Perancangan Overhead Travelling Crane Berpalang Tunggal Kapasitas 10 Ton

(1)

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE

BERPALANG TUNGGAL KAPASITAS 10 TON

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

NIM. 070421009

EKO AUGUSTINUS

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana S1 di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Pokok bahasan pada tulisan tugas sarjana ini adalah ” Perancangan Overhead Travelling Crane Berpalang Tunggal Kapasitas 10 Ton”.

Mengerjakan tulisan tugas sarjana ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi akan tetapi berkat bimbingan dari para pendidik dan bantuan dari semua pihak akhirnya penulisan tugas sarjana ini dapat diselesaikan. Untuk semua itu dengan hati bersyukur penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya M. Sianturi dan M. Manalu yang selalu mendidik, membimbing dan mendoakan, serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan dan moril maupun materil dalam penyelesaian tugas sarjana ini.

2. Bapak Alfian Hamsi Msc, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan sekaligus dosen pembimbing dalam tugas sarjana ini.

3. Bapak/Ibu Dosen serta Staff/ Pegawai di Departemen Teknik Mesin yang telah memberikan pengetahuan dan bantuan kepada penulis.

4. Evilina M. Sinaga yang selalu membantu memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan tugas sarjana ini.

5. Teman-teman di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2007, Edi, Linggam, Freddy, Deni dan yang lainnya, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.


(6)

Penulis menyadari bahwa tulisan tugas sarjana ini masi terdapat kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas sarjana ini yang lebih baik.

Medan, Maret 2010 Penulis,

Nim : 070421009 Eko Augustinus


(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

KATA PENGANTAR ... i

SPESIFIKASI ... iii

KARTU BIMBINGAN ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SIMBOL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Topik Bahasan ... 2

1.3 Tujuan Perencanaan ... 2

1.4 Ruang Lingkup Perencanaan... 2

1.5 Metode Pengumpulan Data ... 3

BAB II PEMBAHASAN MATERI ... 4

2.1 Klasifikasi Pesawat Angkat ... 4

2.2 Dasar – dasar Pemilihan Pesawat Angkat... 5

2.3 Cara Kerja Overhead Travelling Crane... 7

2.3.1 Gerakan Hoist...………...………... 7

2.3.2 Gerakan Transversal ...………...………. 8

2.3.3 Gerakan Longitudinal ...………...……. 9

2.4 Jenis – jenis Pesawat Angkat ... 9

2.4.1 Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Tunggal 9 2.4.2 Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Ganda... 10

BAB III PERENCANAAN KOMPONEN MEKANISME PENGANGKAT 12 3.1 Kait... ... 12

3.1.1 Pemilihan Bahan Kait...………... 14

3.1.2 Beban yang Bekerja pada Kait...………... 15

3.1.3 Pemilihan Baut dan Mur Kait...………... 15

3.1.4 Pemeriksaan Kekuatan Kait...………... 18

3.1.5 Pemeriksaan Kekuatan pada Bagian Kritis Kait ... 20

3.2 Tali Baja ... 26

3.2.1 Perhitungan Ukuran Tali ...………... 27


(13)

3.3 Perancangan Puli ...………... 35

3.3.1 Diameter Pui ...………... 36

3.3.2 Diameter Gandar Roda Puli...………... 36

3.4 Drum ... 37

3.4.1 Diameter Drum dan Dimensi Alur Drum..…………... 39

3.4.2 Jumlah Lilitan pada Drum ...………... 39

3.4.3 Panjang Alur Spiral ... 40

3.4.4 Panjang Drum Keseluruhan...………..., 40

3.4.5 Panjang Tali yang Dibutuhkan...………... 41

3.4.6 Gerakan Hoist...………... 41

3.4.7 Kekuatan Drum. ...………... 42

3.4.8 Pemilihan Bahan ...………... 42

3.5 Motor Penggerak...………... 42

3.5.1 Motor Penggerak Hoist ...………... 43

3.5.2 Motor Penggerak Troli...………... 46

3.5.3 Motor Penggerak Girder ...………... 48

3.6 Sistem Transmisi Roda Gigi...………... 49

3.6.1 Transmisi Roda Gigi pada Gerakan Naik Turun...…... 49

3.6.1.1 Putaran Poros Drum ...……... 51

3.6.1.2 Perbandingan Transmisi Roda Gigi ... 51

3.6.1.3 Menentukan Jumlah Gigi ...………... 53

3.7 Poros Roda Gigi ...………... 61

3.7.1 Pemilihan Bahan Poros ...………... 61

3.7.2 Penentuan Diameter Poros ...………... 61

3.8 Sistem Pengereman ...………... 82

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

4.1 Kesimpulan ... 87

4.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Mekanisme Hoisting ...8 Gambar 2.2 : Mekanisme Transversing ...8 Gambar 2.3 : Mekanisme Travelling ...9 Gambar 2.4 :Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Tunggal ....9


(15)

Gambar 2.5 : Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Ganda ...10

Gambar 3.1 : Kait Tunggal ...13

Gambar 3.2 : Penampang Kritis Kait I-II...20

Gambar 3.3 : Penampang Kritis Kait III-IV ...24

Gambar 3.4 : Tali Baja ...26

Gambar 3.5 : Sistem Puli ...27

Gambar 3.6 : Dimensi Puli ...35

Gambar 3.7 : Drum ...38

Gambar 3.8 : Diagram Untuk Menentukan Tahanan Gesek ...47

Gambar 3.9 : Sistem Transmisi Roda Gigi ...50

Gambar 3.10 : Diagram Pemilihan Modul Roda Gigi Lurus ...55

Gambar 3.11 : Bagian Roda Gigi ...57

Gambar 3.12 : Gaya Vertikal pada Poros IV ...64

Gambar 3.13 : Gaya Horizontal pada Poros IV ...64

Gambar 3.14 : Gaya Vertikal pada Poros III ...67

Gambar 3.15 : Gaya Horizontal pada Poros III ...68

Gambar 3.16 : Gaya Vertikal pada Poros II ...71

Gambar 3.17 : Gaya Horizontal pada Poros II ...72

Gambar 3.18 : Gaya Vertikal pada Poros I ...74

Gambar 3.19 : Gaya Horizontal pada Poros I ...75

Gambar 3.20 : Penampang Pasak ...79


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Jumlah Kelengkungan ... ...28

Tabel 3.2 : Faktor Harga m ... ...33

Tabel 3.3 : Harga a, z2, β ... ...34

Tabel 3.4 : Hubungan Antara v dan p... 36

Tabel 3.5 : Ukuran-Ukuran Roda Gigi ... ..57

Tabel 3.6 : Jenis-jenis Roda Gigi ... ...60

Tabel 3.7 : Jenis Bahan Poros ... ...63


(17)

Tabel 3.9 : Ukuran Pasak ... ...81

DAFTAR NOTASI

Ft Gaya Tangensial ...kg N Daya Motor... ...kW Pd Daya yang direncanakan ... ..kW i Perbandingan Transmisi ... ... n Putaran poros ... rpm T Momen Torsi ... ...Nm M Momen Lentur... ...Nm

σ Tegangan geser...kg/cm2

σa Tegangan geser izin ... ....kg/cm2


(18)

Sf1 Faktor keamanan bahan pengaruh massa... Sf2 Faktor keamanan dengan kekasaran permukaan... dp Diameter poros... ...mm C Faktor yang memberikan karakteristik konstruksi tali dan kekuatan tarik

maksimum ...

γ Berat jenis bahan... ...kg/mm g Konstata gravitasi... ...m/s2

Wp Berat poros... ...kg Q Kapasitas angkat... ...kg GD Momen girasi... ...kg.cm2


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia tidak lepas dari kebutuhan dan ketersediaan enegi, terutama energi listrik. Kebutuhan listrik semakin lama semakin meningkat sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan pertumbuhan industri yang begitu pesat, dan juga karena pertumbuhan penduduk.

Kebutuhan akan listrik ini membawa dampak positif berkembangnya perusahaan penyedia energi listrik. Untuk membangun pembangkit listrik tersebut maka dibutuhkan tenaga-tenaga yang terampil, serta dibutuhkan juga mesin-mesin yang berguna untuk meringankan kerja manusia itu sendiri. Dalam hal ini, mesin-mesin yang dapat dijadikan alat untuk meringankan kerja manusia itu adalah pesawat pengangkat.

Dalam hal ini, salah satu pesawat pengangkat yang akan dibahas pada tulisan adalah Overhead Travelling Crane. Overhead Travelling Crane merupakan pesawat pengangkat yang banyak digunakan dalam dunia indrustri, yang digunakan untuk memindahkan muatan berat dari suatu tempat ke tempat lain yang tidak jauh terutama untuk memindahkan material dalam skala cukup besar.

Penggunaan Overhead Traveliing Crane memerlukan rancangan yang seksama karena crane dipasang tetap (Fixed installation) di site dengan jangka waktu lama. Dari posisi tetapnya, Overhead Travelling Crane harus mampu menjangkau semua area yang diperlukan untuk mengangkat beban yang diangkat ke tempat yang diinginkan.


(20)

1.2 Topik Bahasan.

Topik bahasan atau permasalahan yang dibahas dalam laporan ini adalah : 1. Prinsip kerja hoisting crane.

2. Perancangan kait, tali baja, puli, drum, rem. 3. Pemilihan motor dan analisa daya.

1.3 Tujuan Perencanaan.

Tujuan penulisan tugas sarjana ini adalah untuk merancang salah satu mesin pengangkat yaitu Overhead Travelling Crane, melakukan perhitungan terhadap komponen-komponen utama mekanis Overhead Travelling Crane. Perencanaan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh di Perguruan Tinggi dalam wujud yang nyata sesuai dengan tuntutan lapangan.

1.4 Ruang Lingkup Perencanaan

Pada perencanaan ini, Overhead Travelling Crane yang direncanakan digunakan untuk kapasitas 10 Ton . Karena luas permasalahan yang terdapat pada perencanaan Overhead Travelling Crane ini, maka perlu pembatasan permasalahan yang akan dibahas. Pada perencanaan ini akan dibahas mengenai komponen-komponen utama Overhead Travelling Crane sebagai berikut : Tali baja, Puli, Drum, Kait, Motor Penggerak Hoist, dan Rem.


(21)

1.5 Metode Pengumpulan Data.

Dalam penulisan laporan ini mempunyai beberapa cara untuk pengumpulan data antara lain :

1. Observasi (Pengamatan langsung). 2. Studi Literatur (Keperpustakaan). 3. Mengadakan konsultasi ke pembimbing. 4. Internet


(22)

BAB II

PEMBAHASAN MATERI

Mesin pengangkat yang dimaksud adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mengangkat, memindahkan serta menurunkan suatu benda ke tempat lain dengan jangkauan operasi terbatas.

Mesin pemindah bahan dalam pengoperasiannya dapat bekerja dengan atau tanpa beban sehingga pada mesin ini selalu terdapat bagian yang berfungsi untuk memegang beban dimana beban ini dapat dipasang dan dilepaskan kembali. Pemakaian mesin pengangkat diusahakan seefisien mungkin sehingga dalam perencanaannya agar diperhitungkan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pengoperasiannya.

2.1 Klasifikasi Pesawat Pengangkat.

1. Mesin pengangkat adalah kelompok mesin yang bekerja secara periodik yang didasari sebagai peralatan pesawat angkat, atau untuk mengangkat dan memindahkan muatan atau sebagai mekanisme tersendiri bagi crane dan elevator.

Contoh Mesin Pengangkat : - Dongkrak.

- Puli.


(23)

2. Crane adalah gabungan mekanisme pengangkat secara terpisah untuk mengangkat atau sekaligus memindahkan muatan yang dapat digantung bebas atau dikaitkan pada crane.

Jenis-jenis utama crane adalah sebagai berikut : a. Crane putar yang diam.

b. Crane yang bergerak pada rel.

c. Crane yang dipasang pada traktor rantai. d. Crane tipe jembatan.

e. Crane kabel.

f. Crane berpelambung. g. Crane tanpa lintasan.

3. Elevator adalah kelompok mesin yang bekerja secara perodik untuk mengangkat muatan pada jalur pandu tertentu.

Untuk crane yang bergerak pada rel masih dapat dibagi lagi menjadi : a. Crane satu rel.

b. Crane portal.

c. Crane tower (menara).

2.2 Dasar-dasar Pemilihan Pesawat Angkat.

Dalam pemilihan pesawat pengangkat, perlu diketahui sebagai berikut : 1. Jenis dan ukuran dari beban yang akan ditangani, misalnya :

a. Untuk beban terpadu (unit load) yaitu bentuk, berat, volume, sifat rapuh, suhu, dan sebagainya.

b. Untuk beban tumpahan (bulk load), yaitu ukuran gumpalan, kemungkinan lengket, volume, berat, sifat-sifat kimia, temperatur, sifat


(24)

mudah remuk, dan jumlah remukan yang dipertanggungjawabkan selama pengapalan.

2. Kapasitas per jam dari unit.

Kapasitas pemindahan beban per jam yang praktis tidak terbatas dapat diperoleh dengan mudah dengan tipe peralatan tertentu. Misalnya, dengan beberapa konveyor yang bekerja terus menerus. Pada pihak lain ialah truk atau crane dengan lintasan atas (overhead travelling crane) yang mengikuti siklus tertentu dengan siklus kembali tanpa beban, yang hanya dapat beroperasi secara efektif bila memiliki suatu kapasitas angkat yang cukup tinggi dan kecepatan pada kerja cepat.

Berbagai tipe peralatan dalam mengangkut beban dalam arah horisontal atau arah vertikal atau membuat sudut terhadap bidang horizontal. Jadi untuk pergerakan vertikal atau hampir vertikal dipergunakan pengangkat; hoist, crane, bucket atau tray elevator dan untuk pergerakan mendatar dilengkapi dengan gerobak yang bergerak sendiri (self propelled truck) atau yang digerakkan dengan tangan, fasilitas jalur tetap, beberapa jenis konveyor dan sebagainya.

3. Metode pengumpulan bahan.

Pemuatan pada kendaraan dan pembongkaran pada tujuan berbeda, sebab beberapa pemuat/ pemunggah dapat memuat secara mekanis sementara yang lainnya membutuhkan alat tambahan khusus atau secara manual. Sebagai contoh, misalnya beban tumpahan dapat disetor dalam tumpukan atau gundukan kemudian dari situ dapat diskop pada fasilitas transportasi; berbeda dengan cara penanganan untuk beban terpadu (unit load).


(25)

4. Karakteristik proses produksi termasuk di dalam pemindahan beban.

Sebagai contoh crane khusus fasilitas foundry, bagian tempa dan las, konveyor pada fasilitas asembling dan cor, konveyor bagian mesin dan cat. 5. Kondisi lokal yang spesifik termasuk ukuran dan bentuk areal, tipe dan

rancangan gedung, pembebasan tanah (ground relief), kemungkinan pengaturan unit proses, kondisi debu atau kelengasan setempat, kadar uap atau gas, temperatur dan sebagainya.

2.3 Cara Kerja Overhead Travelling Crane..

Cara kerja dari Overhead Travelling Crane ini dibagi atas 3 gerakan, yaitu : 1. Gerakan Hoist (naik/turun).

2. Gerakan Transversal. 3. Gerakan Longitudinal.

2.3.1. Gerakan Hoist (Naik/Turun).

Gerakan ini adalah gerakan naik/ turun beban yang telah dipasang pada kait diangkat atau diturunkan dengan menggunakan drum, dalam hal ini putaran drum disesuaikan dengan drum yang sudah direncanakan. Drum digerakkan oleh motor listrik dan gerakan drum, dihentikan dengan rem sehingga beban tidak akan naik atau turun setelah posisi yang ditentukan sesuai dengan yang direncanakan.


(26)

Gambar 2.1 Mekanisme Hoisting 2.3.2 Gerakan Transversal.

Gerakan ini adalah berpindah arah melintang. Untuk gerakan tersebut diperlukan motor troli, dimana motor troli ini akan bergerak pada gelagar utama. Jarak pemindahan bahan dapat diatur sesuai yang diinginkan. Rem pengontrol dipasang pada poros motor dan bekerja menurut prinsip elektromagnet.


(27)

2.3.3. Gerakan Longitudinal.

Gerakan ini adalah gerakan memanjang (longitudinal) disepanjang rel yang terdapat dilokasi dimana portal crane berada. Gerakan ini diperoleh dengan pemakaian motor ke roda jalan.

Gambar 2.3 Mekanisme Travelling (longitudinal)

2.4 Jenis – Jenis Pesawat Angkat.

Pesawat angkat hoisting crane terdiri dari beberapa jenis, antara lain: 2.4.1. Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Tunggal.

Jenis ini mempunyai empat buah roda gantung yang berjalan, yang masing-masing pada bagian dalam rel. Jenis ini dioperasikan untuk beban ringan dengan penggerak tangan atau pengerak listrik.


(28)

Keterangan gambar:

1. Jembatan Palang (Bridge Girder). 2. Roda Penggerak (Drive Wheel). 3. Roda Penghenti (Idler Wheel) / rem 4. Motor Penggerak Naik/ Turun (Hoist). 5. Tali Baja (Wire Rope).

6. Pengait (Hook Block). 7. Lintasan (Runway Rail).

2.4.2 Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Ganda.

Jenis ini berjalan diatas dua buah rel, bobot jenis ini kira-kira diatas 550 ton. Jika dioperasikan selama kurang dari 25% dari waktu kerja, maka dianjurkan memakai motor listrik, untuk beban diatas 10 ton selalu dipakai rem jalan untuk beban-beban yang lebih kecil berlaku hal yang sama.

Gambar 2.5 Hoisting Crane dengan Lintasan Atas Berpalang Ganda. Keterangan Gambar :

1. Jembatan Palang (Bridge Girder). 2. Lintasan (Runway rail).


(29)

4. Roda Penghenti (Idler Wheel). 5. Troli Penggerak (Trolley Drive).

6. Badan/ Kerangka Troli (Trolley Bumper). 7. Motor Penggerak Naik/ Turun (Hoist). 8. Tali Baja (Wire rope).


(30)

BAB III

PERENCANAAN KOMPONEN MEKANISME PENGANGKAT

Pengelompokkan crane menurut kemampuan kerjanya antara lain dipengaruhi oleh kualitas dari pengangkat penyusun dari unit pengangkat. Perencanaan dari unit pengangkat ini harus diperkirakan dengan cermat termasuk dari pertimbangan ekonominya, karena pengangkat mempunyai perangkat penyusun yang sebagian telah distandarkan dengan berbagai variasi kualitas menurut kegunaanya.

Dengan demikian kondisi operasi dari mesin mutlak diperlukan sebelum merancang suatu mesin pengangkat, karena hal ini sangat mempengaruhi ongkos pembuatannya.

Perangkat penyusun dari unit pengangkat ini terdiri atas : 1. Kait.

2. Tali Baja. 3. Puli.

4. Drum penggulung tali. 5. Motor.

6. Sistem transmisi roda gigi. 7. Sistem rem

3.1 Kait

Kait tunggal dan kait ganda adalah jenis kait yang paling sering dipakai untuk mengangkat beban. Kait seringkali mempunyai bentuk penampang trapesium yang


(31)

dibuat lebih lebar didalam. Bentuk penampang trapesium akan menghemat pemakaian dan desain yang lebih sederhana.

Adapun pembuatannya lebih lebar pada bagian dalamnya daripada bagian luarnya dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya tegangan yang lebih besar pada dudukan kait sisi bagian dalam.

Dudukan kait sisi dalam akan mengalami beban tarik sedangkan pada sisi luar akan mengalami tegangan tarik dan tegangan geser pada luas bidang silindernya. Ulir ini berfungsi sebagai pengikat pada peralatan pengangkat lainnya. Dan kait yang dipakai pada perancangan ini adalah kait tunggal.

Gambar 3.1 Kait Tunggal

Keterangan gambar :

do = diameter ulir bagian luar belakang kait.

d1 = diameter ulir bagian dalam belakang kait.

d2 = diameter batang kait.

r = jari-jari kelengkungan sumbu netral pada daerah kritis. a = pusat geometris mulut kait.


(32)

L1 = jarak antara sisi kait bagian dalam ke titik pusat geometris mulut kait.

L2 = jarak antara sisi kait bagian luar ke titik pusat geometris mulut kait.

α = sudut kerja beban yang menyebabkan terjadinya tegangan kritis terhadap kait. h = lebar penampang batang yang mengalami tegangan kritis.

b1 = tebal sisi kait bagian dalam.

b2 = tebal sisi kait bagian luar.

3.1.1 Pemilihan Bahan Kait

Bahan yang dipergunakan untuk kait ini adalah SNC21 dengan pertimbangan bahwa untuk kait ini diperlukan sifat :

- Tahan aus atau gesekan. - Kekuatan tinggi

- Tahan korosi.

Spesifikasi dari SNC2 ini adalah sebagai berikut: a. Kekuatan tarik maksimum

(σ tmaks) = 85[kg/mm2] (Elemen mesin, Sularso hal 3) b. Faktor keamanan (k) = 6 (Sularso, Elemen Mesin, hal 330) c. Tegangan tarik yang diizinkan (σ t,) = σtmaks / k

= 85 / 6

= 14,16 [ kg/mm2]

d. Tegangan geser yang diizinkan (τ g,) = (0,5 – 0,75) τ a (Sularso, Elemen Mesin, hal 299)

= 0,7 x 14,16 = 9,912 [kg/mm2]


(33)

Beban yang bekerja pada kait (W)

Beban yang terjadi pada kait adalah beban maksimal yang direncanakan, dikali dengan faktor koreksi, yaitu faktor ketidaktelitian beban dan kemungkinan ada beban kejutan, maka beban direncanakan adalah :

W = fc . Wmaks (Sularso, Elemen Mesin, hal 301)

dimana :

W = beban rencana [kg]

fc = faktor koreksi daya maksimum yang diperlukan

= 1,2 (diambil) (Sularso, Elemen Mesin, hal.7). Wm = beban maksimal

= 10000 [kg] Maka :

W = 1,2 x 10000 = 12000 [kg]

Pemilihan baut dan mur kait

Bahan baut dan mur sama dengan bahan kait yaitu baja karbon rendah 0,27 %- 0,35%.

a. Tegangan tarik yang umum diizinkan

(σa) = 6 [kg/mm2] (Sularso, Elemen Mesin, hal.297) b. Tegangan geser yang diizinkan (τ g,) = (0,5 – 0,75) σ a

τ g, = 0,5 x 6 = 3 [kg/mm2] c. Diameter baut ditinjau dari tegangan tarik

d ≥

0,64 a. .

. 4

σ π

W

=

64 , 0 . 6 . 14 , 3

12000 . 4


(34)

d = 63,094 [mm] (diameter luar)

Karena d1 = 0,8d (Sularso, Elemen Mesin, hal 296)

Maka, = 0,8.63,094

d1 = 50,47 [mm] (diameter inti)

Menurut ukuran standard ulir kasar matriks (Sularso, Elemen Mesin, hal. 289) harga diameter inti d1 = 50,47 tidak ada pada tabel, maka diasumsikan

diameter inti d1 = 54,046 (lampiran) maka jenis baut dan mur ukuran M 60

dan dapat kita ketahui:

- diameter efektif (d1) = 54,046 [mm] (lampiran 2. tabel 2)

- diameter luar (d) = 60 [mm] - jarak bagi (p) = 5,5

- tinggi kait = 2,977 [mm] d. Bahan mur

Bahan mur dipilih baja liat dengan konstruksi karbon 0,2% - 0,35%. Maka :

τ g’ = 0,5 . τ a (Sularso, Elemen Mesin, hal.299) τ g’ = 0,5 . 6

= 3 kg/mm2

qa = 3 [ kg/mm2 ] (Sularso, Elemen Mesin, hal.298)

e. Diameter mur

- diameter luar (D) = 60 [mm] (Sularso, Elemen Mesin, hal.290)

- diameter efektif (D2) = 56,428 [mm]


(35)

f. Jumlah ulir yang diperlukan (z) adalah :

z ≥

a q H d W 1 2 .

π = 3,14.56,428.2,977.3 12000

= 5,68 = 6

g. Tinggi mur (H) adalah

H = z . p (Sularso, Elemen Mesin, hal 297 = 6 . 5,5 = 33 [mm]

Menurut standar, tinggi mur pengikat kait adalah : H = (0,8 – 1) d

Diambil :

H = 0,8 . 60 = 48 [mm] H = 48 [mm] (akan dipakai)

h. Jumlah ulir mur yang akan dipakai adalah :

z`= p H = 5 , 5 48

= 8,72 = >9

i. Tegangan yang terjadi pada baut dan mur Tegangan geser pada baut (ulir luar)

τ b =

z p k d W . . . 1.

π (Sularso, Elemen Mesin, hal.297) Dimana :

W = beban rencana = 12000 [kg] d1 = diameter inti baut = 54,046 [mm]

k = 0,84 (untuk ulir metris) p = pitch = 5,5

z = jumlah ulir (z` ) = 9

τ b =

) 9 )( 5 , 5 )( 84 , 0 )( 046 , 54 )( 14 , 3 ( 12000


(36)

Tegangan geser pada mur (ulir dalam) adalah : τ n =

z p j W . . . D .

π (Sularso, Elemen Mesin, hal. 297) Dimana :

W = beban rencana = 12000 kg D = diameter luar

j = 0,75 (untuk ulir metris) P = pitch

Z = jumlah ulir τ n =

) 9 )( 5 , 5 )( 75 , 0 )( 60 )( 14 , 3 ( 12000

= 2,57 [kg/mm2]

Pemeriksaan Kekuatan Kait

a. Pemeriksaan tegangan tarik pada batang ulir

Tegangan tarik yang terjadi pada batang ulir dapat diketahui dengan rumus dibawah ini :

σ t = 2 ) (d . 4 W 1 π x

(Sularso, Elemen Mesin, hal. 296)

Dimana :

σ t = tegangan tarik yang terjadi W = beban rencana = 12000 [kg] d1 = diameter inti baut = 54,046 [mm]

maka :

σ t = 2

) 046 , 54 )( 14 , 3 ( 4 . 12000


(37)

Dari tegangan tarik yang terjadi bahwa beban yang digunakan aman untuk digunakan karena tegangn tarik ijin lebih besar dari tegangan tarik yang terjadi yaitu : 5,23 [kg/mm2] < 6 [kg/mm2]

b. Tegangan geser yang terjadi pada batang ulir Tegangan geser yang diizinkan ( τ g, ) adalah : τ g, = 0,5 x σa

= 0,5 x 6 [kg/mm2]

= 3 [kg/mm2]

Tegangan geser yang terjadi pada ulir adalah : τ g =

z p k d W . . . . 1

π (Sularso, Elemen Mesin, hal 297) Dimana :

W = beban angkat rencana

d1 = diameter dalam ulir 54,046 [mm]

k = 0,84 (untuk ulir metris) (Sularso, Elemen Mesin, hal.297) p = pitch

z = jumlah ulir maka :

τ g =

) 9 )( 5 , 5 )( 84 , 0 )( 046 , 54 )( 14 , 3 ( 12000

= 1,706 [kg/mm2]

Dari perhitungan tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser ijin yaitu : 1,706 [kg/mm2] < 3 [kg/mm2]


(38)

c. Tekanan permukaan pada batang ulir

Tekanan permukaan yang terjadi pada ulir adalah :

q =

z h d

W

. . . 2

π (Sularso, Elemen Mesin, hal.297) dimana :

q = tekanan permukaan yang terjadi pada ulir. W = beban rencana

d2 = diameter efektif ulir = 56,428 [mm]

h = tinggi kaitan = 2,977 [mm] z = jumlah ulir

maka :

q =

) 9 )( 977 , 2 )( 428 , 56 )( 14 , 3 (

12000

= 2,52 [kg/mm2]

Dari perhitungan tegangan permukaan yang terjadi ternyata lebih kecil dari tegangan permukaan ijin bahan, yaitu : 2,52 [kg/mm2] < 3 [kg/mm2].

Maka bahan yang digunakan aman.

Pemeriksaan Kekuatan Pada Bagian Kritis Kait a. Untuk penampang I – II


(39)

1) Tegangan lentur pada serat terdalam

Tegangan diketahui bahwa ukuran baut kait adalah M 56 dengan data sebagai berikut :

- diameter luar (d) = 60 [mm] - diameter efektif (d2) = 56,428 [mm]

- diameter inti (d1) = 54,046 [mm]

- pitch (p) = 5,5 [mm] - tinggi kaitan = 2,977 [mm]

Dari data-data di atas maka kita peroleh ukuran kait sebagai berikut : - Tebal sisi luar (bo)

= 0,9 x d1 (Ir. Syamsir A.Muin, Pesawat Angkat, hal.163)

= 0,9 x 54,046 = 48,64 [mm]

- Tebal sisi dalam (b1) = 2,2 x d1

= 2,4 x 54,046

=118,90 [mm]

- Tinggi penampang (h) = 2,4 x d1

= 2,4 x 54,046

= 129,71 [mm]

- Jari-jari serat terdalam (R1) = 1,25 x d1

= 1,25 x 54,046


(40)

Adapun rumus yang digunakan untuk mendapatkan tegangan lentur serat terdalam adalah:

τ ∫ 1 = 1 1 . . . R e A h M

( Hollowenko, hal.26)

Dimana:

τ ∫ 1 = tegangan lentur serat terdalam. M = ω. R (momen bengkok) W = beban rencana 12000 [kg] R = jari-jari sumbu titik berat

= R1 +

) ( 3 ) . 2 ( 0 1 1 b b b b h o + +

= 67,55 +

) 46 , 48 90 , 118 ( 3 ) 46 , 48 . 2 90 , 118 ( 71 , 129

++ = 123,306 [mm] Momen bengkok (M) = W . R

= 12000 x 123,306

= 1479672 [kg.mm]

h1 = jarak garis netral ke serat terdalam

= Rn – R1

Rn = jari.jari netral

Rn =

) ( ln . . 2 ) ( 0 1 1 0 1 0 0 1 0 1 b b R R h R b R b h b b − −           − +

Dimana : R0 = h + R1

= 129,71 + 67,55 = 8761,91 [mm]


(41)

Rn = ) 46 , 48 90 , 118 ( 55 , 67 91 , 9761 ln 71 , 129 ) 55 , 67 . 46 , 48 91 , 8761 . 90 , 118 ( ) 2 71 , 129 )( 46 , 48 90 , 118 ( − −       − +

= 129,88 [mm]

h1 = Rn – R1

= 129,88 – 67,55 = 62,33 [mm]

A = luas penampang kritis = ( )

2 b0 b1

h + = (48,46 118,90)

2 71 ,

129 +

= 10865 [mm2] = 108,65 [cm2]

e = jarak sumbu netral dengan sumbu titik berat = R – Rn

= 129,88 – 123,306 = 6,574 [mm]

R1 = jari-jari serat terdalam 67,55 [mm]

Maka : τ 1 = 1 1 . . . R e A h M = ) 55 , 67 )( 574 , 6 )( 10865 ( ) 33 , 62 )( 1479672 (

= 19,11 [kg/mm2]

2) Tegangan lentur pada serat terluar

Adapun rumus untuk mendapatkan tegangan lentur pada serat

terluar adalah :

τ

l0= 0 0 . . . R e A h M


(42)

Dimana :

τ

l0= tegangan lentur serat terluar. M = momen bengkok

h0 = jarak garis netral ke serat terluar

= R0 – R1

= 123,306 – 67,55 = 55,756 [mm] A = luas penampang

= 10865 [mm2]

e = 6,574 [mm] R0 = 8761,91 [mm]

Maka ;

0

l

τ

=

) 91 , 8761 )( 574 , 6 )( 10865 (

) 756 , 55 )( 1479672 (

= 1,31 [kg/mm2]

b. Untuk Penampang III – IV

Gambar 3.3 Penampang Kritis Kait

Dari data-data diatas diperoleh:

b1 = 1,9 x d1 (Ir. Syamsir A.Muin, Pesawat Angkat, hal.163)

= 1,9 x 54,046 = 102,68 [mm]


(43)

b0 = 0,9 x d1

= 0,9 x 54,046 = 48,46 mm h = 2 x d1

= 2 x 54,046 = 108,092 mm

Tegangan yang terjadi pada potongan III – IV adalah tegangan geser. Maka tegangan geser yang terjadi adalah :

τ

g =

A W

Dimana : W = beban rencana = 12000 kg A = luas penampang

= (48,64 102,68)

2 092 , 108 ) (

2 b0 +b1 = +

h

= 8178,24 mm2

Sehingga :

τ

g =

246 , 8178

12000

= 1,46 kg/mm2

Maka bahan kait dapat dipakai dengan spesifikasi sebagai berikut : Bahan kait : SNC2

Ukuran baut : M56 Diameter luar : 60 [mm] Diameter inti : 54,046 [mm]


(44)

3.2 Tali Baja

Tali baja (wire rope) digunakan untuk mengangkat dan menurunkan beban pada gerakan hoist. Ada beberapa hal yang menyebabkan dipilihnya tali baja sebagai peralatan pengangkat pada perencanaan ini yaitu :

1. Lebih ringan dibanding rantai (dalam parameter panjangnya dan pada diameter yang sama).

2. Lebih aman terhadap sentakan.

3. Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan operasi yang tinggi. 4. Menunjukkan tanda – tanda yang lebih baik apabila akan putus

Dari beberapa kenyataan yang terjadi bahwa kerusakan tali diakibatkan oleh kelelahan bahan dan setiap tali hanya dapat mengalami kelengkungan dalam jumlah tertentu. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan tali baja yaitu ketergantungan umur pakai tali pada ukuran puli atau drum, konstruksi tali dan faktor lainnya.

Gambar 3.4 Tali Baja Keterangan :

d = diameter tali (mm)


(45)

Gambar 3.5 Sistem Puli

Perhitungan Ukuran Tali

A =

3600

min D

d k

S b

σ (Ir.Syamsir A.Muin, Pesawat Pengangkat, hal.65) Dimana :

A = luas penampang tali baja.

S = tarikan pada maksimum pada tali

k = faktor keamanan tali (k = 5,5) digerakkan oleh daya dalam kondisi operasi medium dengan tipe alat pengangkat adalah tipe II.

b

σ = kekuatan putus bahan kawat tali baja (18000 kg/cm2) (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.30)

d = diameter tali baja


(46)

a. Luas Penampang tali

Jenis tali yang digunakan dalam perancangan ini adalah 6 x 37 = 222 + 1c maka tarikan maksimum :

S =

4

W

Dimana :

W = berat beban rencana = 12000 kg Sehingga :

S =

4 12000

= 3000 [kg]

k = 5,5 ( untuk jenis crane dan mekanisme pengangkat dengan jenis penggerak daya)

NB = Number of bending

= 9 (diperoleh dari sistem puli yang digunakan) (lampiran 3) Dari jumlah lengkungan = 9 dapat ditentukan harga Dmin/d = 32 dengan

menggunakan tabel jumlah lengkungan.

Tabel 3.1 Jumlah Lengkungan

Jumlah Lengkungan d

Dmin Jumlah

Lengkungan d

Dmin Jumlah

Lengkungan d

Dmin Jumlah

lengkungan d Dmin

1 16 5 26,5 9 32 13 36

2 20 6 28 10 33 14 37

3 23 7 30 11 34 15 37,5


(47)

Jadi, luas penampang tali sesuai dengan tali yang dipilih yaitu 6 x 37 dengan jumlah wayar 222 adalah :

A = 3600 min D d k S b

σ [cm2]

Dimana :

b

σ

= kekuatan putus bahan kawat tali [kg/cm2]

= 13000 sampai 20000 [kg/cm2] (N.Rudenko, Mesin

Pengangkat, hal.30)

= 18000 [ kg/cm2 ] (diambil)

Maka : A = 36000 32 1 5 , 5 18000 3000 x −      

= 1,39 [cm2]

b. Diameter wayar.

i . ) .( 4 π

δ = Α (Ir.Syamsir A.Muin, Pesawat Angkat, hal.63) Dimana :

i = jumlah wayar 222

) 222 )( 14 , 3 ( ) 39 , 1 )( 4 ( = δ


(48)

c. Diameter Tali Baja

d = 1,5 δ i (Ir.Syamsir A.Muin, Pesawat Angkat, hal. 63) dimana :

d = diameter tali baja [mm] i = jumlah kawat dalam tali (222) maka :

d = 1,5 x 0,8 222 = 17,87 [mm]

Harga diameter tali baja disesuaikan dengan tabel tali baja yang diambil d = 19,5 [mm] (Lampiran 4)

d. Tegangan Tarik Ijin Tali. τ `

t = k

b

τ (Ir.Syamsir A.Muin, Pesawat-Pesawat Pengangkat, hal.137) Dimana :

τ `

t = tegangan tarik ijin tali.

k = faktor keamanan tali = 5,5 (untuk crane dengan penggerak daya)

b

τ = kekuatan putus bahan kawat tali baja. Maka :

τ ` t =

k b τ =

5 , 5 18000

= 3272,72 [kg/mm2]


(49)

e. Tegangan Tarik pada Tali dalam Keadaan Berbeban min t D A s Ε′ + = δ

τ (Ir.Syamsir A.Muin, Pesawat-Pesawat Pengangkat, hal.64) Dimana :

Dmin = 32 x d

= 32 x 19,5 = 624 [mm] = 64,4 [cm]

xE E

8 3

=

′ (Ir.Syamsir A.Muin, Pesawat-Pesawat Pengangkat, hal.65) Dimana :

E = modulus elastisitas yang dikoreksi

2.100000 8

3

= ′

E [kg/cm2] = 800000 [kg/cm2]

Maka :

t τ ′ =

4 , 62 800000 . 08 , 0 39 , 1 3000 +

= 3183,911 [kg/cm2]

Tegangan tarik yang terjadi lebih kecil dari tegangan tarik ijin, maka bahan aman untuk digunakan.

3.2.2 Umur Tali Baja.

Tali baja merupakan bagian yang penting pada pengoperasian mesin pengangkat. Akibat seringnya mengalami pembebanan maka lama kelamaan tali akan menjadi rusak akibat kelelahan bahan tali. Untuk mengetahui berapa lama tali tersebut dapat digunakan secara aman, maka perlu dihitung batas umur tali. Untuk menghitung umur tali maka terlebih dahulu dicari harga dari faktor yang tergantung


(50)

pada jumlah kelengkungan berulang dari tali selama periode keausannya sampai tali tersebut rusak (m) adalah :

m =

2 1 maks.C.C .C

d D

σ (Mesin Pengangkat, N.Rudenko,hal.43) dimana :

D/d = perbandingan diameter puli dengan diameter kabel = 32

maks

σ = tegangan tarik maksimum pada tali. = S / A [kg/cm2]

Dengan :

S = tarikan tali baja. = 3000 kg

A = luas penampang tali baja = 1,39 [cm2]

Maka :

maks

σ =

39 , 1 3000

= 2158,2 [kg/cm2]

= 21,582 [kg/mm2]

Dimana :

C = faktor yang memberi karakteristik konstruksi tali dan kekuatan tarik maksimum kawat. Untuk konstruksi tali 6 x 37 = 222 + 1C dan posisi berpotongan dan diambil C = 1,02 ( Lampiran 5 )

C1 = faktor yang tergantung pada tali adalah 0,93 ( Lampiran 5 )

C2 = faktor yang ditentukan oleh faktor produksi dan operasi tambahan


(51)

baja dan baja karbon dengan komposisi yang ada pada halaman terdahulu, diambil C2 = 1 ( Lampiran 5 )

Maka :

m =

) 1 )( 93 , 0 )( 02 , 1 )( 582 , 21 (

32

= 1,50

Dengan menggunakan tabel harga faktor m diperoleh maka diperoleh harga z : Tabel 3.2 Harga Faktor m

z dalam ribuan 30 50 70 90 110 130 150 m 0,26 0,41 0,56 0,70 0,83 0,95 1,07

z dalam ribuan 170 190 210 230 255 280 310 340 m 1,18 1,29 1,40 1,50 1,62 1,74 1,87 2,00 z dalam ribuan 370 370 340 450 500 550 600 650 700 m 2,12 2,27 2,42 2,60 2,77 2,94 3,10 3,17

Selanjutnya umur tali akan diperoleh yaitu :

N =

βϕ . a.z2

z

[bulan] (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.43)

Dimana :

N = umur tali (bulan).

a = jumlah siklus rata-rata kerja perbulan. = 1000 ( untuk peralatan ringan).

z2 = jumlah kelengkungan berulang per siklus kerja (mengangkat dan

dan menurunkan pada tinggi pengangkatan penuh dan lengkungan lengkungan satu sisi).


(52)

β = faktor perubahan daya tahan tali akibat mengangkat muatan lebih rendah dari tinggi total dan lebih ringan dari muatan penuh.

ϕ = hubungan antara jumlah lengkungan dan putusan di dalam tali (2,5) (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.48)

z = jumlah lengkungan yang berulang yang mengakibatkan kerusakan tali.

Harga dari a, z2, β dapat diperoleh dari tabel operasi ringan

Tabel 3.3 Harga a, z2, β

Umur tali baja adalah :

N =

) 4 , 2 )( 5 , 0 )( 4 )( 1000 (

230000


(53)

3.3 Perancangan Puli.

Puli digerakkan untuk mengubah arah tali baja atau dengan kata lain sebagai penuntun tali baja. Pada perencanaan puli yang akan diperhitungkan adalah diameter gandar roda puli.

Dengan diameter tali yang telah diperoleh sebelumnya, maka ukuran-ukuran utama puli dapat diketahui dengan menggunakan tabel roda puli.

