TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN TENTANG PROBLEMATIK NORMATIF UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SERTA URGENSI KEBERADAAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK ) DI DAERAH

commit to user 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Kerangka Teori 1.Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Saksi dan Korban a Pengertian Perlindungan Pengertian perlindungan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 1 butir 6 yang berbunyi “segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi danatau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini”. Peraturan perundang-undangan yang memberikan pengertian perlindungan terhadap saksi diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 23 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam perkara tindak pidana terorisme, yang memberikan pengertian perlindungan adalah “jaminan rasa aman yang diberikan oleh Negara kepada saksi, penyidik, penuntut umum, hakim dari kekerasan danatau ancaman kekerasan dalam perkara tindak pidana terorisme”. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus Bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Pasal 1 butir 1 memberikan pengertian perlindungan khusus adalah “suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh Negara untuk memberikan jaminan rasa aman terhadap pelapor atau saksi dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, danatau hartanya termasuk keluarganya”. Pengertian perlindungan juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, menyatakan commit to user 15 bahwa perlindungan adalah “suatu bentuk pelayaan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan”. b Pengertian Saksi Dalam khasanah pengetahuan hukum Indonesia, terdapat berbagai definisi atau pengertian dari saksi, baik itu dalam KUHAP, peraturan perundang – undangan lainnya, maupun pendapat para pakar hukum. The Act defines a witness as someone who gives or agrees to give infor-mation or evidence or who participates or agrees to participate in a mat-ter relating to an investigation or the prosecution of an offence Canada: Gregory Lacko: The Protection of witnesses, 2004:Volume 4 hlm:12 Kamus hukum memberikan pengertian saksi adalah orang yang mengetahui dengan jelas mengenai sesuatu karena melihat sendiri atau karena pengetahuannya. Dalam memberikan keterangan dimuka pengadilan, seorang saksi harus disumpah menurut agamanya agar apa yang diterangkan itu mempunyai kekuatan sebagai alat bukti;orang yang mengetahui dan menjamin suatu peristiwa itu adalah terang Simorangkir dkk,2000:151-152 KUHAP sebagai ketentuan pokok yang mengatur hukum acara pidana yang bersifat umum lex Generalis telah memberikan definisi atau pengertian saksi dalam Pasal 1 butir 6, yaitu “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri”. Pengertian saksi yang lebih luas dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap commit to user 16 Korban dan Saksi Pelanggaran HAM yang Berat sebagai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang memberikan definisi saksi sebagai “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan tentang perkara pelanggran hak asasi manusia yang berat yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan alami sendiri yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun Pasal 1 butir 3”. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus bagi Pelapor dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003, dalam Pasal 1 butir 3 memberikan pengertian saksi sebagai “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana pencucian uang yang di dengar sendiri, lihat sendiri, dan di alami sendiri”. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagai produk hukum terbaru yang secara khusus mengatur tentang perlindungan saksi dan korban, memberikan pengertian saksi adalah “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, danatau ia alami sendiri Pasal 1 Ayat 1”. Syarat menjadi saksi : 1 Syarat Objektif Saksi : a Dewasa telah berumur 15 tahun atau sudah kawin; b Posisi berubah akalnya;dan c Tidak ada hubungan keluarga baik pertalian darah atau perkawinan dengan terdakwa. commit to user 17 2 Syarat Subjektif Saksi : Mengetahui secara langsung terjadinya tindak pidana dengan melihat, mendengar, merasakan sendiri. 