Pemilu Tahun 1977 Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perangkat Desa Dalam Menghadapi Pemilu 1977 Di Boyolali T1 152009001 BAB IV

h.Dinas Daerah Dinas daerah adalah unsur pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh kepala dinas. Kepala dinas diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah. Contoh dinas daerah antara lain dinas pendidikan, dinas pekerjaan umum, dinas kesehatan, dinas pendapatan daerah, dan sebagainya. i. Lembaga Teknis Daerah Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah yang sifatnya spesifik yang berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.

D. Pemilu Tahun 1977

Pemilihan umum bagi negara demokrasi seperti negara Indonesia sangat penting artinya karena menyalurkan kehendak asasi politik bangsa, yaitu sebagai pendukungpengubah personil–personil dalam lembaga negara, mendapatkan dukungan mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan negara terutama pemegang kekuasaan eksekutif serta rakyat secara periodik dapat mengoreksi atau mengawasi lembaga eksekutif khususnya dan lembaga Negara lain pada umumnya. Indonesia sudah melakukan Pemilu sejak masa Orde Lama pada masa pemerintahan Soekarno. Pemilihan umum 1955 merupakan pemilihan umum yang pertama kali diadakan di Indonesia yaitu pada masa kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu 1955 berasaskan pada langsung, umum, bebas, rahasia dan kebersamaan. Dengan asas kebersamaan ini setiap individu diakui kesamaan hak dan kedudukannya sesuai dengan prinsip persamaan di depan hukum. Pemilihan umum 1955 semua wakil rakyat dipilih melalui pemilihan umum dan tidak ada yang diangkat Asshidique 1994:168. Pada masa Orde Baru terjadi penyelenggaraan pemilihan umum dalam 6 enam kali Pemilu yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Organisasi penyelenggara pemilihan umum pada masa Orde Baru adalah Lembaga Pemilihan Umum LPU yang dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri. Dari sejumlah pelaksanaan Pemilu tersebut terdapat persamaan dan perbedaan. Pemilu Tahun 1977 adalah pemilu kedua setelah pemilu pertama pada tahun 1971 pada masa Orde Baru pemerintahan Soeharto. Pada pemilu tahun 1977 ini pesertanya jauh lebih sedikit yaitu , dua parpol dan satu Golkar. Hal ini terjadi setelah pemerintah bersama-sama menyedernakan jumlah partai menurut UU no 3 tahun 1975 tentang partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan PPP dan Partai demokrasi Indonesia PDI dan satu Golongan Karya Golkar. Partai Politik adalah terdiri dari dua perkataan, yaitu partai dan politik. Partai berarti bagian, yaitu suatu kelompok group didalam Negara yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu atau kumpulan manusia a body of person yang dipersatukan pendapat da gerakannya untuk dibedakan dari perkumpulan-perkumpulan lain, sedangkan politik berasal dari kata polis yang semua berarti city-state di Yunani dan kemudian karena perkembangannya berarti Negara Sri Soemantri 1969:20. Pemilu tahun 1977 terjadi penyederhanaan partai politik, karena ketika sistem banyak partai diterapkan itu akan menjadi masalah bagi Indonesia. Penyederhanaan Parpol bertujuan untuk menghindari terjadinya perpecahan dalam masyarakat, dan hal itu juga member pengaruh yang tidak baik pada system pemerintahan parlementer, karena menimbulkan tidak adanya stabilitas dibidang politik. Penyederhanaan dua partai adalah sistem dimana dalam Negara dan Badan Perwakilan Rakyat parlemen hanya ada dua partai politik yang menjadi pengaruh yang menentukan dalam kehidupan polittik. Diantara dua partai politik tersebut ada satu partai politik yang menguasai terbanyak mutlak dalam Badan Perwakilan Rakyat Sri Soemantri:1969:37. Dalam teori demokrasi liberal Pemilihan Umum adalah prinsip kedaulatan rakyat dan praktek pemerintahan oleh sejumlah kecil pejabat. Warga Negara memilih para pemimpinnya dan melalui mereka diputuskan isu-isu harian yang subtansif. Kepastian bahwa hasil pemilihan umum mencerminkan kehendak rakyat diberikan oleh seperangkat jaminan R. William Liddle.1992:33. Pemerintah Orde Baru yang merupakan satu-satunya pemerintah dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia, duduk di kursi pemerintahan melalui proses pemilihan umum secara bertahap melalui berbagai strategi lembaga serta doktrin politik dan ekonomi. Hal ini dapat meneguhkan kekuasaaannya diatas landasan yang sangat kokoh, stabil dan efektif. Uraian Muhadi Sugiono yang dimuat dalam buku Riza Noer Arfani, menjabarkan tentang perangkat kelembagaan Orde Baru. Ada dua tipe perangkat kelembagaan yang dibahas dalam bagian ini yaitu lembaga– lembaga yang ada di dalam pemerintah dan lembaga–lembaga antara yang memungkinkan masyarakat berinteraksi dengan lembaga–lembaga pemerintahan. Lembaga–lembaga