Diameter a b c e h l t r1 r2 r3 r4 Tali

4.8 22 15 5 0.5 12.5 8 4.0 2.5 2.0 8 6 6.2 22 15 5 0.5 12.5 8 4.0 2.5 2.0 8 6 8.7 28 6 6 1.0 15.0 8 5.0 3.0 2.5 9 6 11.0 40 30 7 1.0 25.0 10 8.5 4.0 3.0 12 8 13.0 40 30 7 1.0 25.0 10 8.5 4.0 3.0 12 8 15.0 40 30 7 1.0 25.0 10 8.5 4.0 3.0 12 8 19.5 55 40 10 1.5 30.0 15 12.0 5.0 5.0 17 10 24.0 65 50 10 1.5 37.0 18 14.5 5.0 5.0 20 15 28.0 80 60 12 2.0 45.0 20 17.0 6.0 7.0 25 15 34.5 90 70 15 2.0 55.0 22 20.0 7.0 8.0 28 20 39.0 110 85 18 2.9 65.0 22 25.0 9.0 10.0 40 30

Gambar 3.6 Dimensi Puli d = 19,5 mm a = 55 mm b = 40 mm c = 10 mm e = 1,5 mm h = 30 mm l = 15 mm r = 12 mm r1 = 5,0 mm


(54)

3.3.1 Diameter Puli (minimum)

Untuk menghitung diameter puli minimum dapat digunakan d Dmin

= 32

sehingga :

Dmin = 32 . d

Dimana :

d = diameter tali baja maka :

Dmin = 32 . 19,5 = 624 [mm]

3.3.2 Diameter gandar roda puli

Untuk menghitung diameter gandar roda puli dapat dipergunakan rumus :

P = g L.d

Q

(kg/cm2) (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.72)

Dimana :

P = tekanan pada puli yang tergantung pada kecepatan keliling permukaan lubang naf roda puli dan tekanan ini tidak boleh melebihi harga yang terdapat pada tabel berikut :

Tabel 3.4 Tabel Hubungan antara v dan p v dalam meter /

detik

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0

P dalam kg / cm2 75 70 66 62 60 57 55 54 53 52

v = 0,1 m/det ( diambil kecepatan terkecil)


(55)

L = panjang bus puli, diambil 1,8 dg (N.Rudenko, Mesin Pengangkat,

hal 72)

Q = beban tiap puli [kg]

=

2 12000

= 6000 [kg]

Maka :

P = dg L

Q .

P =

g g D D

Q . . 8 , 1

Dg2 =

75 . 8 , 1

6000 .

8 , 1 P =

Q

Dg = 6,66 [cm]

Diameter gandar roda puli = 66,6 [mm]

3.4 Drum

Drum berfungsi untuk menggulung tali saat mengangkat. Secara umum bahan drum terbuat dari besi cor dan lengkapi dengan grove (berupa alur) yang berfungsi untuk mengatur gulungan tali, agar dapat tersusun dengan rapi.

Hal- hal yang akan diperhitungkan pada perencanaan drum adalah : a. Diameter drum

b. Jumlah lilitan pada drum. c. Panjang drum keseluruhan. d. Tebal dinding drum. e. Kekuatan drum.


(56)

Gambar 3.7 Drum Keterangan gambar :

d0 = diameter lubang poros (poros drum)

d1 = diameter dalam drum

Dmin = diameter tempat lilitan.

D = diameter flans drum

L0 = panjang drum alur spiral (panjang tempat hiburan)

L = panjang drum keseluruhan. ω = tebal drum


(57)

3.4.1 Diameter drum dan dimensi alur drum a. Diameter drum (D)

D ≥ 10.d (Ir.Syamsir A.Muin, Pesawat-Pesawat Angkat, hal.81) d = diameter tali baja.

D ≥ 10 (19,5) = 195 [mm]

b. Diameter tempat lilitan (Dmin)

d D

d D

. 32

32

min min

= =

= 32 x 19,5 = 624 [mm]

3.4.2 Jumlah Lilitan pada Drum

Untuk menentukan jumlah lilitan pada drum digunakan rumus :

n = 2 .D Hi

+

π (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.74) dimana :

i = perbandingan transmisi untukk membawa beban sampai dengan 25 ton adalah 2 (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.66)

H = tinggi angkat muatan yang direncanakan 5 m (5000 mm) D = diameter drum


(58)

Maka:

n = 2 ) 624 .(

2 ) 5000 (

+ π

= 7,98 = 8 lilitan

3.4.3 Panjang alur spiral (l0)

Untuk menghitung panjang alur spiral digunakan rumus : l0 = n x s (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.75)

dimana :

l0 = panjang alur

n = jumlah lilitan s = kisar (pitch) maka :

l = 8 x 22 = 179 [mm]

3.4.4 Panjang drum keseluruhan

Untuk menghitung panjang drum keseluruhan (L) digunakan rumus sebagai berikut :

L =    

+7

.D Hi

π s (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.75) Dimana :

L = panjang drum H = tinggi angkat.

i = perbandinga n sistem tali. s = jarak antara (pitch)


(59)

maka :

L = 

  

+7

624 .

2 . 5000

π 22

L = 266,28 [mm]

3.4.5 Panjang Tali yang Dibutuhkan

Berdasarkan sistem tali yang digunakan maka panjang tali yang dibutuhkan adalah : tinggi angkat x jumlah tali yang mengangkat beban : 5m x 4 = 20 [m]. Jadi jumlah tingkatan lilitan pada drum adalah :

Satu tingkatan = π. D. 8 lilitan = π . 624 . 5 = 10,4 [m]

Jadi tingkatan tali yang dibutuhkan kira-kira sepanjang 20 meter, maka jumlah

tingkatan lilitan tali adalah = 1,9 2 4

, 10

20

=

= tingkat.

3.4.6 Tebal Dinding Drum

Tebal dinding drum dapat dicari dengan menggunakan rumus :

ω = 0,02 D + (0,6 – 1) [cm] (N.Rodenko, Mesin Pengangkat, hal.75) = 0,02 x 624 + 10 [mm]

ω = 22,48 [mm]

Dengan demikian tebal dinding drum adalah 23 [mm]. Maka dengan demikian kita dapat mencari besaran diameter.


(60)

3.4.7 Kekuatan drum.

Untuk mengetahui tegangan tekan maksimum digunakan rumus :

1 comp

.S S ω

σ = (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.76) Dimana :

S = tarikan kerja maksimum pada bagian tali dari sistem puli = 3000 kg ω = tebal dinding drum = 125 [mm]

S1 = pitch 22 [mm]

) 22 )( 125 (

3000 comp =

σ

= 1,09 [kg/mm2] = 109 [kg/mm2]

3.4.8 Pemilihan Bahan.

Dalam perencanaan ini bahan dibuat dari besi cor menurut standar JIS G 5502 dengan simbol FCD 60.

Nilai σcomp yang diijinkan untuk besi cor (σcomp) adalah 1000 [kg/cm 2

] sedangkan σcomp yang terjadi = 109 [kg/cm

2

]. Maka bahan dan perhitungan bahan aman.

3.5 Motor Penggerak.

Dasar perencanaan motor penggerak, dasar perencanaan untuk pemilihan motor penggerak berdasarkan kepada faktor-faktor berikut, seperti konstruksi, ekonomis, dan perawatannya. Adapun motor yang digunakan adalah motor 3 phasa.


(61)

Pada perancangan ini dipilih motor listrik dengan alasan sebagai berikut : 1. Konstruksinya sederhana tapi kokoh.

2. Harganya relatif murah. 3. Tidak menimbulkan polusi. 4. Biaya perawatannya kecil

3.5.1 Motor Penggerak Hoist.

Untuk menghitung daya motor digunakan rumus :

N =

[ ]

HP . 75

. η V Q

(N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.234)

Dimana:

N = daya motor [HP]

Q = kapasitas angkat [12000 kg]

V = kecepatan angkat (direncanakan 7,0 m/menit = 0,116 m/det) η = efisiensi mekanis

= 0,80 (diambil) Maka :

N =

) 80 , 0 )( 75 (

) 116 , 0 )( 12000 (

= 23,2 [HP]

Berdasarkan katalog standar motor yang ada, maka dipilih motor listrik dengan daya 23 HP dengan karakteristik sebagai berikut :

- Daya motor ternilai (Nrated) : 23 [HP] (lampiran 6)

- Putaran (n) : 740 [rpm] - Momen girasi rotor (GD2)rot : 0,8538 [kg/mm2]


(62)

a. Pemeriksaan Kekuatan Motor.

Perbandingan antara momen gaya maksimum ( Mmax ) dengan momen gaya

ternilai ( Mrated) untuk motor adalah aman jika :

2 75 , 1 M M rated

maks = −

(N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.296)

Dimana :

Mmaks = Mmotor

Mrated = Msta + Mdyn

Momen tahan statis yang diacu pada poros motor adalah :

Msta =

n N 71620 = 740 23 71620

= 2226,02 [kg/m2]

Kemudian momen gaya dinamik waktu start yang diacu pada poros motor ditentukan dengan langkah awal memilih kopling fleksibel untuk poros motor. Adapun rumus gaya dinamik waktu start didapat dari rumus :

Momen gaya dinamis ( Mdyn ) adalah :

Mdyn =

η δ . n.t .v G . 975 , 0 375t n . GD . s 2 s 2 ′

+ (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.297) - Diameter luar kopling fleksibel (D) = 300 mm (direncanakan)

- Momen inersia kopling flesibel (I) = 0,03 [kg.cm/det2] = 0,0003 [kg.m/det2]

- Momen girasi kopling (GD2)coupl= 14g (Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.300)

= 0,0003 . 4 (9,81) = 0,011772 [kgm2]


(63)

Maka :

GD2 = (GD2)rot + (GD2)coupl (Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.300)

= 0,8538 + 0,011772 = 0,8655 [kgm2]

Sehingga momen gaya dinamik ketika start adalah :

Mdyn =

η δ . n.t .v G . 975 , 0 375t n . GD . s 2 s 2 ′

+ (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.297) Dimana :

δ = koefisien yang memperhitungkan pengaruh massa mekanisme transmisi (1,1 s/d 1,25)

= 1,15 (diambil)

G` = kapasitas angkat rencana [10000 kg] ts = waktu start 3 sampai 8 [detik]

ts = 3 [detik] (diambil) (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.300)

v = kecepatan angkat (7,0 m/menit = 0,116 m/det) n = putaran motor = 730 [rpm]

η = efisiensi sistem transmisi penggerak = 0,85 (diasumsikan) Jadi :

Mdyn = 0,723

) 85 , 0 )( 3 )( 740 ( ) 116 , 0 )( 10000 )( 975 , 0 ( ) 3 ( 375 ) 740 )( 8655 , 0 )( 15 , 1 ( 2 = + [kg.m]

b. Momen Gaya Start Motor yang diperlukan

Mmot = Mst + Mdyn (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.300)

= 22,26 + 0,723 = 22,983 [kg.m]


(64)

c. Momen gaya ternilai motor tersebut.

