Tidak Konsisten Pengaturan Jangka Waktu Perlindungan Lahirnya Beban Ganda dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006

commit to user 73 pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik. Dengan menghindari klarifikasi pada siapa yang berhak memberikan penilaian Itikad tidak baik dan atas dasar apa seseorang dapat dimasukkan ke dalam kategori ini, teks tersebut meninggalkan celah interpretasi yang cukup besar bagi kepentingan para pelaku pelanggar Artikel Sebuah tinjauan kritis mengenai Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, Juli 2007. f. Saksi yang Harus Dilindungi Undang - undang Perlindungan Saksi dan Korban juga tidak jelas mengatur “status saksi” berkaitan dengan saksi dari pihak manakah yang bisa dilindungi? Apakah saksi yang membantu pihak tersangka terdakwa ataukah saksi dari pihak yang membantu pihak aparat penegak hukum? Tidak dicantumkannya secara tegas hal ini nantinya akan menimbulkan problem dan membebani lembaga perlindungan dalam pelaksanaannya. Sebaiknya ditegaskan bahwa saksi yang dilindungi dalam undang-undang ini adalah saksi dalam kasus pidana yang membantu aparat penegak hukum saksi pihak penuntut Eka Wahyu Keptiany, 2010:41.

g. Tidak Konsisten Pengaturan Jangka Waktu Perlindungan

Dalam Pasal 1 No 5 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2006, Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi danatau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Namun menurut penulis, undang-undang ini memberikan perlindungan pada saksi dan korban terbatas hanya dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan. Pasal ini akan membatasi jangka waktu perlindungan karena pengertian tahap proses peradilan pidana ini hanya mencakup, tahap penyelidikan sampai dengan pemberian putusan yang final, padahal dalam kondisi tertentu dimana kejahatan yang ada sifatnya serius, proteksi maupun perlindungan saksi harus diberikan pula pada tahapan setelah proses peradilan pidana. Pasal- pasal tersebut tidak konsisten bila dikaitkan dengan Pasal 5 huruf f, huruf h, commit to user 74 huruf i yang memberikan kepada saksi hak untuk untuk mendapat informasi mengenai perkembangan kasus, hak mengetahui dalam hal terpidana di bebaskan dan hak identitas baru. Hak-hak ini diberbagai negara dalam prakteknya justru diberikan setelah kasus selesai di proses dalam peradilan pidana, bahkan untuk perlindungan dengan cara penggantian identitas maupun relokasi yang permanen bagi saksi, tahapan pemberiannya seharusnya menjangkau waktu yang sangat lama atau diberikan secara permanen seumur hidup Eka Wahyu Keptiany, 2010:42.

h. Lahirnya Beban Ganda dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006

Problema – problema dalam pemaparan diatas adalah tinjauan dari pasal demi pasal dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006. Namun apabila dicermati secara keseluruhan, muncul beban ganda yang harus diemban oleh cita – cita dan semangat luhur dari Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2006. Perlu dijelaskan bahwa akibat kondisi hukum acara pidana yang tidak memadai terkait dengan hak perlindungan saksi dan korban maka dilahirlah undang – undang perlindungan saksi dan korban yang ditugaskan untuk mengakomodasi seluruh hak – hak saksi, bahkan mencakup pula perlindungan dan bantuan bagi korban kejahatan. Akibatnya kemudian bisa diduga, substansinya hak – hak yang di akomodir dalam undang – undang tersebut menjadi sangat luas. Hal tersebut sebenarnya sudah harus menjadi konsekuensi karena sistem atau model hak – hak saksi yang selama ini berkaitan dengan prosedur peradilan pidana yang seharusnya diatur oleh sebuah prosedur peradilan pidana KUHAP tidak pernah terealisasi di Indonesia karena reformasi hukum acara pidana di Indonesia tidak pernah terjadi. Oleh sebab itu, undang – undang ini mau tidak mau memasukkan hamper seluruh hak – hak saksi secara prosedural yang seharusnya masuk ke dalam hukum acara pidana. Beban ganda yang terkandung dalam undang – undang perlindungan saski dan korban menjadi tidak terelakkan dan dalam kondisi tertentu mingkin bisa dibenarkan karena kondisi peraturan lainnya terutama hukum acara yang tidak mendukung sedangkan secara faktual peraturan yang mendukung kondisi saksi dalam proses commit to user 75 peradilan baik dalam kondisi biasa maupun kondisi terintimidasi tidak pernah ada dan justru sangat dibutuhkan pada saat sekarang ini Muhadar,dkk, 2010:97.

i. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan