Perencanaan Overhead Travelling Crane Yang Dipakai Pada Pabrik Peleburan Baja Dengan Kapasitas Angkat Cairan 10 Ton

(1)

MEDAN

TUGAS SARJANA

MESIN PEMINDAH BAHAN

PERENCANAAN OVERHEAD

TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI

PADA PABRIK PELEBURAN BAJA

DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN

10 TON

OLEH :

NIM : 040421033 HENGKY IRAWAN H.S

DISETUJUI OLEH :

DOSEN PEMBIMBING

Ir. Alfian Hamsi, Msc

NIP. 131.654.258


(2)

MESIN PEMINDAH BAHAN

PERENCANAAN OVERHEAD

TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI

PADA PABRIK PELEBURAN BAJA

DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN

10 TON

OLEH :

NIM : 040421033 HENGKY IRAWAN H.S

TELAH DISETUJUI DARI HASIL SIDANG SARJANA

PERIODE 113, TANGGAL 13 DESEMBER 2008

DOSEN PEMBANDING I

DOSEN PEMBANDING II

Ir. RASKITA.S.MELIALA

NIP. 130353111

NIP.130517501


(3)

MESIN PEMINDAH BAHAN

PERENCANAAN OVERHEAD

TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI

PADA PABRIK PELEBURAN BAJA

DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN

10 TON

OLEH :

NIM : 040421033 HENGKY IRAWAN H.S

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

(5)

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang merupakan tugas akhir ini dalah sesuatu syarat untuk dapat menyelesaikan studi jenjang kependidikan Sarjana Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Tugas sarjana ini mengenai perancangan mesin pemindah bahan jenis Overhead Travelling Crane yang digunakan untuk memindahkan cairan hasil peleburan dari tanur induksi. Dalam penulisan skripsi ini dari awal sampai akhir, penulis telah melakukan semaksimal mungkin guna tersusunnya tugas akhir ini. Namun penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan petunjuk dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Alfian Hamsi, Msc selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama ini.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh staff pengajar di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam hal administrasi.

4. Seluruh staff pegawai P.T. Growth Sumatera Industry, Ltd khususnya pada bagian Cor Listrik Derek dalam membimbing penulis selama melakukan survey.


(6)

perkuliahan dan dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

6. Untuk Kakak, Abang, dan Adik penulis yang turut mendoakan penulis. 7. Buat yang sangat penulis sayangi Silvia Br Napitupulu, Amk yang telah

memotivasi dan mendoakan penulis dalam menyusun Tugas Sarjana ini. 8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin Ekstension yang telah banyak

membantu penulis dan penyusunan Tugas Sarjana ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf dan mengharapkan koreksi untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi pembaca khususnya para mahasiswa Teknik Mesin Ekstension.

Medan, 2008

Penulis,

Hengky Irawan H.S


(7)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR NOTASI... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Perencanaan ... 1

1.2. Tujuan Perencanaan ... 2

1.3. Pembatasan Masalah... 2

1.4. Metodelogi Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Klasifikasi Pesawat Angkat ... 4

2.2. Dasar-Dasar Pemilihan Pesawat Pengangkat ... 7

2.3. Prinsip Kerja Overhead Travelling Crane ... 8

2.3.1. Gerakan Drum ( Naik-Turun ) ... 9

2.3.2. Gerakan Hoist Mendatar ( Melintang ) ... 10

2.3.3. Gerakan Crane ( Horizontal ) ... 10

BAB III PERENCANAAN SPESIFIKASI PENGANGKAT ... 11

3.1. Karateristik Umum Pesawat Angkat ... 11

3.2. Perencanaan Tali Baja ( Wire Rope )... 17

3.2.1. Tarikan Yang Dialami Tali Baja, S ... 20

3.2.2. Diameter Tali Baja ... 22


(8)

3.3.2. Diameter Poros Puli ... 27

3.4. Perencanaan Drum... 28

3.4.1. Diameter Drum ... 29

3.4.2. Jumlah Lilitan Tali Pada Drum ... 30

3.4.3. Panjang Alur Spiral Drum ( Helical Groove )... 31

3.4.4. Panjang Drum Keseluruhan ... 31

3.4.5. Tebal Dinding Drum ... 32

3.4.6. Menghitung Tegangan Maksimum Drum ... 32

3.4.7. Menghitung Daya Motor Penggerak Drum ... 36

3.4.8. Perencanaan Sistem Transmisi Penggerak Drum ... 37

3.4.8.1. Putaran Poros Dalam. ... 38

3.4.8.2. Poros Transmisi ... 39

3.4.8.3. Poros Untuk Worm ... 40

3.4.8.4. Poros Untuk Worm Wheel ... 41

3.4.8.5. Ukuran Roda Gigi Cacing ... 42

3.4.8.6. Poros Cacing ... 44

3.4.8.7. Roda Cacing ... 46

3.5. Perencanaan Kait ... 49

3.5.1. Pemilihan Bahan Kait ... 49

3.5.2. Pemeriksaan Kait ... 50

3.5.2.1. Tegangan Tarik Pada Ulir Kait ... 51

3.5.2.2. Panjang Minimum Ulir Kait ... 52

3.5.2.3. Pemeriksaan Kekuatan Pada Mulut Kait dan Tangkainya ... 53

3.5.3. Pemeriksaan Mur Pengikat Kait ... 57

3.5.4. Perencanaan Dudukan Kait ... 59

3.6. Sistem Pengereman ... 62

3.6.1. Pemilihan Roda Rem ... 62

3.6.2. Pemeriksaan Rem Penahan ( nilai pv ) ... 63


(9)

4.1. Roda Troli ... 67

4.2. Motor Penggerak Troli ... 69

4.3. Roda Gigi Transmisi Gerak Troli ... 71

4.4. Perencanaan Tekanan Bantalan dan Faktor Tekanan Kecepatan Masing-masing Poros ... 74

4.5. Menentukan Modul dan Ukuran Roda Gigi ... 86

4.6. Motor Penggerak Crane ... 89

4.7. Perencanaan Jembatan ( Girder ) ... 91

BAB V KESIMPULAN ... 95

5.1. Spesifikasi Crane ... 95

5.2. Perlengkapan Gerak Hoist ... 96

5.3. Perlengkapan Gerak Tranversal dan Horizontal ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... xi LAMPIRAN

GAMBAR KERJA


(10)

Gambar 2.1 Overhead Travelling Crane ... 5

Gambar 2.2 Jenis-Jenis Utama Crane ... 6

Gambar 3.1 Tali Baja Dengan Untaian Yang Dipipihkan ... 15

Gambar 3.2 Konstruksi Tali Baja Pada Crane ... 16

Gambar 3.3 Diagram Jumlah Kelengkungan ... 17

Gambar 3.4 Effisiensi System Puli ... 18

Gambar 3.5 Tali Baja ... 19

Gambar 3.6 Dimensi Puli ... 23

Gambar 3.7 Drum ... 25

Gambar 3.8 Dimensi Alur Dalam ... 26

Gambar 3.9 Kait Tunggal ... 34

Gambar 3.10 Penampang Mulut Kait dan Tangkainya ... 37

Gambar 3.11 Dudukan Kait... 43

Gambar 3.12 Pemilihan Modul ... 50

Gambar 3.13 Roda Gigi Cacing ... 51

Gambar 4.1 Roda Troli ... 62

Gambar 4.2 Sistem Transmisi Didalam Gearbox ... 69

Gambar 4.3 Perincian Tekanan Pada Roda Gigi Cacing ... 69

Gambar 4.4 Bagian-Bagian Roda Gigi ... 82

Gambar 4.5 Defleksi Akibat Bobot Sendiri ... 87


(11)

Tabel 3.1 Tipe-Tipe Tali Untuk Crane dan Pengangkat... 14

Tabel 3.2 Diameter Roda Puli Untuk Kawat Baja ... 23

Tabel 3.3 Dimensi Alur Drum ... 27

Tabel 4.3 Jumlah Gigi ... 66


(12)

Notasi Arti Satuan

A Luas mm2

a Jarak sumbu poros mm

C Faktor konstruksi tali

D Diameter luar mm

Ck Kelonggaran puncak mm

d Diameter dalam mm

Dw Diameter roda jalan mm

E Modulus elastisitas Kg/m2

F114 Luas penampang tali baja cm2

Ft Gaya tangensial Kg

f Lengkungan tali baja mm

g Gravitasi m/s2

H Tinggi angkat m

Dk1 Diameter luar poros cacing mm

d1 Diameter jarak bagi poros cacing mm

dr1 Diameter dalam poros cacing mm

tt Jarak bagi mm

L Kisar mm

H Tinggi gigi keseluruhan mm

hk Tinggi kepala luar poros cacing mm


(13)

d2 Diameter jarak bagi roda cacing mm

dk2 Diameter luar roda cacing mm

dt Diameter kepala roda cacing mm

b Lebar roda cacing mm

K Faktor keamanan

L Panjang m

Mp Momen puntir Nm

m Modul mm

N Daya Hp

n Putaran rpm

n t-w Kecepatan roda penggerak rpm

P Beban yang bekerja pada roda Kg

p Kekuatan putus tali Kg

Pb Beban patah Kg

Q Kapasitas angkat maksimum Kg

r Jari-jari mm

S Gaya tarik tali maksimum Kg

Sf Faktor keamanan bahan

T Waktu Detik

v Kecepatan m/s

W Tahanan akibat gesekan Kg


(14)

µ Koefisien gesek

ε Faktor tahanan puli

ω Tebal mm

β Koefisien pengereman

δ Diameter kawat baja mm

g

τ Tegangan geser Kg/mm2

t

σ Tegangan tekan Kg/mm2

tr

σ Tegangan tarik Kg/mm2

σ Tegangan ijin Kg/mm2

η Effisiensi

b

σ Tegangan patah bahan Kg/mm2

lk

σ Tegangan lentur Kg/mm2

τ Sudut kisar ( 0 sudut )

'


(15)

Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan industri saat ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Untuk menyeimbangkan produksi yang dihasilkan yang sesuai dengan permintaan konsumen maka industri-industri dituntut untuk menaikkan / meningkatkan hasil produksi serta untuk memperlancar pendistribusian produknya baik itu dengan kapasitas kecil maupun dengan kapasitas yang besar. Didalam pendistribusian produk yang berkapasitas besar sangat diperlukan suatu alat pemindah ( pesawat angkat ) untuk memperlancar gerakan produk dari satu tempat ke tempat lain yang sangat tidak mungkin diangkat manual dengan tenaga manusia. Dengan demikian pabrik P.T. Growth Sumatra Industry, Ltd adalah pabrik peleburan baja yang sangat membutuhkan alat pemindah ( pesawat angkat ) tersebut demi kemudahan untuk mengangkat dan memindahkan alat-alat berat atau hasil produk yang ada di lokasi di pabrik. Adapun alat pemindah ( pesawat angkat ) yang dibutuhkan adalah jenis “ Overhead Travelling Crane “. Di pabrik P.T. Growth Sumatera Industry, Ltd bahwa Tanur Induksi yang berisi cairan baja dengan kapasitas 10 ton dengan temperatur 1680 0 C akan di tuang dalam suatu wadah yaitu Ladle.