Karena motor listrik yaitu arus AC maka momen juga ternilai pada moto :

2 75 , 1 − = rated maks M M

(N.Rodenko, Mesin Pengangkat, hal.296)

dimana : Mma = Mmotor

Mrated = 75 , 1

maks M

(N.Rodenko, Mesin Pengangkat, hal.296)

= 75 , 1 983 , 22

= 13,133[kgm]

d. Pemeriksaan motor terhadap beban lebih. Beban lebih motor selama start ( Mmaks = Mmot )

rated maks daya maks M M M M

= < 2 (Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.301) = 133 , 13 983 , 22

< 2 = 1,75 < 2

Maka pemakaian motor terhadap beban lebih (overload) adalah aman.

3.5.2 Motor Penggerak Troli

Troli dirancang sedemikian rupa sebagai tempat bergantungnya puli dan hook. Disamping harus dapat menahan beban yang diangkat, troli juga berfungsi sebagai pembawa beban yang melintas di atas rel pada girder.


(65)

Gaya maksimum yang bekerja pada troli :

Pmax = 4

q Q+

Dimana :

q = berat troli (1000) kg diambil dari data survey maka :

Pmax =

4 1000

12000+

= 3250 [kg]

Berdasarkan data survey :

- Diameter roda troli ( Dw ) = 15 [cm]

- Diameter poros roda troli ( dw) = 7 [cm]

Gambar 3.8 Diagram Untuk Menentukan Tahanan Gesek

Tahanan akibat gesekan pada roda troli adalah :

W = (Q + q)

Dw K dw 2 01 ,

0 +

Dimana : µ = koefisien gesek pada bantalan (0,1) K = koefisien gesek roda gelinding (0,5)


(66)

Maka :

W = (12000 + 1000)

15 5 , 0 ) 2 ( 7 ) 01 , 0 ( +

= 923 [kg]

Daya motor penggerak yanng dibutuhkan pada kecepatan konstan :

N =

[ ]

HP . 75 . η V W Dimana :

W = Tahanan untuk menggerakkan troli

η = Efisiensi mekanisme pengangkat, diasumsikan 0,8 V = Kecepatan jalan troli ( direncanakan = 0,2 m/s) Maka :

N =

8 , 0 . 75 2 , 0 . 923

= 3,07 Hp = 2,28 Kw

Sehingga, diilih elektromotor dengan N = 3,07 Hp, putaran (n) = 1200 rpm disesuaikan dengan standar.

3.5.3 Motor Penggerak Girder

Besar tahanan akibat gesekan pada roda jalan adalah :

Ww = Wcr

w D

K 2 µ.dw +

Dimana :

µ = koefisien gesek pada bantalan = 0,01

Wcr = berat total girder dan troli 12000 kg ( data survey )

dw = diameter poros roda jalan = 3,8 cm = 4 cm

Dw = diameter roda jalan = 9 cm


(67)

Maka :

Ww = 12000

9

05 , 0 . 2 0,01.4 +

= 180 kg

Pada kecepatan konstan daya motor yang dibutuhkan adalah :

Ng =

[ ]

HP . 75

. η V W

Dimana : V = kecepatan crane jalan (direncanakan = 0,33/dtk) µ = efisiensi = 0,8

maka :

N =

8 , 0 . 75

33 , 0 . 180

= 0,99 = 1 Hp

Sehingga, dipilih motor dengan N = 1 Hp, putaran (n) = 1200 rpm.

3.6 Sistem Transmisi Roda Gigi.

3.6.1 Transmisi roda gigi pada gerakan naik turun

Perencanaan transmisi roda gigi dilakukan terhadap transmisi roda gigi gerakan hoisting crane (gerakan naik turun). Sistem transmisi roda gigi pada perencanaan ini mempunyai fungsi untuk mereduksi putaran dari motor penggerak ke drum. Pada umumnya putaran motor yang tersedia lebih tinggi dibandingkan dengan putaran drum yang sesuai dengan kecepatan angkat yang direncanakan. Pada perencanaan transmisi roda gigi hal – hal yang direncanakan adalah sebagai berikut:

a. Putaran poros drum. b. Ukuran utama roda gigi. c. Poros roda gigi.


(68)

Adapun gambar dari sistem transmisi roda gigi yang direncanakan pada bagian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 3.9 Sistem Transmisi Roda Gigi

Keterangan gambar :

1. Poros I. 5. Roda gigi 4 9. Drum 2. Roda gigi 1. 6. Roda gigi 5 10. Poros II 3. Roda gigi 2. 7. Roda gigi 6 11. Poros III 4. Roda gigi 3. 8. Motor 12. Poros IV A,B = Bantalan poros I

C,D = Bantalan poros II E,F = Bantalan poros III G,H = Bantalan poros IV


(69)

3.6.1.1 Putaran poros drum.

Putaran pada poros I sama dengan putaran motor penggerak yaitu sebesar 730 [rpm]. Untuk menentukan putaran pada drum digunakan rumus putaran drum :

ndrum =

drum drum D V

.

π (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.235) dimana : Vdrum = 2 x Vangkat (N.Rudenko, Mesin Pengangkat, hal.60)

= 2 x 7,0 = 14 [m/menit] Vdrum = π Ddrum . ndrum

14 = 3,14 . 0,195 [m] . ndrum

ndrum = 22,86 195

, 0 .

14 =

π [rpm]

jadi putaran drum adalah 23 [rpm]

3.6.1.2 Perbandingan transmisi roda gigi.

Untuk memperoleh ukuran utama roda gigi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :

a. Menentukan perbandingan transmisi. b. Menentukan jumlah gigi.

c. Menentukan modul.

Perbandingan total putaran roda gigi ditentukan melalui persamaan :

itot =

drum motor n n minimum putaran

maksimum putaran

= (Sularso, Elemen Mesin, hal.263) itot =

23 730


(70)

Menurut literatur Elemen Mesin, Sularso, hal.216, perbandingan transmisi roda gigi dianjurkan 4 – 5 untuk roda gigi lurus. Maka perbandingan transmisi untuk poros I dan II dipilih i1 = 5, sehingga :

i1 = 2 1 n n

(Sularso, Elemen Mesin, hal.268)

5 = 2 730

n

n2 = 146 [rpm]

jadi n2 = n3 =146 [rpm] (karena satu poros)

Perbandingan poros II dan III = i2 ditentukan sebesar 5, sehingga :

i2 = 4 3 n n

5 = 4 146

n

n4 = 29,2 [rpm]

jadi n4 = n5 = 29,2 [rpm] (karena satu poros)

dari perbandingan diatas maka diperoleh : Itot = i1.i2. i3

29,7 = 5,5 . i3

i3 = 1,188 = 2 (diambil)

sehingga diperoleh :

i3 = 6 5 n n

2 = 6 n

2 , 29


(71)

3.6.1.3 Menentukan jumlah gigi.

Sama halnya dengan perbandingan putaran, maka untuk jumlah gigi, perbandingannya adalah sebagai berikut :

i1 =

5 6 3 3 4 2 1 2 z z i ; z z i ; z z =

= (Sularso, Elemen Mesin, hal.216) Pada perencanaan roda gigi ini jumlah gigi minimum pada z, ditentukan sebanyak 30 buah gigi. Maka untuk jumlah gigi lainnya adalah :

i1 = 1 2 z z

(Sularso, Elemen Mesin, hal.216)

z2 = i1 . z1

= 5 . 30

= 150 buah gigi.

Begitu juga dengan perbandingan putaran poros II yaitu :

i2 = 3 4 z z

, dimana z3 ditentukan 30 buah gigi.

z4 = i2 . z3

= 5 . 30 = 150 buah gigi. Sedangkan :

i3 = 5 6 z z

, dimana z5 ditentukan 30 buah gigi.

Maka :

z6 = i3 . z5

= 2 . 30


(72)

3.6.1.4 Menentukan modul dan ukuran roda gigi.

Untuk menentukan modul roda gigi diawali dari roda gigi penggerak (m1)

dan untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.10 dibawah ini. Untuk daya :

N = 19,3 HP atau N = 19,3 x 0,735 [Kw] N = 14,18 [Kw] Dan putaran motor : n = 730 [rpm] Maka diperoleh modul roda gigi lurus :

m1 = 3 dengan sudut kemiringan gigi ( α0 ) = 20 o (Sularso, Elemen Mesin, hal.219)


(73)

Gambar 3.10 Diagram Pemilihan Modul Roda Gigi Lurus

Untuk menentukan ukuran-ukuran utama roda gigi dapat dilihat Gambar 3.11 bagian roda gigi.

1) Diameter lingkar jarak bagi.

do1 = z1 . m (Sularso, Elemen Mesin, hal.214)

dimana :

do1 = diameter lingkaran jarak bagi.

z1 = jumlah gigi.

m = modul.


(74)

2) Jarak bagi lingkaran.

t1 = 1

1 . z

do

π (Sularso, Elemen Mesin, hal.214)

t1 = 30

90 . π

t1 = 9,42 [mm]

3) Tinggi gigi.

H1 = 2m + Ck (Sularso, Elemen Mesin, hal.234)

Dimana :

Ck = kelonggaran puncak

= 0,25 m = 0,25 . 3 = 0,75 [mm] H1 = 2 . 3 + 0,75

= 6,75 [mm]

4) Diameter lingkar kepala (diameter luar).

dk1 = (z1 + 2) m (Sularso, Elemen Mesin, hal. 219)

dk1 = (30 + 2) 3 = 96 [mm]

5) Diameter lingkar kaki df1 = do1 + 2hf

dimana :

hf = 1,25 x m

= 1,25 x 3 = 3,75 [mm]


(75)

Gambar 3.11 Bagian Roda Gigi

Dengan cara yang sama, maka ukuran-ukuran utama roda gigi lainnya dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.5 Ukuran-Ukuran Roda Gigi

Roda gigi Z n

(rpm)

M D0

(mm) t (mm)

H (mm)

dk

(mm) df

(mm)

1 30 730 3 90 9,42 6,75 96 82,5

2 150 146 3 450 9,42 6,75 456 32,5

3 30 146 4 120 12,56 8 128 110

4 150 29,2 4 600 12,56 8 608 140

5 30 29,2 6 180 18,84 13,5 192 165 6 60 14,6 6 720 18,84 13,5 732 718,5


(76)

e) Pemeriksaan kekuatan roda gigi.

