Perencanaan Overhead Travelling Crane Yang Di Pakai Pada Pabrik Peleburan Baja Kapasitas Angkat 10 Ton Dan Tinggi Angkat 12 Meter
PENGARUH PASTA GIGI KITOSAN BLANGKAS
BERMOLEKUL TINGGI (Limulus Polyphemus)
TERHADAP KEKERASAN ENAMEL DAN
PERLEKATAN Streptococcus mutans KE
PERMUKAAN ENAMEL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
WILLI SUSANTO 060600122
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2010
Willi Susanto
Pengaruh pasta gigi mengandung kitosan blangkas (Limulus polyphemus)
terhadap kekerasan enamel dan perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel
xii + 53
Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan aktivitas bakteri pada suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Bakteri yang paling berperan dalam proses terjadinya karies gigi adalah Streptococcus mutans. Menggosok gigi dua kali sehari dan memilih pasta gigi yang tepat merupakan salah satu cara untuk mengurangi penyakit karies gigi. Kitosan yang diperoleh dari hasil deasetilasi kitin dalam larutan NaOH pekat, banyak dijumpai pada hewan antropoda, jamur dan ragi.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan daya antibakterial pasta gigi yang mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi, pasta gigi komersial dan pasta gigi placebo terhadap kenaikan kekerasan gigi dan perhambatan perlekatan
Streptococcus mutans ke enamel.
Pada penelitian ini digunakan sampel gigi molar yang disampan tidak lebih dari 30 hari, sampel kemudian dipisahkan bagian akar dengan mahkota. Kelompok percobaan dibagi atas tiga yaitu kelompok pasta gigi komersil, pasta gigi plasebo dan pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan masing-masing kelompok percobaan dibagi atas kelompok waktu 6 jam dan 12jam. Setelah itu sampel diukur
(3)
kekerasannya dengana alat Micro Vickers Hardness tester dan stelah hasil didapat dilakukan pengamatan perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel yang dilihat melalui banyaknya koloni yang melekat pada gigi sampel dalam satuan CFU
(Colony Forming Unit).
Hasil analisis varians satu arah menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan konsentrasi 0,5% (bahan coba), pasta gigi placebo (-) dan pasta gigi komersial (+) dalam meningkatkan kekerasan enamel,hasil analisis juga menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok pasta gigi kitosan blangkas
bermolekul tinggi dengan konsentrasi 0,5% (bahan coba), pasta gigi placebo (-) dan pasta gigi komersial (+) dalam menghambat perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasta gigi kitosan dapat menambah kekerasan enamel, akan tetapi belum dapat dibuktikan secara in vitro dapat menghambat perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan gigi.
(4)
PENGARUH PASTA GIGI KITOSAN BLANGKAS
BERMOLEKUL TINGGI (Limulus Polyphemus)
TERHADAP KEKERASAN ENAMEL DAN
PERLEKATAN Streptococcus mutans KE
PERMUKAAN ENAMEL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
WILLI SUSANTO 060600122
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(5)
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 31 AGUSTUS 2010
OLEH Pembimbing
NIP : 19500828 197902 2 001
Prof. Trimurini Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K)
Mengetahui
Kepala Departemen Ilmu Konservasi Gigi Universitas Sumatera Utara
NIP : 19500828 197902 2 001
(6)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi berjudul
PENGARUH PASTA GIGI KITOSAN BLANGKAS BERMOLEKUL TINGGI (Limulus Polyphemus) TERHADAP KEKERASAN ENAMEL DAN PERLEKATAN Streptococcus mutans KE PERMUKAAN ENAMEL
(PENELITIAN IN VITRO)
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
060600122 WILLI SUSANTO
telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 31 Agustus 2010 dan telah memenuhi syarat untuk diterima
Susunan Tim Penguji Skripsi
Ketua penguji
NIP : 19500828 197902 2 001
Prof. Trimurni Abidin,drg.,M.Kes.,Sp.KG(K)
Anggota Tim penguji lain
Bakri Soeyono, drg.
NIP :19450702 197802 1 001 NIP : 19631117 199203 2 004 Nevi Yanti,drg.,M.Kes
Medan,31 Agustus 2010 Fakultas kedokteran Gigi Departemen Ilmu Konservasi Gigi
Kepala,
NIP : 19500828 197902 2 001
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Goh Boen Hwa dan ibunda Susilawaty atas segala kasih sayang, doa, dukungan, serta segala bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak akan terbalas oleh penulis. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada kakak (Mellisa), abang (Ferry) dan adik (Hardy) yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) selaku selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi perhatian dan meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi pengarahan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
(8)
3. Sumadhi S, drg., Ph.D selaku penasehat akademik yang telah memberikan nasehat serta arahan selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa pendidikan.
6. Prof. Dr. Harry Agusnar, drs., M.Sc., M.Phil selaku Kepala Bagian Laboratorium Pusat Penelitian FIMPA USU, yang telah memberikan bimbingan dan saran mengenai bahan yang dipakai dalam penelitian ini.
7. Prof. Bambang Irawan,drg.,Ph.D selaku dekan FKG UI yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di FKG UI
8. Boy Bachtiar,drg.,MS.,Ph.D selaku staf departemen Biologi Oral FKG UI yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama melakukan penelitian di laboratorium Biologi Oral FKG UI
9. Dr. Surya Dharma, MPH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bimbingannya dalam pelaksanaan analisa statistik hasil penelitian.
10. Sahabat-sahabat terbaik penulis Johan, Andrew, Amanda, Yumira, Yufri, Eddy, Ellisa, Eltica, Vivi, Fannie, Indah, Sufeni, Dewi, Ingrid, Mita, Tika, Tari, Icha, Helly , serta semua teman penulis di Fakultas Kedokteran Gigi USU yang namanya
(9)
tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya.
11. Senior-senior Christian, Septriani, Steven, Winty, Lidya, yang memberikan motivasi, petunjuk dan masukan-masukan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
12. Sahabat-sahabat SMA penulis Fredikson, Edwin, William, Vicky, Benny, Sunny yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.
Medan, Juli 2010 Penulis,
( Willi Susanto ) NIM : 060600122
(10)
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ...
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur enamel ... 6
2.2 Remineralisasi dan demineralisasi ... 8
2.3 Peranan Streptococcus mutans dalam karies gigi ... 9
2.4 Kitosan ... 15
2.5 Pasta Gigi (Dentifrices) ... 19
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep... 23
3.2 Hipotesis Penelitian ... 26
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 27
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 27
4.6 Variabel Penelitian ... 29
(11)
4.8 Alat dan Bahan Penelitian ... 31
4.9 Prosedur Penelitian ... 35
4.10 Analisis Data ... 41
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 42
BAB 6 PEMBAHASAN ... 49
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 54
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi dan kegunaan bahan dalam pasta gigi ... 21
2. Hasil uji analisa ANOVA kekerasan enamel ... 43
3. Hasil uji Post Hoc LSD kekerasan enamel antar waktu perlakuan ... 43
4. Hasil uji Post Hoc LSD kekerasan enamel antar kelompok perlakuan ... 44
5. Hasil uji analisa varians satu arah perlekatan bakteri ... 45
(13)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
7. Struktur hidroksi apatit ... 6
8. Proses demineralisasi gigi ... 8
9. Proses remineralisasi gigi ... 8
10.Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial... 9
11.Metabolisme sukrosa ekstraselular oleh Streptococcus mutans ... 11
12.Fase Perlekatan Bakteri ... 14
13.Deasetilasi kitin menjadi kitosan ... 16
14.Blangkas (Limulus polyphemus) ... 18
15.Microvickers hardness tester (Shimadzu) ... 34
16.Autoclave (Hirayama) ... 34
17.Inkubator (Memmert) ... 35
18.Microplate Reader (Benchmark) ... 35
19.Penyikatan Bahan Coba pada Sampel ... 36
20.Sampel gigi molar ... 38
21.Pengukuran kekerasan dengan alat Micro Vickers Hardness Tester ... 38
22.Pembuatan media TYS Broth ... 39
23.Biakkan Streptococcus mutans dimasukkkan kedalam anaerobic jar dan diinkubator ... 39
24.Bakteri Streptococcus mutans di pindahkan ke 96well ... 41
(14)
26.Diagram rata-rata jumlah koloni Streptococcus mutans yang melekat ke
permukaan enamel ... 44
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 27.Alur pikir ... 60
28.Skema alur penelitian kekerasan enamel ... 62
29.Skema alur penelitian uji perlekatan Streptococcus mutans ... 63
30.Hasil Statistik uji kekerasan enamel ... 64
(15)
Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Konservasi Gigi Tahun 2010
Willi Susanto
Pengaruh pasta gigi mengandung kitosan blangkas (Limulus polyphemus)
terhadap kekerasan enamel dan perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel
xii + 53
Karies merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan aktivitas bakteri pada suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Bakteri yang paling berperan dalam proses terjadinya karies gigi adalah Streptococcus mutans. Menggosok gigi dua kali sehari dan memilih pasta gigi yang tepat merupakan salah satu cara untuk mengurangi penyakit karies gigi. Kitosan yang diperoleh dari hasil deasetilasi kitin dalam larutan NaOH pekat, banyak dijumpai pada hewan antropoda, jamur dan ragi.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan daya antibakterial pasta gigi yang mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi, pasta gigi komersial dan pasta gigi placebo terhadap kenaikan kekerasan gigi dan perhambatan perlekatan
Streptococcus mutans ke enamel.
Pada penelitian ini digunakan sampel gigi molar yang disampan tidak lebih dari 30 hari, sampel kemudian dipisahkan bagian akar dengan mahkota. Kelompok percobaan dibagi atas tiga yaitu kelompok pasta gigi komersil, pasta gigi plasebo dan pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan masing-masing kelompok percobaan dibagi atas kelompok waktu 6 jam dan 12jam. Setelah itu sampel diukur
(16)
kekerasannya dengana alat Micro Vickers Hardness tester dan stelah hasil didapat dilakukan pengamatan perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel yang dilihat melalui banyaknya koloni yang melekat pada gigi sampel dalam satuan CFU
(Colony Forming Unit).
Hasil analisis varians satu arah menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dengan konsentrasi 0,5% (bahan coba), pasta gigi placebo (-) dan pasta gigi komersial (+) dalam meningkatkan kekerasan enamel,hasil analisis juga menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok pasta gigi kitosan blangkas
bermolekul tinggi dengan konsentrasi 0,5% (bahan coba), pasta gigi placebo (-) dan pasta gigi komersial (+) dalam menghambat perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasta gigi kitosan dapat menambah kekerasan enamel, akan tetapi belum dapat dibuktikan secara in vitro dapat menghambat perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan gigi.