Setelah itu Overhead Travelling Crane akan mengangkat ladle yang berisi cairan baja dengan memindahkanladle tersebut pada troli


(16)

Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan industri saat ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Untuk menyeimbangkan produksi yang dihasilkan yang sesuai dengan permintaan konsumen maka industri-industri dituntut untuk menaikkan / meningkatkan hasil produksi serta untuk memperlancar pendistribusian produknya baik itu dengan kapasitas kecil maupun dengan kapasitas yang besar. Didalam pendistribusian produk yang berkapasitas besar sangat diperlukan suatu alat pemindah ( pesawat angkat ) untuk memperlancar gerakan produk dari satu tempat ke tempat lain yang sangat tidak mungkin diangkat manual dengan tenaga manusia. Dengan demikian pabrik P.T. Growth Sumatra Industry, Ltd adalah pabrik peleburan baja yang sangat membutuhkan alat pemindah ( pesawat angkat ) tersebut demi kemudahan untuk mengangkat dan memindahkan alat-alat berat atau hasil produk yang ada di lokasi di pabrik. Adapun alat pemindah ( pesawat angkat ) yang dibutuhkan adalah jenis “ Overhead Travelling Crane “. Di pabrik P.T. Growth Sumatera Industry, Ltd bahwa Tanur Induksi yang berisi cairan baja dengan kapasitas 10 ton dengan temperatur 1680 0 C akan di tuang dalam suatu wadah yaitu Ladle.

Setelah itu Overhead Travelling Crane akan mengangkat ladle yang berisi cairan baja dengan memindahkanladle tersebut pada troli


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Perencanaan

Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan industri saat ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Untuk menyeimbangkan produksi yang dihasilkan yang sesuai dengan permintaan konsumen maka industri-industri dituntut untuk menaikkan / meningkatkan hasil produksi serta untuk memperlancar pendistribusian produknya baik itu dengan kapasitas kecil maupun dengan kapasitas yang besar. Didalam pendistribusian produk yang berkapasitas besar sangat diperlukan suatu alat pemindah ( pesawat angkat ) untuk memperlancar gerakan produk dari satu tempat ke tempat lain yang sangat tidak mungkin diangkat manual dengan tenaga manusia.

Dengan demikian pabrik P.T. Growth Sumatra Industry, Ltd adalah pabrik peleburan baja yang sangat membutuhkan alat pemindah ( pesawat angkat ) tersebut demi kemudahan untuk mengangkat dan memindahkan alat-alat berat atau hasil produk yang ada di lokasi di pabrik. Adapun alat pemindah ( pesawat angkat ) yang dibutuhkan adalah jenis “ Overhead Travelling Crane “.

Di pabrik P.T. Growth Sumatera Industry, Ltd bahwa Tanur Induksi yang berisi cairan baja dengan kapasitas 10 ton dengan temperatur 1680 0 C akan di tuang dalam suatu wadah yaitu Ladle. Setelah itu Overhead Travelling Crane akan mengangkat ladle yang berisi cairan baja dengan memindahkan ladle tersebut pada troli


(18)

Dengan melihat fungsi dari Overhead Travelling Crane ini dan melihat alat penggeraknya serta bagian-bagian dari pesawat angkat ini, maka penulis sangat tertarik untuk mendalami dan mempelajari dengan membandingkan teori-teori yang didapat selama perkuliahan dan dengan kenyataan / realita yang ada di lokasi pekerjaan hingga akhirnya penulis berkesimpulan membuat Tugas Sarjana dengan pembahasan atau perencanaan Overhead Travelling Crane pada pabrik peleburan baja dengan kapasitas angkat 10 ton cairan baja...

1.2.Tujuan Perencanaan

Secara teknis perencanaan ini bertujuan untuk merencanakan mesin pemindah bahan yaitu Overhead Travelling Crane yang sesuai dengan kebutuhan pada pabrik peleburan baja. Perencanaan ini diharapkan dapat memberikan gambaran dari hasil perhitungan untuk mendapatkan kesesuaian antara teori-teori yang ada di iteratur atau buku rujukan.

1.3. Pembatasan Masalah

Pembatasan pembahasan masalah ini bertujuan supaya pembahasan terarah pada suatu permasalahan tertentu saja, sehingga pembahasan tidak melebar dan menyimpang ke jalur yang sudah ditentukan.

Adapun batasan-batasan dan ruang lingkup permasalahan dalam perencanaan ini adalah :


(19)

1. Material yang diangkat berupa cairan hasil peleburan baja dengan kapasitas angkat cairan maksimum 10 ton.

2. Arah pemindahan material tegak lurus ( Vertikal ) naik turun, melintang dan horizontal.

3. Pemilihan jenis angkat.

4. Perhitungan komponen utama. 5. Perncanaan motor penggerak 6. Perencanaan transmisi roda gigi 7. Sistem pengereman

1.4. Metodelogi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Survey lapangan ; berupa peninjauan langsung ke lokasi pada bagian cor.

2. Study literatur ; berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku, dan tulisan-tulisan yang terkait.

3. Diskusi ; berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing, dosen pembanding yang nantinya akan ditunjuk oleh pihak jurusan Teknik Mesin – USU mengenai kekurangan di dalam penulisan ini.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Pesawat Pengangkat

Banyak jenis perlengkapan pengangkat yang tersedia membuatnya sulit digolongkan secara tepat. Penggolongan ini masih dipersulit lagi oleh kenyataan bahwa penggolongan ini didasarkan juga pada karateristik, misalnya desain, tujuan, jenis gerakan, dan sebagainya.

Bila digolongkan menurut geraknya ( karateristik kinematik ), beban dianggap terpusat pada titik bobot beban tersebut dan penggolongan mesin ditentukan oleh lintasan perpindahan muatan yang berpindah pada bidang datar ( horizontal ).

Penggolongan menurut tujuan penggunaan yang ditentukan dengan memperhatikan kondisi operasi, misalnya : crane dibagi menjadi crane metallurgi, konstruksi, pelabuhan dan sebagainya.

Menurut dasar rancangannya, pesawat pengangkat digolongkan atas tiga jenis, yaitu :

a. Mesin Pengangkat ( Hoisting Machine )

Adalah kelompok mesin yang bekerja secara periodik yang di disain sebagai peralatan pesawat angkat, dan untuk mengangkut dan memindahkan muatan atau sebagai mekanisme tersendiri bagi crane atau elevator.


(21)

b. Kran ( Crane )

Adalah gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah dengan rangka untuk mengangkat atau sekaligus mengangkat dan memindahkan muatan yang dapat digantungkan secara bebas atau dikaitkan pada crane. Untuk jenis crane dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :

Gambar 2.1 Overhead Travelling Crane

Sumber : Mesin Pemindah Bahan ( Rudenko, N. Lampiran Gambar 42 )

c. Elevator

Adalah kelompok mesin yang bekerja secara periodik untuk mengangkat muatan pada jalur pandu tertentu.

Jenis dari Overhead Travelling Crane ini berdasarkan pembagiannya menurut pembagian Pesawat Angkat, termasuk pada alat pengangkat crane tipe crane yang dapat bergerak pada rel tertentu.

Berdasarkan Gambar 2.2 di samping dapat disimpulkan bahwa jenis crane ini termasuk pada crane yang di pasang di langit-langit.


(22)

2.2. Dasar-Dasar Pemilihan Pesawat Angkat

Faktor-faktor teknis penting berikut ini dapat digunakan dalam menentukan pemilihan pesawat pengangkat :

a. Jenis Dan Sifat Muatan Yang Akan Ditangani

Untuk muatan satuan ( Package ), hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah satuan, berat, permukaan dukungan yang baik atau bagian muatan sebagai tempat penggantung yang baik, sifat-sifat fisik muatan, dan sebagainya.

b. Kapasitas Per Jam Yang Dibutuhkan

Kapasitas pemindahan muatan yang hampir tak terbatas dengan mudah dapat diperoleh pada jenis alat tertentu, misalnya konveyor aksi berkesinambungan. Sedangkan pada crane atau truk yang mempunyai kapasitas angkat yang cukup tinggi dalam kerja yang berat. Dalam perencanaan ini, beban muatan yang dipindahkan adalah 10 ton. Selanjutnya dari nama name plate motor listrik untuk crane dengan kapasitas angkat cairan 10 ton diperoleh kecepatan angkat 6 m / menit dan crane 1 m / menit.

c. Arah Dan Jarak Perpindahan

Berbagai jenis alat dapat mengangkat beban dalam arah vertikal atau arah horizontal. Panjang jarak lintasan atau lokasi pengambilan beban juga sangat penting dalam pemilihan pesawat pengangkat. Dalam perencanaan, ladle diangkat kemudian dipindahkan mengikuti arah jembatan ( Girder ), yang kemudian diturunkan dan diposisikan pada troli. Tinggi angkat 12


(23)

meter diperoleh dari jarak angkat maksimum dari permukaan tanah dan panjang lintasan girder hoist adalah 19 meter.

d. Metode Penumpukan Beban

Beberapa jenis peralatan dapat memuat dan membongkar muatan secara mekanis sedangkan lainnya membutuhkan alat tambahan khusus atau bantuan operator. Misalnya beban curah yang dapat ditumpuk, tetapi harus di sekop ketika akan memindahkannya lagi. Dalam perencanaan ini beban yang akan diangkat adalah ladle yang berisi cairan hasil peleburan baja, maka beban tidak perlu ditumpuk karena dalam operasinya ladle diangkat lalu didudukanpada lori. Demikian juga seterusnya.

Dari pertimbangan diatas, maka alat pemindah bahan untuk mengangkat ladleyang berisi cairan hasil peleburan baja ini adalah Overhead Travelling Crane yang memiliki gerakan naik-turun, melintang hoist dan juga memanjang ( horizontal ). Kelebihan dari Overhead Travelling Crane ini adalah :

• Konstruksi sederhana

• Tidak memerlukan pemakaian ruangan yang banyak

• Dapat menjelajah area yang dalam jangkauan jalur pandu lintasan • Mempunyai sistem alat pemegang beban yang mudah diganti

2.3. Prinsip Kerja Overhead Travelling Crane

Overhead Travelling Crane ini digerakkan dengan sistem elektromotor yang dapat menggerakkan hoist melintang, crane mendatar, serta dapat menggulung wire rope secara otomatis.


(24)

Cara pengoperasian Overhead Travelling Crane adalah sebagai berikut :

− Periksa semua peralatan, yaitu tombol-tombol pengatur harus dapat berjalan dengan baik.

− Angkat ladle dari tempat pembakaran ladle dengan mencantol double hooke nya pada kuping ladle.

− Tepatkan ladle tepat pada corong Tanur dan digerakkan menurun

mengikuti gerakan tuang tanur.

− Setelah cairan sepenuhnya tertuang pada ladle, ladle kemudian diangkat dan digerakkan secara horizontal hoist dan crane menuju troli dan di letakkan pada dudukannya.

− Setelah cairan pada ladle telah habis, maka ladle diangkat kembali dan kemudian didudukan pada tempat pemanasan ladle.

Dalam pengoperasiannya, Overhead Travelling Crane memiliki tiga gerakan, yaitu :

a. Gerakan Drum ( naik-turun )

b. Gerakan Hoist Mendatar ( melintang ) c. Gerakan Crane ( horizontal )

2.3.1. Gerakan Drum ( Naik – Turun )

Gerakan hoist ini adalah gerakan menaikkan dan menurunkan ladle. Hal ini digerakkan oleh mekanisme perputaran drum yang dikopel dengan motor listrik dengan sumber daya. Gerakan ini dapat dihentikan sesuai dengan penempatan yang diinginkan dengan menggunakan suatu alat penahan atau rem.


(25)

2.3.2. Gerakan Hoist Mendatar ( Melintang )

Gerakan hoist ini adalah gerak perpindahan pada arah melintang yang diatur motor listrik sebagai penggerak daya. Motor listrik akan menggerakkan roda troli hoist yang dipasang pada jembatan ( girder ) ganda sepanjang panjang crane.