Selama beroperasi, yang paling penting untuk diperhatikan adalah kekuatan gigi terhadap tekanan permukaan dan lenturan. Tekanan terjadi pada permukaan roda gigi karena adanya gaya tangensial dan gaya radial.

Gaya tangensial Pemeriksaan roda gigi I.

Ft = V

d

Ρ

. 102

(Sularso, Elemen Mesin, hal. 238)

Dimana :

Pd = fc.P = 1,0 x 14,40 = 14,18 [Kw]

V = kecepatan keliling

V =

1000 . 60

. .d0 n

π [ m/det] (Sularso, Elemen Mesin, hal.238)

Dimana :

d0 = diameter lingkar jarak bagi 90 [mm]

n = putaran 730 [rpm] sehingga :

v =

1000 . 60 730 . 90 . π

= 3,43 [m/det] Maka :

Ft =

43 , 3 18 , 14 . 102


(77)

Tegangan lentur v t b b.m.y.f F =

σ (Sularso, Elemen Mesin, hal.240)

Dimana :

b = lebar roda gigi ( 24 mm). m = modul 3.

y = faktor bentuk gigi (Sularso, Elemen Mesin, hal. 240). = 0,358 (untuk z = 30).

v 3

3 fv

+

= (untuk kecepatan 0,5 – 10 m/det) = 43 , 3 3 3 + = 0,46

Sehingga tegangan lentur menjadi :

.0,46 0,358 . 3 . 24 67 , 421 b = σ

= 35,58 [kg/mm2]

Bahan yang dipakai adalah SNC 21 (JIS G 4102) dengan tegangan lentur yang diijinkan adalah σa= 35 – 40 [kg/mm

2

] dan kekerasan (Brinell) HB = 600 (untuk yang dicelup dingin dalam air). Maka bahan roda gigi aman bila ditinjau dari tegangan lentur yang terjadi.

Beban permukaan 2 1 2 o1 v z z 2.z . KH.d . f H F + =


(78)

Dimana:

KH = faktor tegangan kontak. (Sularso, Elemen Mesin, hal 243) = 0,569 kg/mm2 (untuk kekerasan HB = 600)

H

F ′= 0,46.0,569.90.

150 30 150 . 2 +

= 39,26 [kg/mm2]

Lebar sisi-sisi roda yang diperlukan

H F

F

b t

= (Sularso, Elemen Mesin, hal.264) = 26 , 39 67 , 421

= 10,74 [mm]

Lebar roda gigi yang direncanakan adalah sebesar 18 mm. Maka roda gigi aman terhadap tegangan permukaan.

Dengan cara yang sama, maka pemeriksaaan terhadap semua roda gigi yang digunakan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.6 Jenis-Jenis Roda Gigi Roda

Gigi

Bahan σb (kg/mm2)

a σ (kg/mm2)

H

F ′

(kg/mm2)

b (mm)

Ket

1 SNC 21 35,58 35 – 40 39,26 10,74 Aman 2 SNC 21 27,74 35 – 40 38,86 10,85 Aman 3 SNC 21 45,64 40 – 55 86,65 18,34 Aman 4 SNC 21 35,59 35 – 40 129,73 18,56 Aman 5 SNC 21 57,09 40 – 55 149,12 35,92 Aman 6 SNC 21 25,82 35 – 40 596,46 41,34 Aman


(79)

3.7 Poros Roda Gigi

Poros (shaft) adalah suatu bagian stasioner yang berputar, biasanya berpenampang bulat, dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi, puli, roda gila, engkol, dan elemen pemindah daya lainnya.

Poros biasanya menerima beban-beban lenturan, tarikan, tekan atau putaran yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya.

Pada perencanaan poros roda gigi ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

• Pemilihan bahan poros. • Penentuan diameter poros. 3.7.1 Pemilihan bahan poros.

Pada perencanaan ini, bahan untuk poros I dipilih baja karbon difinis dingin dari standard JIS 3123 dengan lambang S45C-D dan mempunyai kekuatan tarik σt = 60[kg/mm

2

]. Adapun sifat-sifat bahan adalah: a. mempunyai permukaan poros yang keras.

b. Mempunyai keuletan dan kekuatan besar.

3.7.2 Penentuan diameter poros. a. Tegangan geser ijin (σa)

f2 f1

t a

S S ⋅

= τ

σ (Sularso, Elemen Mesin, hal. 8) Dimana :

Sf1 = faktor keamanan kelelahan putar.


(80)

Sf2 = faktor pengaruh kekasaran permukaan.

= (1,3 – 3,0) = 1,5 (diambil) Maka :

5 , 1 6

60 a

⋅ = σ

= 6,67 [kg/mm2]

b. Torsi (T)

T = 9,74 . 105. 1 d n P

(Sularso, Elemen Mesin, hal. 7)

dimana :

Pd = daya rencana = 19,3 HP = 14,18 [Kw]

n1 = putaran poros I = 730 [rpm]

Tp1 = 9,74 . 105 . 730

18 , 14

= 18895,4 [kg/mm]

Untuk Torsi pada poros II : n2 = 146 [rpm]

Tp2 = 9,74 . 105 .

146 18 , 14


(81)

Dengan cara yang sama didapatkaan torsi dari poros yang lainnya sebagai berikut :

Tabel 3.7 Jenis Bahan Poros Poros Putaran

(rpm)

Bahan Poros

t σ (kg/mm2)

a σ (kg/mm2)

T (kg.mm)

I 730 S 45 C – D 60 6,67 18895,4 II 146 S 45 C – D 60 6,67 94575,4 III 29,2 S 45 C – D 60 6,67 472974,4 IV 14,6 S 45 C – D 60 6,67 945980,8

c. Perhitungan diameter poros dan tegangan yang terjadi. 1) Poros IV

Torsi (T) yang terjadi pada poros IV = 945980,8 [kg.mm]

Ft6 = 6

6 r T

(Sularso, Elemen Mesin, hal. 25)

Dimana :

T6 = Torsi pada roda gigi 6

r6 = jari-jari lingkaran jarak bagi roda gigi 6.

Ft6 =

360 8 , 945980

= 2627,72 [kg] Sehingga :

Fr6 = Ft6. tg α Dimana:

Fr6 = gaya radial roda gigi 6.

Ft6 = gaya tangensial roda gigi 6.

Maka : Fr6 = 2627,72 . tg 200


(82)

Adapun gaya vertikal yg terjadi pada Poros IV :

Gambar 3.12 Gaya Vertikal pada Poros IV

RvG =

(

341 266,28 74

)

) 74 86 , 953 ( ) 341 ( 12000

+

+ + ×

= 6109,94 [kg]

RvH = (12000 + 951,86) – 6109,94

= 6843,92 [kg]

Adapun gaya horizontal yang terjadi pada Poros IV :

Gambar 3.13 Gaya Horizontal pada Poros IV

RHg =

(

341 266,28 74

)

) 74 72 , 2627 ( 28 , 340 0

+

++ ×

×


(83)

RHH = (0 + 2627,72) – 285,42

= 2342,3 [kg] MVg = 6109,94 x 681,28

= 4162579,9 [kg.mm] MVH = RvH . 74

= 6843,92 x 74 = 506450,08 [kg.mm] MHG = RhG . 341

= 285,42 x 341 = 97328,22 [kg.mm] MHH = RHH . 74

= 2342,3 x 74 = 173330,2 [kg.mm]

RG =

Reaksi-reaksi pada poros IV 2 HG 2

VG) (R ) R

( +

= (6109,94)2 +(285,42)2 = 6116,6 [kg]

RH = HH 2

2

VH) (R ) R

( +

= (6843,92)2 +(2342,3)2 = 7233,64 [kg]

MA =

Momen lentur gabungan 2 HG 2

VG M

M +

MA = (4162579,9)2 +(97328,22)2 = 4163717,59 [kg.mm]


(84)

MH = 2 HH 2 VH M M +

= 2 2

) 22 , 97328 ( ) 08 , 506450

( + = 515717,44 [kg.mm]

Maka momen terbesar terdapat di MH yaitu : 4163717,59 [kg.mm]

Te =

( ) ( )

2 2

G T

M +

Te =

2 2 ) 8 , 945980 ( ) 59 , 4163717 ( +

= 4269827,14 [kg.mm] σa = 16 T/π.ds3

ds = 3

67 , 6 14 , 3 8 , 945980 16 ⋅

× = 89,7 [mm]

Maka diambillah diameter poros sebesar 89,7 [mm] dan dudukan tempat bantalan dengan diameter 80 [mm]

τk = 945980,8 ) 7 , 89 ( 1 , 5 3

= 6,61 [kg/mm2]

Besar tegangan geser yang diijinkan lebih besar dari tegangan geser yang terjadi (6,67 kg/mm2 > 6,61 kg/mm2), maka Poros IV aman untuk digunakan.

2) Poros III.

Bahan yang digunakan untuk poros ini adalah S45 C-D Fr5 = Ft5 . tg α

Dimana :

Fr5 = gaya radial roda gigi 5.


(85)

Maka :

Ft5 = Ft6

Fr5 = Ft5 . tg 200

= 2627,72 . tg 200 = 953,86 kg

Fr4 = Ft4 . tg α Ft4 =

4 r T

T4 = 472974,4 [kg.mm]

Ft4 =

300 4 , 472974

= 1576,581 [kg] Fr4 = 1576,581 . tg 200

= 572,29 [kg]

Adapun gaya vertikal yang terjadi pada Poros III :

Gambar 3.14 Gaya Vertikal pada Poros III

RVE =

(

)

230

60 29 , 572 60 90 86 ,

953 × + − ×


(86)

RVF = (953,86 – 572,29) – 472,78

= - 91,21 [kg] (berlawanan arah) Adapun gaya horizontal yang terjadi pada Poros III :

Gambar 3.15 Gaya Horizontal pada Poros III

RHE =

(

)

230

60 581 , 1576 74

90 86 ,

953 × + − ×

= -23996,77[kg]

RHF = (953,86– 1576,581) – (- 23996,77)

= 21466,32 [kg] MVE = RVE . 74

MVE = 472,78 . 74

= 34985,72 [kg.mm] MVF = RVF . 60

= -91,21 . 66 = -5472,6 [kg.mm] MHE = RHE . 74

= -23996,77 . 74


(87)

MHF = RHF . 60

= 21466,32 . 60 = 1287979,2 [kg.mm]

RE =

Reaksi pada poros III

2 2 ) 77 , 23996 ( ) 72 , 34985 ( + −

= 42424,58[kg]

RF = (−91,21)2 +(21466,32)2 = 21466,55 [kg]

ME =

Momen lentur gabungan

2 2 ) 98 , 1775760 ( ) 72 , 34985 ( + − = 1776105,58[kg.mm]

MF = (−5472,6)2 +(1287979,2)2 = 1287990,82 [kg.mm]

Maka momen terbesar terdapat di ME = 1776105,58 [kg.mm]

Berdasarkan perhitungan diatas maka diambillah torsi ekuivalennya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Te = (ME)2 + (T)2

= (1776105,58)2 +(472974,4)2 = 1838003,21 [kg.mm]

Maka diameter poros adalah :

Ta = 3

s d T 16 ⋅ ⋅ π


(88)

Sehingga:

ds = 3

67 , 6 14 , 3

) 4 , 472974 16

(

×

×

= 71,22 [mm] = 73 [mm]

Maka diambillah diameter poros sebesar 73 [mm] dan dudukan tempat bantalan dengan diameter 68 [mm].