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, sementum, yang disebabkan oleh aktifitas bakteri dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Karies gigi merupakan suatu penyakit umum yang sering ditemukan sejak pertama terdapat sejarah kehidupan manusia. Miller (1890) merupakan orang pertama yang menggambarkan karies sebagai aksi dari asam organik terhadap kalsium fosfat pada gigi.1,2
Plak gigi terbentuk dari saliva, sisa epitel jaringan mulut, sisa makanan dan bakteri. Peniadaan plak sebanyak mungkin setelah makan harus dilakukan karena plak gigi memegang kunci dalam keberhasilan pembentukan karies. Streptococcus merupakan spesies bakteri pertama yang melekat ke permukaan gigi dan memulai pembentukan plak. Bakteri yang paling kariogenik adalah spesies dari streptococcus seperti Streptococcus mutans, Streptococcus Sobrinus dan basil Lactobacillus. Bakteri ini bukan hanya bersifat memproduksi asam (asidogenik) , tetapi juga tahan terhadap asam (asidurik). Kemampuan Streptococcus mutans mensintesis glukan merupakan salah satu sifat virulensi kuman ini dalam kaitannya dengan pembentukan plak dan terjadinya karies gigi. 1-5
Enamel yang baru terbentuk adalah amorphous calcium phosphate (ACP), yang pada akhirnya berubah menjadi kristal apatit.1 Enamel mengandung sekitar 95% struktur anorganik (hidroksiapatit), struktur kristal hidroksiaptit yang lebih besar ini
(18)
merupakan faktor yang penting dalam mempertahankan intregritas struktur enamel dan peningkatan pertahanan enamel terhadap serangan fisis maupun khemis dalam rongga mulut. Secara kimiawi, struktur apatit terdiri dari variasi dari D3T3M, dimana D adalah kation divalent (Ca+2, Ba+, dll); T adalah trivalent tetrahedral,compound anion (PO4-3, AsO4-3, dll) dan M adalah anion monovalen (OH-, F-, Cl-, dll)1,3
Pola hidroksiapatit adalah kerangka di mana perggantian ion dapat terjadi, dan dapat mengakomodasi berbagai atau pengantian tanpa perubahan drastis, efek struktural utama yang dihasilkan dari perggantian ion sederhana, seperti penggantian ion kalsium dengan tetrahedral, trivalen anion, atau hidroksil kelompok dengan anion monovalen lain adalah gangguan susunan atom terutama yang berasal dari perbedaan di jari-jari ionik.3 Kekasaran permukaan enamel mempunyai peran penting dalam adhesi enamel. Pada permukaan kasar bakteri dilindungi terhadap gaya geser, sehingga perubahan dari perlekatan reversibel menjadi ireversibel lebih mudah dan lebih sering terjadi.6
Seiring berkembangnya pengetahuan yang lebih mendalam tentang karies, para ahli berlomba-lomba untuk menghentikan proses karies. Cara mekanik, khemis, dan immunologis merupakan pendekatan yang paling rasional. WHO telah menargetkan pada tahun 2010 penduduk usia 20 tahun, 75% nya harus merupakan karies inaktif dan pada tahun 2025 targetnya meningkat menjadi 90%. Sementara saat ini dalam penelitian Situmorang N. (2003) di Indonesia prevalensi karies gigi pada semua kelompok umur mencapai 90%, dengan DMFT rata-rata 6,30. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknologi tepat guna untuk menurunkan prevalensi karies di Indonesia. 7
(19)
Salah satu bahan alami yang dapat dijadikan alternatif bahan antibakterial pencegah karies adalah kitosan . Kitosan pertama kali ditemukan oleh Rouget (1859) dan mempunyai derajat kereaktifan yang tinggi disebabkan adanya gugus amino bebas sebagai gugus fungsional. Kitosan [ 2- amino-2-deoxy-D-glucan] adalah suatu polimer polisakarida derivate kitin yang mengandung lebih dari 5000 unit glukosamin dan asetil glukosamin yang dihasilkan melalui proses N-deasetilasi dari kitin. Kitin berasal dari eksoskeleton Crustaceae (kepiting, udang dan kerang-kerangan), serangga dan jamur.8-18
Tarsi dan Muzzarelli et al., 1997 menunjukkan bahwa pemakaian kitosan blangkas bermolekul rendah dalam bentuk kitosan bermolekul rendah (LMWC) dan derivatnya N-karboksimetil kitosan (NCMC) dan imidazole kitosan (IMIC) dalam jumlah sedikit dapat menginhibisi perlekatan Streptococcus mutans pada hidroksiapatit. Seperti halnya kitosan bermolekul rendah yang telah terbukti dapat menghambat perlekatan bakteri dan penelitian yang menunjukkan bahwa kitosan blangkas bermolekul tinggi mempunyai efek antibakterial terhadap Streptococcus
mutans, maka timbul pemikiran apakah kitosan blangkas bermolekul tinggi dapat
menghambat perlekatan Streptococcus mutans ke gigi dan menambah kekerasan enamel. Mengingat blangkas sebagai bahan dasar pembuatan kitosan blangkas bermolekul tinggi merupakan limbah laut yang banyak dijumpai banyak dijumpai di Sumatera Utara yaitu di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Maka penggunaan blangkas sebagai sumber daya alam pembuatan kitosan dapat mengurangi limbah laut yang disebabkan oleh blangkas.
(20)
Pada penelitian Tarigan dan Trimurni (2008) ternyata kitosan blangkas bermolekul tinggi ternyata efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans. Semakin rendah konsentrasi kitosan blangkas bermolekul
tinggi semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.17 Penelitian Handi, Trimurni (2009) menunjukkan bahwa setelah dibuat pasta gigi, kitosan blangkas masih memiliki sifat antibakterial menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Semakin rendah konsentrasi kitosan blangkas bermolekul tinggi dalam pasta gigi, semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans.18
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian tersebut diatas timbul permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah pasta gigi yang mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi dapat menambah kekerasan gigi ?
2. Apakah ada perbedaan efektifitas pemberian pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dan pasta gigi komersil (NaMFP) dalam memperkuat struktur enamel
3. Apakah pasta gigi kitosan bermolekul tinggi dapat menghambat perlekatan
Streptococcus mutans ke permukaan enamel?
4. Apakah ada perbedaan efektifitas pemberian pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dan pasta gigi komersil (NaMFP) dalam menghambat perlekatan
Streptococcus mutans ke permukaan gigi?
(21)
1. Untuk mengamati apakah pasta gigi kitosan bermolekul tinggi dapat meningkatkan kekerasan enamel .
2. Untuk mengamati perbedaan efektifitas pemberian pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dan pasta gigi komersil (NaMFP) dalam memperkuat struktur enamel
3. Untuk mengamati perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel setelah diberi pasta gigi kitosan bermolekul tinggi .
4. Untuk mengamati perbedaan efektifitas pemberian pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dan pasta gigi komersil (NaMFP) dalam menghambat perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan gigi
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pendayagunaan kitosan blangkas bermolekul tinggi sebagai pasta gigi yang dapat memperkuat struktur gigi dan menghambat perlekatan bakteri Streptococcus mutans ke gigi sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan yang timbul di bidang kesehatan gigi disamping penggunaan blangkas sebagai bahan dasar kitosan blangkas juga dapat mengurangi limbah blangkas. Dengan adanya teknologi tepat guna pada primary
health care, dimungkinkan penurunan prevalensi karies di Indonesia, dan juga
mendukung program pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010.
(22)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur enamel
Enamel yang baru terbentuk adalah amorphous calcium phosphate (ACP), yang pada akhirnya berubah menjadi kristal apatit. Ukuran, bentuk dan organisasi spasial mineral amorf ini dan kristal yang lebih tua pada dasarnya sama, yang menunjukkan bahwa morfologi enamel ditentukan oleh kristalisasi.19
Enamel mengandung sekitar 95% struktur anorganik (hidroksiapatit), struktur kristal hidroksiaptit yang lebih besar ini merupakan faktor yang penting dalam mempertahankan intregritas struktur enamel dan peningkatan pertahanan enamel terhadap serangan fisis maupun khemis dalam rongga mulut.2,3 Secara kimiawi, struktur apatit terdiri dari variasi dari D3T3M, dimana D adalah kation divalent (Ca2+, Ba2+, dll); T adalah trivalent tetrahedral,compound anion (PO43-, AsO43-, dll) dan M adalah anion monovalen (OH-, F-, Cl-, dll).1,3
(23)
Pola hidroksiapatit adalah kerangka di mana pergantian ion dapat terjadi, dan dapat mengakomodasi berbagai atau pengantian tanpa perubahan drastis, efek struktural utama yang dihasilkan dari pergantian ion sederhana, seperti pengantian ion kalsium dengan tetrahedral, trivalen anion, atau hidroksil kelompok dengan anion monovalen lain adalah gangguan susunan atom terutama yang berasal dari perbedaan di jari-jari ionik. Meskipun struktur apatit diawetkan, kimia dan fisik seperti gangguan yang menyertai perggantian ion secara substansial dapat mempengaruhi sifat kimia dan fisika dari enamel. Salah satu contoh penggantian dari beberapa gugus hidroksil hydroxyapatites oleh ion flouride, telah banyak dipelajari dan penting khusus untuk kedokteran gigi.3
Posisi ion X di apatites atau X axis channel terdapat pada posisi dimana banyak kejadian pada apatites. Posisi ion X di apatites sering diganti dengan berbagai ion, sering oleh OH-, F-, dan Cl-, tetapi juga oleh CO32- dan O2-, atau dengan kekosongan atau kombinasi dari semuanya. Di mana pada bentuk alami setiap ion X mengambil sendiri lokasi tertentu. Namun, ketika dua atau lebih dari ion ini hadir pada saat yang sama, mereka berinteraksi dengan satu sama lain untuk menghasilkan efek yang tidak dapat diprediksi dari struktur akhir apatit.21
2.2 Remineralisasi dan Demineralisasi Enamel
Demineralisasi dan remineralisasi merupakan bagian terpenting yang berpengaruh pada kekuatan dan kekerasan dari gigi dimana kesehatan dari gigi dipengaruhi oleh rasio demineralisasi dan remineralisasi. Demineralisasi merupakan suatu proses pelarutan dari mineral enamel pada suasana asam. Kristal apatit yang
(24)
terdiri dari carbonated apatite dilarutkan oleh asam organik yang dihasilkan oleh aktivitas seluler dari bakteri pada karbohidrat. Remineralisasi merupakan proses setelah demineralisasi dimana ion kalsium, fosfat akan kembali membentuk kristal apatit pada enamel. Remineralisasi juga merupakan istilah untuk upaya untuk memperkuat gigi dengan penambahan fluoride ataupun bahan lain yang meningkatkan resistensi enamel terhadap asam.22
(a) (b)
Gambar2a. Proses demineralisasi dimana ion Ca2+ dan PO42- keluar dari struktur enamel.
