan sosial Maslow dan komponen
eksternal dari klesifikasi penghargaan Maslow. Hal yang ketiga growth
39
pertumbuhan, yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi yang dalam kategori penghargaan Maslow dan karakteristik-karakteristik
yang tercakup pada aktualisasi diri.
c. Teori Dua Faktor Herzberg