Tegangan geser yang terjadi (τk) adalah : τk = 472974,4

) 73 (

1 , 5

3

= 6,20 [kg/mm2]

Besar tegangan geser yang diijinkan lebih besar dari tegangan geser yang terjadi (6,67 kg/mm2 > 6,20 kg/mm2), maka Poros III aman untuk digunakan.

3) Poros II

Bahan yang digunakan untuk poros II ini adalah S 45 C-D. Fr3 = Ft4 . tg α

Dimana :

Fr3 = gaya radial roda gigi 3.

Ft3 = Gaya tangensial roda gigi 3.

Maka : Ft3 = Ft4

Fr3 = Ft3 . tg α

= 1576,581 . tg 200


(89)

Fr2 = Ft2 . tg α

T2 = 94575, 4 [kg.mm]

Ft2 = 225

4 , 94575

= 420,33 [kg]

Fr2 = 420,33 . tg 200

= 152,57 [kg]

Adapun gaya vertikal yang terjadi pada Poros II :

Gambar 3.16 Gaya vertikal pada Poros II

RVC =

(

)

206

62 57 , 152 62 78 43 ,

563 × + − ×

= 378,22 [kg]

RVD = (563,43 – 152,57) – 378,32


(90)

Adapun gaya horizontal yang terjadi pada Poros II :

Gambar 3.17 Gaya Horizontal pada Poros II

RHC =

(

)

206

62 33 , 420 66 78 581 ,

1576 × + − ×

= 975,56 kg

RHD = (1576,581 – 420,33) – 975,56

= 180,69 kg MVC = 378,32 . 66

= 24969,12 [kg.mm] MVD = 32,54 . 62

= 2017,48 [kg.mm] MHC = 975,56 . 66

= 64386,96 [kg.mm] MHD = 180,69 . 62

= 11202,84 [kg.mm}

RC =

Reaksi pada poros

2 2

) 56 , 975 ( ) 32 , 378

( +


(91)

RD = (32,54)2 +(180,69)2 = 183,59 [kg.mm]

MC =

Momen lentur gabungan

2 2 ) 96 , 64386 ( ) 12 , 24969 ( +

= 69058,94 [kg]

MD = (2017,48)2 +(11202,84)2 = 11383,05 [kg]

Momen terbesar terdapat di Mc yaitu 69058,94 [kg].

Berdasarkan perhitungan diatas, maka diambillah torsi ekuivalennya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Te = (Mc)2 +(T)2

= (69058,94)2 +(94575,4)2 = 117105,03 [kg.mm]

Maka diameter poros adalah :

Ta = 3

16 s d T ⋅ ⋅ π

ds = 3

67 , 6 14 , 3 ) 4 , 94575 16 ( × ×

= 41,65 [mm] = 42 [mm]

Maka diambillah diameter poros sebesar 42 [mm] dan dudukan tempat bantalan dengan diameter 41 [mm].

Tegangan geser yang terjadi (τk) adalah : τk = 94575,4

) 42 ( 1 , 5 3


(92)

Besar tegangan geser yang diijinkan lebih besar dari tegangan geser yang terjadi (6,67 kg/mm2 > 6,51 kg/mm2), maka Poros II aman

untuk digunakan.

4) Poros I

Bahan yang digunakan untuk poros I adalah S 45 C-D Fr1 = Ft1 . tg α

Dimana :

Fr1 = gaya radial roda gigi 1

Ft1 = gaya tangensial roda gigi 1.

Maka: Ft1 = Ft2

Fr1 = Ft1 . tg α = 420,33 . 200

= 152,57 [kg]

Adapun gaya vertikal yang terjadi pada Poros I :

Gambar 3.18 Gaya Vertikal pada Poros I

RVA =

216 150 57 ,

152 ×


(93)

RVB = 152,57 – 105,95

= 46,62 [kg]

Adapun Gaya horizontal yang terjadi pada Poros I :

Gambar 3.19 Gaya Horizontal pada Poros I

RHA =

216 150 33 , 420 ×

= 291,89 [kg] RHB = 420,33 – 291,89

= 128,44 [kg] MVA = 105,95 . 66

= 6992,7 [kg.mm] MVB = 46,62 . 150

= 6993 [kg.mm] MHA = 291,89 . 66

= 19264,7 [kg.mm] MHB = 128,44 . 150


(94)

RA =

Reaksi pada poros

2 2 ) 89 , 291 ( ) 95 , 105 ( +

= 310,52 [kg] RB =

2 2 ) 44 , 128 ( ) 62 , 46 ( +

= 132,88 [kg]

MA =

Momen lentur gabungan

2 2 ) 89 , 291 ( ) 7 , 6992 ( +

= 6998,78 [kg.mm] MB = (6993)2 +(19266)2

= 20495,87 [kg.mm]

Momen terbesar terdapat di MB = 20495,87 [kg.mm]

Berdasarkan perhitungan diatas maka diambillah torsi ekivalennya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Te = (MB)2 +(T)2

= (20495,87)2 +(18895,4)2 = 27876,81[kg.mm]

Ta =

Maka diameter poros adalah :

3 16 s d T ⋅ ⋅ π

ds = 3

67 , 6 14 , 3 ) 81 , 27876 16 ( × ×


(95)

Maka diambillah diameter poros sebesar 28 [mm] dan dudukan tempat bantalan dengan diameter 25 [mm].

Tegangan geser yang terjadi (τk) adalah : τk = 18895,4

) 28 (

1 , 5

3 = 4,38 [kg/mm 2

]

Besar tegangan geser yang diijinkan lebih besardari tegangan geser yang terjadi (5 kg/mm2 > 4,38 kg/mm2), maka poros aman untuk digunakan.

d. Perhitungan Pasak.

Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai pada bagian-bagian mesin (poros). Jenis dan bentuk pasak cukup banyak, satu diantaranya yang akan digunakan adalah bentuk prisma. Perhitungan-perhitungan pasak dititikberatkan pada faktor-faktor berikut :

1. Pemilihan ukuran pasak berdasarkan diameter poros. 2. Pemilihan bahan dan pemeriksaan ukuran pasak.

1) Pemilihan ukuran pasak.

Poros I mempunyai diameter 28 [mm], dan untuk ukuran pasak yang dapat digunakan dapat dilihat pada tabel :


(96)

Tabel 3.8 Tabel Ukuran Pasak

Hasil yang diperoleh dari tabel adalah : 1. Lebar (b) : 8 [mm]

2. Tebal (h) : 7 [mm] 3. t1 : 4,0 [mm]


(97)

Gambar 3.20 Penampang Pasak

2) Pemilihan Bahan Pasak dan Pemeriksaan Ukuran Pasak.

Bahan pasak dipilih dari SC 50 dengan τb = 75 kg/mm2 diambil dari standart JIS g 4051. Tegangan geser yang diijinkan adalah :

σka =

2 1 fk fk

b S S

τ (Sularso, Elemen Mesin, hal 25) Dimana:

Sfk1 = faktor keamanan

= 6 (diambil)

Sfk2 = faktor keamanan = 1,5 – 3 (untuk tumbukan ringan)

= 2 (diambil) σb = tegangan tarik


(98)

Maka:

σka =

2 6

75

×

= 6,25 kg/mm2

Gaya yang bekerja pada pasak adalah :

F =

   

2 s d

T

(Sularso, Elemen Mesin, hal 25)

Dimana:

T = Torsi poros. ds = diameter poros I

Maka :

F =

( )

282 4 , 18895

= 1349,67 [kg]

Menurut literatur (Sularso, Elemen Mesin, hal 27) bahwa tekanan permukaan yang diijinkan untuk diameter poros terkecil Pa = 8 [kg/mm2] dan untuk

diameter poros terkecil Pa = 10 [kg/mm2].

Panjang pasak (l1) dari tekanan permukaan adalah:

Pa =

) (t l

F 1 2 ⋅ Dimana :

F = Gaya yang bekerja pada poros.

l2 = panjang pasak dari tekanan permukaan


(99)

Maka :

8 =

4 67 , 1349

l

l =

32 67 , 1349

= 42,17 [mm] = 43 [mm] Tegangan geser yang timbul adalah

τk =

l ⋅ b

F

(Sularso, Elemen Mesin, hal 25)

=

43 8

67 , 1349

×

= 3,92 [kg/mm2]

Jadi, pasak aman terhadap tegangan geser (τk ≤ τka) yaitu 3,92 kg/mm2 ≤ 6,25 [kg/mm2].

Dengan cara perhitungan yang sama, maka ukuran-ukuran pasak pada masing-masing poros dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.9 Ukuran Pasak

Poros dp

[mm]

Pasak

b [mm] h [mm] l [mm] I 28 8 7 43 II 45 14 9 131,3 III 73 20 12 215,9 IV 140 34 20 422,31


(100)

3.8 SISTEM PENGEREMAN

Pada perancangan sistem rem, gerak naik turun (gerak hoist) ini dipakai sistem motor rem. Maksudnya adalah motor yang dikombinasikan dengan rem elektromagnet dalam satu unit dorong, dimana pada sistem ini terdapat pegas yang berfungsi untuk menekan rem saat daya elektromagnet diputus, maka secara bersamaan motor akan kehilangan daya putar dan selanjutnya akan berhenti.

Keuntungan sistem ini adalah sebagai berikut : a. Mudah dipakai.

b. Pengereman stabil.

c. Penyebaran panas yang baik.

d. Ukuran kecil dan ringan jika dibandingkan dengan motor yang lengkapi dengan sistem terpisah .

Gambar 3.21 Sistem Rem Keterangan gambar :

1. Pegas. 4. Plat tekan

2. Baut. 5. Rotor


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)