b. Proses remineralisasi dimana ion Ca2+ dan PO42- kembali membentuk struktur
enamel.23
2.3 Peranan Streptococcus mutans sebagai penyebab karies gigi 2.3.1 Etiologi Karies
Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan, karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah dengan
(25)
faktor waktu. Untuk menyebabkan terjadinya karies, maka setiap faktor tersebut harus saling mendukung.24
Selain faktor langsung, juga terdapat faktor luar meliputi usia, jenis kelamin, keturunan, ras, gangguan emosi, variasi geografis, pengetahuan mengenai jenis makanan dan minuman yang menyebabkan karies, dan cara membersihkan gigi.1
2.3.2 Bakteri Streptococcus mutans
Bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri kokus gram positif yang terdiri dari delapan serotipe yaitu serotipe A - H, Streptococcus mutans yang dapat dikaitkan dengan penyakit manusia adalah serotipe C, E dan H. Streptococcus mutans dapat dihubungkan dengan semua jenis karies.25Menurut Nolte (1982) cit Kidd (1991) Streptococcus mutans adalah salah satu jenis bakteri yang mendapat perhatian khusus, karena kemampuannya dalam proses pembentukan plak dan karies gigi. Penelitian Keyes (1960) cit Kidd (1991) menunjukkan bahwa Streptococcus mutans
(26)
bersifat eksogenous dan merupakan bakteri kariogenik yang dapat menular pada hewan maupun pada manusia. Bakteri Streptococcus mutans bersifat tidak hanya asidogenesis (memproduksi asam), tetapi juga asidurik (tahan dalam lingkungan asam).1,2,4
2.3.2.1 Morfologi Streptococcus mutans
Bakteri ini pertama kali diisolasi dari plak gigi oleh Clark pada tahun 1924 yang memiliki kecenderungan membentuk kokus dengan formasi rantai panjang apabila ditanam pada medium yang diperkaya seperti pada Brain Heart Infusion (BHI) broth.3 Michalek dan Mc Ghee (1982) cit Melani (1988) menyatakan bahwa media selektif untuk pertumbuhan Streptococcus mutans adalah mitis salivarius, yang menghambat kebanyakan bakteri mulut lainnya kecuali Streptococcus mutans.5
2.3.2.2 Sifat Adherensi Streptococcus mutans
Sukrosa dari makanan dapat digunakan oleh Streptococcus mutans untuk meningkatkan koloninya di dalam rongga mulut. Hidrolisa sukrosa, dikatalis oleh invertase membentuk glukosa dan fruktosa. Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim, yaitu glikosiltransferase dan fruktosiltransferase. Fruktosiltransferase mensintesis pembentukan fruktan (levan). Mikroorganisme ini menyimpan levan dan memecahkan kembali jika karbohidrat eksogen berkurang, dengan demikian bakteri tersebut dapat menghasilkan asam terus menerus. Hasil penelitian Gibbons dan Banghart, Streptococcus mutans mempunyai glukosiltransferase (GTase) yang
(27)
berfungsi mengkatalis sintesis glukan dari sukrosa. Menurut Michalek dan Mc Ghee, (1982), Glukan atau dekstran merupakan ikatan glikosidik alfa (1-6) dan alfa (1-3).9,10
Streptococcus mutans juga mempunyai enzim endohidrolitik dekstranase yang
dapat memecahkan dekstran ikatan alfa (1-6). Hasil pemecahannya merupakan sumber energi. Ikatan glukosa alfa (1-3) bersifat sangat pekat seperti lumpur, lengket dan tidak larut dalam air. Roeslan dan Melanie (1988) mengatakan bahwa ikatan glukosa alfa (1-3) berfungsi pada perlekatan dan peningkatan koloni bakteri ini dalam kaitannya dengan pembentukan plak dan terjadinya karies gigi.
STREPTOCOCCUS MUTANS SUKROSA fruktan (levan ) Glukan (dekstran) Glukosil transferase (GTase) Fruktosil transferase Fruktan hidrolase glikosidik alfa (1-6) glikosidik alfa (1-3) endohidrolitik dekstranase bersifat sangat pekat seperti lumpur, lengket dan tidak larut dalam air
PLAK ENAMEL
GIGI DEMINERALISASI
Ca10(PO4)6OH2+ 14H+--- 10Ca2++ 6H
2PO4 + H2O
KARIES
Asam laktat ENERGI
Gambar 5. Metabolisme sukrosa ekstraselular oleh Streptococcus mutans, membentuk glukan ikatan glikosidik (1-3) dan asam laktat yang dapat menyebabkan karies gigi.9
(28)
2.3.3 Tahap Adhesi Bakteri
Secara umum perlekatan dari bakteri ke suatu permukaan dapat dibagi empat tahap yaitu:6
1. Transportasi ke Permukaan
Tahap pertama melibatkan transportasi awal dari sebuah bakteri ke permukaan. Kontak acak mungkin terjadi melalui sedimentasi, melalui aliran cairan atau melalui gerakan bakteri aktif (aktivitas kemostatis).
2. Perlekatan awal
Pada perlekatan awal ini bakteri dapat melekat ke permukaan gigi melalui dua gaya yaitu gaya yang bekerja pada jarak yang dekat dan jarak yang jauh. Gaya yang bekerja pada jarak jauh sendiri dapat dibagi laghi menjadi dua yaitu gaya van der
Waals yang bekerja pada jarak diatas 50 nm dan gaya elektrostatik pada jarak
dibawah 50nm
Gaya yang bekerja pada jarak dekat jika partikel mencapai jarak minimum, yaitu <1nm dari permukaan, maka gaya yang akan bekerja dalam melakukan perlekatan ini adalah ikatan hidrogen, pembentukan pasangan ion dan steric
interaction.
3. Perlekatan
Setelah awal pembentukan perlekatan antara bakteri dan permukaan, komponen protein ekstraselular spesifik organisme (adhesins) akan saling melengkapi dengan reseptor pada permukaan (misalnya, kulit tipis). Pellikel di rongga mulut terdiri dari mucins, glikoprotein, protein yang kaya prolin, histidin-kaya protein, enzim -amilase, dan molekul-molekul lain. Beberapa molekul dari pelikel mengalami perubahan
(29)
ketika melekat ke permukaan sehingga reseptor baru telah terbentuk. Actinomyces
viscosus, koloni awal intra-oral misalnya, mengenal segmen protein kaya prolin yang
hanya tersedia molekul yang diabsorbsi, yang menyebabkan mikroorganisme mempunyai mekanisme yang efisien melekat pada gigi. Di lain pihak, keadaan permukaan juga memiliki dampak pada pelikel yang berkembang. 10
4. Kolonisasi
Ketika melekat erat mikroorganisme mulai tumbuh dan sel-sel baru dibentuk tetap melekat, sebuah biofilm dapat berkembang., setiap strain kolonisasi awal dapat dilapisi dengan molekul yang berbeda. sel yang identik dilapisi dengan molekul saliva tertentu mungkin dapat menggumpal, yang akan mengarah ke
microconcentration dan juxtapositioning strain tertentu. Atau, pertumbuhan strain
accreted tertentu juga akan mengarah ke mikrokoloni yang dilapisi molekul saliva spesifik. Dalam konsep ini adhesi bakteri, baik kekasaran permukaan dan energi permukaan bebas memainkan peran penting. Pada permukaan kasar bakteri dilindungi terhadap gaya geser, sehingga perubahan dari perlekatan bakteri yang reversibel menjadi ireversibel lebih mudah dan lebih sering 10
(30)
2.3.4 Pencegahan adhesi bakteri ke permukaan gigi
Penemuan untuk profilaksis karies didasarkan pada inhibisi dari adsorpsi
Streptococcus mutans ke hidroksiapatit (HA) dan selanjutnya kolonisasi ke
permukaan gigi. Tujuan ini dapat dicapai dengan peningkatan antibodi terhadap domain adhesin-binding atau senyawa seperti poly-L aspartic acid, poly-L glutamic acid, phytate) dan non ionic cellulose ether yang memodifikasi permukaan Hidroksiapatit, mengurangi adsorpsi Streptococcus mutans.11
Gambar 6. Fase Perlekatan Bakteri (I) Perjalanan awal bakteri , (II) Adhesi awal , (III) attachment , (IV) Kolonisasi10
(31)
2.4 Kitosan
2.4.1 Kitosan dan aplikasi klinis
Kitosan [2-amino-2deoxy-D-glucan] adalah polisakarida derivat kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa kuat (NaOH) yang dihasilkan dari proses N-deasetilasi dan merupakan bipolimer alami dengan struktur molekul menyerupai selulosa. Kitin adalah suatu bipolimer alami kedua terbanyak yang diperoleh dari hewan krustasea (binatang air berkulit keras seperti udang,kepiting dan kerang-kerangan), jenis serangga (insect) dan jamur (fungi). Perbedaan antara kitin dan kitosan didasarkan pada kandungan nitrogennya. Bila kadar nitrogen kurang dari 7% maka polimer disebut kitin dan apabila kadar total nitrogennya lebih dari 7% disebut kitosan.9-11
Konversi kitin menjadi kitosan pertama kali dilakukan oleh Rouget pada tahub 1895, Rouget menemukan bahwa kitosan mempunyai derajat kereaktifan yang tinggi disebabkan adanya gugus amino bebas sebagai gugus fungsional. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyumbang sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti (amino
(32)
Gambar 7. Deasetilasi kitin menjadi kitosan23
Pemakaian kitosan di bidang kedokteran gigi juga telah diteliti oleh Sapeli et
al.,1986 dan muzzarelli et al.,1989 pada perawatan jaringan periodontal baik dengan
pemakaian kitosan powder maupun kitosan membran. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa kitosan dapat menurunkan nyeri, sebagai hemostatik yang baik dan melambatkan pembebasan antibiotik, mempercepat penyembuhan dan menghasilkan lingkungan yang asepsis. Chung Y C et al., 2004 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas antibakterial kitosan yang menghambat permukaan dinding sel bakteri. Kitosan dan derivatnya (75% DD dan 95%) terbukti lebih efektif untuk bakteri gram negatif daripada bakteri gram positif. 9,13
Penelitian Eifert et al., 1984 menunjukkan bahwa ion-ion kationik monovalen dapat menginhibisi perlekatan Streptococcus mutans terhadap hidroksiapatit dan diketahui bahwa kitosan memiliki permukaan bersifat kationik. Oleh sebab itu, kitosan juga dapat menginhibisi bakteri Streptococcus mutans pada hidroksiapatit. Olsen et al.,1992 dalam penelitiannya bahwa kitosan dengan berat molekul tinggi
(33)
akan menghasilkan koagulan yang lebih padat dibandingkan dengan kitosan bermolekul rendah.14,15
Pada penelitian Tarsi et al., 1997 menunjukkan bahwa kitosan dengan berat molekul rendah dapat menghambat aktivitas bakteri Streptococcus mutans yang berperan dalam adsorbis hidroksiapatit dan kolononisasi. Sifat-sifat kitosan yang mendukung kemampuannya dalam menghambat perlekatan bakteri yaitu kitosan dapat mencegah kerusakan permukaan gigi oleh adam organik dan menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri patogen termasuk bakteri Streptococcus mutans. 8,9