pemerintah itu mencakup lembaga– lembaga kepresidenan yang menjadi pusat kegiatan politik di Era Orde Baru lembaga legislatif yang sering tidak diperhitungkan, lembaga birokrasi yang menjadi mesin politik dan ekonomi yang efektif bagi rezim Orde Baru dan lembaga militer ABRI yang memiliki fungsi ganda yang khas sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuasaan sosial politik. Lembaga– lembaga tersebut mencakup partai politik, kelompok kepentingan dan kelompok penekanan. Secara keseluruhan bagian ini hendak menekankan bahwa perlembagaan itu memiliki kadar dan intensitas yang masih lemah. Dalam buku Sikap Politik Tiga Kontestan yang ditulis oleh Burhan Magenda, bahwa Pemilu merupakan wujud nyata dari demokrasi selalu memberikan perhatian masyarakat. Banyak tokoh yang memberikan pendapatnya tentang Pemilu tesebut sehingga muncul pertanyaan tentang berapa jauh sistem LUBER yang dicanangkan pemerintah dipatuhi oleh ketiga Organisasi Peserta Pemilu OPP. Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia berusaha unuk memenangkan pemilihan umum pada masa Orde Baru dengan menetapkan langkah-langkah strategis melalui program partainya agar dapat mengungguli lawannya. Adapun hakikat dan tujuan dari pemilihan umum adalah : 1. Menyusun lembaga pemusyawaratan atau perwakilan rakyat untuk mewujudkan susunan tata kehidupan yang dijiwai semangat pancasila dan UUD 1945. 2. Memilih wakil-wakil rakyat oleh rakyat yang membawa isi hati nurani rakyat dalam melanjutkan perjuangan mempertahankan dan mengembangkan kemerdekaan guna memenuhi dan mengemban amanat penderitaan rakyat ampera. 3. Pemilihan umum tidak hanya sekedar memilih wakil–wakil rakyat untuk duduk dalam lembaga permusyawaratan atau perwakilan rakyat tetapi memilih sosok pemimpin yang bisa mengayomi masyarakatnya dan melindungi masyarakatnya, dan menanamkan asas demokrasi di masyarakat. 4. Pemilihan umum adalah suatu alat yang penggunaannya tidak boleh merusak sendi–sendi demokrasi tetapi menjamin suksesnya perjuangan Orde Baru yaitu tetap tegaknya pancasila dan dipertahankannya UUD 1945. 5. Tidak untuk menyusun negara baru dengan falsafah baru. 6. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional. Pada pasal 21 ayat 3 pernyataan HAM PBB dinyatakan pemilihan umum dilaksanakan secara berkala, jujur, berkesinambungan, sedangkan pemungutan suara berlangsung secara bebas dan rahasia. Pelaksanaan pemilihan umum tersebut adalah berkala atau teratur, jujur, berkesinambungan sederajat, bebas dan rahasia yang bersifat universal. Pada pemilihan umum tahun 1955 yang dilaksanakan berdasarkan UU No. 7 tahun 1953 selain berasaskan pada langsung, umum, bebas dan rahasia, pada pemilu tersebut juga berasaskan pada jujur dan berkesamaan. Adapun asas pemilihan umum yang pernah ataupun yang masih digunakan di Indonesia antara lain : 1. Langsung adalah setiap pemilih memberikan suaranya secara langsung tanpa perantara atau diwakilkan orang lain. 2. Umum yaitu setiap Warga Negara Indonesia WNI yang telah memenuhi syarat dapat ikut serta menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum. 3. Bebas adalah pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dijamin keamanannya untuk memilih sesuai dengan hati nuraninya tanpa adanya paksaan dan tekanan dari pihak manapun. 4. Rahasia adalah pilihannya dijamin oleh peraturan dan tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan cara apapun ketika menentukan pilihannyasecret ballot. 5. Kebersamaan adalah pemungutan suara dilakukan serentak atau bersama diseluruh wilayah Indonesia. 6. Jujur adalah panitia penyelenggaraan pemilihan umum haruslah memberikan informasi sesuai dengan fakta dan peraturan yang berlaku. Adil yaitu panitia penyelenggara pemilihan umum haruslah memberikan perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan pihak manapun. 7. Demokratis yaitu menempatkan rakyat sebagai pengambil keputusan yang dilakukan dengan musyawarah dan voting. Pada tanggal 2 Mei 1977 diselenggarakan pemilihan umum yang ketiga dalam Sejarah Nasional Indonesia dan kedua kalinya diadakan berdasarkan UUD 1945 pada masa Orde Baru. Pemilihan umum 1977 hanya diikuti oleh 3 peserta, dimana dua diantaranya adalah hasil fusi dari beberapa partai yaitu : 1. Partai Persatuan Pembangunan Partai Persatuan Pembangunan ini merupakan fusi dari partai-partai Islam seperti NU, PERTI, Parmusi dan PSSI. 2. Golongan Karya 3. Partai Demokrasi Indonesia Partai Demokrasi Indonesia merupaka fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Kristen dan IPKI Sukarna 1990:34 Asas pemilihan umum tahun 1997 masih sama seperti Pemilu sebelumnya yaitu Langsung, Umum Bebas dan Rahasia LUBER. Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD dipakai sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar. Dengan demikian maka besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD adalah sejauh mungkin berimbang dengan besarnya dukungan dalam masyarakat pemilih. Sistem daftar begitu pula sistem Pemilu menggambarkan adanya pengakuan terhadap stelsel organisasi yang ikut serta dalam kehidupan ketatanegaraan. Tiap-tiap daerah Tingkat II mendapat sekurang-kurangnya seorang wakil yang ditetapkan berdasarkan sistem perwakilan berimbang yang akan diatur dalam peraturan pemerintah. a. Aturan- aturan Pemilu Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomer 21 tahun 1976 tentang pemungutan suara untuk Pemilihan Umum anggota-anggota dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tingkat I, dan Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat II Presiden Republik Indonesia, menimbang bahwa perlu ditetapkan hari dan tanggal pemungutan suara sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 61 Peraturan Pemerintahan Nomor 1 Tahun 1976. Dan mengingat Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat Nomor VIIIMPR?1973 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan perwakilan Rakyat Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 58, tambahan Lembaran Negara Nomor 2914 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 4 tahun 1976 Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3063, peraturan pemerintah Nomor 1 tahun 1976 tentang pelaksanaan Undang- undang nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusyawaratan perwakilan Rakyat Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 1975 lembaran Negara tahun 1976 Nomor 1, tambahan lembaran Negara nomor 3065. Memutuskan keputusan Presiden tentang pemungutan suara untuk pemilihan umum anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, dan Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat II yang menetapkan : Pertama pemungutan suara untuk pemilihan umum anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II diselenggarakan serentak dalam satu hari diseluruh wilayah Indonesia pada hari Senin tanggal 2 Mei 1977, dan kedua keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Keputusan ini dibuat pada 10 April 1976 dan ditanda tangani oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto. Boyolali termasuk Daerah tingkat II melaksanakan sesuai ketetapan pemilu diadakan sama seperti ketetapan Presiden yaitu pada hari senin pahing, tanggal 2 Mei 1977 di setiap daerah. Sebelum diadakannya pemilihan umum Boyolali sendiri ada persiapan-persiapan menghadapi pemilihan Umum tahun 1977, antara lain dengan pembentukan Badan Penyelenggara aparat Pemilihan Umum 1977 yaitu antara lain : a Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II P.P.D.II. Boyolali dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah ketua Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I Jawa Tengah dengan surat keputusan tanggal 1976 nomor: 01PPD-11976, dan Bupati Kepala Daerah karena jabatannya diangkat sebagai ketua P.P.D.-1. b Pengangkatan Wakil ketua dang anggota-anggota P.P.D.-1. Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah ketua P.P.D.-1. Jawa tengah tanggal 3 Maret 1976 nomer : P.P.D.-107III1976. c Pengangktan sekretaris P.P.D.-1I Boyolali diatur dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah ketua P.P.D-I. Jawa Tengah tanggal 3 Maret 1976 nomer : PPD-I08III1976. Selain itu juga ada peraturan tentang Panitia Pemungutan Suara dalam Kabupaten Boyolali yang dibentuk oleh Bupati Kepala Daerah ketua PPD tingkat II Boyolali dengan surat keputusannya tanggal 18 Maret 1976 Nomor 14PPD-IIIII1976, dan Camat karena jabatannya diangkat sebagai ketua PPS yang bersangkutan. Setiap di Kecamatan terdapat 14 orang yang menjadi PPS jadi terdapat 266 orang di Boyolali karena Boyolali sendiri terdapat 19 Kecamatan. Dalam prosedural semua terdapat berbagai masalah yang mempengaruhi pembentukan yaitu adanya pengertian yang baik dan partisipasi dari semua unsur kekuatan sosial politik, dan yang menghambatnya adalah banyaknya anggota-anggota parpol yang diajukan oleh masing-masing Pimpinan Parpol menyatakan keberatan untuk menduduki keanggotan dalam PPS karena “alasan pribadi”. b. Partai-Partai Peserta Pemilu Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1977 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 2 Mei 1977 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat DPR serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II KabupatenKotamadya se-Indonesia periode 1977-1982. Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu: 1. Partai Persatuan Pembangunan PPP 2. Golongan Karya Golkar 3. Partai Demokrasi Indonesia PDI Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya. c. Strategi Pemenang Pemilu. Sistem politik di pedesaan adalah sistem politik yang belum berjalan dengan baik, karena aspirasi dari rakyat belum mempunyai saluran, partai yang semula diharapkan dapat dapat menyalurkan aspirasi tidak ada kegiatannya pada waktu itu, sehingga diperlukan adanya strategi dalam berpolitik. Pada masa Orde Baru di pedesaan maupun di pusat kota kabupaten Boyolali Nampak sangat jelas posisi Orde Baru sangatlah kuat, sehingga muncul sebuah krisis tekanan batin. Beberapa parpol mengadakan strategi pemilu, Strategi pemilu adalah bagaimana cara untuk mendapatkan suara terbanyak dari masyarakat. Di dalam Pemilu Tahun 1977 Orde Baru Pemilu di Boyolali sangat dekat dengan kemenangan Partai GOLKAR. Strategi utama pemerintah Orde Baru untuk memenangkan Pemilu yaitu dengan mengeluarkan Kepres No. 821971 secara tegas memasukan PNS Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu komponen Golkar. Mobilisasi ini sangat efektif untuk mengangkat suara Golkar sehingga dengan mewajibkan PNS mendukung Golkar adalah wujud dari mobilisasi dan bukan partisipasi, karena pilihannya itu tidak dilandasi oleh kebebasan, melainkan lebih karena paksaan. Kebijakan ini sering disebut dengan monoloyalitas. Tidak hanya itu upaya pemerintah untuk memperkecil peran-peran partai politik masih terus berlanjut. Pada bulan Agustus pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 3 tahun 1975 tentang organisasi politik yang hanya memiliki kepengurusan sampai di tingkat kota dan kabupaten, sedangkan di tingkat keLurahan dan desa hanya memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pelaksana. Kebijakan ini sering disebut dengan floating mass massa mengambang Sjamsuddin dalam Zulkiply Hamid, 1988: 601. Menjelang masa kampanye 1977, kepala Kopkamtib Sudomo mengeluarkan daftar “empat jangan” bagi partai politik, yakni tidak diijinkan untuk 1 menggunakan tekanan untuk mengancam, 2 mengganggu persatuan nasional, 3 menyinggung martabat pemerintah, anggota masyarakat lain, dan kepala negara lain, 4 mengevaluasi dan mengkritik kebijakan pemerintah. Selama masa persiapan Pemilu 1977, ketegangan antara pemerintah dan Islam PPP meningkat tajam, yang juga dialami oleh PDI. Praktis ketika diadakan Pemilu pada tanggal 2 Mei 1977, Golkar keluar sebagai kontestan pemenang Pemilu dengan meraih 39.750.096 suara atau 62,11, mengulangi kemenangannya pada Pemilu tahun 1971. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibanding Pemilu 1971 Rauf, dalam Alfian dan Nazaruddin S, 1988: 58 Orde Baru adalah merupakan entitas yang berwajah ganda: baik dan buruk. Tetapi mungkin bagi sedikit orang, Orde Baru adalah satu dimensi: baik sekali atau buruk sekali. Kelompok yang memandang Orde Baru baik adalah mereka yang diuntungkan secara materi dapat dari kalangan kerabat, kroni dan kelompok-kelompok yang berada di lingkar inti kekuasaan baik di pusat maupun di daerah, meskipun hati nurani mereka mengingkari. Sementara mereka yang memandang Orde Baru buruk atau jahat adalah mereka yang melihat, merasakan, mengalami, dan dirugikan secara material, rohani, dan mental-spritual. Kelompok ini adalah mereka yang melihat secara nyata, karena kemampuannya menganalisis dan arena wawasannya, penyelewengan besar-besaran para elite Orde Baru terhadap amanat rakyat baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, kehidupan keagamaan maupun ideologi Baskara T. Wardaya:2007:6. Strategi-strategi parpol sangat otoriter dan loyal . hampir semua PNS dan pegawai pemerintah diharuskan untuk memilih partai Golkar. Pada waktu pemerintahan Soeharto dianggap sebagai pemimpin yang ditaktor dan ketika ada kampanye atau semacamnya semua aparat harus menghadirinya tidak boleh tidak sehingga membuat pegawai negeri yang tidak datang ikut serta dalam kampanye akan hilang begitu saja. Jika ada yang menyimpang secara terang terangan pasti tidak akan tau nasib yang akan menimpanya pada waktu itu wawancara. Berlainan dengan parpol PNI dan PPP yang mendapatkan jadwal kampanye lebih sedikit dan sarana prasarana kampanye lebih minim sehinnga itu membuat kesenjangan yang sangat Nampak sekali di Boyolali, namun kesenjangan itupun juga tidak mendapatkan protes yang berat karena menjaga keamanannya, keterbatasan jam dan jadwal kampanye partai PPP dan PNI yang sekarang PDI membuat kemenangan mereka sangat minim. Di zaman Pemilu 1977 di Boyolali tidak ada TIM SUKSES yang seperti sekarang ini, tanpa adanya TIM SUKSES parpol yang dikuasai pemimpin pada waktu itu pasti jelas akan menang, jadi semua harus menurut berdasarkan apa yang telah diperintahkan. Keadaan yang sudah dikondisikan itu tidak dapat ditolak ataupun dipungkiri namun di setiap daerah tetap ada berbagai persiapan-persiapan sebelum pencoblosan yaitu salah satunya dengan kampanye. Kampanye adalah mempersiapkan diri untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya dalam Pemilihan Umum. Boyolali memiliki acara-acara kampanye yang sangat unik dari berbagai daerah, berikut ini terdapat daftar kegiatan kampanye Pemilihan Umum tahun 1977 di Boyolali oleh parta GOLKAR, dengan memasang alat peraga dan dengan mengadakan pertemuan pada waktu itu terdapat 1.316 tanda gambar ukuran 1m 2 , 198.940 gambar dengan ukuran 1 m 2 , poster sejumlah 6.574, spanduk 345 buah, terdapat pula pertunjukan kampanye dilapangan sejumlah 4 kali, didalam gedung 193 kali, dan mengadakan jadwal pawai sebanyak 32 kali. Daftar kegiatan kampanye Pemilihan Umum tahun 1977 di Boyolali oleh partai Demokrasi Indonesia yaitu poster hanya sebanyak 17 buah, gambar kecil 1m 2 hanya berjumlah 154.442, rapat umum hanya sebanyak 130 kali , pertemuan dilapangan hanya 2 kali dan mendapatkan kesempatan pawai hanya 11 kali. Lain lagi dengan Partai Persatuan Pembangunan yang memiliki daftar kegiatan kampanye pemilihan umum tahun 1977 di Boyolali yaitu poster kecil sebanyak 165.435 lembar, spanduk 281 buah, mengadakan pertemuan rapat-rapat umum sebanyak 131 didalam gedung, di lapangan 16 kali, kemudian mengadakan pertunjukan dilapangan hanya 2 kali, dan pawai sebanyak 24 kali, dari data yang diperoleh saja sudah Nampak terlihat pasrtai mana yang sangat dominan. Kegiatan-kegiatan terstruktur di Boyolali adalah mengadakan kampanye- kampanye akbar dibalai desa, di lapangan, di kantor-kantor pemerintahan, dijalan-jalan utama maupun jalan-jalan desa, di pasar-pasar, pegajian- pengajian yang diselipkan kampanye politik. Masa yang datang sangatlah ramai jika itu partai yang mendominasi pada waktu itu. Kampanye pada pemilu tahun 1977 dengan sekarangpun sangat berbeda sekali pada tahun 1977 kampanye-kampanye di Boyolali dilakukan seperti karnaval-karnval, pawai anak-anak sekolah dengan mengibarkan bendera partai Golkar, pada peringatan 17 Agustus juga diadakan pawai di Boyolali dengan tidak lupa mengibarkan bendera kuning bergambarkan pohon Beringin, semua ikut serta agar tidak terjadi sesuatu semua anggota keluarga harus ikut serta dalam kampanye itu. Dengan menggunakan baju partai Golkar semua berdendang menyorakkan kebesaran partai Golkar. Kampanye biasanya dilaksanakan sebelumnya dikomando oleh perangkat-perangkat desa di Boyolali, tugas perangkat desa ini mengumpulkan seluruh warga untuk mengikuti instruksi mereka yang sudah diberi mandat oleh atasan. Di Boyalali hampir semua Pegawai pemerintahan memilih Golkar. Di Boyolali jika ada kepala Departemen Agama mengadakan kampanye beliau tidak berani mengadakan kampanye besar-besaran karena beliau anggota PPP. Pemilu tahun 1977 di Boyolali kebebasan sangat terkekang sekali, partai Golkar di Boyolali adalah pemenang mutlak, menang yang tidak bisa diganggu gugat, tetapi warga Boyolali menganggap itu semua bisa merukunkan semua warga jadi tidak semua Kontra dengan keadaan yang telah di kondisikan. Politik uang pada pemilu 1977 di Boyolali pun tidak ada, karena sudah mutlak pasti pemenangnya tim Golkar dan tidak ada namanya serangan fajar. Cara pengumpulan warga di Boyolali pun sangatlah unik yaitu dengan mengerahkan semua perangkat desa di setiap daerah dan dikumpulkan untuk menghadiri rapat, setelah selang beberapa jam rapat selesai para perengkat desa itu mendatangi warga-warganya untuk mempersiapkan diri bahwa besuk ada kampanye ataupun pencoblosan dan lebih uniknya lagi semua harus wajib ikut serta dalam kampanye maupun karnaval. Entah dihatinya memilih partai yang diperintahkannya itu GOLKAR atau bahkan memilih partai lain tanpa sepengetahuan para pamong desa, karena sangat rahasia, ketika melihat gelagat yang melenceng pasti pamong desa akan melaporkan kepada yang lebih atasannya lagi, maka dari itu tidak ada yang berani melawan mereka yang sesungguhnya tugas mereka bukanlah untuk memaksa dalam pemilihan Umum. d. Peran Perangkat Desa Konsep peran menurut Soekamto adalah Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan status terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran. Dalam penelitian ini peran perangkat desa dalam pemilu 1977 terkait dengan peran tersebut maka perangkat desa idealnya mendapat hak sesuai dengan perannya. Pemerintah Desa PemDes dan Badan permusyawaratan Desa merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, Kepala Desa dan Perangkat Desa mempunyai tugas, wewenang, kewajiban dan hak. Penelitian dilakukan di Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Boyolali dipilih sebagai area penelitian lebih karena di wilayah ini sebagian besar wilayahnya masih berbentuk Desa dan pemerintahannya dijalankan oleh Perangkat Desa. Wilayah administratif Kabupaten Boyolali mempunyai 262 Desa dan 5 KeLurahan, atau sekitar 98 dari wilayah Kabupaten Boyolali berbentuk Desa