BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Dismenorea
Etimologi dismenorea sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu dys yang berarti sulit, menyakitkan atau abnormal; sementara meno berarti bulan; dan
rrhea yang berarti aliran Calis et al., 2013. Dismenorea merupakakn nyeri siklik yang biasanya menyertai menstruasi Balbi,2000 dan Weissman, 2004
dalam Schorge et al., 2008. Dismenorea memberikan sensasi rasa nyeri yang bersifat tumpul, berdenyut, keram yang rekuren dan bertempat dari bagian
bawah abdomen, selain itu kadang disertai dengan adanya nyeri punggung bawah, mual muntah dan diare Grandi et al., 2012; Schorge et al.,2008; The CHP Group,
2010. Gejala lain juga ikut menyertai dismenorea adalah kembung, kelemahan, nyeri punggung, berkeringat, sakit kepala, dan pusing Kwame-Aryee, 2012.
2.2. Prevalensi Dismenorea
Angka kejadian dismenorea tidak dapat ditentukan secara pasti. Penelitian yang dilakukan di India menyebutkan pada remaja usia 15 hingga 20 tahun,
prevalensi dismenorea adalah sekitar 79,67 Agarwal dan Agarwal, 2010. Hal ini berbeda dengan data yang didapatkan oleh French 2010 dalam Jandaghi dan
Khalajinia 2010 yaitu 90. Penelitian yang dilakukan oleh Harel 2005 dalam Ma dan kawan-kawan
2013 menunjukkan bahwa pengaruh dismenorea terhadap menurunnya aktivitas wanita adalah sekitar 50. Data yang didapat di Turki adalah sekitar
58,2 hingga 89,5 Nur dan Sumer, 2008; Polat et al.,2009 dalam Unsal et al., 2010.
2.3. Jenis-jenis Dismenorea
Dismenorea dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu: 2.3.1.
Dismenorea Primer
Universitas Sumatera Utara
Dismenroea primer merupakan rasa nyeri pada menstruasi yang terjadi tanpa bukti adanya gangguan yang bersifat patologis maupun struktur, dan
merupakan kejadian yang biasa terjadi dan berawal pada masa remaja dan biasanya berakhir setelah kehamilan Danwood, 2006; Svennurud, 1989. Onset
terjadinya dismenorea primer dapat berkisar sekitar 6 hingga 12 bulan dari menarche yaitu ketika siklus ovulatoar mulai terjadi Gumannga dan Kwame-
Aryee, 2012. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Kindi dan Al-Bulushi menyebutkan bahwa dismenorea primer terjadi terutama pada usia 17 hingga 22
tahun Al-Kindi dan Al-Bulushi,2011. Nyeri pada dismenorea primer bersifat spasmodik dan terjadi bersamaan
dengan kejadian dismenorea onset dari menstruasi atau beberapa hari sebelumnya dan berlangsung selama 1 hingga 2 hari Calis, 2013. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa pada kejadian dismenorea terjadi hiperkontraktilitas pada masa perimenstrual Ma et al. ,2013. Kontraksi yang berlebihan pada saat terjadinya
dismenorea menyebabkan terjadinya iskemia jaringan dan nyeri Ma et al., 2013. Pada analisis darah ditemukan adanya sintesis berlebihan dari oksitosin,
pros taglandin F2α, vasopressin, dan IL-6 Ma et al., 2013. Penelitian lain juga
menemukan bahwa tingkat plasma vassopresin dan prostaglandin F2α yang lebih tinggi pada wanita yang mengalami dismenorea Ma et al. , 2013.
Prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi yang kuat memiliki peran yang besar dalam patogenesis dismenorea primer. Prostaglandin yang
berperan terutama prostaglandin F2α PGF2α. PGF2α merupakan stimultan dan vasokonstriktor pada endometrium sekretorik Calis, 2013.
2.3.2.
Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder terjadi setelah seorang wanita memasuki masa dewasa dan memiliki hubungan dengan adanya kelainan yang bersifat patologis
seperti endometriosis, mioma uteri, dan adanya jaringan parut Proctor dan Farquahar, 2006. Dismenorea sekunder terutama terjadi pada wanita pada usia
tiga puluhan hingga empat puluhan walaupun dapat terjadi pada waktu kapanpun
Universitas Sumatera Utara
setelah menarche Proctor dan Farquahar, 2006. Dismenorea sekunder bersifat obstruktif Calis, 2013.
Keadaan patologis lain yang dapat menyebabkan dismenorea adalah penyakit radang panggul , kista ovarium, tumor ovarium, polip uterus,
perlengketan intreuterin , malaformasi kongenital, alat konrasepsi dalam rahim, dan proses lain yang melibatkan organ viseral pelvis. Calis 2013.
Nyeri yang dialami pada dismenorea sekunder memiliki intensitas dan waktu yang berbeda dan gejala lain yang menyertainya seperti disparenia,
menoragia, perdarahan intermenstrual, perdarahan postcoital, yang dipengaruhi oleh penyakit yang mendasarinya Proctor dan Farquahar, 2006.
2.3.3.
Diagnosis Dismenorea
Hal yang perlu diperhatikan dalam penegakan diagnosis dismenorea adalah pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Onset inisial dari dismenorea
primer adalah sekitar 6 hingga 12 bulan setelah menarche. Nyeri abdomen atau nyeri pelvis biasanya terjadi pada waktu delapan hingga 72 jam dan memiliki
asosiasi dengan awitan aliran menstruasi. Lama terjadinya dismenorea adalah sekitar delapan hingga 72 jam dari mulainya aliran menstruasi. Gejala lain yang
dapat menyertai dismenorea primer antara lain: nyeri punggung, nyeri pada paha, nyeri kepala, diare, mual, dan muntah. Jika hasil pemeriksaan yang tidak
menunjukkan kelainan pada dismenorea hal ini menunjukkan adanya dismenorea primer Proctor dan Farquahar, 2006.
Sementara untuk dismenorea sekunder terjadi pada usia berapapun setelah menarche terutama setelah usia 25 tahun. Nyeri pada dismenorea sekunder juga
tidak teratur dan memilki onset nyeri yang berbeda saat menstruasi dan perbedaan intensitas nyeri. Gejala lain yang menyertai dari dismenorea sekunder
berupa dispareni dan menoragia dapat ditemui. Hal yang paling penting adalah ditemukannya kelainan pelvis. Gejala yang menyertai dismenorea sekunder dapat
menggambarkan penyebab terjadinya dismenorea sekunder. Infertilitas
menunjukkan adanya endometriosis, penyakit radang panggul, dan hal lain yang
Universitas Sumatera Utara
dapat menyebabkan jaringan parut sementara menstruasi yang banyak dan iregular menunjukkan adanya mioma uteri dan polip Proctor dan Farquahar, 2006.
2.4. Pengaruh Dismenorea terhadap Kualitas Hidup yang Berhubungan dengan Kesehatan