Sano et al., 2003 membuktikan bahwa obat kumur yang mengandung kitosan tenyata efektif mengurangi pembentukan plak dan mengurangi jumlah Streptococcus
mutans pada saliva. Pada penelitian ini kitosan menunjukkan hanya sedikit aktivitas
antibacterial terhadap plak bakteri dan hasi ini juga menunjukkan bahwa penggunaan obat kumur kitosan sehari-hari dapat mengurangi jumlah bakteri Streptococcus mutans pada saliva.15
Kitosan memiliki lethal dosage (LD 50) sebesar 16g/Kg berat badan pada mencit (Hirano,1999). Untuk keamanan pada manusia Aceptance Daily intake (ADI) ditetapkan dari LD 50 dibagi 12 yaitu sebesar 1.33g/Kg berat badan manusia (NLM,1999). Dengan rata-rata berat badan 50 maka konsumsi kitosan yang diperbolehkan tanpa menimbulkan efek samping adalah sebesar 66.5g/hari. Bila dibandingkan dengan data penggunaan kitosan sebagai pengawet antara 0.01-1% yaitu 0.1 sampai 10 g/L atau g/Kg, maka dosis kitosan sebagai pengawet masi jauh dari nilai ADI sehingga dipastikan aman untuk manusia. 10
(34)
2.4.2 Kitosan Blangkas (Limulus polyphemus)
Kitosan secara umum diperoleh dari hasil deasetilasi kitin dalam larutan NaOH pekat. Kitin banyak dijumpai pada hewan antropoda , jamur dan ragi. Pada jamur kitin berasosiasi dengan polisakarida, sedangkan pada hewan kitin berasosiasi dengan protein.8-10
Gambar 8. Blangkas (Limulus polyphemus)
Penyediaan kitin dilakukan berdasarkan metoda Alimuniar dan Zainuddin (1992). Kitin yang diproses dari kulit blangkas didapat dengan hasil 30.60%. Kitosan dihasilkan melalui proses deasetilasi kitin dengan menggunakan larutan alkali.9
Kitosan Blangkas yang diuji oleh Trimurni Abidin et al., 2006 mempunyai derajat deasetilasi 84.20 dengan berat molekul (BM) 893000Mv. Pada penelitian Tarigan dan Trimurni (2008) ternyata kitosan blangkas bermolekul tinggi efektif dalam mengahambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Semakin rendah konsentrasi kitosan blangkas bermolekul tinggi semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.17
(35)
Penelitian Handi dan Trimurni (2009) menunjukkan bahwa pasta gigi kitosan blangkas memiliki sifat antibakterial menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans . Semakin rendah konsentrasi kitosan blangkas bermolekul
tinggi dalam pasta gigi, semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans.18
2.5 Pasta Gigi (Dentifrices)
Menurut Webster ,istilah dentifrices berasal dari kata dens (gigi) dan fricare (menggosok). Secara sederhana, dentifrices diartikan sebagai campuran yang digunakan bersama sikat gigi untuk membersihkan gigi atau secara singkat disebut pasta gigi.23
Dari segi fungsi pasta gigi ada 3 bagian yaitu 23,24: 1. Fungsi kosmetik
Menyingkirkan materi alba, plak, sisa-sisa makanan dan stein pada permukaan gigi serta untuk menyegarkan nafas.
2. Fungsi kosmetik terapeutik
Menghilangkan kalkulus dan gingivitis 3. Fungsi terapeutik
Mengurangi pembentukan plak, kalkulus, gingivitis dan sensitivitas gigi. Syarat-syarat yang baik dari suatu pasta gigi adalah 24:
1. Mempunyai daya abrasive yang minimal tetapi mempunyai daya pembersih yang maksimal
(36)
3. Harus stabil dalam jangka waktu yang lama 4. Dapat bereaksi dalam suasana asam atau basa
5. Dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri dalam mulut 6. Dapat menetralisir asam yang terbentuk dalam mulut
7. Dapat bereaksi dengan enamel gigi dan membentuk senyawa yang dapat meningkatkan daya tahan enamel terhadap asam.
8. Dapat mengurangi atau menghilangkan bau mulut 9. Tidak beracun
Pasta gigi dapat didefinisikan sebagai bahan semi liquid yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan debris makanan atau deposit yang terbentuk secara alami pada gigi dan biasanya digunakan bersama dengan sikat gigi.25
Secara umum pasta gigi mempunyai komposisi diantaranya bahan pembersih dan pemoles, deterjen, bahan pengikat, bahan pelembab, bahan penyegar dan pemanis, bahan pengawet, bahan pewarna dan zat aktif. Komposisi dan kegunaan dari pasta gigi dapat dilihat dari tabel berikut.2, 24-27
(37)
Tabel 1. Komposisi dan kegunaan bahan dalam pasta gigi
No. Bahan Contoh Persentase Guna
1 Bahan
Pembersih dan Pemoles Calcium carbonate, Dicalcium phosphate, Silicas, Aluminum oxide
20-40% menghilangkan noda
ekstrinsik dan menggosok gigi
2. Bahan
pelembab
Glycerin, Sorbitol 20% – 40%
Memelihara tingkat kelembaban dan mencegah
pasta gigi dari pengeringan
3. Bahan pewarna Pewarna makanan 2% – 3% Meningkatkan penampilan
dan penggunaan
4. Pemanis buatan
Sorbitol 2-3% Meningkatkan daya tarik
penggunaan pasta gigi oleh pasien
5. Pengawet Alkohol, Benzoat 1-1.5% Mencegah pasta gigi
membusuk selama masa pemakaian
6. Perasa Minyak atsiri,
Menthol
1-5% Meningkatkan daya tarik
penggunaan pasta gigi oleh pasien
7. Detergen Sodium lauryl
sulfat
1-2% Menurunkan tegangan
permukaan dan menciptakan efek berbusa
8. Bahan
Pengikat
Alginat, Selulosa 1-2% menstabilkan dan mencegah pemisahan derivative bahan cair dan padat di pasta gigi
(38)
9. Buffer Sodium hydroxide 0.01% – 1.0%
Menjaga pH pasta gigi agar tetap stabil
Kebanyakan pasta gigi yang beredar pada saat ini adalah pasta gigi yang mengandung fluor dalam bentuk natrium monofluorophosfat (NaMFP) karena bersifat kompatibel dengan zat abrasif yang digunakan. Bahan antihipersensitif digunakan untuk mengurangi reaksi hipersensitif saat makan, minum maupun menyikat gigi.2,25
Pasta gigi komersial yang umum digunakan adalah pasta gigi yang mengandung fluor dalam bentuk natrium monofluorofosfat (NaMFP) karena bersifat biokompatibel dengan zat abrasif yang digunakan dan terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Bahan ini terbukti sangat efektif pada penderita gingivitis dan gigi yang sensitif.2, 25-27
Mekanisme kerja fluor dalam menghambat pertumbuhan bakteri yaitu fluor melapisi permukaan gigi yang mengandung gugus hidroksil apatit, kemudian ion fluor berikatan pada apatit yang terdapat pada permukaan enamel gigi sehingga menghasilkan gugus fluor apatit yang menjadikan enamel menjadi tahan terhadap demineralisasi asam dan memacu proses remineralisasi pada permukaan enamel. Fluor juga menghambat sistem enzim mikrobiologi bakteri yang mengubah karbohidrat menjadi asam dalam plak gigi dengan mempengaruhi jenis polisakarida ekstraseluler dan menghasilkan efek bakteriostatik / germisidal yang menghambat kolonisasi mikroorganisme pada permukaan gigi.27
(39)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi oleh beberapa faktor penyebab. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host (tuan rumah), agen (mikroorganisme), substrat (diet) dan ditambah faktor waktu.
Dengan menghilangkan plak, maka karies tidak dapat terjadi. Pencegahan umum yang dilakukan yaitu dengan cara mekanik, khemis, dan immunologis, pencegahan khemis yaitu melalui pemakaian obat kumur, pasta gigi, dll. Secara khemis pasta gigi dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, pasta gigi komersial yang umum digunakan adalah pasta gigi yang mengandung fluor dalam bentuk natrium monofluorophosfat (NaMFP) karena bersifat biokompatibel dengan zat abrasif yang digunakan dan terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.
Mekanisme kerja fluor dalam menghambat pertumbuhan bakteri yaitu fluor melapisi permukaan gigi yang mengandung gugus hidroksil apatit, kemudian ion fluor berikatan pada apatit yang terdapat pada permukaan enamel gigi sehingga
(40)
menghasilkan gugus fluor apatit yang menjadikan enamel menjadi tahan terhadap demineralisasi asam dan memacu proses remineralisasi pada permukaan enamel. Fluor juga menghambat sistem enzim mikrobiologi bakteri yang mengubah karbohidrat menjadi asam dalam plak gigi dengan mempengaruhi jenis polisakarida ekstraseluler dan menghasilkan efek bakteriostatik / germisidal yang menghambat kolonisasi mikroorganisme pada permukaan gigi.
Kitosan bermolekul tinggi pada penelitian ini yang digunakan adalah kitosan blangkas yang terdiri dari gugus glukosa dan amino (NH3+) yang bermuatan positif sedangkan permukaan dinding sel bakteri Streptococcus mutans bermuatan negatif. Rantai polimer kitosan yang bermuatan positif (kationik) berikatan dengan permukaan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif (anionik) sehingga membentuk formasi atau rantai polielektrolit kompleks kemudian membentuk jembatan yang melapisi / mengelilingi permukaan dinding sel bakteri untuk membloking makanan yang masuk melalui dinding sel bakteri dan membentuk flocs sehingga Streptococcus mutans tidak diadsorbsi oleh hidroksil apatit
(41)
Kerangka konsep .
(?)
(+)
PASTA GIGI Kitosan Bermolekul Tinggi Memacu proses remineralisasi permukaan enamel Menghambat sistem enzim mikrobiologi yangmengubah karbohidrat menjadi asam Enamel tahan terhadap
demineralisasi asam Fluor apatit
Mempengaruhi jenis polisakarida ekstraseluler
Efek bakteriostatik / germisidal
Menghambat kolonisasi Menggantikan gugus
hidroksiapatit Fluor melapisi permukaan enamel gigi
Komersial (NaMFP)
Bakteri Streptococcus Membloking makanan
yang masuk melalui dinding sel bakteri Membentuk jembatan
melapisi / mengelilingi permukaan dinding Membentuk formasi /
rantai polielektrolit kompleks Kitosan (kationik) berikatan dengan dinding
sel bakteri (anionik) Rantai polimer kitosan (+) melekatkan diri pada
dinding sel bakteri (-) Gugus Asam amino (NH3+) dan glukosa Kitosan Blangkas
KEKERASAN ENAMEL
(42)
(+) (?)