dan sistem pemerintahannya dijalankan oleh Perangkat Desa. Dalam rangka memberikan jaminan dan kepastian hukum terhadap hak- hak sebagai penyelenggara pemerintahan desa, maka perlu diatur ketentuan mengenai kedudukan keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja dalam rangka melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Golkar dapat memegang pemimpin dan aparat desa, sehingga Golkar dapat mentargetkan jumlah suara yang harus didapat oleh masing-masing pimpinan dan aparat desa Rusli Karim1983:200. Pemimpin desa menjadi terjepit keadaannya ketika tidak bisa menjamin kemenanngannya. Semakin jauh dari pusat kota maka semakin leluasa pula Golkar menanamkan pengaruhnya. Anggota Panitia Pemungutan Suara pada pemilihan Umum tahun 1977 menjelaskan tentang apa itu perangkat desa dan menyebutkan tugas-tugas perangkat desa yang sebenarnya. Perangkat desa meliputi : a. Lurah yaitu yang bertanggung jawab atas kepemimpinan di desa wilayahnya sebagai pemimpin di pedesaan, orang-orang dipedesaan menyebutkannya bapak Kades, jika diperkotaan Kecamatan boyolali menyebutnya pak Lurah, di Boyoalali sendiri dibagi atas wilayah Kecamatan di pedesaan dan Kecamatan yang sturkturnya sudah perkotaan. Kepala Desa merupakan sebutan bagi pimpinan formal desa yang diberlakukan secara seragam dan sentralistik yang diatur secara rinci dalam Undang-undang No.5 Tahun 1979 Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, yang mengatur pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, hak, wewenang dan kewajiban Kepala Desa sebagai pimpinan yang loyal pada atasan Camat dan juga pada masyarakat yang telah memberi amanat dan mandat lewat pemilihan Kepala Desa. b. Kamituo , yaitu wakil Kepala Desa atau penasehat Kepala Desa. Desa itu perlu adanya pengganti pak Lurah jika tidak bisa mengikuti kegiatan dari pusat atau semacamnya. c. Carik, yaitu juru tulis di desa jika itu di pedesaan, jika di keLurahan carik adalah sekretaris desa, sebenarnya hampir sama, namun perbedaannya jika dipedesaan dipilih berdasarkan suara masyarakat sedangkan sekretaris desa di Kecamatan kota berdasarkan pilihan dari pemerintah pusat di boyolali. d. Modin, yaitu ulama desa yang menangani atau membantu warganya untuk mengurus misalakan pernikahan, lamaran, mengurus jenazah, yasinan di desa, membantu dibidang keagamaan atau bahkan dalam adat istiadat di desa tersebut. Jika di pemerintahan keLurahan di kota Modin disebut KAUR KESRA KepalaUrusan Kesejahteraan Rakyat yang mempunyai tugas yang menyangkut Bidang Ekonomi, Keagamaan dan Administrasi warga. Namun Modin bekerja lebih dekat masyarakat, beliau berada ditengah-tengah masyarakat yang membutuhkannya. e. Bekel, yaitu di setiap desa dibagi menjadi beberapa dusun di Boyolali, setiap dusun itu memiliki pemimpin yaitu disebut bekel, membantu mengurusi admistrasi di setiap dusunnya. f. Bayan, yaitu pesuruh di desa, yang menyuruh untuk gotong royong di desa, menjenguk warga yang sakit. Jika di keLurahan kota Boyolali disebut juga dengan sekretaris Kepala Desa. g. Ulu-ulu di Boyolali hanya ada di system pemerintahan desa di Boyolali karena ulu-ulu ini bertugas mengurusi perairan di desa sperti di cepogo, desa selo, dan pedesaan Boyolal lainnya. Setiap perangkat-perangkat desa itu dibayar dengan bengkok. Pembagian upah para aparat desa dari tanah bengkok desa ini, adalah menggunakan sistem pembagian upah per bahu yang artinya satu bahu adalah sama dengan 750 M² dengan aturan sebagai berikut. Pembagian upah tersebut besarnya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Boyolali, Daerah tingkat II Jawa Tengah: 1. Lurah Desa mendapatkan 22 bahu 2. Carik Desa mendapatkan 12 bahu 3. Para Staff 4orangmendapatkan 4 bahu orang 4. Modin 2 orang mendapatkan 2,5 bahuorang 5. Pamong Desa 6 orang mendapatkan 3 bahuorang 6. Kamituo mendapatkan 6 bahu Total keseluruhan ada 16 enam belas orang aparat desa, dimana masing- masing aparat desa ini langsung memberikan pengawasan kepada para petani tersebut guna kelancaran panen tanah bengkok desa mereka dan juga agar mendapatkan keuntungan yang dapat digunakan untuk membayaran upah mereka selama 4 empat bulan pertama, begitu seterusnya. Kepala Desa yang terpilih secara demokratis belum tentu memperoleh legitimasi eksistensi dan menopang kelancaran kebijakan maupun tugas-tugas yang diemban, menghadiri acara-acara privat warga, bagi relasi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan perangkat Desa. Pelayanan administratif surat-menyurat kepada warga pengayom warga masyarakat. Para pamong Desa beserta elite Desa lainnya dituakan, secara personal dalam wilayah yang lebih privat ketimbang publik. Batas-batas kebiasaan dan kerelaan pamong untuk beranjangsana harus mengetahui semua hajat hidup orang banyak, sekalipun hanya selembar daun terus-menerus ketika menjadi pemimpin di Desanya. Legitimasi mempunyai asal- meski setiap Kepala Desa mempunyai ukuran dan gaya yang berbeda-beda dalam warganya, dan lain-lain. Satu sisi, para perangkat Desa menjadi bagian dari birokrasi negara yang mempunyai sisi lain, karena dekatnya arena, secara normatif masyarakat akar-rumput ditokohkan dan dipercaya oleh warga masyarakat untuk mengelola kehidupan urusan privat dan publik di Desa sering kabur. Sebagai contoh, warga masyarakat Jika pemerintah Desa menjadi sentrum kekuasaan politik, maka Kepala Desa yang jatuh dari pohon. Kepala Desa umumnya membangun legitimasi dengan Kepala Desa selalu tampil dominan dalam urusan publik dan politik, tetapi hal itu sebenarnya publik maupun privat warga Desa. Dalam praktiknya antara warga dan pamong Desa menilai kinerja pamong Desa tidak menggunakan kriteria modern transparansi dan Lurah Desa merupakan personifikasi dan representasi pemerintah Desa. Legitimasi berarti pengakuan rakyat terhadap kekuasaan dan disampaikan, nilai-nilai yang diakui, serta tindakan yang diperbuat. Ketika terjadi pemilu tugas-tugas perangkat desa itu beralih fungsi yang semestinya. Sistem tersebut berbeda dengan pemerintahan di desa di Kecamatan kota Boyolali. Pemilu sedang terjadi para perangkat desa itu dikumpulkan dalam suatu rapat untuk memberitahu warganya tentang persiapan-persiapan Pemilu. Ketika ada perangkat desa yang tidak hadir dalam rapat pemilu dibalai desa maka perangkat desa itu akan mendapatkan sangsi yang sangat tegas dari pimpinan. Kedatangan mereka pun di absen dengan cara mereka tanda tangan dibuku yang sudah diberi nama dan keterangan. Perangkat desa mendata warganya dan setiap warga di desa boyolali mendapatkan jatah untuk tanda tangan, barang siapa tidak tanda tangan akan dianggap pengkhianat, dan pengkhianat wajib ditindak lanjuti wawancara. Perangkat-perangkat desa memprovokatori kampanye dengan menggiring semua warganya dalam ikut serta kegiatan kampanye, sampai-sampai tengah malam memasang poster-poster partai politik. Partai yang paling dominan dan menguasai kegiatan kampanye yaitu partai bergambarkan pohon beringin. Tidak ada satupun perangkat desa yang berani melawan perintah dari Kepala Desa. Perangkat-perangkat desa itu tidak dibayar ketika menjalankan mandat. Namun dengan keterpaksaan mereka menjalankan perintah-perintah yang jika tidak dikerjakan akan menanggung resiko yang sangat besar. Secara sosiologis, desa sebagai suatu komunitas yang perilakunya ditandai oleh suasana keguyuban dan kerukunan. Dimasa lalu desa memiliki konotosi sebagai komunitas yang hidup tenteram dan tertib. Kepala Desa berperan sebagai patron komunitas setempat, sang patron dituntut untuk berperan sebagai kaki tangan penguasa yang lebih tinggi. Manakala patron2 di desa telah terbiasa diperankan dan juga memerankan Purwosantoso:2002:80. Melalui tangan-tangan birokrasi pemerintahan Negara mengumpulkan sumber daya, merumuskan berbagai rencana dan strategi dan mengimplentasikan agenda yang telah dicanangkannya. Untuk memastikan agenda pembangunan terwujud harus dipastikan bahwa rancangan dalam skala nasional tersebut bisa dikendalikan oleh pemerintah pusat melalui rantai kewenangan birokrasi yang tertata dari pucuk tertinggi presiden sampai pemerintah desa. Kekuasaan politik yang otoriter membuat semakin takut kaum bawahan. Para perangkat desa sangat loyal terhadap atasannya. Keharusan pemerintah desa di masa pemilu 1977 sebagai pendukung dan mobilisator dukungan bagi Golkar, mau tidak mau menjadikan pemerintah desa bermusuhan dengan pihak yang tidak seharusnya dimusuhi pendukung partai Non-Golkar. Perangkat desa harus memikul beban mental dan psikis dari jajaran elit supra-desa, namun ternyata hanya Kepala Desa yang mendapat “imbalan” bagi loyalitas yang diberikan. Pada masa pemerintahan Soeharto, desa mengelola masa untuk partai politik dilarang untuk memiliki basis organisasional di tingkat desa. Setiap malam mereka dikumpulkan untuk membahas esuk paginya pencoblosan, perangkat desa menjadi sepeti boneka yang dijalankan oleh pemerintah pusat yang semua harus tunduk terhadap perintah-perintah yang tidak sesuai dengan tugas masing-masing, itu sangat melanggar hak asasi manusia. Ada juga yang beranggapan partai Golkar adalah “pelindung”, karena jika mereka menurut sesuai mandate maka bantuan-bantuan akan mudah diperoleh. Orang-orang desa adalah orang yang mengambang floating mass Geoff Forrester:2002:303. Berbagai cara pemerintah agar diwilayahnya tidak ada masa pertain lain selain Golkar dengan menghancurkan segala atribut partai lain Non-Gokar. Ternyata kepala-Kepala Desa diberi target untuk mengumpulkan suara Golkar. Pemerintah akan memberikan penghargaan kepada Kepala-Kepala Desa yang