commit to user
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pemeriksaan perkara pidana, peranan saksi sangatlah penting. Peran penting saksi tersebut terdapat dalam seluruh tahapan proses
penyelesaian perkara pidana, mulai tahap penyelidikan sampai pembuktian di muka sidang pengadilan. Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat
tergantung pada alat bukti yang berhasil dimunculkan di pengadilan, utamanya yang berkenaan dengan saksi M .Rustamaji, 2004:1. Bahkan
dalam praktek peranan saksi sering menjadi faktor penentu dan keberhasilan dalam pengungkapan suatu kasus Muchamad Iksan,2009:107.
Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana KUHAP pada Pasal 184 ayat 1 menempatkan alat bukti keterangan saksi pada urutan pertama
dari lima alat bukti yang sah. Ketentuan dalam pasal tersebut menyatakan, keterangan saksi di pengadilan menjadi salah satu alat bukti yang sah.
Fakta bahwa seorang saksi dianggap memiliki kemampuan yang dapat menentukan kemana arah putusan hakim, menyebabkan adanya
berbagai ancaman dan tekanan, baik sifatnya secara fisik maupun mental kepada seorang saksi, keluarga ataupun orang terdekat saksi. Ketakutan
tersebut membuat para saksi enggan untuk memberikan kesaksiaannya di muka sidang pengadilan, bahkan tidak jarang para saksi tersebut sama sekali
tidak mengakui bahwa ia mengetahui, melihat tentang tidak pidana yang terjadi. Apalagi dalam kasus-kasus besar yang melibatkan para pejabat, anak
pejabat, konglomerat, bos mafia dan lain-lain yang bukan tidak mungkin apabila tidak ada perlindungan terhadap saksi, maka keamanan saksi akan
terancam dan aksi tutup mulut dari para saksi akan bermunculan Muhadar, dkk,2010:7.
Perlindungan terhadap saksi dalam kasus – kasus dalam perkara pidana tetap menjadi suatu perhatian serius dikarenakan saksi dalam kasus
commit to user 2
pidana adalah saksi yang sangat berguna mengingat keinginan pemerintah sekarang yang gencar – gencarnya memberantas tindak pidana. Suatu imbalan
berupa ketenangan dalam memberikan kesaksian merupakan pilihan bagi seorang saksi. Saksi dalam perkara pidana ini bukannya tidak mungkin
mendapat teror sehingga membuat hatinya menjadi ciut dan tidak mau menjadi seorang saksi Muhadar,dkk,2010:9.
Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang
dianggap memerlukan perhatian khusus, penjagaan ekstra ketat. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana KUHAP sebenarnya telah mengatur mengenai
perangkat dan dasar hukum perlindungan saksi, perangkat dan dasar hukum perlindungan saksi dalam KUHAP yaitu:
1. Adanya kewajiban mengucapkan sumpah bagi saksi, kecuali untuk: a. anak yang umurnya belum cukup 15 tahun Pasal 171 butir a
b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang – kadang ingatannya baik kembali Pasal 171 butir b ;
2. Dapat didengarkannya kesaksian saksi tanpa kehadiran terdakwa Pasal 173;
3. Dapat ditujukan juru bahasa bagi saksi yang tidak paham bahasa Indonesia Pasal 177 dan;
4. Dapat ditunjukan penterjemah bagi saksi bisu tuli serta tidak dapat menulis Pasal 178.
Mekanisme perlindungan saksi yang ada dalam KUHAP tersebut dalam perkembangannya sangat tidak memadai dalam upaya mendukung proses
penegakan hukum dan keadilan. Beberapa kasus yang mencuat masih menyisakan permasalahan di
dalam masalah perlindungan terhadap saksi yang berkeinginan menjadi saksi namun belum jelas mengenai perlindungan terhadap dirinya. Salah satu kasus
yang menjadi perhatian internasional adalah kasus pelanggaran HAM berat di Timor Timur, di mana para saksi tidak berkenan datang ke pengadilan untuk
commit to user 3
bersaksi dengan alasan keamanan. Setelah ada pendampingan dari Unit Kejahatan Khusus dan di bandara dipanggil dengan pengeras suara, akhirnya
para saksi tersebut bersedia untuk dihadirkan di persidangan yang di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Contoh lain lagi adalah, dugaan kasus – kasus
perkosaan terhadap etnik Cina di Jakarta pada Mei 1998 yang sampai kini tidak pernah terungkap, karena tiada satupun saksi korban yang mempunyai cukup
keberanian dan ketegaran untuk melapor Muchamad Iksan,2009:115. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana KUHAP yang merupakan undang
undang yang pertama dilihat sebagai undang – undang hukum acara pokok yang dipakai sebagai panduan dalam beracara pidana ternyata tidak
memberikan hasil yang memuaskan dalam mengatur masalah perlindungan saksi dan korban. Hal tersebut menyebabkan munculnya gagasan untuk
membuat perangkat hukum khusus yang diharapkan mampu memberikan perlindungan saksi dan korban ketika memberikan kesaksian.
Konsep perlindungan saksi dan korban di Indonesia sebenarnya telah tersebar diberbagai macam peraturan perundang – undangan. Peraturan
perundang – undangan yang terkait dengan perlindungan saksi tersebut juga jelas dimuat tentang peran dari masing – masing instansi penegak hukum
seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dalam hal perlindungan saksi, namun pelaksanaannya masih menjadi suatu tanda tanya, baik dalam hal
kelembagaan maupun penerapannya. Setelah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun, Undang-Undang
Perlindungan Saksi dan Korban akhirnya disahkan juga dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 11 Agustus 2006, menjadi “Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban”. Di dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 terdapat ketentuan yang mengatur mengenai
lembaga khusus yang menangani permasalahan perlindungan saksi dan korban. Lembaga tersebut dinamakan “Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
LPSK”. Munculnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK yang
diharapkan akan mampu menjadi solusi terhadap permasalahan perlindungan
commit to user 4
saksi dan korban di Indonesia dinilai masih menjadi tanda tanya dalam hal efektifitas peran dan fungsinya mengingat lembaga tersebut hanya
berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan apabila diperlukan.
Berdasarkan apa yang telah di uraikan di atas jelaslah bahwa seorang saksi membutuhkan perlindungan yang khusus demi menjaga keselamatan
dirinya. Masalah – masalah yang muncul dalam Undang - Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta urgensi keberadaan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menjadi topik yang menarik untuk diteliti lebih mendalam untuk mendapatkan pembaharuan hukum dalam
memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban. Melihat hal yang terurai di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
pemberian perlindungan hukum bagi saksi ini dalam penelitian dengan judul
penelitian: “TINJAUAN TENTANG PROBLEMATIK NORMATIF UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG
PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SERTA URGENSI KEBERADAAN
LEMBAGA PERLINDUNGAN
SAKSI DAN
KORBAN LPSK DI DAERAH”
B. Perumusan Masalah