II. HIPOTESA PENELITIAN
Dari uraian diatas terlihat bahwa jika kitosan blangkas digunakan sebagai pasta gigi, maka dapat ditegakkan hipotesis:
1. Kitosan blangkas jika digunakan sebagai pasta gigi (bahan coba) dapat memperkuat struktur hidroksiapatit.
2. Kitosan blangkas jika digunakan sebagai pasta gigi (bahan coba) dapat menghambat adhesi Streptococcus mutans ke permukaan gigi.
3. Ada perbedaan efektivitas pasta gigi yang mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi (bahan coba) dibandingkan dengan pasta gigi komersil (NaMFP) dan pasta gigi yang tidak mengandung bahan aktif (placebo) dalam memperkuat struktur hidroksiapatit.
4. Ada perbedaan daya hambat pada pasta gigi yang mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi (bahan coba) dibandingkan dengan pasta gigi komersil (NaMFP) dan pasta gigi yang tidak mengandung bahan aktif (placebo) dalam menghambat adhesi bakteri ke permukaan gigi.
Membentuk
flocs/barrier
ADHESI STREPTOCOCCUS
(43)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian
Eksperimental Laboratorium
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian
1. Laboratorium Terpadu FMIPA USU 2. Laboratorium Material test PTKI Medan 3. Laboratorium Biologi Oral FKG UI
4.2.2 Waktu Penelitian
Desember 2009 – Juni 2010 ( tujuh bulan)
4.3 Populasi dan sampel penelitian 4.3.1 Populasi
Gigi molar tiga terpendam manusia maksila dan mandibula
4.3.2 Sampel penelitian
Gigi molar terpendam manusia yang telah diekstraksi dan diperoleh dari beberapa praktek dokter gigi di kota Medan, dengan kriteria sampel sebagai berikut :
(44)
- Tidak ada fraktur
- Belum pernah direstorasi 4.3.3 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Steel & Torrie (1995):
n = (Zα + Zβ)2 2δ2 = (1,96 + 1,64)2 2(3,55)2 = 8,83 d2 (6,08)2
Keterangan : n = besar sampel
Zα = harga standar normal dari α = 0,005 Zβ = harga standar normal dari β = 0,10 d = penyimpangan yang bisa ditolerir δ = simpangan baku kelompok kontrol
Besar sampel untuk masing-masing kelompok menurut perhitungan di atas adalah 8,83. Namun, untuk menggenapkan sampel, maka jumlah sampel yang dipakai untuk setiap kelompok perlakuan adalah 10.
Kemudian sampel dibagi atas 3 kelompok yaitu:
1. Kelompok I diberi pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi 0,5% 2. Kelompok II diberi pasta gigi komersial (NaMFP)
(45)
4.4 Variabel Penelitian
Variabel Bebas
• Pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi (Trimurni etal., 2006) • Pasta gigi komersial mengandung natrium monofluorophosfat (NaMFP) • Pasta gigi placebo
VARIABEL TERKENDALI
• Sampel gigi yang dipakai
• Tipe Streptococcus mutans
• Media inkubasi
• Waktu inkubasi
• Suhu inkubasi
• Sterilisasi alat dan bahan
• Streptococcus mutans yang
diremajakan kembali
• Ketrampilan operator
• Bahan Perendam (artificial saliva)
• Metode penyikatan gigi
VARIABEL TIDAK TERKENDALI
• Variasi struktur anatomis gigi
• Gigi yang diperoleh dari golongan usia yang tidak diketahui
• Masa atau jangka waktu
pencabutan gigi dengan perlakuan
• Keadaan suhu dan iklim tempat melakukan penelitian
VARIABEL BEBAS • Pasta gigi mengandung
kitosan blangkas bermolekul tinggi • Pasta gigi komersial
mengandung NaMFP • Pasta gigi placebo
VARIABEL TERGANTUNG • Kekerasan enamel • Perlekatan Streptococcus
mutans ke permukaan Enamel
(46)
Variabel Tergantung
• Kekerasan Enamel
• Adhesi Streptococcus mutans ke permukaan Enamel Variabel Terkendali
• Tipe Streptococcus mutans
• Media inkubasi • Waktu inkubasi • Suhu inkubasi
• Sterilisasi alat dan bahan
• Streptococcus mutans yang diremajakan kembali • Sampel gigi yang dipakai
• Ketrampilan operator
• Bahan Perendam (artificial saliva) • Metode penyikatan gigi
Variabel tidak terkendali
• Lama penyimpanan Streptococcus mutans • Variasi anatomis dan struktur gigi
4.5 Defenisi Operasional
• Kekerasan gigi adalah kekerasan enamel yang dipengaruhi oleh kepadatan hidroksiapatit yang diukur dengan Hardness Tester dalam satuan
(47)
• Streptococcus mutans adalah bakteri yang didapat dari karies yang memiliki tipe
serotype C diperoleh dari Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
• Bahan kitosan blangkas (Trimurni et al., 2006) yang terkandung dalam pasta gigi merupakan bahan coba yang diperoleh dari kulit blangkas (Limulus Polyphemus)
dengan berat molekul 893.000 Mv, derajat deasetilisasi 84,20%, konsentrasi 70,8%, kadar abu 0,20%, kadar air 7,80%. Dalam hal ini dipakai kitosan blangkas bermolekul tinggi sebagai pasta gigi dengan konsentrasi 0,5%. (konsentrasi terbaik menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans, hasil penelitian Jilly, Trimurni 2009)
• Pasta gigi komersial adalah pasta gigi yang mengandung bahan aktif 1,18% natrium monofluorophosfat (NaMFP) - Pepsodent Unilever Indonesia Tbk., Surabaya, Indonesia.
• Pasta gigi placebo adalah pasta gigi yang tidak mengandung bahan aktif.
• Adhesi Streptococcus mutans adalah banyaknya jumlah koloni Streptococcus mutans yang melekat pada permukaan dan diliat dengan microplate reade.
4.6 Bahan dan Alat Penelitian 4.6.1 Bahan Penelitian
- Gigi molar terpendam 30 buah
- Pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi (Trimurni et al., 2006) - Pasta gigi komersial (NaMFP)
(48)
- Akuades - Spiritus - Alkohol 70% - Saline - Gips
- Media TYS Broth - Sukrosa
- Yeast Extract
- Bacitracin
- Streptococcus mutans
- MiliQ
- Gentian Violet 3% - Alkohol 96% - Alumunium foil
4.6.2 Alat Penelitian
- Micro Vickers Hardness Tester
- Timbangan gram (Adventurer) - Alat pengaduk
- Kompor gas
- Beker glass (Pyrex) - Bur cakram
(49)
- Rubber bowl dan spatel - Erlemeyer (Pyrex) - Stir Plate (Thermolyne) - Autoclave (Hirayama) - Tabung reaksi (Pyrex) - Pipet µl (Finnpipette) - Vortex (Bio-Rad) - Anaerobic Jar
- Inkubator (Memmert) - Tube 15 ml
- 24 well plate (Costar) - 96 well plate (Costar)
(50)
Gambar 9. Microvickers hardness tester Gambar 10. Autoclave (Hirayama, Japan)
(Shimadzu,Japan)
Gambar 11. Inkubator Gambar 12. Microplate Reader
(Memmert) (Benchmark)
(51)
4.7.1 Prosedur pasta gigi kitosan blangkas
Untuk membuat larutan kitosan 0,5% yaitu dengan mencampurkan 0,5 gr bubuk kitosan dengan 100 ml larutan asam asetat 1% sehingga menjadi larutan kitosan 0,5% sebanyak 100 ml.
Dari 100 ml larutan kitosan pada masing-masing konsentrasi 0,5%, diambil 10 ml diaduk bersama dengan 0,5 gr alginat sampai homogen lalu dimasukkan 2,0 gr sodium lauril sulfat diaduk sampai homogen lalu tambahkan 3,0 ml larutan manitol diaduk sampai homogen dan tambahkan 1,0 gr CaCO3 diaduk hingga homogen kemudian masukkan 3,0 ml gliserin dan diaduk hingga homogen lalu tambahkan 5 tetes peppermint dan diaduk sampai dengan homogen berbentuk pasta dengan masing-masing konsentrasi 0,5%.
4.7.2 Perlakuan sampel
Sampel sebanyak 30 buah gigi molar terpedam yang telah dicabut direndam dalam larutan saline, kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yang dibagi lagi atas dua perlakuan, masing-masing perlakuan sebanyak 10 sampel yang diambil secara acak. Gigi kemudian dipotong sampai sebatas mahkota, kemudian gigi ditanam dalam gyps dengan ukuran 3×3cm dengan permukaan bukal menghadap keatas.
Gigi kemudian disikat dengan berbagai bahan coba kemudian diukur kekerasannya dan juga dilihat perlekatan dari bakteri Streptococcus mutans ke permukaan gigi.
(52)
Gambar 13. Penyikatan Bahan Coba pada Sampel
4.7.3 Uji kekerasan gigi
Pembuatan sampel dilakukan dengan cara: 30 gigi molar kemudian dibagi menjadi 3 kelompok ( pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi, pasta gigi komersil dan pasta gigi plasebo) yang masing-masing kelompok terdiri dari 10 sampel. Setiap sampel diberi tanda (nomer urut) untuk setiap kelompok. Selanjutnya sampel ditaman dalam balok gips dengan ukuran 3 × 3 cm. Permukaan bagian bukal menghadap ke atas bagian tengah balok gips diberi tanda dengan garis guratan. Kemudian dilakukan pengukuran kekerasan permukaan dan dicatat, yang merupakan kekerasan awal sebelum diberi perlakuan perendam dengan cara sebagai berikut: balok gips dijepit dengan permukaan gigi menghadap ke atas kemudian dijepit dengan alat penjepit pada meja alat Mikro Vickers Hardness Tester. Selanjutnya sampel diatur supaya tepat di tengah lensa obyektif dan difokuskan dengan cara
(53)
memutar pegangan yang ada pada kanan alat, searah dengan jarum jam, setelah pada lensa okuler terlihat gambar dalam keadaan fokus, sampel dipindah dengan cara menggeser ke arah kanan sehingga tepat berada di bawah diamond penetrator, lalu tombol penetrator ditekan, diamond penetrator akan turun, ini ditandai lampu hijau akan menyala, bila diamond penetrator telah menyentuh sampel, maka lampu merah akan menyala. Setelah 30 detik diamond penetrator akan naik, lalu ditunggu sampai lampu merah dan hijau padam. Sampel digeser kembali ke tempat lensa okuler dan difokuskan lagi, maka akan terlihat gambar bentukan belah ketupat, kemudian panjang diagonalnya diukur langsung dengan mikrometer yang ada pada lensa okuler. Hasil pengukuran panjang diagonal kemudian diambil rata-ratanya. (d) dimasukkan ke dalam rumus:
NVH = 1,854 × P d 2
NVH = kekerasan sampel (kg/mm2) P = berat beban (100 gram)
d = panjang diagonal (1/1000 mm)
Ketiga kelompok masing-masing direndam selama 30 menit, 60 menit dan 120 menit, lalu dilakukan pengukuran kekerasan.