3 Syarat Formil Saksi harus disumpah menurut agamanya c Keterangan Saksi Dalam proses beracara, alat bukti merupakan bagian terpenting dalam mencari atau menemukan suatu kebenaran materiil. Mengenaialat bukti yang sah tercantum didalam ketentuan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, yaitu antara lain : 1 Keterangan saksi 2 Keterangan ahli 3 Surat 4 Petunjuk 5 Keterangan terdakwa Keterangan saksi adalah apa yang saksi kemukakan di dalam sidang pengadilan, keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu, saksi tidak boleh memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana yang ia dengar dari orang lain M.Yahya Harahap,1985:265. d Pengertian Korban Menurut Arief Gosita, korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita G.Widiartana,2009:19. Pengertian korban victims menurut Muladi adalah orang – orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau gangguan commit to user 18 substansial terhadap hak – haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing – masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan Dikdik M. Arif Mansur dan Elisatris Gultom, 2007 : 47 . Undang Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memberikan pengertian korban sebagai “seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental danatau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana Pasal 1 butir 2 ”. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang tata cara pemberian perlindungan kepada saksi dan korban pelanggaran HAM berat menyatakan bahwa korban adalah “orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, terror, dan kekerasan dari pihak manapun”. e Hak-hak Saksi dan Korban Dalam Pasal 5 ayat 1 UU ini disebutkan bahwa seorang saksi dan korban berhak: 1 memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan; 2 ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; 3 memberikan keterangan tanpa tekanan; 4 mendapat penerjemah; 5 bebas dari pertanyaan yang menjerat; 6 mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; 7 mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; 8 mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; 9 mendapat identitas baru; 10 mendapat tempat kediaman baru; commit to user 19 11 memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; 12 mendapat nasihat hukum; dan 13 memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. f Kompensasi dan Restitusi Kompensasi, restitusi dan bantuan rehabilitasi di atas merupakan bagian dari upaya pemulihan bagi korban pelanggaran HAM yang berat yang mempunyai tujuan untuk meringankan penderitaan dan memberikan keadilan kepada para korban dengan menghilangkan atau memperbaiki sejauh mungkin akibat-akibat dari tindakan salah dengan mencegah dan menangkal pelanggaran. Yang dimaksud dengan “kompensasi” adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara, karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan yang dimaksud dengan “restitusi” adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi dapat berupa: a Pengembalian harta milik; b Pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan;dan c Penggantian biaya untuk tindakan tertentu. 2.Tinjauan Umum Tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK h Kelembagaan dan Kedudukan LPSK 1 Kelembagaan LPSK Kelembagaan LPSK terdiri atas 7 tujuh orang anaggota yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang pemajuan, pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia, akademisi, advokat, atau lembaga swadaya masyarakat. Susunan keanggotaan LPSK yang bervariasi terdiri dari beberapa unsur dan elemen commit to user 20 masyarakat ini dimaksudkan untuk menjamin independensi, kemandiriaan, dan obyektifitas lembaga, disamping tuntutan profesional. Banyaknya kasus dimana saksi justru terancam kepentingannya oleh oknum aparat penegak hukum,merupakan alasan susunan keanggotaan LPSK yang di buat bervariasi terdiri dari beberapa unsur dan elemen masyarakat. Anggota LPSK diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Kelembagaan LPSK terdiri atas pimpinan dan anggota. Pimpinan LPSK terdiri atas ketua dan wakil ketua yang merangkap wakil anggota, yang dipilih dari dan oleh anggota LPSK. LPSK merupakan lembaga baru, maka menurut pasal 16 Undang - Undang Perlindungan Saksi dan Korban, untuk pertama kali seleksi dan pemilihan anggota LPSK dilakukan oleh Presiden dengan sebelumnya membentuk panitia seleksi yang terdiri atas 5 lima orang yang tidak dapat di calonkan sebagai anggota LPSK, dengan susunan 2 dua orang berasal dari unsur pemerintah dan 3 tiga orang berasal dari unsur masyarakat. Dalam pelaksanaan tugasnya, LPSK di bantu oleh sebuah sekretariat yang bertugas memberikan pelayanan administrasi bagi kegiatan LPSK. Secretariat LPSK di pimpin oleh seorang sekretaris yang bersaal dari pegawai negeri sipil yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Sekretasis Negara Muhammad Iksan,2009: 204-205 . 