2.3.3. Gerakan Crane ( Horizontal )

Gerakan ini alah gerakan berpindah pada arah memanjang yang diatur motor listrik sebagai penggerak daya. Motor listrik akan menggerakkan roda troli yang dipasang pada jembatan ( girder ) ganda pada jarak sepanjang jalur pandu lintasan.


(26)

BAB III

PERENCANAAN SPESIFIKASI PENGANGKAT

3.1. Karateristik Umum Pesawat Pengangkat

Parameter teknik yang utama dari sebuah pesawat pengangkat adalah : − Kapasitas angkat ( Lifting Capacity )

− Berat mati dari pesawat ( Dead Weight ) − Kecepatan dari berbagai gerakan

− Ukuran-ukuran geometris dari pesawat pengangkat seperti rentangan, jangkauan, dan lain-lain.

Jumlah siklus per jam ( η ) ialah : η =

1

3600 t Dengan :

t1 = tsc = waktu siklus crane, yaitu total waktu yang dibutuhkan dalam detik

yang digunakan untuk operasi individual dalam melaksanakan satu siklus kerja yang tergantung pada kecepatan gerakan selama operasi, jarak perpindahan dan tinggi angkatan, waktu yang hilang dalam percepatan dan perlambatan, tingkat penggabungan beberapa operasi segaligus waktu yang hilang dalam penambahan dan pelepasan muatan dengan grip.

Dari spesifikasi kecepatan angkat dan memanjang dari crane, diperoleh waktu siklus crane ( t sc ) sebagai berikut :

1

t =

1 1

v s


(27)

2

t =

2 2

v s

3

t =

3 3

v s

Dimana :

t1,s1,v1 : waktu, tinggi, dan kecepatan angkat

t2,s2,v2 : waktu, jarak, dan kecepatan hoist maju-mundur/melintang

t3,s3,v3 : waktu, jarak, dan kecepatan crane memanjang

t4 : waktu turun

t5 : waktu pemasangan dan pelepasan graps ( gancu )

maka :

5 4 3 2 1

1 t 2(t t t ) t t

t = sc= + + + +

Waktu siklus crane yang diizinkan :

produksi kapasitas

ladle kapasitas t=

( Lit 1. Hal 15 )

Sedangkan spesifikasi dari kecepatan angkat, melintang hoist, dan memanjang crane ini dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kapasitas

produksi pabrik jika tsctsc

Dengan data spesifikasi teknis, beban pada mesin :

- Kapasitas angkat nominal ( Qn ) = 10000 Kg

Dan hasil survey pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd, maka : - Kapasitas angkat rata-rata ( Qm ) = 9500 Kg


(28)

Diperoleh :

• Pemakaian kapasitas pengangkatan rata-rata ( K beban ) :

K beban =

beban n

beban m

Q Q

=

10 5 , 9

= 0,95

• Penggunaan mesin rata-rata harian dan tahunan : ( berdasarkan hasil survey pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd )

Harian : 20 jam Tahunan : 365 hari Sehingga kondisi :

- Pemakaian rata-rata harian :

K hari =

jam jam h

24

=

jam jam 24 20

= 0,83333

- Pemakaian rata-rata tahunan :

K tahunan =

hari hari h

365

=

hari hari

365 365

= 1

• Temperatur lingkungan 40 0 C ( Hasil survey pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd )

Dari perhitungan data survey diatas, maka dapat ditentukan bahwa Overhead Travelling Crane digunakan pada kondisi berat.


(29)

Gambar spesifikasi


(30)

(31)

Keterangan Gambar : 1. Tali Baja

2. Puli Kompensasi

3. Drum

4. Kait ( Hooke )

5. Motor Drum

6. Sistem Transmisi Penggerak Drum 7. Roda sistem Pengereman


(32)

3.2. Perencanaan Tali Baja ( Wire Rope )

Tali baja ( Wire Rope ) adalah tali yang dikonstruksikan dari kumpulan jalinan serat-serat baja. Mula-mula beberapa serat dipintal sehingga menjadi suatu jalinan ( strand ), lalu beberapa strand dijalin pada satu inti ( core ) sehingga membentuk tali.

Tipe-tipe tali untuk crane dan pengangkat dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut : Tabel 3.1 Tipe-tipe tali untuk crane dan pengangkat ( Rudenko, N, 1996 )

Faktor mula-mula dari keamanan tali terhadap tegangan

Konstruksi Tali

6 x 19 = 114 + 1c 6 x 37 = 222 + 1c 6 x 61 = 366 + 1c 18 x 17 = 342 + 1c

Kurang 6 6 – 7 diatas 7

Jumlah serat yang patah pada panjang tertentu setelah tali dibuang 12

14 16

6 7 8

22 26 30

11 13 15

36 38 40

18 19 20

36 38 40

18 19 20

Keuntungan dari tali baja ( Wire Rope ) dibandingkan dengan rantai adalah ( Lit 3 hal 52 ) :

− Ringan

− Tali baru lebih baik terhadap tegangan, bila beban terbagi rata pada semua jalinan ( Strand )

− Lebih fleksibel sementara beban beban bengkok tidak perlu mengalami Internal Stress


(33)

− Kurang mempunyai tendensi untuk berbelit. Peletakan yang terang pada drum dan cakra, penyambungan yang lebih cepat, mudah dijepit ( clip ) atau dilekuk ( socket ). Tidak perlu dipegang ( dijepit ) sebelum dipotong atau dimasukkan dalam socket atau clip.

− Wire yang patah sesudah pemakaian yang lama tidak menonjol, berarti lebih aman dalam pengangkatan, juga tidak akan merusak wire yang berdekatan.

Gambar 3.1. Tali Baja dengan untaian yang dipipihkan Sumber : Mesin Pengangkat ( Rudenko, N. Hal 33 )


(34)

Dari hasil survey di lapangan untuk kapasitas angkat 10.000 Kg, maka bahan tali baja yang dipilih adalah bahan Baja Karbon ( Steel Wire Rope ) dari standar JIS G 3521, dengan tegangan putus kawat baja ( τB = 285–320 Kg/mm2 ), Dengan tipe 6 x 19 = 114 + 1c yang artinya konstruksi gulungan tali terdiri dari 6 jalinan ( strand ), dan tiap jalinan terdiri dari 19 wayar baja dengan 1 inti serat ( fibre core ).

Gambar 3.2. Konstruksi tali baja pada crane

Setiap sistem puli majemuk dapat dianggap sebagai puli dengan dua tali terpisah yang dihubungkan dengan puli kompensasi, jumloah lengkungan tali puli majemuk dapat diperoleh dengan membagi dua jumlah titik total tempat bagian tali yang paralel masuk dan keluar puli. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.3


(35)

Gambar 3.3 Diagram jumlah kelengkungan Sumber : Mesin Pengangkat ( Rudenko, N. Hal 37 )

Dari gambar diatas maka disimpulkan bahwa Jumlah Kelengkungan atau

Number of Bend ( NB ) pada perencanaan crane adalah 3 2 6

=

3.2.1. Tarikan yang dialami tali baja, Sw

Dari data hasil survey pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd diperoleh bahwa :

1. Berat Gancu ( Grabs ) dan Hooke Wg = 3 ton

2. Berat Ladle W1 = 6 ton

3. Berat Cairan Baja Wc = 10 ton (kapasitas Ladle 10 ton)

Maka berat total Q yang diangkat menjadi :

Q = Wg + W1 + Wc ... ( 1 )

Q = 3 ton + 6 ton + 10 ton Q = 19 ton

Untuk menghitung tarikan maksimum yang dialami tali baja dapat menggunakan

rumus : Sw = 1 η η n

Q


(36)

Dimana :

Sw = Tarikan maksimum pada tali baja dari sistem puli ( Kg )

Q = Total berat muatan yang diangkat ( Kg )

n = Jumlah muatan puli ( tali penggantung ) yang menyangga muatan

η = Effisiensi puli ( Lampiran 4 )

1

η = Effisiensi yang disebabkan kerugian tali akibat kekakuannya ketika menggulung pada drum, diasumsikan = 0,98 ( Lit.1 Hal 41 )

Gambar 3.4. Effisiensi sistem puli

Sumber : Mesin pengangkat ( Rudenko, N. Hal 63 )

Dari gambar diatas menerangkan untuk effisiensi sistem puli berdasarkan jumlah cakra ( Number of Pulley )

Maka :

Sw =

98 , 0 95 , 0 5

19000 x x

Kg

Sw = 4077,34071 Kg


(37)

3.2.2. Diameter Tali Baja

Gambar 3.5. Tali Baja

Dari gambar diatas dapat membantu sebagai data pembanding didalam menghitung diameter tali baja, dengan diperoleh Sw = 4077, 34 Kg, maka untuk

menentukan luas penampang tali baja :

F ( 114 ) =

50000

min

x D

d K

S

b

w

σ ... ( 3 ) ( Lit.1 Hal 39 )

Dimana :

F ( 114 ) = Luas penampang tali baja ( cm2 )

Sw = Tarikan maksimum pada tali ( Kg )

b

σ = Tegangan putus kawat baja ( Kg/cm2)

K = Faktor keamanan tali

D = Diameter tali ( mm )


(38)

Untuk menentukan luas penampang tali baja diperlukan perbandingan

diameter drum minimum dengan diameter tali.Untuk jumlah lengkungan 3 [ Number Of Bend ( NB ) 3 ], maka harga d / Dmin = 23 ( Lit. 1 Hal 38 )

Jika tali baja dari kawat baja standart JIS G 3521, dengan tegangan putus kawat baja σb = 285 – 320 Kg / mm2, diambil σb = 31500 Kg / cm2, beban putus Pb = 28400 Kg massa.

Faktor keamanan dengan kondisi pembebanan berat,ditentukan K=6 (Lit 1Hal 42) Maka :

F( 114 ) =

50000 23

1 /

31500

34 , 4077

2

x cm

kg

Kg − F( 114 ) = 1,32549 cm2

Diameter kawat tali baja dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

A = F ( i ) = 2i

π ( cm2

) ( Lit. 3 Hal 63 )

δ = i F i

π

) (

. 4

( cm )

Dimana :

F ( i ) = Luas penampang tali baja = 1,32549 cm2

δ = Diameter serat dari tali baja ( mm ) i = Jumlah serat dalam tali baja = 114 serat Sehingga diameter satu kawat dari tali baja diperoleh :

δ =

114 32549 , 1 4

x x

π


(39)

δ = 1,217 mm Diameter tali baja dapat dihitung :

d = 1,5 . δ . i ( mm )

d = ( 1,5 x 1,217 x 114 ) ( mm )

d = 19,491 mm ; terletak pada range 15 – 19,5 maka dipilih d = 19,5 mm

Dari perhitungan diatas, tali baja yang digunakan adalah tali baja dengan tipe : 6 x 19 = 114 + 1c, diameter ( d ) = 19,5 dan tegangan putus kawat baja

B

σ = 31500 Kg / cm2, beban putus Pb = 28400 Kg massa.