(54)
Gambar 14. Sampel gigi molar
Gambar 15. Pengukuran kekerasan dengan alat Micro Vickers Hardness Tester
4.7.4 Pembuatan media
Sebelum spesimen di biakkan, di buat media Trypticase Soya Broth, sebanyak 6 gram Trypticase Soya Broth, ditambahkan yeast extract 1,2 gram, dan sukrosa 28 gram, kemudian dilarutkan ke dalam 200 ml aquadest, lalu dilarutkan di atas stir plate. Kemudian media disterilkan di dalam autoklaf selama 2 jam dengan tekanan udara 2atm suhu 121oC. Setelah diterilkan, media di didinginkan, lalu ditambahkan bacitracin 4 ml dan disimpan ke dalam lemari pendingin.
(55)
\
4.7.5 Pembiakan spesimen
Bakteri yang digunakan adalah bakteri Streptokokus mutans serotype c yang diisolasi dari karies.sebanyak 9 ml media TYS Broth dan 1 ml biakkan bakteri
Streptococcus mutans di pipet ke dalam tabung reaksi, lalu di vortex. Setelah itu,
media TYS broth tersebut dimasukkan ke dalam anaerobic jar. Kemudian di inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC dalam suasana anaerob. Setelah 24 jam bakteri akan tumbuh.
4.7.6 Uji perlekatan Streptococcus mutans
Gambar 16. Pembuatan media TYS Broth
(56)
Biakan uji bakteri yang digunakan pada penelitian Streptokokus mutans di ambil dari Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Kultur bakteri yang dihasilkan dicari OD-nya dengan menggunakan microplate reader kemudian diencerkan sampai didapatkan konsentrasi 106 CFU/ml. Setelah itu kultur yang telah diencerkan dimasukkan pada 24well sebanyak 1ml tiap well. Setelah itu dimasukkan sampel, kontrol positif dan kontrol negatif pada masing-masing well, setelah itu well ditaruh padah wadah dan diisi dengan gas dan diinkubasi selama 24 jam. Bakteri yang tidak melekat pada sampel dikeluarkan dari 24well dan diambil 100 mikroliter ke dalam 96well kemudian dimasukkan 100mikroliter larutan gentian violet 3% dan dinkubasi selama 30 menit. Gigi yang telah ditumbuhi biofilm kemudian dipindahkan ke well 24 yang lain dan kemudian di masukkan 500 mikroliter larutan gentian violet dan diinkubasi selama 30 menit, lalu gentian violet dibuang dan di fiksasi dengan alcohol 96% 0,1ml pada masing-masing well. Kemudian 96well di letakkan di microplate reader untuk di baca.
Gambar 18. Bakteri Streptococcus mutans di pindahkan ke 96well
(57)
Data hasil penelitian Data dari hasil penelitian ini dianalisis secara statistik menggunakan metode ANOVA (Analysis of Variance) untuk melihat adanya perbedaan kekerasan dan perbedaan perlekatan Streptococcus mutans. Selanjutnya dilakukan uji LSD untuk mengetahui perbedaan pengaruh diantara kelompok perlakuan.
(58)
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Setelah perlakuan penyikatan dengan pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi (bahan coba) dengan konsentrasi 0,5%; pasta gigi komersial (kontrol positif) dan pasta gigi placebo (kontrol negatif) pada pengamatan setelah 6 jam dan 12 jam terlihat peningkatan level kekerasan pada tiap-tiap kelompok percobaan
Gambar 19. Diagram rata-rata pertambahan kekerasan enamel
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertambahan kekerasan paling tinggi terdapat pada kelompok perlakuan dengan pasta gigi komersil,dan setelah itu pasta gigi plasebo dan pasta gigi kitosan.
(59)
Tabel 2. Hasil uji analisa ANOVA
Variabel Df Mean square Sig.
Corrected model 8 11282,946 ,000
Intercept 1 11002728,72 ,000
T 2 27168,251 ,000
G 2 14682,571 ,000
T*G 4 1640,982 ,060
Error 81 696,314
Total 90
Corrected total 89
Keterangan: sig = signifikasi df = derajat bebas f = frekuensi
Hasil analisa antar subjek menunjukan adanya perbedaan signifikan pada kelompok perlakuan dan pada waktu perlakuan akan tetapi jika dilihat dari pengaruh waktu dikali dengan kelompok perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
Tabel 3. Hasil uji Post Hoc LSD kekerasan enamel antar waktu perlakuan.
Waktu perlakuan (J) Waktu perlakuan
Mean
Difference (I-J) SE Sig.
A B
-35,702913(*) 6,8132889 ,000 C -59,813363(*) 6,8132889 ,000 B A 35,702913(*) 6,8132889 ,000 C -24,110450(*) 6,8132889 ,001 C A 59,813363(*) 6,8132889 ,000 B 24,110450(*) 6,8132889 ,001 * ada perbedaan pada p ,< 0,05
Keterangan A = kelompok sebelum perlakuan B = kelompok 6 jam setelah perlakuan
(60)
Hasil yang didapat pada post hoc test LSD analisa uji varians dua arah antar waktu perlakuan menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara sebelum perlakuan dengan waktu perlakuan 6 jam dan 12 jam.
Tabel 4. Hasil uji Post Hoc LSD kekerasan enamel antar kelompok perlakuan.
(I) Kelompok perlakuan
(J) Kelompok perlakuan
Mean
Difference (I-J) SE Sig. A B 34,232497(*) 6,8132889 ,000
C -7,158413 6,8132889 ,297 B A -34,232497(*) 6,8132889 ,000 C -41,390910(*) 6,8132889 ,000 C A 7,158413 6,8132889 ,297 B 41,390910(*) 6,8132889 ,000
Keterangan A = kelompok pasta gigi kitosan blangkas
B = kelompok pasta gigi komersil C = kelompok pasta gigi placebo
Hasil yang didapat pada post hoc test LSD analisa uji varians dua arah antar kelompok perlakuan menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kelompok percobaan pasta gigi komersil dengan pasta gigi plasebo dan pasta gigi kitosan blangkas akan tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok percobaan pasta gigi plasebo dengan pasta gigi kitosan blangkas
(61)
0,479 0,48 0,481 0,482 0,483 0,484 0,485
Pasta gigi kitosan pasta gigi komersil plasebo kontrol + Gambar 20. Diagram rata-rata koloni Streptococcus mutans yang melekat ke
permukaan enamel(CFU/ml)
Pengamatan adhesi yang dilakukan terhadap 6 sampel gigi tiap kelompok dan dihitung dua kali untuk tiap sampel sehingga didapatkan 12 data untuk tiap kelompok.Hasil pengamatan adhesi menunjukkan menunjukkan daya hambat terhadap adhesi Streptococcus mutans pada masing-masing kelompok
.
Tabel 5. Hasil uji analisa varians satu arah perlekatan Streptococcus mutans
Df F Sig.
antar kelompok 3 ,109 ,954
dalam kelompok 44
Total 47
Keterangan: sig = signifikasi df = derajat bebas f = frekuensi
(62)
Hasil analisa statistik satu arah menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan diantara kelompok percobaan.
Tabel 6. Hasil uji Post Hoc LSD uji perlekatan Streptococcus mutans
(I) perlakuan (J) perlakuan
Mean Difference
(I-J) SE Sig.
A B -,0025 ,13623 ,985
C -,0033 ,13623 ,981
D ,0617 ,13623 ,653
B A ,0025 ,13623 ,985
C -,0008 ,13623 ,995
D ,0642 ,13623 ,640
C A ,0033 ,13623 ,981
B ,0008 ,13623 ,995
D ,0650 ,13623 ,636
D A -,0617 ,13623 ,653
B -,0642 ,13623 ,640
C -,0650 ,13623 ,636
Keterangan A = kelompok pasta gigi kitosan blangkas
B = kelompok pasta gigi komersil
C = kelompok pasta gigi placebo D = kelompok kontrol positif
Hasil uji LSD menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok pasta gigi kitosan dan pasta gigi komersil dalam menghambat adhesi
(63)
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian mengenai pengaruh pasta gigi mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans adalah untuk membuktikan bahwa pasta gigi mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi (bahan coba) mempunyai efek terhadap kekerasan enamel dan menginhibisi perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel. Tarsi dan Muzzarelli et al (1997) menunjukkan bahwa pemakaian kitosan blangkas bermolekul rendah dalam bentuk kitosan bermolekul rendah (LMWC) dan derivatnya N-karboksimetil kitosan (NCMC) dan imidazole kitosan (IMIC) dalam jumlah sedikit dapat menginhibisi perlekatan Streptococcus mutans pada hidroksiapatit.
Pada penelitian ini digunakan pasta gigi kitosan blangkas dengan konsentrasi 0.5% karena berdasarkan penelitian Jilly Handi (2009) konsentrasi 0.5% merupakan konsentrasi yang mempunyai daya hambat yang paling optimal. Kitosan blangkas bermolekul tinggi mempunyai gugus NH3+ yang akan mengantikan gugus OH- pada rantai Hidroksil yang akan menambah kekerasan pada hidroksiapatit.
Hasil analisis yang didapat pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan diantara kelompok 1 (Pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi) dengan kelompok 2 (Pasta gigi komersil) dan kelompok 3 (Placebo). Sedangkan kelompok 1 dengan kelompok 3 tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Dari hasil yang didapat dapat dilihat peningkatan kekerasan enamel
(64)
yang terbesar adalah pasta gigi komersil diikuti pasta gigi plasebo dan yang memiliki peningkatan yang terkecil adalah pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi. Pada pasta gigi plasebo terjadi peningkatan kekerasan, hal ini mungkin disebabkan pada kandungan pasta gigi plasebo yang mengandung kalsium karbonat yang bisa menambah keras struktur enamel, selain itu prosedur pembuatan pasta gigi placebo menggunakan konsentrasi yang lebih pekat dari pasta gigi lainnya. Karena bila apabila konsentrasi bahan pasta gigi placebo dikurangi, maka tidak akan terbentuk konsistensi pasta. Hasil ini juga menunjukkan bahwa hipotesis kitosan blangkas jika digunakan sebagai pasta gigi (bahan coba) dapat memperkuat struktur hidroksiapatit dan ada perbedaan efektivitas pasta gigi yang mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi (bahan coba) dibandingkan dengan pasta gigi komersil (NaMFP) dan pasta gigi yang tidak mengandung bahan aktif (placebo) dalam memperkuat struktur hidroksiapatit dapat diterima
Faktor yang dapat mempengaruhi variasi hasil pertambahan kekerasan dari setiap pengulangan adalah:
1. Variasi struktur enamel
Keterbatasan dari struktur enamel gigi yang dipakai dalam menyerap zat aktif yang dapat menambah kekerasan enamel.
