45
nilai-nilai untuk memandu setiap individu dalam berperliku didalam organisasi.
2.3.2 Teori Budaya Organisasi
Ada berbagai macam teori sehubungan dengan budaya organisasi diantaranya yang dikemukakan oleh Robbins 1998 yang memandang
gagasan organisasi sebagai budaya, dimana ada suatu sistem makna yang dianut bersama dikalangan anggota-anggotanya, sehingga membedakan
organisasi itu dengan organisasi-organisasi yang lain. Sistem makna ini bila diamati dengan seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama
yang dihargai oleh organisasi itu. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Inovasi dan pengambilan resiko yaitu sejauh mana para karyawan
didorong untuk inovatif dan mengambil resiko b.
Perhatian ke rincian yaitu sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi kecermatan, analisis dan perhatian pada
rincian c.
Orientasi hasil yaitu sejauh mana manajemen memfokuskan pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunkan untuk mencapai hasil
itu d.
Orientasi orang yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang didalam
organisasi itu e.
Orientasi tim yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-timnya bukannya individu-individu
f. Keagresifan yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetetif
dan bukannya santai-santai
46
g. Kemantapan yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
Dalam pandangan yang lain, Kotter Hesskett 1998 menjelaskan bahwa budaya organisasi memiliki dua tingkatan yang
berbeda dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanan menghadapi perubahan. Yang pertaman pada tingkatan yang kurang terlihat, budaya organisasi
berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut bersama oleh kelompok dan cenderung tetap bertahan meskipun anggota kelompok sudah berubah.
Pada tingkatan selanjutnya, budaya organisasi menggambarkan pola perilaku suatu organisasi sehingga anggota baru secara otomatis terdorong
untuk mengikuti perilaku teman kerjanya Jeffrey Sonnfeld dalam Robbins 1998 dengan teori tipologi
budaya, melihat perbedaan antara budaya-budaya organisasi dan pentingya mencocokan orang-orang itu secara tepat dalam tipologi
budaya. Dari organisasinya, ia mengenali empat tipe budaya yaitu akademi, kelab, tim bisbol dan benteng.
a. Akademi. Suatu akademi adalah tempat untuk memanjat ajek steady
yang ingin menguasai benar-benar tiap pekerjaan baru yang diterimanya. Perusahan ini suka merekrut para lulusan muda
universitas, memberi banyak pelatihan istimewa, dan kemudian dengan seksama mengemudikan mereka melewati ribuan pekerjaan
terkhusus didalama suatu fungsi tertentu. b.
Kelab menurut Sonnefeld, kelab menaruh nilai tinggi pada kecocokan dalam sistem, kesetiaan, dan pada komitmen. Senioritas merupakan
kunci pada kelab-kelab. Usia dan pengalaman diperhitungkan. Kontras dengan akademik, kelab menumbuhkan manajer sebagai generlis.
47
c. Tim bisbol. Organisasi ini adalah pelabuhan yang berorientasi pada
wiraswasta bagi para pengambil dan innovator. Tim bisbol mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, kemudian
mengembalikan mereka untuk apa yang mereka produksikan. d.
Benteng tidak banyak menawarkan keamanan pekerjaan, namun perusahan semacam ini dapat merupakan tempat yang mengasikan
untuk berkerja bagi mereka yang menyukai tantangan dari suatu perubahan haulan.
Schein 1992, dalam teori tiga tingkatan menyatakan bahwa, budaya organisasi mungkin kuat atau lemah, dan budaya yang kuat
tidaklah harus baik. Sebaliknya, budaya yang lemah mungkin dapat diterima jika organisasi tersebut berfungsi dengan baik. Lebih lanjut
Schein 1992, menggambarkan budaya organisasi kedalam tiga tingkatan, antara lain :
a. Artifak dan perilaku
Merupakan tingkat budaya yang tampak di permukaan. Termasuk dalam artifak adalah suatu fenomena yang dapat dilihat, didengar dan
dirasakan ketika seseorang memasuki sebuah kelompok dengan budaya yang masih asing baginya.
b. Nilai-nilai yang diyakini
Tingkat ini tidak dapat terlihat. Nilai-nilai terungkap pada pola-pola perilaku tertentu. Dalam organisasi, nilai-nilai tertentu umumnya
dicanangkan oleh tokoh-tokoh pendiri dan pemimpin yang menjadi pegangan dalam menekan ketidakpastian pada bidang-bidang kritis.
c. Asumsi-asumsi dasar
48
Merupakan tingkatan yang paling dalam, yang mendasari nilai-nilai yaitu keyakiinan belief. Tingkatan ini terdiri dari berbagai asumsi
dasar. Asumsi-asumsi ini telah ada sebelumnya dan menjadi panduan perilaku bagi anggota organisasi dalam memandang sesuatu
permesalahan. Sebagaimana beberapa teori budaya organisasi diatas, maka
penulis menggunakan teori budaya organisasi dari Robbins 1998 yang melihat budaya organisasi sebagai sebuah fungsi untuk menggerakan
organisasi dalam hubungan sistim makna secara berasama antara organisasi terhadap karyawan dan sebaliknya dalam cakupan mitra yang
saling menopang.
2.3.3 Karakteristik Budaya Organisasi