Tarikan tali baja yang diijinkan adalah :

Si =

K Pb

( Lit. 1 Hal 40 )

Dimana :

Si = Tarikan maksimum yang diijinkan pada tali ( Kg )

K = Faktor keamanan kondisi berat = 6 Maka :

Si =

6 28400Kg

Si = 4733,33 Kg

Jadi dapat disimpulkan tarikan yang terjadi Sw = 4077,34 Kg > tarikan maksimum

yang diijinkan pada tali Si = 4733,33 Kg, maka tali baja bekerja pada kondisi


(40)

3.2.3. Perhitungan Umur Tali

Tali merupakan bagian yang penting pada waktu pengoperasian mesin pemindah bahan. Akibat seringnya mengalami pembebanan, lama kelamaan tali akan menjadi rusak akibat kelelahan. Untuk mengetahui berapa lama tali tersebut dapat digunakan maka rumus :

N = bulan

z a

z

β

. . 2

1

( Lit.1 Hal 46 )

Dimana :

N = Umur tali ( bulan )

a = Jumlah siklus kerja rata-rata perbulan = 9600 kali ( Lit.1 Hal 47 ) z2 = Jumlah lengkungan berulang per siklus kerja ( mengangkat dan

menurunkan ) pada tinggi pengangkatan penuh dan lengkungan satu sisi = 4

β = Faktor perubahan daya tahan tali akibat mengangkat muatan lebih rendah dari tinggi total dan lebih ringan dari muatan penuh = 0,5 ( Lit.1 Hal 47 )

ϕ = Hubungan langsung antara jumlah lengkungan dan jumlah putusan didalam tali = 2,5

z1 = Jumlah lengkungan berulang yang mengakibatkan kerusakan tali;

untuk d / Dmin = 23, maka z = 170000

maka umur tali adalah :

N =

ϕ β. . .z2 a

z

N =

5 , 0 5 , 2 4 9600

170000 x x


(41)

3.3. Perencanaan Puli

Puli berfungsi untuk mengubah arah tali baja ( lurus – lengkung – lurus ) atau dengan kata lain pengarahan tali baja sekaligus untuk menahan beban yang diberikan. Dengan diameter tali baja ditentukan sebesar 19,5 mm, maka ukuran-ukuran puli dapat diketahui sebagai berikut :

Gambar 3.6 Dimensi Puli

Sumber : Mesin Pengangkat ( Rudenko, N. Hal 71 ) Tabel 3.2. Diameter roda puli untuk kawat baja ( Rudenko, N. 1996 )

Diameter Tali

a b c e h l r r1 r2 r3 r4

4,8 6,2 8,7 11,0 13,0 15,0 22 22 28 40 40 40 19,5 24,0 28,0 34,5 39,0 15 15 20 30 30 30 55 65 80 90 110 5 5 6 7 7 7 40 50 60 70 85 0,5 0,5 1,0 1,0 1,0 1,0 10 10 12 15 18 12,5 12,5 15,0 25,0 25,0 25,0 1,5 1,5 2,0 2,0 2,9 8 8 8 10 10 10 30,0 37,0 45,0 55,0 65,0 4,0 4,0 5,0 8,5 7,5 7,5 15 18 20 22 22 2,5 2,5 3,0 4,0 4,0 4,0 12,0 14,5 17,0 20,0 25,0 2,0 2,0 2,5 3,0 3,0 3,0 5,0 5,0 6,0 7,0 9,0 8 8 9 12 12 12 5,0 5,0 7,0 8,0 10,0 6 6 6 8 8 8 17 20 25 28 40 10 15 15 20 30


(42)

Ukuran-ukuran dari puli dengan diameter 19,5 mm dapat dilihat pada tabel 3.2 dan dari dimensi puli pada gambar 3.6 maka ukurannya sebagai berikut :

a = 55 mm h = 30 mm r2 = 5 mm

b = 40 mm l = 15 mm r3 = 17 mm

c = 10 mm r = 12 mm r4 = 10 mm

e = 1,5 mm r1= 5 mm

3.3.1. Diameter Puli

Untuk menghitung puli dapat dipakai rumus :

23

1 min =

d D

Dimana :

Dmin = Diameter minimum puli ( mm )

D = Diameter tali baja ( mm ) Maka :

Dmin = 23 x 19,5

Dmin = 449 mm

Maka dari perhitungan diatas diameter puli = 449 mm

3.3.2. Diameter Poros Puli

Untuk menentukan diameter poros puli digunakan rumus :

P = 

    

2

. cm

Kg d

l Q

Dimana :

P = Tekanan pada tali = 75 Kg/cm2 ; untuk kecepatan angkat m/menit ( Lit.1 Hal 72 )


(43)

L = Panjang bus tali = ( 1,5 – 1,8 ) d, dipilih 1,8 d Q = Beban puli = 19000 Kg

d = Diameter poros puli ( cm ) maka :

75 Kg/cm2 = 2

8 , 1

19000 cm d x d

Kg

d2 =

2

135 19000

cm

d = 11,86342 cm = 12 cm

3.4. Perencanaan Drum ( Tromol )

Drum ( tromol ) berfungsi untuk menggulung tali pada operasi pengangkatan dan penurunan. Secara umum drum tersebut terbuat dari bahan besi tuang dan besi cor, dan dilengkapi dengan groove ( berupa alur ) yang berfungsi untuk mengatur gulungan agar dapat tersusun rapi dan mengurangi gesekan.


(44)

3.4.1. Diameter Drum

Untuk menghitung diameter drum dapat dipakai rumus :

D≥e1.e .d (mm) ( Lit. 1. Hal 41 )

Dimana :

D = Diameter drum pada dasar alur ( mm ) d = Diameter tali ( mm ) = 19,5 mm

e1 = Faktor yang tergantung pada alat pengangkat dan kondisi

operasinya (operasi yang dipilih adalah berat)= 30 ( Lit.1. Hal 42 ) e2 = Faktor yang tergantung pada kondisi tali, dipilih 1,00 ( Lit.1 Hal 42 )

maka diperoleh diameter drum : D≥30x1x19,5mm D = 585 mm

Gambar 3.8 Dimensi Alur Drum

Sumber : Mesin Pengangkat ( Rudenko, N Hal 74 )

Dengan menggunakan tabel 3.3 dibawah ini akan diperoleh dimensi alur drum sesuai pada gambar 3.8 diatas yang berdasarkan ukuran diameter tali baja ( d = 19,5 mm )


(45)

Tabel 3.3 Dimensi Alur Drum ( Rudenko, N. 1996 ) Dia meter tali d r1

Standar Dalam Dia

meter tali

d

r1

Standar Dalam

S1 C1 S2 C2 R2 S1 C1 S2 C2 R2

4,8 6,2 8,7 11,0 13,0 15,0 3,5 4,0 5,0 7,0 8,0 9,0 7 8 11 13 15 17 2 2 3 3 4 5 9 11 13 17 19 22 4,5 5,5 6,5 8,5 9,5 11,0 1,0 1,5 1,5 1,5 1,5 2,0 19,5 24,0 28,0 34,5 39,0 11,5 13,5 15,5 19,0 21,0 22 27 31 38 42 5 6 8 10 12 27 31 36 41 50 13,5 16,0 18,0 22,0 24,5 2,0 2,5 2,5 3,0 3,5

3.4.2. Jumlah Lilitan Tali Pada Drum

Untuk menentukan jumlah lilitan pada drum dengan dua arah gulungan digunakan rumus :

z = 2

. . + D i H

π ( Lit. 1 Hal 74 )

Dimana :

z = Jumlah lilitan tali pada drum untuk 1 tali baja ( lilitan ) H = Tinggi angkat = 12 m

i = Jumlah suspensi puli, diambil dari tabel daya guna ( effisiensi ) puli = 4 untuk puli berganda dan jumlah puli ( z ) = 2

D = Diameter drum

Sedangkan angka 4 ditambahkan untuk lilitan yang akan menahan beban setelah

mencapai ketinggian rencana H = 12 m ( Lit. 1 Hal 74 )

Sehingga diperoleh jumlah lilitan :

2 585 . 4 000 . 12 + = = π x z n


(46)

n = z = 28,13 n = z = 29 lilitan

maka ada 29 lilitan untuk dua arah gulungan tali.

3.4.3. Panjang Alur Spiral Drum ( Helical Groove )

Untuk menghitung panjang alur spiral (Helical Groove) digunakan rumus :

l = z . S1 ( mm ) ( Lit.1 Hal 75 )

Dimana :

l = Panjang alur spiral ( Helical Groove ) ( mm ) z = Jumlah lilitan = 29 lilitan

S1 = Kisar ( Pitch ) = 22 ( Dari tabel 3.3 ) ( Lit.1 Hal 74 )

Maka :

l = 29 x 22 l = 638 mm

3.4.4. Panjang Drum Keseluruhan

Dalam perencanaan ini, maka panjang drum keseluruhan adalah :

L = 7 ( )

. .

mm s D

i H

   

+

π ( Lit.1 Hal 75 )

Dimana :

L = Panjang drum keseluruhan ( mm )

H = Tinggi angkat maksimum = 12.000 ( mm ) D = Diameter Drum ( mm )


(47)

i = Perbandingan sistem tali = 4

l = Lebar ruang antara bagian kanan dan kiri dari luar,diambil= 40 mm maka panjang drum keseluruhan :

mm L

x x L

729

22 7 585

4 12000

   

+

= π

3.4.5. Tebal Dinding Drum

Tebal dinding srum dapat ditentukan dengan menggunakan rumus empiris: ω = 0,02 D + ( 0,6 s/d 1,0 ) ( cm ) ( Lit.1 Hal 75 )

Dimana :

ω = Tebal dinding drum ( cm ) D = Diameter drum ( cm ) Maka :

ω = 0,02 x 58,5 + ( 1,0 ) ( cm ) ω = 2,17 cm

ω = 21,7 mm

3.4.6. Menghitung Tegangan Maksimum Drum

Selama dioperasikan, drum dipengaruhi oleh pembebanan puntir, bengkokan ( lentur ), dan tekanan ( compression ). Dua tegangan yang pertama menghasilkan tegangan yang nyata pada drum yang sangat panjang, sedangkan efek dari tekanan adalah sangat besar. Untuk hal ini haruslah diperiksa terlebih dahulu.


(48)

Untuk menghitung tegangan tekan maksimum pada drum digunakan

rumus : ( / )

.