2. Lama paparan pasta gigi dan jumlah pasta gigi.
Semakin banyak dan semakin lama tepapar pasta gigi maka kekerasan akan semakin meningkat
3. Abrasi pada gigi sampel.
(65)
Pada penelitian Sano H et al (2003) bahwa kitosan merupakan bahan yang bersifat kationik aktif, sedangkan deterjen yang digunakan pada pasta gigi yaitu SLS (Sodium Lauril Sulfat) dengan permukaan anionik aktif dapat menghasilkan reaksi kimia antara kitosan dengan SLS sehingga kitosan kurang efektif dalam menggantikan gugus hidroksil sehingga berkurang keefektifan kitosan dalam menambah kekerasan gigi. Kandungan bahan yang terdapat dalam pasta gigi juga sudah memiliki bahan yang dapat menambah kekerasan gigi yaitu kalsium karbonat yang juga merupakan alasan mengapa plasebo dapat menambah kekerasan pada gigi.
Kitosan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kitosan yang diperoleh dari cangkang blangkas (Limulus Polyphemus) yang mempunyai derajat deasetilisasi 84,20% dengan berat molekul 893000 Mv (Trimurni et al., 2005). Chung et al (2004) melaporkan bahwa kitosan sebagai bahan antimikrobial dalam suasana asam dengan derajat deasetilisasi tinggi, kitosan bermolekul tinggi yang bermuatan positif lebih mudah mengangkut grup amino (NH3+) sehingga lebih mudah Menginhibisi perlekatan bakteri dibandingkan dengan kitosan bermolekul rendah.
Hasil penelitian perlekatan Streptococcus mutans ke permukaan enamel menunjukan bahwa perlekatan bakteri paling banyak terdapat pada pasta gigi plasebo, diikuti oleh pasta gigi komersil dan pasta gigi kitosan blangkas hal ini dapat dijelaskan karena pasta gigi plasebo tidak mengandung bahan aktif yang menghambat adhesi bakteri ke permukaan gigi. Pasta gigi kitosan lebih efektif dalam menghambat perlekatan Streptococcus mutans dari pasta gigi komersil karena pasta gigi kitosan yang dipakai dalam penelitian ini terbukti memiliki daya antibakteri yang lebih baik
(66)
dari flouride sesuai dengan penelitian Handi (2009)22. Rongga mulut merupakan suatu lingkungan yang multifaktorial dimana kitosan dalam rongga mulut akan menghasilkan kitosan saliva yang mempunyai efek antibakteri yang lebih baik dari kitosan, karena dalam saliva alami mengandung berbagai imunoglobulin yang merupakan antibodi terhadap bakteri patogen di dalam rongga mulut19. Selain itu bila digunakan di dalam rongga mulut biofilm yang terbentuk setelah aplikasi akan lebih efektif dalam menghambat perlekatan dari Streptococcus mutans ke gigi. Disamping itu menurut Arnaud kitosan melakukan penetrasi menembus dentin-enamel junction membentuk penghalang mekanis untuk asam sehingga proses demineralisasi tidak berlangsung lebih lanjut,selain itu kitosan juga dapat menghambat pelepasan ion fosfat.29
Pasta gigi komersil yang dipakai dalam penelitian ini mengandung bahan aktif Natrium Monofluorofosfat dimana ion flour dari bahan aktif tersebut akan berikatan dengan gugus C kedua dari rantai hidroksi apatit yang akan membuat enamel lebih keras dan lebih tahan terhadap asam. Flour juga mempunyai efek antibakterial dimana flour akan menghambat sistem enzim mikrobiologi bakteri yang mengubah karbohidrat menjadi asam dalam plak gigi dengan mempengaruhi jenis polisakarida ekstraseluler dan menghasilkan efek bakteriostatik / germisidal yang menghambat kolonisasi mikroorganisme pada permukaan gigi.
Hayashi et al mengatakan bahwa kitosan dalam saliva aka membentuk kitosan saliva, dimana saliva dan kitosan akan saling memperkuat efek antibakterial dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.30
(67)
Hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan signifikan dalam penghambatan pembentukan biofilm dalam hal ini menunjukkan banyaknya koloni streptococcus mutans yang melekat pada gigi dapat dijelaskan karena adhesi dari suatu bakteri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya variasi anatomis gigi, terjadinya abrasi setelah penyikatan gigi yang menyebabkan terbentuknya mikroporositi yang akhirnya membuat bakteri lebih mudah untuk melekat pada gigi. hasil ini juga menunjukkan bahwa hipotesis kitosan blangkas jika digunakan sebagai pasta gigi (bahan coba) dapat menghambat adhesi Streptococcus mutans ke permukaan gigi dan ada perbedaan daya hambat pada pasta gigi yang mengandung kitosan blangkas bermolekul tinggi (bahan coba) dibandingkan dengan pasta gigi komersil (NaMFP) dan pasta gigi yang tidak mengandung bahan aktif (placebo) dalam menghambat adhesi bakteri ke permukaan gigi ditolak.
(68)
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi, pasta gigi komersial dan pasta gigi placebo terhadap Kekerasan Enamel dan Adhesi S.mutans ke Permukaan Enamel:
• Pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi dapat menambah kekerasan enamel. • Tidak ada perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok pasta gigi kitosan
blangkas bermolekul tinggi dengan konsentrasi 0,5% (bahan coba), pasta gigi placebo (-) dan pasta gigi komersial (+) dalam menambah kekerasan enamel.
• Pertambahan kekerasan gigi yang paling besar terdapat pada kelompok percobaan dengan pasta gigi komersil baru setelah itu pasta gigi plasebo dan pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi.
• Pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi belum terbukti secara in vitro dapat menghambat perlekatan bakteri Streptococcus mutans ke permukaan enamel. • Tidak ada perbedaan yang signifikan (p < 0,05) antara kelompok pasta gigi kitosan
blangkas bermolekul tinggi dengan konsentrasi 0,5% (bahan coba), pasta gigi placebo (-) dan pasta gigi komersial (+) dalam menghambat adhesi Streptococcus mutans ke permukaan enamel.
(69)
• Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi terhadap adhesi Streptococcus mutans secara in vivo mengingat adhesi secara in vitro dipengaruhi banyak variabel tidak terkendali.
• Kitosan dapat digabungkan dengan bahan aktif lain untuk menambah kelebihan dan mengurangi kelemahan sehingga perlu dilakukan penelitian kitosan yang digabungkan dengan bahan aktif lain.
• Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk penelitian selanjutnya mengenai pengaruh pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi.
DAFTAR RUJUKAN
1. Tarigan R. Karies gigi. 5th ed.Jakarta: Hipokrates, 1995: 17-35.
2. Kidd EAM, Joyston-Bechal S. Essentials of dental caries: the disease and its
(70)
3. Morhart R, Cowman R, Fitzgerald R. The biologic basic of dental caries. Herper and Row, 2000: 198-207, 276-311.
4. Mount G J. Defining, Classifying, and Placing Incipient Caries Lesions in
Perspective. DCNA, 2005; 49: 701-23.
5. Michalek SM, McGhee JR. Oral Streptococci with emphasis on Streptococcus
mutans: 679-89.
6. Yuehuei H, Richard J F. Handbook of Bacterial Adhesion : Principles,
Methods, and Applications. New Jersey : Humana Press Inc,2000: 91-102.
7. Situmorang N. Dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap
kualitas hidup studi di dua kecamatan kota medan. Disertasi UI, 2004.
8. Tarsi R, Muzzarelli RAA, Guzman CA, Pruzzo C. Inhibition of Streptococcus
mutans adsorption to Hydroxyapatite by low-molecular-weight chitosans. J
Dent Res 1997; 76(2): 665-72.
9. Trimurni A, Harry A, Wandania F. Efek dentinogenesis kitosan dan
derivatnya terhadap inflamasi jaringan pulpa gigi reversible. Laporan Akhir
Penelitian Riset Pembinaaan Iptek Kedokteran 2006/2007. Medan: FKG USU, 2006: 16-8, 27-30, 39-41.
10. Hardjito L. Chitosan sebagai bahan pengawet pengganti formalin. Majalah Pangan: Media Komunikasi dan Informasi. Januari 2006.
11.Widodo A, Mardiah, Prasetyo A. Potensi kitosan dari sisa udang sebagai
(71)
12.Chung YC, Su YP, Chen CC et al. Relationship between antibacterial activity
of chitosan and surface characteristics of cell wall. Acta Pharmacol Sin 2004;
25(7): 932-6.
13.Koide SS. Chitin-chitosan: properties, benefits, and risks. Nutrition Res 1998; 18(6): 1091-101.
14. Eifert R, Rosan B, Golub E. Optimization of an hydroxyapatite adhesion assay for Streptococcus sangui. J American Society for Microbiology 1984; 44: 287-291
15.Sano H, Shibasaki K, Matsukubo T, Takaesu Y. Effect of chitosan rinsing on
reduction of dental plaque formation. Bull Tokyo Dent Coll 2003; 44(1):
9-16.
16.Decker EM, von Ohle C, Wiech I, Brecx M. A synergistic chlorhexidine/
chitosan combination for improved antiplaque strategies. J Periodont Res
2005; 40: 373-7.
17.Tarigan G. Perbedaan Antibakterial Kitosan Blangkas (Limulus polyphemus)
dan Klorheksidine terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans. Skripsi FKG
2008.
18.Handi J. Pengaruh Pasta Gigi Mengandung Kitosan Blangkas Bermolekul
Tinggi terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans. Skripsi FKG 2009.
19. Langhorst SE, O’Donnell JNR., Skrtic D. In vitro remineralization of enamel by polymeric amorphouscalcium phosphate composite: Quantitative microradiographic study. dental materials 2009 ; 25 : 884–91
(72)
20. Anonymous. Development of High-Performance Catalysts toward Green Organic
Syntheses. <
21.Mathew M, Shozo T. Structures of Biological Minerals in Dental Research. J. Res. Natl. Inst. Stand. Technol. 2001: 106, 1035–1044.
22.Arteaga S. Demineralization and Remineralization : the Battle to keep teeth
strong and healthy. WDJ,2006.