sanggup memenuhi target suara. Sebaliknya akan memberikan sangsi sosial bagi yang tidak bisa memenuhi target Perangkat desa digerakkan untuk menggunakan berbagai cara untuk memenuhi target. Di sepanjang sudut desa banyak sekali atribut partai dengan nuasansa kuning. Upaya pemerintah agar nuansa kuning tetap memenangkan Pemilihan Umum serta mempertahankan mayoritas suara mutlak, demi kaeamanan dan ketertiban yang telah dikondisikan semua memaksa masyarakat untuk tetap memilih Golkar, ketika salah satu masyarakat sedang mengalami musibah ketika terjadi pencoblosan dan tidak bisa berhalangan hadir karena orang tuanya meninggal di luar kota Boyolali, maka perangkat desa itu sama sekali tidak mengijinkan utnuk pulang kerumah asalnya, harus tetap berada ditempat sebelum proses pencoblosan selesai, padahal beliau sedang berada di posisi kehilangan orang tua dan harus mengurusi meninggalnya orang tuanya, dengan keterpaksaan dan kebencian beliau harus tetap berada di tempat pemilihan itu, perangkat desa yang sebelumnya sangat ramah dan dekat dengan warga bisa menjadi seorang aparat desa yang sangat kasar dan rela melakukan apa saja demi keamannannya. Kekuatan politik pada masa Orde Baru juga terbagi menjadi tiga PPP, Golongan Karya dan PDI. Walaupun Golongan Karya selalu menang , tapi PPP dan PDI juga cukup kuat, bahkan ada beberapa pegawai negeri yang dicurigai menggerakan PPP Golongan Karya didukukng oleh pegawai negeri, pamong desa dan sebagian petani atau wiraswasta yang dianggap mampu untuk ukuran desa, PPP didukung oleh sebagian besar warga Muhamadiyah dan PDI dikukung oleh keluarga atau anak anak tokoh PNI dan sebagian besar keluarga yang secara ekonomi kurang mampu untuk ukuran desa itu, begitu penuh rahasia mengenai kekuatan-kekuatan politik. e. Pencalonan dan pelaksanaan Pmilihan Umum Organisasi Partai politik dan Golongan Karya yang dapat mengajukan Calon Anggota DPRDDPR ditetapkan dalam keputusan menteri dalam Negeri Lembaga pemilihan Umum Nomer : 90LPU1976, ialah:: 1. Partai Persatuan Pembangunan PPP 2. Golongan Karya Golkar 3. Partai Demokrasi Indonesia PDI Jumlah calon yang diajukan oleh masing-masing Organisasi maksimal sebanyak dua kali jumlah anggota DPRDPRD yang diplih pasal 19 ayat 4 Undang-Undang Nomer 15 tahun 1969 jo Undang-Undang noemr 4 tahun 1975. Selanjutnya penelitian terhadap persyaratan masing-masing calon dilaksanakan oelh panitia panitia yang dibentuk pada tiap-tiap panitia pemilihan. Setelah penelitian selesai, daftar nama-nama calon sementara tersebut diumumkan untuk mendapatkan tanggapan seperlunya dari masyarakat pasal 52 Peraturan Pemerintahan Nomer 1 tahun 1976. Pengajuan calon untuk keanggotaan DPRD tingkat II Boyolali dalam Pemilihan Umum tahun 1977 diterima oleh P.P.D.Tk.II Boyolali dari Partai Politik dan Golongan Karya sebagai peserta Pemilihan Umum pada tanggal 27 September 1976. Jumlah calon yang diajukan oleh masing-masing Organisasi, adalah : NO ORGANISASI JUMLAH CALON 1 2 3 Golongan Karya Partai Persatuan Indonesia Partai Demokrasi Indonesia 64 orang 32 orang 40 orang Susunan panitia PPD, keanggotaannya sebagai berikut : NO JABATAN NAMA ASAL 1. Ketua Buanggo HP PPD-II Boyolali 2. Wakil Ketua Kapten Nawijo Kodim 0724Boyolali 3. Sekretaris Drs. Margono PPD II Boyolali 4. Anggota - Drsa.Sadijo - Sri Widodo - Moch Suleiman SH PemDa Boyolali. Kejaksaan Boyolali. Pengadilan Negeri Boyolali.

A. Persepsi masyarakat terhadap pelaksanann Pemilu Tahun 1977 di

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perangkat Desa Dalam Menghadapi Pemilu 1977 Di Boyolali T1 152009001 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perangkat Desa Dalam Menghadapi Pemilu 1977 Di Boyolali T1 152009001 BAB II

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perangkat Desa Dalam Menghadapi Pemilu 1977 Di Boyolali T1 152009001 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perangkat Desa Dalam Menghadapi Pemilu 1977 Di Boyolali

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perangkat Desa Dalam Menghadapi Pemilu 1977 Di Boyolali

0 0 18

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyebab Kegagalan dalam Pemberian ASI Eksklusif: Studi Kualitatif di Desa Warak T1 BAB IV

0 1 36

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perangkat Desa terhadap Pengambilan Keputusan Terkait Kesehatan Maternal di Desa Binaus, Nusa Tenggara Timur T1 BAB IV

0 1 32

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Video Promosi Pariwisata Kabupaten Boyolali T1 BAB IV

0 2 32

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembaruan Hukum Pemilu Melalui Pembentukan Peradilan Pemilu T1 BAB II

0 0 45

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembaruan Hukum Pemilu Melalui Pembentukan Peradilan Pemilu T1 BAB I

0 0 15