2

1 Kg mm

s S

ω σ = Dimana :

1

σ = Tegangan tekan maksimum ( Kg/mm2) S = Gaya tarik maksimum pada bagian tali ( Kg )

ω = Tebal dinding drum ( mm ) s = Kisar ( Pitch ) ( mm )

Maka tegangan tekan maksimumnya adalah :

1 σ =

22 7 , 21

34 , 4077

x

1

σ = 8,50472 Kg/mm2

Berdasarkan perhitungan diatas, maka dalam perancangan ini bahan drum yang dipilih adalah baja rol standar JIS G 3101 dengan lambang SS 50 yang memiliki tegangan patah bahan σ1 = 60 Kg/mm2 ( Lit.2 Hal 339 ) Dengan tegangan ijin :

(

2

)

1 Kg/mm

K

B σ σ− =

Dimana :

K = Faktor keamanan = 6 (Kondisi pengoperasian berat) (Lit.1 Hal 42) Maka :

1 σ =

10 60

( Kg/mm2)

1


(49)

Dari perhitungan diatas terlihat bahwa tegangan yang diijinkan lebih besar

dari tegangan maksimum yang terjadi dari σ−1 ≥σtmaks( 10 Kg/mm2 > 8,50472 Kg/mm2 ). Untuk menjamin keamanan pada saat drum beroperasi, drum mengalami tegangan lentur / lengkung di sepanjang drum. Tegangan lentur dapat dihitung dengan rumus :

lk lk lk

W M =

σ ( Kg/mm2 ) ( Lit. 4 Hal 76 )

Dimana :

lk

σ = Tegangan lentur / lengkung ( Kg/mm2 )

Mlk = Momen lentur / lengkung ( Kg.mm )

Wlk = Momen perlawanan lentur / lengkung ( mm3 )

Dari rumus diatas, momen maksimum terjadi ketika tali berada ditengah drum : Mlk = S . 0,5 L ( Kg.mm )

Dimana :

S = Gaya tarik pada tali ( Kg ) L = Panjang drum keseluruhan ( mm ) Maka :

Mlk = 4077,34 x 0,5 x 729

Mlk = 1486190,43 Kg.mm

Untuk momen perlawanan lentur / lengkung :

Wlk =

32

π

D d D4 − 4

( mm3 )

Wlk =

32

π ( )

585 6 , 541

585 3

4 4

mm


(50)

Maka :

lk

σ =

79 , 5212388

43 , 1486190

lk

σ = 0,285126549 Kg / mm2

Dalam hal ini drum juga mengalami tegangan puntir. Untuk menghitung tegangan puntir yang terjadi pada drum dapat digunakan rumus :

p p p

W M =

τ ( Kg / mm2 ) ( Lit. 4 Hal 12 )

Dimana :

p

τ = Tegangan puntir ( Kg / mm2 )

Mp = Momen puntir ( Kg.mm )

Wp = Momen perlawanan puntir ( mm3 )

Momen puntir yang terjadi diperoleh dari rumus :

Mp = S . r ( Kg.mm ) ( Lit. 4 Hal 170 )

Dimana :

S = Gaya tarik tali ( Kg )

r = Jari-jari drum ( mm )

Maka :

Mp = 4077,34 x 292,5


(51)

Sedangkan momen perlawanan ( Wp ) diperoleh dari rumus :

Wp =

16

π ( 3)

4 4

mm D

d

D

Wp =

16

π ( )

585 6 , 541

585 3

4 4 4

mm

Wp = 10424777,58 mm3

Maka :

p p p

W M =

τ ( Kg / mm2 )

58 , 10424777

95 , 1192621 =

p

τ

2

/ 114402627 ,

0 Kg mm

p= τ

Dari perhitungan diatas, terlihat bahwa tegangan yang diijinkan juga masih lebih besar dari tegangan yang terjadi ( 0,285126549 Kg/mm2 > 0,114402627 Kg/mm2 ), Maka drum dinyatakan aman.

3.4.7. Menghitung Daya Motor Penggerak Drum

Untuk menghitung daya motor penggerak drum digunakan rumus :

) ( . 75

. Hp v Q N

η

= ( Lit.1 Hal 292 )

Dimana :

N = Daya motor ( Hp )


(52)

v = Kecepatan angkat muatan = 6 m/menit η = Effisiensi mekanis angkat ( 0,85 ) Maka :

85 , 0 . 60 . 75

19000 =

N

Hp N=29,80392

Dalam hal ini dipilih factor koreksi ( Fc = 1,0 ) Maka daya rencana motor ( Nd )

Nd = N . Fc ( Hp )

Nd = 29,80392 x 1,0

Nd = 29,80392 ( Hp )

Dari data motor yang diproduksi, maka motor listrik yang ada dengan daya sebesar 30 Hp dengan putaran ( n ) = 1000 rpm dan frekuensi = 50 Hz ( Data Teknis )

3.4.8. Perencanaan Sistem Transmisi Penggerak Drum

Transmisi roda gigi untuk gerak hoist ini berfungsi untuk mereduksi putaran motor penggerak drum. Pada umumnya motor yang tersedia putarannya tinggi, sedangkan putaran drum yang diinginkan lebih lambat sesuai dengan kecepatan angkat yang diinginkan.


(53)

Pada perencanaan ini, sistem rancangan transmisi roda gigi ( gear box ) yang digunakan, dipilih pasangan transmisi roda gigi cacing ( worm gear ).

Pasangan roda gigi cacing terdiri dari sebuah roda gigi cacing yang mempunyai ulir dan sebuah roda gigi cacing yang berhubungan dengan gigi cacing. Ciri yang sangat menonjol dari roda gigi cacing adalah kerjanya sangat halus dan hampir tanpa bunyi, serta memungkinkan perbandingan transmisi yang sangat besar tetapi effisiensinya rendah dibandingkan dengan roda gigi lain.

3.4.8.1. Putaran Poros Dalam

Putaran poros utama ( I ) = putaran poros penggerak = 1000 rpm. Untuk menentukan putaran pada poros drum digunakan rumus kecepatan sudut :

) /

( .

.Dn Kg menit Vd

Dimana :

Vd = C = Kecepatan pada drum

Vd = C = 2.V

V = Kecepatan angkat = 6 m/menit C = 2 x 6 m/menit = 12 m/menit D = Diameter drum = 585 mm

Maka:

n Vd =12=π.0,585.

585 , 0 .

12

π

= n


(54)

n = 6,53 = 6,6 rpm

maka putaran drum adalah 6,6 rpm

3.4.8.2. Poros Transmisi

Bahan untuk poros yang direncanakan adalah baja karbon ( JIS G 4051 ) dengan kode S 50 C. Kekuatan tarik σt = 75 Kg/mm2. Tegangan geser yang diijinkan :

2 1.sf

sf

t s

σ

σ = ( Lit.8 Hal 8 )

Dimana :

t

σ = Tegangan tarik bahan = 75 Kg/mm2

sf1 = Faktor keamanan akibat puntiran, untuk bahan SC adalah 6,0

( Lit.8 Hal 8 )

sf2 = Faktor keamanan akibat alur rusak atau alur poros bertangga

= 1,3 s.d 3,0 ( Lit.8 Hal 8 )

Maka :

5 , 1 6

75 x

s =

σ

2

/ 33 ,

8 Kg mm

s = σ


(55)

3.4.8.3. Poros Untuk Worm

Momen torsi :

T = 9,74 x 105 .

1

n N

( Lit.8 Hal 7 )

Dimana :

N = Daya motor = 22,5 Kw = 30 Hp n1 = Jumlah putaran = 1000 rpm

Maka :

T = 9,74 x 105 . 1000

5 , 22

T = 21915 Kg.mm Diameter minimum :

3 1

. . . 1 , 5

   

 

= KtCbT Ds

s

σ ( Lit.8 Hal 8 )

Dimana :

s

σ = Tegangan geser yang diijinkan = 8,33 Kg/mm2 Kt = Faktor koreksi momen puntir

= ( 1,0 s.d 1,5 ), untuk sedikit kejutan diambil 1,2 Cb = Faktor koreksi beban lentur


(56)

Maka : 3 1 21915 . 5 , 1 . 2 , 1 . 33 , 8 1 , 5     = Ds mm Ds=28,9054

Jadi diameter poros worm adalah Ds = 30 mm ( Ukuran standar )

3.4.8.4. Poros Untuk Worm Wheel

Momen torsi :

T = 9,74x105.

2

n N

Dimana :

n2 = Jumlah putaran Pulley = 6,6 rpm

Maka :

T = 9,74 x 105 . 6 , 6 5 , 22

T = 33,20 x 105 Kg.mm

Diameter minimum :

3 1 . . . 1 , 5      

= Kt Cb T

Ds s σ 3 1 5 10 20 , 33 . 5 , 1 . 2 , 1 . 33 , 8 1 , 5     = x Ds

Ds = 154,09 mm Ds = 155 mm


(57)

3.4.8.5. Ukuran Roda Gigi Cacing

Pemilihan modul roda gigi cacing tergantung pada putaran dan daya yang ditransmisikan, kemudian kita sesuaikan dengan standar yang ada.

Gambar 3.12 Pemilihan Modul


(58)

Untuk putaran motor n1 = 1000 rpm dan daya yang ditransmisikan 30 Hp,

maka diperoleh harga modul ( m ) = 4 mm

Gambar 3.13. Roda Gigi Cacing

Sumber : Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin ( Sularso, Kiyokatsu Suga )

Keterangan :

dk1 ( a ) = Diameter luar poros cacing ( mm )

d1 ( b ) = Diameter jarak bagi poros cacing ( mm )

dr1 ( c ) = Diameter dalam poros cacing ( mm )

r ( d ) = Sudut kisar ( 0 sudut )

ta ( e ) = Jarak bagi ( mm )

L ( f ) = Kisar ( mm )

H ( g ) = Tinggi gigi keseluruhan ( mm )

hk ( h ) = Tinggi kepala luar poros cacing ( mm )

hf ( i ) = Tinggi gigi dalam poros cacing ( mm )


(59)

dr2 ( k ) = Diameter dalam roda cacing ( mm )

d2 ( l ) = Diameter jarak bagi roda cacing ( mm )

dk2 ( m ) = Diameter luar roda cacing ( mm )

dt ( n ) = Diameter kepala roda cacing ( mm )

b ( o ) = Lebar roda cacing ( mm )

3.4.8.6. Poros Cacing

− Tinggi kepala luar poros cacing hk = ( m ) = 4 mm

− Tinggi gigi dalam hf = 1,157 x ( m ) = 1,157 x 4 mm = 4,628 mm

− Diameter jarak bagi maksimum = 400 mm

Dari hasil survey pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd, maka diperoleh : Diameter jarak bagi yang direncanakan adalah d1 = 70 mm

− Diameter dalam

dr1 = d1 – 2 . hf

= 70 – 2 . 4,628 mm = 60,744 mm − Diameter luar

dk1 = d1 + 2 . hk

dk1 = 70 + 2 . 4


(60)

− Tinggi gigi keseluruhan H = 2,157 . m

= 2,157 . 4 = 8,628 mm

− Sudut tekan

α = 30 - 300 ( Lit.8 Hal 119 )

− Sudut kisar

1

d m Sinγ =

0

276 , 3 70

4

= =

γ − Kisar normal

pn = π . m

= 3,14 . 4 = 12,56 mm − Kisar aksial

γ cos

pn pa=

mm

pa 12,58

276 , 3 cos

56 , 12

0 =

= − Tebal gigi

2

1

pa T =

mm

T 6,29

2 58 , 12


(61)

3.4.8.7. Roda Cacing

− Diameter jarak bagi pada roda cacing

2 1 1 2

n n d d

= Dimana :

Dari hasil survey pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd, maka diperoleh : n2 = Putaran poros = 50 rpm

d2 = Diameter jarak bagi roda cacing

d1 = Diameter jarak bagi poros cacing = 70 mm

Maka :

50 1000 70

2 =

d

mm d2 =1400

− Jumlah gigi

m d z2= 2.cosγ

Dimana :

γ = sudut kisar = 3,2760 Maka :

4 276 , 3 cos .

1400 0

2=

z

buah buah

z2=349,4 =350 − Tinggi gigi luar

hk = m = 4 mm


(62)

− Diameter dalam dr2 = d2 – 2. hf

= 1400 – 2 . 4,628 = 1390,744 mm

− Diameter kepala

dt = d2 + 2. hk

= 1400 + 2. 4 = 1408 mm

− Diameter luar

(

cos 2

)

2 .

2 1

2  − α

  

  − +

=dt d h t

dk k ( Lit.1 Hal 115 )

(

cos 2

)

4 2 70 . 2 1408

2  − α

  

  − +

= t

dk

mm dk2=1426,16

− Tinggi gigi keseluruhan

H = 2,157 . m ( Lit.3 Hal 277 )

= 2,157 . 4 = 8,628 mm

− Sudut tekan

0

20 = α

− Jarak bagi lingkar

γ π

cos .m cp=

0

76 , 3 cos

4 .