23.Anonymous
24. Anonymous.
August 2008).
25.Pitauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Pencegahan dan
pemeliharaan. Medan: USU Press, 2008: 1-8, 80-4.
26.Lamont R J,Jenkinson H F.Oral Microbiology at a Glance.England: Wiley-Blackwell, 2010 : 34-5
27.Panjaitan M. Ilmu Pencegahan Karies Gigi. Medan: USU Press, 1997: 57-66. 28.Parrott P B. The Building Blocks of Dentifrice. The Journal of Practical
Hygiene, Advertising Supplement, 1999 :48-50.
29.Arnaud et al. Chitosan effect on dental enamel de-remineralization: An in
vitro evaluation. Journal of Dentistry, 2010.
30.Hayashi et al. Chewing chitosan-containing gum effectively inhibits the
(73)
Lampiran 1. Alur pikir
Kitosan [ 2- amino-2-deoxy-D-glucan]
polisakarida derivate kitin Proses N-deasetilasi kitin
Kitosan
Molekul rendah Kulit udang,kepiting dll
Molekul tinggi Kulit keras : blangkas
Enamel
Hidroksiapatit (CalO (PO4)6 (OH)2)
Fluoroapatit (CalO (PO4)6 F2) Tarsi dan muzzarelli et al .,1997
Sifat kitosan yang mendukung kemampuan untuk menghambat perlekatan bakteri sebagai berikut : - Mencegah kerusakan gigi oleh asam organik - Menghasilkan efek bakterisidal terhadap bakteri pathogen temasuk Streptococcus mutans
- Menginhibisi Streptococcus mutans pada hidroksiapatit
Tarigan G ,Trimurni .,2008
Semakin rendah konsentrasi kitosan blangkas bermolekul tinggi semakin efektif dalam
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans
Handi J, Trimurni .,2009
Semakin rendah konsentrasi pasta gigi kitosan blangkas bermolekul tinggi semakin efektif dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.
Sano H et al., 2003
Obat kumur yang mengandung kitosan tenyata efektif mengurangi pembentukan plak dan mengurangi jumlah Streptococcus mutans pada saliva.
Chung Y C et al., 2004
-Kitosan atau derivatnya terbukti lebih efektif untuk bakteri gram negative daripada bakteri gram
positif
-Kitosan lebih mudah berikatan dengan bahan yang
mengandung protein
Loesche ,1986 cit Mount,2005
Streptococcus mutans bersifat memproduksi
asam (asidogenik) , tetapi juga tahan terhadap asam (asidurik)
Nolte (1982) cit Kidd (1991)
Streptococcus mutans adalah salah satu jenis
bakteri yang mendapat perhatian khusus, karena kemampuannya dalam proses pembentukan plak dan karies gigi
Howard et al.,1980
Pola hidroksiapatit adalah kerangka di mana perggantian ion dapat terjadi, dan dapat mengakomodasi berbagai atau penggantian tanpa perubahan drastis, efek struktural utama yang dihasilkan dari perggantian ion sederhana, seperti penggantian ion kalsium dengan tetrahedral, trivalen anion, atau hidroksil kelompok dengan anion monovalen lain adalah gangguan susunan atom terutama yang berasal dari perbedaan di jari-jari ionic.
Quirynen et al.,2000
Kekasaran permukaan enamel mempunyai peran penting dalam adhesi enamel. Pada permukaan kasar bakteri dilindungi terhadap gaya geser, sehingga perubahan dari perlekatan reversibel menjadi ireversibel lebih mudah dan lebih sering terjadi.
Decker E M et al .,2005
Kitosan merupakan senyawa turunan kitin. Manfaat kombinasi klorheksidin dan kitosan sbb
- bahan antiplak
- pada konsentrasi tertentu membunuh mikroorganisme kariogenik
(1)
Lampiran 3. Skema penelitian uji perlekatan Streptococcus mutans ke
permukaan enamel
Sediaan sampel gigi molar disterilkan
dengan autoclave
Aplikasi pasta gigi kitosan blangkas
bermolekul tinggi ke permukaan gigi
Gigi di taruh dalam well 24 dan
direndam dalam biakan bakteri
Well 24 yang berisi biakan bakteri dan
gigi kemudian diinkubasi selama 24
jam
Cairan biakan bakteri dikeluarkan dari
well24
Cairan gentian violet dibuang dan gigi
difiksasi dengan alkohol
Gigi kemudian di tuangkan cairan
gentian violet selama 30 menit
Alkohol 96% pada gigi kemudian
dipindahkan pada well 96 untuk
selanjutnya diukur pada microplate
(2)
Lampiran 4. Hasil uji statistik Pengukuran kekerasan Enamel
Univariate Analysis of Variance
Between-Subjects Factors pasta gigi kitosan 30 pasta gigi komersil 30 pasta gigi kitosan 30 Sebelum perlakuan 30 6 jam setelah perlakuan 30 12 jam setelah perlakuan 30 1 2 3 Kelompok perlakuan 0 1 2 Waktu perlakuan
Value Label N
Descriptive Statistics
Dependent Variable: Kekerasan
338,1981 17,6009318 10 365,6844 26,6730987 10 372,1305 27,0366897 10 358,6710 27,7084045 30 280,7277 35,6909800 10 327,7737 27,8280276 10 364,8142 30,5035711 10 324,4385 46,3599137 30 334,4969 29,0624222 10 367,0734 20,8573193 10 395,9180 16,0071091 10 365,8294 33,5841249 30 317,8076 38,3030789 30 353,5105 30,6444088 30 377,6209 27,8843091 30 349,6463 40,5945937 90 Waktu perlakuan
Sebelum perlakuan 6 jam setelah perlakuan 12 jam setelah perlakuan Total
Sebelum perlakuan 6 jam setelah perlakuan 12 jam setelah perlakuan Total
Sebelum perlakuan 6 jam setelah perlakuan 12 jam setelah perlakuan Total
Sebelum perlakuan 6 jam setelah perlakuan 12 jam setelah perlakuan Total
Kelompok perlakuan pasta gigi kitosan
pasta gigi komersil
pasta gigi kitosan
Total
(3)
Levene's Test of Equality of Error Variancesa
Dependent Variable: Kekerasan
1,025 8 81 ,424
F df1 df2 Sig.
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups.
Design: Intercept+KP+WAKTU+KP * WAKTU a.
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Kekerasan
90263,572a 8 11282,946 16,204 ,000 11002728,7 1 11002728,72 15801,399 ,000
29363,141 2 14681,571 21,085 ,000
54336,503 2 27168,251 39,017 ,000
6563,928 4 1640,982 2,357 ,060
56401,401 81 696,314
11149393,7 90 146664,972 89 Source
Corrected Model Intercept KP WAKTU KP * WAKTU Error Total
Corrected Total
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = ,615 (Adjusted R Squared = ,577) a.
Post Hoc Tests
Waktu perlakuan
Multiple Comparisons Dependent Variable: Kekerasan
LSD
-35,702913* 6,8132889 ,000 -49,259221 -22,146606 -59,813363* 6,8132889 ,000 -73,369671 -46,257056 35,702913* 6,8132889 ,000 22,146606 49,259221 -24,110450* 6,8132889 ,001 -37,666758 -10,554142 59,813363* 6,8132889 ,000 46,257056 73,369671 24,110450* 6,8132889 ,001 10,554142 37,666758 (J) Waktu perlakuan
6 jam setelah perlakuan 12 jam setelah perlakuan Sebelum perlakuan 12 jam setelah perlakuan Sebelum perlakuan 6 jam setelah perlakuan (I) Waktu perlakuan
Sebelum perlakuan 6 jam setelah perlakuan 12 jam setelah perlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
Based on observed means.
The mean difference is significant at the ,05 level. *.
(4)
Kelompok perlakuan
Multiple Comparisons Dependent Variable: Kekerasan
LSD
34,232497* 6,8132889 ,000 20,676189 47,788804
-7,158413 6,8132889 ,297 -20,714721 6,397894
-34,232497* 6,8132889 ,000 -47,788804 -20,676189 -41,390910* 6,8132889 ,000 -54,947218 -27,834602
7,158413 6,8132889 ,297 -6,397894 20,714721
41,390910* 6,8132889 ,000 27,834602 54,947218
(J) Kelompok perlakuan pasta gigi komersil pasta gigi kitosan pasta gigi kitosan pasta gigi kitosan pasta gigi kitosan pasta gigi komersil (I) Kelompok perlakuan
pasta gigi kitosan pasta gigi komersil pasta gigi kitosan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
Based on observed means.
The mean difference is significant at the ,05 level. *.
(5)
Lampiran5. Hasil uji statistik perlekatan Streptococcus mutans ke enamel
Oneway
Descriptives
CFU
12 ,4808 ,48018 ,13862 ,1757 ,7859 -,27 1,24
12 ,4833 ,26168 ,07554 ,3171 ,6496 ,09 ,99
12 ,4842 ,28234 ,08151 ,3048 ,6636 ,03 ,99
12 ,4842 ,16822 ,04856 ,3773 ,5911 ,26 ,75
48 ,4831 ,30866 ,04455 ,3935 ,5728 -,27 1,24 pasta gigi kitosan
pasta gigi komersil pasta gigi kitosan kontrol ( + ) Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
CFU
9,291 3 44 ,000
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA
CFU
,000 3 ,000 ,000 1,000
4,478 44 ,102
4,478 47
Between Groups Within Groups Total
Sum of
(6)
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: CFU
LSD
-,0025 ,13023 ,985 -,2650 ,2600
-,0033 ,13023 ,980 -,2658 ,2591
-,0033 ,13023 ,980 -,2658 ,2591
,0025 ,13023 ,985 -,2600 ,2650
-,0008 ,13023 ,995 -,2633 ,2616
-,0008 ,13023 ,995 -,2633 ,2616
,0033 ,13023 ,980 -,2591 ,2658
,0008 ,13023 ,995 -,2616 ,2633
,0000 ,13023 1,000 -,2625 ,2625
,0033 ,13023 ,980 -,2591 ,2658
,0008 ,13023 ,995 -,2616 ,2633
,0000 ,13023 1,000 -,2625 ,2625
(J) perlakuan pasta gigi komersil pasta gigi kitosan kontrol ( + ) pasta gigi kitosan pasta gigi kitosan kontrol ( + ) pasta gigi kitosan pasta gigi komersil kontrol ( + ) pasta gigi kitosan pasta gigi komersil pasta gigi kitosan (I) perlakuan
pasta gigi kitosan
pasta gigi komersil
pasta gigi kitosan
kontrol ( + )
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
Means Plots
perlakuan
kontrol ( + ) pasta gigi kitosan
pasta gigi komersil pasta gigi kitosan
M
e
an of
C
F
U
,485
,484
,483
,482
,481