Pasal 1 poin 5 Undang Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 5 ayat 2 Undang Nomor 13 Tahun 2006

commit to user 67 orang yang keterangan perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri danatau ia alami sendiri Artikel Sebuah tinjauan kritis mengenai Undang- Undang Perlindungan Saksi dan Korban,Juli 2007. Melihat lebih dalam lagi dengan keberadaan pendamping yang umumnya terdapat dalam kasus – kasus terhadap perempuan. Keberadaan pendamping ini juga tidak dilindungi oleh undang – undang perlindungan saksi dan korban tersebut, meski kenyataannya pendamping juga ini juga sering mendapat ancaman dan tekanan ketika mendampingi korban. Selain saksi dan korban, saksi juga punya peranan penting dalam penyelesaian kasus – kasus kejahatan. Keberadaan saksi ahli tersebut menjadi sangat krusial sehingga keberadaannya sangat perlu untuk dilindungi. Dengan definisi saksi yang masih terpola dari KUHAP, maka keberadaan saksi ahli menjadi tidak termasuk dalam usaha perlindungan saksi Anna Christina Sinaga, 2006:8

b. Pasal 1 poin 5 Undang Nomor 13 Tahun 2006

“ Keluarga saksi danatau korban adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau kebawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga atau yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan saksi danatau korban”. Dalam rumusan pasal 1 poin 5 diatas, menjelaskan tentang siapa yang dimaksud dengan keluarga saksi, yakni orang - orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus, atau mempunyai hubungan darah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga, atau mempunyai hubungan perkawinan dengan saksi dan atau orang-orang yang menjadi tanggungan saksi dan atau korban. Menurut penulis, rumusan ini terlalu sempit, seharusnya konsep orang terkait ini tidak hanya menjangkau keluarga, namun dapat menjangkau orang lain yang mempunyai potensi membuat saksi tidak mau bersaksi bila orang tersebut di intimidasi. commit to user 68

c. Pasal 5 ayat 2 Undang Nomor 13 Tahun 2006

“ Hak sebagaimana di maksud pada ayat 1 diberikan pula kepada keluarga saksi danatau korban dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan lembaga perlindungan saksi dan korban” Dalam pasal diatas secara jelas terlihat adanya pembatasan terhadap saksi yang akan dilindungi, dan hal ini merupakan suatu kemunduran dari niat yang baik di balik undang – undang tersebut. Maksud dari kata - kata kasus- kasus tertentu tersebut antara lain, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotikapsikotropika, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. Ketentuan pembatasan atau kategori saksi yang berhak mendapatkan perlindungan dalam program perlindungan saksi di LPSK dalam Pasal 5 ayat 2 tersebut merupakan sebuah kemunduran dari Undang - Undang Perlindungan Saksi. Argumentasi atas munculnya pasal ini sebagian besar dilatar belakangi untuk mengurangi beban pembiayaan pemerintah agar biaya yang akan diberikan untuk perlindungan tidak terlalu besar. Argumentasi kedua adalah: mekanisme ini merupakan “alat penyaring” atas kasus-kasus yang akan masuk ke LPSK sehingga beban LPSK akan diminimalisir. Menurut penulis, argumentasi – argumentasi yang muncul diatas merupakan sebuah kemunduran dari niat yang baik di balik undang – undang tersebut.

d. Ketidakjelasan Pemberian Perlindungan Kepada Saksi