π

=


(63)

− Tebal gigi 2 2 cp t = mm

t 6,295

2 59 , 12

2 = =

− Lebar gigi

1 . 75 , 0 dk b

dk1 = diameter luar poros cacing = 78 mm

Jadi 78 . 75 , 0 ≤ b mm b mm 58 5 ,

58 = =

− Panjang poros cacing

(

Z

)

m

L≥ 11+0,06. 2 .

(

)

mm L 84 , 178 4 . 541 . 06 , 0 11 ≥ + ≥

− Jarak sumbu

2

2

1 d

d

a= +

2 1400 70+ = a mm a=735

− Kelonggaran

C = 0,157 . m C = 0,157 . 4 C = 0,628 mm


(64)

3.5. Perencanaan Kait ( Hooke )

Kait ( hooke ) digunakan untuk menggantung beban yang akan diangkat. Kait umumnya mempunyai penampang trapesium, dimana bagian dalam dibuat lebih lebar dari pada bagian luar. Bentuk penampang trapesium selain akan menghemat pemakaian bahan dan desain yang lebih sederhana, juga untuk mengantisipasi terjadi tegangan yang lebih besar pada sisi dalam.

Pada perencanaan ini digunakan jenis kait tunggal ( single hooke ) atau disebut standart hooke, dikarenakan kapasitas angkatnya masih dibawah 50 ton. ( Lit. 1 Hal 85 ).

3.5.1. Pemilihan Bahan Kait

Bahan untuk kait, proses pengerjaannya dilakukan dengan proses penempaan dan pengecoran. Pada proses pengecoran bahan yang telah di cor dibersihkan, kemudian dikerjakan dengan mesin. Selanjutnya dilakukan pemanasan atau penempaan.

Bahan kait yang dipilih adalah Baja JIS G 4051 ( Baja Karbon ) dengan lambang S 50 C yang mempunyai tegangan patah bahan σb=75 Kg/mm2 ( Lit. 2 Hal 329 ).

Dari perencanaan ini jika faktor keamanan ( K ) = 6 ( Lit.1 Hal 42 ), maka tegangan tarik yang diijinkan ( aman ) adalah :

tr σ =

K

B σ

tr σ =

6 75


(65)

tr

σ = 12,5 Kg/mm2

3.5.2. Pemeriksaan Kait

Pemeriksaan kait meliput i :

1. Tegangan ( kekuatan ) tarik pada ulir 2. Panjang minimum ulir

3. Kekuatan pada mulut kait dan tangkainya, meliputi tegangan pada penampang I – II dan penampang III – IV

Gambar 3.9. Kait Tunggal

Sumber : Mesin Pengangkat ( Rudenko, N.Hal 86 ) Keterangan Gambar :

d0 = Diameter ulir bagian luar batang kait

d1 = Diameter ulir bagian dalam batang kait

d2 = Diameter batang kait


(66)

a = Diameter mulut kait S = Pusat geometri mulut kait

l1 = Jarak antara sisi kait bagian dalam

α = Sudut kerja beban yang menyebabkan terjadinya tegangan kritis

terhadap kait

h = Lebar penampang batang yang mengalami tegangan kritis b1 = Tebal sisi kait bagian dalam

b2 = Tebal sisi kait bagian luar

3.5.2.1. Tegangan Tarik Pada Ulir Kait

Pada perencanaan ini baut yang dipilih adalah jenis ulir metris ( M68 ), maka berdasarkan tabel ukuran standar ulir kasar metris diperoleh (Lit.2.Hal 290)

− Diameter luar ( d0 ) = 68 mm

− Diameter dalam ( d1 ) = 61,505 mm

− Diameter efektif ( d2 ) = 64,103 mm

− Tinggi ulir ( H ) = 3,248 mm

− Kisar ( p ) = 6 mm

Untuk menghitung tegangan tarik pada ulir digunakan rumus :

) / ( 4

2 2

1

mm Kg d

Q

tr π

σ = Dimana :

Q = Beban pada kait = 19000 Kg d1 = Diameter dalam = 61,505 mm


(67)

Maka :

2

505 , 61 . 4

19000

π σtr=

) / ( 39827 ,

6 Kg mm2

tr= σ

Tegangan tarik yang diizinkan lebih besar dari tegangan tarik yang terjadi ( 12,5 Kg/mm2 > 6,39827 Kg/mm2 ), dengan demikian ulir aman untuk digunakan.

3.5.2.2. Panjang Minimum Ulir Kait

Panjang minimum ulir dihitung dengan menggunakan rumus :

) ( ) (

. . 4

2 1 2 0

mm P d d

Qt Hm

− =

π ( Lit.1.Hal 186 )

Dimana :

Hm = Panjang minimum ulir ( mm )

Q = Beban pada kait = 19000 Kg d0 = Diameter luar ulir = 68 mm

d1 = Diameter dalam ulir = 61,505 mm

t = Kisar ulir = 6 mm

p = Tegangan tekan aman ( baja dengan baja )


(68)

Maka :

300 ) 1505 , 6 8 , 6 (

6 , 0 19000 4

2 2−

=

π

x x

Hm

cm mm

H

cm H

m m

58 5504

, 57

75504 , 5

= =

=

3.5.2.3.Pemeriksaan Kekuatan Pada Mulut Kait dan Tangkainya

Akibat adanya pembebanan pada waktu kait digunakan, maka pada penampang I s.d V ( gambar 3.9 ) terjadi daerah kritis, untuk itu perlu diperiksa pada setiap penampang.

Gambar 3.10. Penampang mulut kait dan tangkainya

Sumber : Pesawat - Pesawat Pengangkat ( Syamsir A.Muin. Hal 163 )

Untuk menentukan tegangan tarik maksimum pada bagian terdalam ( I ) seperti yang terlihat pada gambar 3.10 diatas digunakan rumus :


(69)

) / ( 2 . 1

. 1 2

mm Kg a e x F Q I tr =

σ ( Lit.1 Hal 88 )

Untuk kapasitas 15 ton, maka dari tabel “ Harga Design Dasar Untuk Kait Tunggal “ ( Lit.1 Hal 90 ) diperoleh :

I tr

σ = Tegangan maksimum yang terjadi pada bagian terdalam I ( Kg/mm2 ) F = Luas penampang kritis = 104 cm2

Q = Beban = 19000 Kg x = Faktor x = 0,120

e1 = h2 = Jarak antara garis nol dengan kontur dalam = 5,095

a = Diameter mulut kait = 2 x 6,5 = 13 Jadi : 13 095 , 5 2 120 , 0 1 104 19000 x I tr = σ I tr

σ = 1193,355 Kg/cm2

I tr

σ = 11,93355 Kg/cm2

Untuk menentukan tegangan tarik maksimum pada bagian terluar ( II )

) / ( 2

2

1 2 2

mm Kg h a e x F Q II tr + =

σ ( Lit.1 Hal 88 )

Dimana :

II tr

σ = Tegangan tarik maksimum pada bagian terluar ( II ) ( Kg/mm2 )

e2 = h – e1 ( Lit.3 Hal 166 )

= 13 – 5,095 = 7,9 cm


(70)

h = 2,4 d1 ( Lit.3 Hal 163 )

= 2,4 . 61,505 mm = 129,71 mm ≈ 130 mm = 13 cm

Maka :

13 2 13

9 , 7 120 , 0

1 104 19000

+ =

II tr

σ

II tr

σ = 616,78172 Kg/cm2

II tr

σ = 6,16782 Kg/mm2

Untuk menentukan tegangan tarik maksimum pada bagian dalam ( IV ) digunakan rumus yang sama seperti menentukan tegangan tarik maksimum pada bagian terdalam ( l ) σtrI

) / ( 2

1 4 2

mm Kg a e x F Q

IV

tr =

σ

Untuk kapasitas 10 ton, maka dari tabel “ Harga Design Dasar Untuk Kait Tunggal “ ( Lit.1 Hal 90 ), diperoleh :

IV tr

σ = Tegangan maksimum yang terjadi pada bagian dalam IV (Kg/mm2)

F = Luas penampang kritis = 104 cm2

Q = Beban = 19000 Kg

x = Faktor x = 0,120

e4 = h2 = Jarak antara garis nol dengan kontur dalam = 5,095


(71)

Maka : 13 095 , 5 2 120 , 0 1 104 19000 x IV tr = σ IV tr

σ = 1193,355 ( Kg/cm2)

IV tr

σ = 11,93355 ( Kg/mm2)

Untuk menentukan tegangan tarik satuan maksimum pada bagian terluar ( III )

h a e x F Q III tr + = 2 2 1 3

σ ( Kg/mm2)

Dimana :

III tr

σ = Tegangan tarik satuan maksimum bagian terluar (III) ( Kg/mm2)

h = 2 d1

= 2 x 54,046

= 108,1 mm = 10,81 cm e3 = h – e1

= 108,1 – 5,095 = 5,72 cm Maka : 81 , 10 2 13 72 , 5 120 , 0 1 104 19000 + = III tr σ III tr

σ = 503,08107 Kg/cm2

III tr


(72)

Dari perhitungan diatas, terlihat bahwa tegangan tarik yang diijinkan lebih besar dari tegangan tarik maksimum yang terjadi pada mulut kait dan tangkainya, maka mulut dan tangkainya aman untuk digunakan.

3.5.3. Pemeriksaan Mur Pengikat Kait

Bahan yang digunakan untuk mur pengikat kait pada perencanaan ini dipilih baja JIS 4051 ( Baja Karbon ) dengan lambang S 50 C yang mempunyai

tegangan patah bahan σB= 75 Kg/mm2 ( Lit.2. Hal 330 )

Jika faktor keamanan yang dipilih ( untuk beban satu arah 5 – 8 ) maka tegangan tarik ijinnya adalah :

K

B tr

σ

σ = ( Kg/mm2 ) 7

75 = tr σ

tr

σ = 10,71429 ( Kg/mm2 ) Sedangkan tegangan geser ijin diambil :

) / ( 8

,

0 B Kg mm2

g σ

τ =

71429 , 10 8 ,

0 x

g = τ

g

τ = 8,57143 ( Kg/mm2 )

Tegangan geser yang terjadi pada mur ( τg )

) / ( . . . .

2

1

mm Kg z p j d

Q

g

π τ =


(73)

Dimana :

g

τ = Tegangan geser yang terjadi ( Kg/mm2 ) Q = Beban rencana = 19000 Kg

d1 = Diameter inti ( dalam ) ulir = 61,505 mm

p = Kisar = 6 mm z = Jumlah ulir

H = Tinggi mur ( mm )

j = Ulir metris = 0,75 ( Lit.2. Hal 297 )

Menurut standar : H = ( 0,8 – 1,0 )d, dipilih 1 H = 1.d

H = 68 mm Maka :

z = p H

z =

6 68

= 11,33 ulir = 12 ulir

Sehingga diperoleh :

g τ =

12 . 6 . 75 , 0 . 505 , 61 .

19000

π

g

τ = 1,82189 ( Kg/mm2)

Dari perhitungan diatas terlihat bahwa tegangan geser yang diijinkan lebih besar dari tegangan geser yang terjadi ( 8,57143 Kg/mm2 > 1,82189 Kg/mm2 ), maka mur aman untuk digunakan


(74)

) / ( . . . .

2

2

mm Kg z p j d

Q

g

π

τ =

12 . 6 . 75 , 0 . 103 , 64 .

19000

π τg =

) / ( 74804 ,

1 Kg mm2

g = τ

Tegangan geser ijin bahan lebih besar dari tegangan geser permukaan yang terjadi pada diameter efektif luar ( 8,57143 Kg/mm2 > 1,74804 Kg/mm2 ), maka mur aman digunakan.