2 Kedudukan LPSK Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2006 memprioritaskan kedudukan LPSK ini berada di ibukota negara Republik Indonesia. Hal ini merupakan kebiasaan yang dapat dimaklumi bagi kedudukan sebuah Lembaga Negara. Namun di samping berkedudukan di ibu kota negara, Undang – undang juga memberikan keleluasaan bagi LPSK untuk membentuk perwakilannya di daerah lainnya jika hal tersebut sesuai dengan kebutuhan dari LPSK. Pilihan Undang - Undang untuk memberikan akses bagi LPSK untuk mendirikan lembaga perwakilan adalah pilihan yang tepat karena dari segi geografis wilayah republik Indonesia yang cukup luas dan akses informasi maupun commit to user 21 komunikasi yang terbatas baik antar wilayah maupun antar ibukota dengan wilayah lainnya. Lagi pula, kasus-kasus intimidasi terhadap saksi yang terjadi selama ini justru paling banyak di luar wilayah ibu kota negara RI. Perwakilan di daerah lainnya ini bisa ditafsirkan secara luas, yakni bisa berada di tingkat region tertentu antar propinsi misalnya memilih di beberapa wilayah tertentu, Indonesia timur, Indonesia barat dan lain sebagainya. Perwakilan LPSK bisa juga didirikan di tiap propinsi atau bahkan di tingkat kabupaten-kabupaten tertentu. Atau dalam kondisi khusus penting dan mendesak LPSK perwakilan bisa juga didirikan di wilayah terpilih, misalnya karena tingginya kasus intimidasi dan ancaman saksi di daerah tertentu maka LPSK ini bisa juga didirikan secara permanen atau secara ad hoc tergantung situasi yang mendukungnya. Walaupun idealnya LPSK ini ada di tiap wilayah Propinsi, namun kebutuhan untuk mendirikan perwakilan tersebut juga akan memberikan implikasi atas sumberdaya yang besar pula, baik dari segi pembiayaan, maupun penyiapan infrastruktur dan sumber daya manusianya. Jangan sampai pendirian perwakilan tersebut justru malah kontraproduktif dengan tujuan dari LPSK misalnya makin membebani kerja-kerja yang justru menjadi prioritas LPSK karena masalah administrasi dan lain sebagainya. Dalam hal pendirian perwakilan dibutuhkan pula rencana jangka panjang yang strategis dalam hal kontinuitas lembaga, jangan sampai LPSK pusat hanya mampu membangun atau mendirikan perwakilan namun tidak begitu peduli atas sumberdaya yang harus disiapkan untuk berjalannya lembaga perwakilan tersebut. Masalah koordinasi antar perwakilan juga perlu diperhatikan dengan serius terutama berkaitan dengan jurisdiksi antar perwakilan. Demikian pula dukungan dari instansi terkait di wilayah perwakilan. i Tanggung Jawab, Tugas dan Kewenangan LPSK Undang – Undang Nomor 13 tahun 2006 dalam ketentuan umumnya telah menyatakan bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, yang selanjutnya disingkat LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan berwenang commit to user 22 untuk memberikan perlindungan dan hak – hak lain kepada saksi danatau korban sebagaimana diatur dalam undang – undang. Namun Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban tidak merinci tugas dan kewenangan dari LPSK tersebut lebih lanjut, perumus Undang – Undang kelihatannya tidak menjabarkan tugas dan kewenangan LPSK dalam suatu bagian atau bab tersendiri dalam Undang Undang Nomor 13 tahun 2006 seperti peraturan lainnya, melainkan menyebarkannya diseluruh Undang – Undang. Tugas dan kewenangan LPSK yang tersebar dalam Undang – Undang Nomor 13 tahun 2006, yaitu : 1 Menerima permohonan saksi danatau korban untuk perlindungan Pasal 29 ; 2 Memberikan keputusan pemberian perlindungan saksi danatau korban Pasal 29; 3 Memberikan perlindungan kepada saksi danatau korban Pasal 1; 4 Menghentikan program perlindingan saksi danatau korban Pasal 32 ; 5 Mengajukan ke Pengadilan berdasarkan keinginan korban berupa hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana Pasal 7 ; 6 Menerima permintaan tertulis dari korban ataupun orang yang mewakili korban untuk bantuan Pasal 33 dan 34 ; 7 Menentukan kelayakan, jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan diberikannya banatuan kepada saksi danatau korban Pasal 34;dan 8 Bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan Pasal 39 Muhadar dkk, 2010:209-210. c Syarat Pemberian Perlindungan dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban oleh LPSK commit to user 23 Tidak semua saksi dan korban dapat menikmati perlindungan dan bantuan dari LPSK. Saksi atau korban yang dapat menerima perlindungan dan bantuan dari LPSK harus terlebih dahulu menandatangani perjanjian dari pihak LPSK. Menurut Pasal 28 Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban, perjanjian perlindungan LPSK terhadap saksi danatau korban tindak pidana diberikan dengan mempertimbangkan syarat : 1 Sifat pentingnya keterangan saksi danatau korban; 2 Tingkat ancaman yang membahayakan saksi danatau korban; 3 Hasil analisis tim medis atau psikolog terhadap saksi danatau korban;dan 4 Rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh saksi danatau korban. Keempat syarat tersebut akan dijadikan pertimbangan oleh LPSK apakah akan diberikan perlindungan atau bantuan terhadap saksi atau korban tersebut atau tidak. Artinya, walaupun ia merupakan saksi atau korban tindak pidana yang tergolong nerat dan nilai kesaksiannya sangat penting, akan tetapi kalau syarat lain tidak terpenuhi, misalnya saksi atau korban memiliki rekam jejak kejahatan yang serius, dapay saja kemudian dia tidak jadi diberi perlindungan dan bantuan dari LPSK Negara Muhammad Iksan,2009: 207- 208 . d Tata Cara Pemberian Perlindungan Saksi dan Korban oleh LPSK Berkaitan dengan tata cara pemberian perlindungan terhadap saksi, Pasal 29 menentukan bahwa saksi danatau korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang mengajukan permohonban secara tertulis kepada LPSK. Selanjutnya LPSK segera melakukan pemerikasaan terhadap permohonan tersebut, dan keputusan LPSK terhadap di kabulkan atau tidaknya permohonan atau perlindungan bantuan itu harus diberikan secara tertulis paling lambat 7 tujuh hari sejak permohonan perlindungan diajukan. Dalam hal LPSK menerima permohonan saksi danatau korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, saksi danatau korban menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan commit to user 24 perlindungan saksi dan korban. Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi dan korban sebagaimana dimaksud memuat : 1 Kesediaan saksi danatau korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan; 2 Kesediaan saksi danatau korban untuk menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya; 3 Kesediaan saksi danatau korban unutk tidak berhub ungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK; 4 Kewajiban saksi danatau korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya dibawah perlindungan LPSK; 5 Hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK Pasal 30 UU PSK. Menurut Pasal 31 Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada saksi danatau korban, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya pernyataan kesediaan sebagaimana dimaksud Pasal 30 Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Penghentian pemberian perlindungan atas keamanan saksi danatau korban tidak dapat dilakukan secara gegabah atau asal-asalan, akan tetapi harus atas dasar pertimbanganalas an yang kuat dan matang. Untuk menjamin hal itu maka dalam Pasal 32 ayat 1 Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban ditegaskan bahwa perlindungan atas keamanan Saksi danatau korban hanya dapat dihentikan berdasarkan alasan: 1 Saksi danatau korban meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri; 2 Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaann perlindungan terhadap saksi danatau korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan; 3 Saksi danatau korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian; atau commit to user 25 4 LPSK berpendapat bahwa saksi danatau korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan. Dalam ayat 2 ditegaskan pula bahwa penghentian perlindungan keamanan seorang saksi danatau korban harus dilakukan secara tertulis. Ketentuan seperti ini untuk memberikan jaminan kepastian hukum, baik bagi saksi danatau korban yang bersangkutan dan keluarganya, maupun bagi pejabat aparat penegak hukum, termasuk LPSK sendiri. Karena keterbatasan kelembagaan LPSK, maka untuk menjamin telaksananya pemberian perlindungan terhadap saksi danatau korban, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang, seperti polisi, kejaksaan, dan lain-lain yang dianggap kompeten. Instansi terlait yang diminta bantuan atau kerjasamanya oleh LPSK untuk memberikan perlindungan terhadap saksi danatau korban sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 36. Ketentuan yang sama juga berlaku apabila LPSK memerlukan bantuan atau kerjasama dalam pemberian bantuan kepada saksi danatau korban Muchamad Iksan, 2009: 209. e Tata Cara Pemberian Bantuan bagi Saksi dan Korban oleh LPSK Berkaitan dengan pemberian bantuan berupa bantuan medis danatau bantuan rehabilitasi psiko-sosial bagi saksi danatau korban kasus pelanggaran HAM berat sebagaimana di maksud dalam Pasal 6, diberikan apabila ada permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada LPSK Pasal 33 Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Atas dasar permintaan tertulis itu selanjutnya LPSK menentukan kelayakan diberikannya bentuan kepada saksi danatau korban. Dalam hal saksi danatau korban layak diberikan bantuan, LPSK menentukan jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan. Tidak semua permohonan bantuan akan dikabulkan oleh LPSK, yang layak dibantu akan dibantu, sedangkan yang dianggap tidak layak akan ditolak commit to user 26 permohonan bantuannya. Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan kepada saksi danatau korban harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 7 tujuh hari kerja sejak diterimanya permintaan tersebut Pasal 35 Undang - Undang Perlindungan Saksi dan Korban. f Keputusan LPSK Undang Undang Nomor 13 tahun 2006 menyatakan bahwa keputusan LPSK diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan jika dalam hal keputusan musyawarah mufakat tidak dapat dicapai, maka keputusan akan diambil dengan suara terbanyak. Apa yang dimaksud dalam keputusan ini dalam Undang-Undang tidaklah begitu jelas. Dalam Undang- Undang keputusan yang dimaksud terkait dengan kewenangan LPSK terutama dalam keputusan pemberian perlindungan dan bantuan bagi saksi dan korban. Keputusan dan