3.5.4. Perencanaan Dudukan Kait

Dudukan kait berfungsi untuk menempatkan kait dan dapat berputar dalam dua arah yang saling tegak lurus satu sama lain

Gambar 3.11. Dudukan Kait


(75)

Tegangan lentur / lengkung pada dudukan kait dapat dihitung dengan rumus :

) / (Kg mm2 W

M

lk lk lk=

σ ( Lit.1 Hal 104 )

Dimana :

lk

σ = Tegangan lentur / lengkung ( Kg/mm2 ) Mlk = Momen lentur / lengkung maksimum ( Kg.mm )

Wlk = Momen lentur / lengkung perlawanan ( mm3 )

Maka untuk menentukan momen lentur maksimum digunakan rumus :

) / ( ) . 5 , 0 (

4 l d1 Kg mm

Q

Mlk= − ( Lit.1 Hal 98 )

Dari hasil survey yang telah diukur pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd maka: d1 = Diameter luar cincin dudukan bantal = 13 cm

l = Panjang dudukan kait = 22 cm Jadi : ) 13 5 , 0 22 ( 4 19000 x

Mlk= −

cm Kg Mlk=73625 .

Untuk momen perlawanan lentur / lengkung dapat digunakan rumus :

) ( ). (

6

1 3 2

cm h di b

Wlk= − ( Lit.1 Hal 98 )

2 8 , 6 ). 6 16 ( 6 1 − = lk W


(76)

Maka :

) / ( 06667 , 77

73625 2

cm Kg

lk=

σ

) / ( 342 ,

955 Kg cm2

lk= σ

) / ( 55342 ,

9 Kg cm2

lk= σ

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, bahan yang dipilih untuk dudukan kait adalah baja karbon tempa standar JIS G 3210 dengan lambang SF 55 dengan

tegangan patah bahan σlk =60Kg/mm2 ( Lit.2 Hal 334 )

Dengan tegangan tekan ijin :

) / (Kg mm2 K

B lk

σ σ =

Dimana :

K = Faktor keamanan = 6 ( kondisi pengoperasian berat ) (Lit.1Hal 42)

Maka :

) / ( 10 6

60 2

mm Kg

lk= =

σ

Dari perhitungan diatas maka tegangan geser yang diijinkan masih lebih besar dari tegangan lentur yang terjadi pada dudukan kait ( σlk = 10 Kg/mm2 >

lk


(77)

3.6. Sistem Pengereman

Fungsi utama dari rem adalah untuk mengatur kecepatan penurunan muatan ataupun untuk menahan muatan agar diam. Rem digunakan juga untuk menyerap inersia massa yang bergerak ( truck, crane, muatan, dan sebagainya ), yang mana efek pengeraman secara mekanis diperoleh dengan gesekan.

Rem yang digunakan pada mekanisme pengangkat ini adalah jenis rem sepatu ganda. Rem sepatu atau blok dapat di desain dengan sepatu luar atau dalam. Rem sepatu luar adalah jenis rem yang umum digunakan pada mesin pengangkat, sedangkan rem sepatu dalam hanya ditujukan untuk penggunaan crane yang dipasang pada truck.

3.8.1. Pemilihan Roda Rem

Untuk pemilihan roda rem dapat dipilih berdasarkan dari data teknis motor yang digunakan, yaitu :

− Putaran n = 1000 rpm

− Daya N = 30 Hp

Dan kecepatan angkat drum yaitu 6 m / menit, maka pada kondisi normal roda rem yang digunakan ( Lit. 1 Hal 177 )

Diameter roda rem = 320 mm

Lebar roda = 100 mm


(78)

3.8.2. Pemeriksaan Rem Penahan ( nilai pv )

Momen gaya pada poros motor adalah :

) (

620 .

71 Kg cm

n N

M= −

Dimana :

M = Momen gaya pada poros motor ( Kg – cm ) N = Daya motor ( Hp )

n = Putaran motor ( rpm ) Maka : cm Kg M M − = = 6 , 2148 1000 30 . 620 . 71

Untuk koefisien gesek lapis frrodo µ=0,45s.d 0,35( Lit.1 Hal 144 ), maka diambil µ = 0,45

Ukuran lapisan rem direncanakan adalah b : 6 cm dan l : 19 cm Maka tekanan satuan yang diperoleh :

) / ( 1

. Kg cm2

bl D

M p

µ

= ( Lit.1 Hal 177 )

19 . 6 1 . 45 , 0 . 32 6 , 2148 = p 2 / 30885 ,

1 Kg cm

p=

Untuk kecepatan periperial adalah :

) det / ( 60 . . ik m n D

v=π ( Lit.1 Hal 177 )

ik m

v 16,74667 /det

60 1000 . 32 , 0 . = =π


(79)

Maka :

pv = 1,30885 Kg/cm2 x 15,74667 m/detik

pv = 21,91880

ik cm

m Kg

det . .

2

Maka dari hasil diatas, masih berada pada batas yang diijinkan ( Lit.1 Hal 176 )

3.8.3. Penentuan Momen Gaya Pengereman

Momen statik yang diakibatkan muatan pada poros rem bila rem dipasang pada poros motor, maka daya statik pengereman akan menjadi

Hp Qvn Nbr

75

= ( Lit.1 Hal 292 )

Dimana :

Q = Bobot muatan yang diangkat = 19000 Kg v = Kecepatan = 6 m/menit atau 0,1 m/detik n = Putaran motor = 1000 rpm

Maka :

Hp N

N

be br

533 , 21

75 1000 . 1 , 0 . 19000

= =

Maka momen statiknya adalah :

) (

620 .

71 Kg cm

n N M

br br

st= − ( Lit.1 Hal 292 )

Dimana :


(80)

Maka : ) ( 4219 , 15 ) ( 19 , 1542 1000 533 , 21 620 . 71 m Kg M cm Kg M M st st st − = − = =

Momen gaya dinamik saat pengereman diacu pada poros rem adalah

) ( 975 , 0 375 ' 2 2 m Kg nt v G t n D G M br br

dyn= + −

η δ

Dimana :

δ = Koefisien yang memperhitungkan pengaruh massa mekanisme

transmisi, diambil 1,15 ( Li1.1 Hal 193 )

GD2 = Momen girasi akibat komponen yang terpasang pada poros motor ( Kg/m2 )

Dimana :

( GD2 )couple = I .4 . g

Untuk I = Momen Inersia = 0,003 ( Lit.1 Hal 289 )

g = Percepatan Gravitasi = 9,81

( GD2 )couple = 0,003 . 4 . 9,81 = 0,11772 Kg – m

Maka diperoleh

GD2 = ( GD2 )rotate + ( GD2 )couple

GD2 = 0,78 + 0,11772 GD2 = 0,898 Kg – m

v = Kecepatan angkat drum = 0,1 m/detik η = Effisiensi total mekanisme = 0,85 t br = Waktu pengereman = 1 detik


(81)

Jadi : m Kg M M dyn dyn − = + = 90 , 2 ' 1 . 1000 85 , 0 . 1 , 0 . 19000 . 975 , 0 1 . 375 1000 . 898 , 0 . 15 , 1 '

Maka momen gaya yang diperlukan untuk pengereman Mbr = M`st + M`dyn

Mbr = 15,42 + 2,90

Mbr = 18,329 Kg – m

Pemeriksaan momen gaya pengereman dengan memakai koefisien pengereman diperoleh :

) (

.

` Kg m

M

Mbr= st β −

Dimana :

β = Koefisien pengereman diambil dari tabel 40 untuk pelayanan berat = 2,5 ( Lit.1 Hal 296 )

Maka : ) ( 55 , 38 5 , 2 42 , 15 m Kg M x M br br − = =

Dari hasil diatas, untuk perhitungan momen gaya pengereman M br harus


(82)

BAB IV

PERENCANAAN MEKANISME PENGGERAK TROLI

4.1. Roda Troli

Roda troli merupakan penggerak hoist dalam arah melintang yang berada pada lintasan rel dan bentuk roda troli dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

Gambar 4.1. Roda Troli

Roda troli diperiksa kekuatannya terhadap tegangan tekan. Untuk roda dengan perubahan gelinding paralel yang bergerak pada rel dengan permukaan rata diberikan oleh persamaan berikut :

) / ( .

600 Kg cm2

br Pk

t=

σ ( Lit.1 Hal 260 )

Dimana :

P = Beban yang bekerja pada roda ( Kg )

k = Koefisien untuk memperhitungkan kecepatan gelinding roda yang ditentukan dari rumus


(83)

k = ( 0,1 – 0,2 ). V

Dimana v adalah kecepatan gelinding roda dalam m/detik v = 1 m/menit = 0,0167 m/detik

k = 0,2. v

0,2 x 0,0167 = 0,00334 m/detik b = lebar permukaan kerja rel rata ( cm ) r = jari-jari permukaan rel ( cm ) Untuk harga P

Kg P P hoist an perlengkap berat angkat kapasitas berat P 58 , 5360 4 3 , 2442 19000 4 = + = + = Maka : 2 2 / 5 , 3 / 26 , 350 9 . 10 00334 , 0 . 58 , 5360 . 600 . 600 cm Kg cm Kg br Pk t t t t = = = = σ σ σ σ

Berdasarkan perhitungan diatas, maka dalam perencanaan ini bahan roda troli yang dipilih adalah besi cor standar JIS G 5502 dengan lambang FCD 50, yang memiliki tegangan patah bahan σB = 50 Kg/mm2 ( Lit.2 Hal 335 ) Dengan tegangan tekan ijin :

) / ( 2 __ mm Kg K B t σ σ =


(84)

Dimana :

K = faktor keamanan = 5 ( dinamis satu arah ) Maka :

2 __

/ 10 5 50

mm Kg

t= =

σ

Tegangan yang diijinkan ternyata masih lebih besar dari tegangan

maksimum yang terjadi ( 2 2

__

/ 5 , 3 /

10Kg mm t Kg mm

t = >σ =

σ ), maka roda troli

aman untuk digunakan.

4.2. Motor Penggerak Troli

Untuk menghitung daya motor penggerak digunakan rumus :

) ( . 75

. Hp v W N

η

= ( Lit.1 Hal 292 )

Dimana :

N = Daya motor ( Hp ) W = Tahanan terhadap gerak

v = Kecepatan troli 12 m/menit ( hasil survey pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd )

η = Effisiensi mekanis total ( 0,9 ) Dimana :

ω β(Q G0)

W= + ( Lit.1 Hal 239 )

Disini :

β = Koefisien untuk bantalan 2,5 s.d 5,2, maka diambil 4,5 ( Lit.1 Hal 239 )


(85)

Go = Bobot troli = 2442,3 Kg ( Hasil survey pada PT. Growth Sumatra

Industry, Ltd )

ω = Koefisien tahan gerak atau faktor fraksi dimana dari data teknis D = 400 mm dan d = 90 mm maka ω = 25 Kg/ton ( Lit.1 Hal 238 ) Maka :

W = 4,5 ( 19 + 2,4423 ) 25 W = 2412,2587 Kg

Daya static motor yang diperlukan adalah :

) ( 9 , 0 , 75

2 , 0 2587 , 2412

Hp x

N=

) ( 15 ,

7 Hp

N=

Dalam hal ini dipilih faktor koreksi ( fc= 1,0 ) ( Lit.2 Hal 7 ) Nd = 7,15 x 1,0

Nd = 7,15 ( Hp )

Dari data motor yang diproduksi, maka motor listrik yang ada dengan daya sebesar 30 Hp dengan putaran ( n ) = 1000 rpm dan frekuensi = 50 Hz ( hasil survey pada data spesifikasi motor )

Kecepatan roda penggerak dapat dihitung dengan rumus :

) (

.D rpm

v nt w

π =

Dimana :

v = kecepatan troli ( m/menit ) D = Diameter roda ( m )


(86)

Maka :

rpm n

n

w t

w t

5 , 9

4 , 0 . 12 =

=

π

4.3. Roda Gigi Transmisi Gerak Troli

Sistem transmisi yang digunakan pada perencanan mesin ini berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran dari motor yang digunakan.

Berdasarkan hasil survey pada PT. Growth Sumatra Industry, Ltd digunakan roda gigi lurus dan diperoleh :

Tabel 4.3. Roda gigi transmisi gerak troli :

Roda Gigi Jumlah Gigi ( z )

1 9

2 63

2’ 12

3 81

3’ 15

4 33

Maka dari data survey diatas dapat dihitung dengan rumus :

1 2 1

z z

i = ( Lit.4 Hal 345 )

Dimana :

z2 = jumlah gigi pada roda gigi 2


(87)

Jadi :

7 9 63

1 1

= = i i

Sehingga putaran poros II adalah :

2 1 1

n n

i = ( Lit.4 Hal 345 )

Dimana :

n1 = putaran poros motor = 1000 rpm

n2 = putaran poros 2

Maka :

rpm n

n

1428 7 1000

2 2

= =

Jadi roda gigi 2 ( n2 ) = 142,8 rpm

Karena roda gigi 2’ berada satu poros dengan roda gigi 2, maka putaran roda gigi n2’ = n2 = 142,8 rpm

Maka untuk mencari putaran poros III

'

2 3 2

z z

i = ( Lit.4 Hal 345 )

Dimana :

z3 = jumlah gigi pada roda gigi 3


(88)

Maka : 75 , 6 12 81 2 2 = = i i

Sehingga putaran poros III adalah :

rpm n n 1 , 21 75 , 6 8 , 142 3 3 = =

Karena roda gigi 3’ berada satu poros dengan roda gigi 3, maka putaran roda gigi n3’ = n3 = 21,1 rpm

Maka untuk mencari putaran poros IV adalah :

' 3 4 3 z z

i = ( Lit.4 Hal 345 )

Dimana :

z4 = jumlah gigi pada roda gigi 4

z3’ = jumlah gigi pada roda gigi 3’

Maka : 2 , 2 15 33 3 3 = = i i

Sehingga putaran poros IV adalah :

rpm n n 5 , 9 2 , 2 1 , 21 4 4 = =

Maka dari perhitungan diatas putaran poros keluar Gear Box ( n4 ) = 9,5


(89)

4.4. Perencanaan Tekanan Bantalan Masing - Masing Poros Pada Transmisi

Gerak Hoist

Didalam perencanaan gerak troli diketahui bahwa terdapat jumlah bantalan yang digunakan adalah sebanyak 7 buah bantalan dengan jenis bantalan gelinding rol dengan susunan pada gambar berikut :

Gambar 4.2 Sistem Transmisi di dalam Gear Box

Untuk perhitungan gaya radial pada bantalan di masing-masing poros sama dengan perhitungan gaya tangensial pada roda gigi cacing dengan sudut tekan (θ=200) dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :


(90)

Ada pun perhitungan bantalan pada masing-masing poros sebagai berikut :

a. Poros I

Pada poros ini terdapat satu buah roda gigi dengan diameter lingkar jarak bagi ( d1 ) = 18 mm ; putaran ( n1 ) = 1000 rpm, maka :

Beban Equivalen Dinamis ( Pr1 )

Pr1 = X .V. Fr1 + Y. Fa1

Dimana :

X = Faktor radial ( diambil 1 ) ( Lit 2. Hal 135 )

Y = Faktor aksial ( diambil 0 ) ( Lit 2. Hal 135 )

V = Faktor rotasi ( cincin dalam berputar ; diambil 1 ) Fr1 = Gaya radial bantalan = Gaya radial ulir cacing

Fa1 = Gaya aksial bantalan = Gaya aksial ulir cacing

Untuk Gaya Aksial Bantalan

1 1

. 102

V P Fa =

Dimana :

P = Daya Motor = 22,5 kW

V = 1 1 2

/ 942 , 0 1000 . 60

1000 . 18 . 1000 . 60

. .

dtk m n

d

= = π

π Maka :

) ( 30 , 2436 942

, 0

5 , 22 . 102

1 Kg


(91)

Untuk Gaya Radial Bantalan

θ

Sin F

Fr1= . , dimana θ = sudut tekanan = 20

0 ) ( 78 , 7588 20 . 20 30 , 2436 20 .

200 Cos 0 Sin 0 Cos 0 Kg

Sin Ft

F= = =

Jadi : ) ( 51 , 2595 20 . 78 , 7588 1 0 1 Kg Fr Sin Fr = =

Pada poros ini dipasang 2 bantalan dan pembebanan yang terjadi adalah :

) ( 757 , 1297 2 ) ( 51 , 2595 ) ( 15 , 1218 2 ) ( 30 , 2436 1 1 Kg Kg Fr Kg Kg Fa = = = = Sehingga :

Pr1 = 1 .1 1297,757 + 0 . 1218,15

Pr1 = 1297,757 ( Kg )

Diameter Dalam Bantalan

Diameter dalam bantalan = diameter poros 1 dengan bahan poros S 50 C ( Hasil Survey ) ; σB =75Kg/mm2

2 1.Sf

Sf

B a

σ

τ = dengan Sf1 = 6,0 ; Sf2 = 1,5 ( 1,3 – 3,0 ) 2 / 33 , 8 5 , 1 . 0 , 6 75 mm Kg

a = =


(92)

Dengan Torsi : 1 5 . 10 . 74 , 9 n Pd T=

Dimana : Pd = Fc . P ; Fc = Faktor koreksi daya maksimum ( 0,8–1,2 ) diambil 1,0 Jadi : ) / ( 21915 1000 5 , 22 . 10 . 74 ,

9 5 Kg mm

T= =

Sehingga :

D bantalan =

3 1 . . . 1 , 5       T Cb Kt a τ Dimana :

Kt = Faktor karena tumbukan / kejut = 1,5 – 3,0 ; diambil 2,5 Cb = Faktor terjadi pemakaian beban lentur = 1,2 -2,3 ; diambil 1,8

D bantalan =

3 1 21915 . 5 , 1 . 2 , 1 . 33 , 8 1 , 5    

D bantalan = 20,9054 mm = 30 ( mm )

b. Poros II

Pada poros ini terdapat dua buah roda gigi dengan diameter lingkar jarak bagi 2 = 189 mm dan 2’ = 36 mm ; putaran ( n2 ) = 142,8 rpm, maka :

Beban Equivalen Dinamis ( Pr1 )

Pr1 = X .V. Fr2 2’ + Y. Fa2 2’

Dimana :

X = Faktor radial ( diambil 1 ) ( Lit 2. Hal 135 )


(1)

96

5.2. Perlengkapan Gerak Hoist 1. Tali Baja

− Bahan tali baja : Baja Karbon (Steel Wire Rope) Standar JIS G 3521

− Kekuatan patah bahan : 185 – 329 Kg/mm2 − Diameter tali baja : 19,5 mm

− Umur tali : 3,54 Bulan

− Tipe tali : 6 x 19 = 114 + 1c

2. Puli

− Diameter puli : 449 mm

− Diameter poros puli : 120 mm

− Bahan : Baja Karbon dengan lambang

S 30 C Standar JIS G 4051 3. Drum ( Tromol )

− Diameter drum : 585 mm

− Jumlah lilitan tali pada drum : 29 lilitan − Putaran poros drum : 6,6 rpm − Panjang alur spiral : 638 mm − Panjang drum keseluruhan : 729 mm − Tebal dinding drum : 21,7 mm − Tegangan maksimum drum : 9,40 Kg/mm2

− Bahan drum : Baja rol SS 50

Standar JIS G 3101


(2)

97

4. Kait ( Hooke )

− Bahan kait : Baja karbon S 50 C

Standar JIS G 4051 − Jenis baut kait : Ulir metris M 68

− Bahan Mur : Baja karbon dengan lambang

S 55 C Standar JIS G 4051 − Tegangan tarik ulir kait : 6,39 Kg/mm2

− Panjang minimum ulir kait : 58 mm 5. Motor Gerak Hoist

− Daya notor rencana : 30 Hp − Kecepatan angkat : 6 m/menit

− Putaran motor : 1000 rpm

6. Roda Gigi Gerak Hoist

− Bahan poros 1 : S 50 C Standar JIS G 4051 − Bahan poros 2 : S 50 C Standar JIS G 4051 − Bahan poros 3 : S 45 C Standar JIS G 4051 − Bahan poros 3 : S 50 C Standar JIS G 4051 7. Bantalan Poros Gear Box Gerak Hoist

− Diameter Bantalan Poros 1 : 30 mm • Gaya Aksial Bantalan : 1218,15 Kg • Gaya Radial Bantalan : 1297,75 Kg − Diameter Bantalan Poros 2 : 60 mm

• Gaya Aksial Bantalan : 5079,62 Kg •


(3)

98

− Diameter Bantalan Poros 3 : 110 mm • Gaya Aksial Bantalan : 20548,12 Kg • Gaya Radial Bantalan : 21893,67 Kg − Diameter Bantalan Poros 4 : 150 mm

• Gaya Aksial Bantalan : 11769,23 Kg • Gaya Radial Bantalan : 12539,91 Kg 8. Rem Gerak Hoist

− Jenis rem : Rem sepatu ganda

− Diameter rem : 320 mm

− Lebar rem : 100 mm

− Daya statik pengereman ( N br ) : 21,533 Hp − Momen pengereman ( M br ) : 18,329 Kg – m

5.3. Perlengkapan Gerak Transversal dan Horizontal 1. Roda Troli

− Bahan roda troli : Besi cor dengan lambang FCD 50 Standar JIS G 5502

− Diameter : 400 mm

− Diameter poros : 90 mm

2. Roda Crane

− Diameter : 450 mm

− Diameter poros : 80 mm


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Rudenko, N, “ Mesin Pengangkat “, Erlangga, Jakarta, 1996.

2. Sularso, “ Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin”, Pradnya Paramitha, Jakarta,1997.

3. Muin Syamsir, “ Pesawat Pengangkat “, P.T.Raya Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

4. Stolk Jack, “ Elemen Konstruksi Bangunan Mesin “, Erlangga, Jakarta,1994 5. M.F. Spotts, “ Design of Machine Elements “,Fifth Edition, New

Jersey,Prentice Hall,1978.

6. Ferdinand P.Beer & Russel Jhonston,Jr, “ Mekanika Untuk Insinyur “,Statika, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta,1996.

7. Surdia Tata dan Chijiwa Kenji, “ Teknik Pengecoran Logam “, P.T. Pradnya Paramitha, Jakarta,1980.

8. Dobrovolsky, V, “ Machine Elements “, Second Printing, Peace Publishers, Moscow.

9. Sukrisno Umar, “ Bagian-bagian Mesin dan Merencana “, Erlangga, Jakarta,1984.

10.Gere & Timoshenko, “ Mekanika Bahan “, Jilid I, Edisi Kedua, Jakarta, Erlangga,1996.


(5)

A

1

4

1

4


(6)

6 7 5

6 7 5