kebijakan LPSK, yang di dasari oleh musyawarah dan tidak sesuai dengan format pekerjaan LPSK. Pilihan terhadap model pengambilan keputusan seperti ini tidaklah tepat karena model yang mkengisyaratkan setiap anggota perlindungan saksi punya hak dan mandat yang sama seperti layaknya komisi-komisi yang sudah ada dalam prakteknya kurang member kontribusi yang positif karena seluruh keputusan dari komisi harus melalui rapat pleno. Setiap anggota memiliki suara baik mendukung atau mem-veto sebuah kebijakan yang akan diambil oleh lembaga. Hal ini sebaiknya di hindari karena model ini tidak sesuai dengan kerja-kerja praktek perlindungan saksi yang dalam praktek di berbagai Negara diberikan dalam satu komando kerja yang berdasarkan protab atau bekerja dalam system yang baku Muhadar dkk,2010:218. g Anggaran LPSK Agar dapat manjalankan tugasnya dengan baik maka setiap institusi maupun organisasi tentunya membutuhkan sumber daya yang memadai, antara lain dalam bentuk sumber daya financial anggaran . Demikian pula bagi LPSK, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 menyatakan bahwa biaya yang diperlukan untuk pelaksaan tugas LPSK dibebankan kepada commit to user 27 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN dan sumber lainnya yang tidak mengikat. Namun sumber utama tetaplah dari APBN. Hal ini hampir sama dengan pembiayaan-pembiayaan lembaga-lembaga negara lainnya yang telah ada di Indonesia. Sedangkan sumber lainnya yang tidak mengikat adalah berupa hibah dan bantuan baik dalam maupun luar negeri. Dalam konteks APBN, umumnya pembagian anggaran dalm sebuah lembaga negara pada dasarnya di bagi dalam 2 dua kategori yakni anggaran rutin dan anggran pembangunan. Anggran rutin dalam sebuah pengeluaran negara untuk membiayai tugas-tugas umum pemerintah baik pusat maupun daerah dan untuk membayar kewajiban hutang luar negeri ataupun hutang dalam negeri yang jatuh tempo dalam setiap tahun anggaran. Sedangkan anggaran pembangunan adalah semua pengeluaran negara yang diperuntukkan bagi pembiayaan proyek-proyek pembangunan yang terbagi dalam beberapa sektor, baik ditingakat pusat maupun ditingkat daerah. Mengenai proses anggaran terutama terkait dengan model yang selama ini diterapkan dalam proses anggran lembaga negara di Indonesia, LPSK harus mau tidak mau akan menghadapi tata cara dan proses anggaran yang sudah ada Muhadar dkk,2010:218-219. B.Kerangka Pemikiran commit to user 28 Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran Penjelasan : Konsep Perlindungan Saksi dan Korban dalam Proses Peradilan Pidana di Indonesia Peraturan Perundang - undangan di Indonesia yang mengatur perlindungan saksi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK 2. Bagaimana urgensi kedudukan LPSK di daerah? KUHAP Pasal 184 ayat 1 Alat Bukti Bebas Keterangan Saksi Dalam proses peradilan pidana Perlindungan Saksi dan Korban 1.Apa sajakah yang menjadi problematik normatif dalam UU NO 13 Tahun 2006 ? UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban commit to user 29 Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, dapat diketahui bahwa konsep pemikiran tentang perlindungan saksi dalam proses peradilan pidana sudah ada dan banyak tersebar pada peraturan perundang – undangan sebelum dilahirkannya Undang – Undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang perlindungan saksi dan korban. Pengaturan konsep perlindungan saksi dan korban tidak diatur secara rinci dan jelas. Dalam KUHAP Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana telah diatur mengenai tata cara pelaksanaan proses beracara dalam peradilan pidana, alat bukti dalam proses peradilan pidana salah satunya adalah keterangan saksi danatau korban. Mengingat pentingnya keterangan saksi dan korban dalam proses peradilan pidana, maka perlu mendapatkan perlindungan. Undang – Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban melahirkan suatu lembaga yang berwenang untuk melindungi saksi dan korban dalam proses peradilan pidnan yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK. Munculnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK diharapkan akan mampu menjadi solusi terhadap permasalahan perlindungan saksi dan korban di Indonesia. Namun fakta di lapangan memunculkan penilaian dalam hal efektifitas peran dan fungsinya mengingat lembaga tersebut hanya berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan apabila diperlukan. Banyaknya kasus – kasus didaerah yang terbengkalai karena kekurangan atau bahkan tidak ada yang mau menjadi saksi merupakan masalah yang timbul karena kurangnya perlindungan dan rasa aman bagi para saksi. Perlindungan dan rasa aman bagi para saksi seharusnya mampu diberikan oleh LPSK, namun lembaga tersebut hanya fokus pada kasus yang di muat secara besar – besaran di media dan berkedudukan di ibukota saja. Lalu bagaimana yang di daerah? commit to user 30

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN