Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)

(1)

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN

NELAYAN BURUH KAPAL BERMOTOR < 5 GT

(Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)

SKRIPSI

OLEH

SYARIFADILAH SAMOSIR

050304063

DEPARTEMEN ABRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

SYARIFADILAH SAMOSIR (050304063) dengan judul skripsi “Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)”.

Adapun penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian dilakukan secara Purposive sedangkan sample ditentukan secara simple random sampling dengan jumlah 30 sampel.

Dari hasilpenelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Nelayan sampel di daera penelitian memiliki pendaptan keluarga yang rendah (di bawah garis kemiskinan) dengan menggunakan kriteria Sajogyo, kriteria UMP, dan kriteria Bank Dunia. (2) Ketimpangan pendapatan nelayan buruh kapal motor < 5 GT adalah ketimpangan pendapatan yang rendah, (3) karakteristik sosial ekonomi nelayan seperti jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan masing-masing tidak berhubungan dengan kemiskinan nelayan (4) Pengalaman melaut tidak berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan, sedangkan lama melaut dan jumlah tenaga kerja dalam kapal berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan.


(3)

RIWAYAT HIDUP

SYARIFADILAH SAMOSIR, lahir pada 17 Desember 1987 di Medan Sumatera Utara. Anak pertama dari tiga bersaudara, dari Ayahanda Buyung Samosir dan Ibunda (alm. Sumarni Perangin-angin).

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1999, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Wshliyah 29 Medan.

2. Tahun 2002, menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 5 Medan.

3. Tahun 2005, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 3 Medan.

4. Tahun 2005, diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis melalui jalur SPMB.

5. Tahun 2009, mengikuli Praktek Keja Lapangan (PKL) di Desa Pardomuan Kecamatan Siempat Nempu Hilir Kabupaten Dairi.

6. Tahun 2009, melakukan penelitian skripsi di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan.

Selama Mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Badan Kenaziran Mushola (BKM) Al-Mukhlisin Faakultas Pertanian, Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAM) Rabbani Fakultas Pertanian, Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Perantanian (FSMM SEP), dan Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP).


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke haditrat Allah SWT atas segala rahmah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Departemen Agribisnis Fakultas Petanian Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hornat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya pada Ayahanda tercinta Buyung Samosir dan dua Ibunda terkasih yaitu Ibunda (alm. Sumarni Perangin-angin) dan Ibunda Junaida atas seluruh cinta dan pengorbanan yang tiada tara bagi penulis, serta adik-adik penulis yaitu M. Fadli Samosir dan Fahrizal Samosir atas semua dukungan yang telah diberikan.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan dengan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin berterima kasih dengan segenap ketulusan hati kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bayak arahan dan masukan bermanfaat kepada penulis.

3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Seluruh staff pengajar dan pegawai Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. 5. Bapak Anwar, selaku Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

Kelurahan Bagan Deli yang telah membantu penulis dalam pengambilan data penelitian.

6. Seluruh nelayan di Kelurahan Bagan Deli yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian.

7. Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan serta seluruh instansi lain yang terkait dengan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu perstu. 8. Rekan-rekan Mahasiswa SEP ’05 khususnya “Keluarga Sakinah; name,

lala, cece, ipum, emi, lya, celi, serta maya” atas semua kebersamaan yang tak ternilai harganya serta motivasi dan bantuan yang luar biasa bagi penulis.

Penulis juga menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan penelitian selanjutnya serta menambah pemberbendaharaan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2009


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 5

Landasan Teori ... 10

Kerangka Pemikiran... 16

Hipotesis Penelitian ... ... 19

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Derah Penelitian ... 20

Metode Penentuan Sampel ... 20

Metode Pengumpulan Data ... 21

Metode Analisis Data ... 22

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian ... 27

Karakteristik Sampel ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tingkat Kemiskinan Nelayan ... 34

Analisis Ketimpangan Pendapatan Nelayan ... 42

Analsis Faktor yang Behubungan dengan Kemiskinan ... 44

Analsis Faktor yang Behubungan dengan Ketimpangan ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57


(7)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

ABSTRAK

SYARIFADILAH SAMOSIR (050304063) dengan judul skripsi “Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Buruh Kapal Bermotor < 5 GT (Studi kasus: Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)”.

Adapun penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, MS dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian dilakukan secara Purposive sedangkan sample ditentukan secara simple random sampling dengan jumlah 30 sampel.

Dari hasilpenelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Nelayan sampel di daera penelitian memiliki pendaptan keluarga yang rendah (di bawah garis kemiskinan) dengan menggunakan kriteria Sajogyo, kriteria UMP, dan kriteria Bank Dunia. (2) Ketimpangan pendapatan nelayan buruh kapal motor < 5 GT adalah ketimpangan pendapatan yang rendah, (3) karakteristik sosial ekonomi nelayan seperti jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan masing-masing tidak berhubungan dengan kemiskinan nelayan (4) Pengalaman melaut tidak berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan, sedangkan lama melaut dan jumlah tenaga kerja dalam kapal berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan.


(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara lautan Pasifik dan lautan Hindia, serta mempunyai laut nasional seluas lebih dari 5,8 juta km2. Panjang garis pantainya 80.791 km dengan berbagai sumberdaya alam hayati, baik yang bernilai ekonomis maupun yang bernilai ekologis di dalamnya. Di kawasan Asia Tenggara, luas dan kekayaan laut Indonesia adalah yang terbesar. Letaknya yang berada di antara dua samudera utama tersebut memungkinkan Indonesia memiliki kesempatan untuk menggali berbagai manfaat ekonomi yang diangkat dari laut (Mulyadi, 2005).

Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) 2007, Indonesia menempati peringkat kelima dunia pada tahun 2004 sebagai produsen perikanan tangkap dan budidaya. Peringkat pertama adalah China, disusul Peru, Amerika Serikat, dan Cile. Produksi perikanan tangkap Indonesia pada tahun 2007 berkisar 4,94 juta ton dan perikanan budidaya sekitar 3,08 juta ton, menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 3 persen dari total PDB nasional

(Grahadyarini, 2008).

Kota Medan adalah salah satu daerah penghasil perikanan tangkap di laut yang terbesar di Provinsi Sumatera Utara. Dari data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 produksi perikanan tangkap Kota Medan mencapai 70.194 ton. Daerah operasi penangkapan yang


(10)

sering disebut dengan wilayah pesisir meliputi tiga kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Marelan, Medan Labuhan, dan Medan Belawan.

Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara di tahun 2007 nelayan yang berdomisili di 3 kecamatan tersebut berjumlah 11.492 orang atau sekitar 8,59% dari total penduduk di tiga kecamatan tersebut. Dari jumlah itu sebagian besar nelayan dapat dikategorikan sebagai nelayan miskin dengan tingkat pendapatan yang masih rendah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Ahmad, F (2005) dalam bukunya kebijakan perikanan dan kelautan bahwa pembangunan subsektor perikanan khususnya Indonesia, boleh dikatakan situasi diametrical, yaitu situasi yang menggambarkan di satu sisi potensi perikanan melimpah sementara di sisi lain kekayaan tersebut tidak tercermin dalam pelaku perikanan. Ia juga menyebutkan bahwa hampir sebagian besar penduduk pesisir pantai dikategorikan penduduk miskin dan kehidupannya di bawah upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Dalam berbagai jurnal ilmiah disebutkan bahwa kelompok nelayan yang dikategorikan dalam nelayan miskin adalah nelayan tradisional yaitu nelayan yang tidak memiliki kapal/perahu, nelayan yang menggunakan perahu/kapal yang masih sederhana dengan ukuran kapal < 5GT – 10GT, serta nelayan buruh kapal yang hanya memiliki faktor produksi berupa tenaga kerja.

Tingkat kemiskinan masyarakat nelayan tersebut dapat diiidentifikasi dari rendahnya pendapatan keluarga yang mereka terima, yang tidak sebanding dengan biaya kebutuhan hidup terutama yang menyangkut kebutuhan mendasar. Rendahnya pendapatan keluarga tersebut tentu bervariasi. Terdapat perbedaan atau ketimpangan antara nelayan tersebut. Ada nelayan yang memperoleh


(11)

pendapatan sangat jauh dari garis kemiskinan dan ada pula yang nyaris tidak miskin. Dari berbagai literatur banyak disebutkan faktor yang mempengaruhinya. Dalam buku karangan Remi dan Tjiptoherijanto (2002) yang berjudul Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia disebutkan bahwa penyebab utama kemiskinan suatu rumah tangga adalah rendahnya pendapatan yang mereka terima. Sedangkan karakteristik penduduk miskin tersebut antara lain adalah memiki rata-rata jumlah tanggungan yang banyak. Jumlah anggota rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam menentukan miskin atau ketidakmiskinannya rumah tangga. Tingkat pendidikan juga jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan rumah tangga bukan miskin. Namun, penyebab tersebut tidak sama untuk setiap kondisi. Dengan berbagai penjelasan tersebut penulis merasa perlu dilakukan penelitian mengenai kemiskinan nelayan di daerah pesisir kota Medan dan bagaimana ketimpangan pendapatan antar nelayan tersebut serta faktor apa yang berhubungan dengan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang ada maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapa persentase kemiskinan nelayan di daerah penelitian? 2. Bagaimana ketimpangan pendapatan nelayan di daerah penelitian?

3. Apa faktor-faktor yang berhubungan dengan kemiskinan nelayan di daerah penilitian?

4. Apa faktor-faktor yang berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan di daerah penilitian?


(12)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengidentifikasi persentase kemiskinan nelayan di daerah penelitian.

2. Untuk mengidentifikasi ketimpangan pendapatan nelayan sampel di daerah penelitian.

3. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kemiskinan nelayan di daerah penilitian.

4. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan di daerah penilitian.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan dilakukan penelitian antara lain adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam usaha peningkatan kesejahteraan nelayan.

2. Sebagai bahan rujukan bagi pihak lain yang berminat melakukan penelitian selanjutnya.


(13)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Dalam buku Statistik Perikanan Tangkap yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa perikanan merupakan kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Sedangkan penangkapan itu sendiri didefenisikan sebagai kegiatan penangkapan atau pengumpulan ikan/binatang air/tanaman air yang hidup di laut/perairan umum secara bebas dan bukan milik perseorangan. Pada umumnya penangkapan ditujukan pada ikan/binatang air/tanaman air yang hidup, termasuk di dalamnya pengumpulan kerang dan rumput laut.

Dalam pembangunan perikanan nasional ada lima tujuan yang harus dicapai, yaitu: (1) pemenuhan kebutuhan konsumsi produk perikanan untuk dalam negeri; (2) peningkatan perolehan devisa; (3) peningkatan produksi perikanan sesuai dengan potensi lestari dan daya dukung lingkungan; (4) pemeliharaan kelestarian stok ikan dan daya dukung lingkungannya; dan (5) peningkatan kesejahteraan nelayan dan petani ikan (Mulyadi, 2005).

Dari tujuan pembangunan perikanan seperti yang tertera dalam buku Ekonomi Kelautan (Mulyadi, 2005) tersebut jelas disebutkan bahwa kesejahteraan nelayan dan petani ikan adalah salah satu sasarannya. Definisi nelayan itu sendiri sangat variatif artinya. Imron (2003) dalam buku ekonomi kelautan mendefenisikan nelayan sebagai suatu kelompok masyarakat yang


(14)

kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan juga disebutkan bahwa pengertian nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sehingga nelayan ini adalah mereka yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut apakah dia sebagai yang pemilik langsung alat-alat produksi maupun sebaliknya.

Nelayan dapat dibagi menjadi beberapa kategori menurut kepemilikan kapalnya (Mubyarto, 1984), yaitu:

1. Nelayan pemilik, nelayan yang memilki kapal perahu atau kapal penangkap ikan dan dia sendiri ikut serta atau tidak ikut ke laut untuk memperoleh hasil laut.

2. Nelayan juragan, nelayan yang membawa kapal orang lain tetapi ia tidak memiliki kapal.

3. Nelayan buruh, nelayan yang hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja tanpa memiliki perahu penangkap ikan.

Berdasarkan perahu/kapal penangkap ikan, nelayan pemilik dibagi menjadi nelayan tradisional dan nelayan bermotor. Nelayan tradisional memakai perahu tanpa mesin/motor. Bila perahu mempunyai mesin yang ditempel di luar perahu disebut perahu motor tempel, bila perahu/kapal mempunyai mesin di dalam kapal maka disebut kapal motor. Berdasarkan besarnya mesin yang digunakan, diukur dengan GT (Gross Ton), kapal motor dibagi menjadi:


(15)

• kapal sedang, yaitu 10GT – 30GT • kapal besar, yaitu > 30GT

(Tarigan, 2002).

Dari buku Manajemen Agribisnis Perikanan (2006) tulisan I. Effendi dan W. Oktariza disebutkan bahwa daerah operasi penangkapan (fishing ground) di laut meliput i perairan dekat pantai hinggga laut lepas. Terdapat zona penangkapan sesuai dengan kondisi armada penangkapan. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 1999 zona penangkapan tersebut meliputi jalur I hingga jalur III (Effendi dan oktariza, 2006).

Daerah operasi penangkapan ikan di Indonesia yang dibedakan berdasarkan jarak dari pantai berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 392 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Daerah Operasi Penangkapan Ikan di Laut

Jalur penangkapan Jarak dari Pantai Peruntukan Jalur I

Jalur II Jalur III

0-3 mil

3-6 mil

6-12 mil 12-200 mil

Kapal nelayan tradisional Kapal tanpa mesin

Kapal motor tempel <12 m Kapal <5 GT

Kapal motor <60 GT Kapal motor <200 GT

Sumber : SK Menteri Pertanian No. 392 Tahun 1999

Dari Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa untuk kapal motor berukuran kecil yaitu <5 GT daerah tangkapannya adalah di jalur I dengan jarak 3-6 mil dari garis pantai. Sedangkan untuk kapal yang berukuran lebih besar daerah tangkapannya termasuk dalam jalur II dan III hingga mencapai jarak 200 mil dari garis pantai.


(16)

Daerah penangkapan nelayan (fishing ground) tergantung pada besar kecilnya kapal, alat tangkap dan jenis ikan laut yang akan ditangkap. Nelayan yang menggunakan kapal tanpa motor (perahu) umumnya melakukan penangkapan ikan laut di pinggir pantai/sekitar pantai. Sedangkan nelayan yang menggunakan kapal motor <5 GT melakukan penangkapan setelah kapal berlayar ke arah tengah laut sejauh 100 meter dari pantai dan daerah penangkapan rata-rata sejauh 5.760 meter. Nelayan yang mengguanakan kapal motor >5 GT melakukan penangkapan setelah kapal bergerak ke tengah laut sejauh 500 m dari pantai dan daerah penangkapan rata-rata sejauh 28.800 meter (Simanjuntak, 2002).

Nelayan-nelayan kecil/tradisional ini sangat bergantung dengan sumber pendapatan langsung dari laut yang dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Sehingga setiap pendapatan harian dari laut merupakan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga pada hari itu. Tidak mendapatkan penghasilan dari laut tiap mereka melaut berarti tidak mendapatkan hasil untuk memenuhi kebutuhan keluarga pada hari itu. Pendapatan dari melaut kini juga tidak selalu dapat mencukupi kebutuhan ekonomi harian keluarga. Nilai jual ikan tidak seimbang dengan harga kebutuhan pokok rumah tangga lainnya. Akibatnya nelayan berada pada posisi ekonomi yang lemah.

Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara jumlah penduduk miskin di Kota Medan per kecamatan pada tahun 2007 adalah sebagai berikut:


(17)

Tabel 2. Jumlah Penduduk Miskin di Kota Medan pada Tahun 2007

Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Miskin (KK)

Persenatase 1. Medan Tuntungan

2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun 8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10.Medan Selayang 11.Medan Sunggal 12.Medan Helvetia 13.Medan Petisah 14.Medan Barat 15.Medan Timur 16.Medan Perjuangan 17.Medan Tembung 18.Medan Deli 19.Medan Labuhan 20.Medan Marelan 21.Medan Belawan

2.696 4.838 4.213 4.431 2.413 2.456 2.332 1.773 553 2.851 3.301 3.280 1.165 3.144 3.392 4.730 4.672 4.369 6.272 7.172 12.170 3,23% 5,79% 5,04% 5,30% 2,89% 2,94% 2,79% 2,12% 0,66% 3,41% 3,95% 3,93% 1,39% 3,76% 4,06% 5,66% 5,59% 5,23% 7,51% 8,59% 14,57%

Total 83.525 100%

(Sumber : BPS SumateraUtara 2008)

Dari Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin di Kota Medan paling banyak terdapat di Kecamatan Medan Belawan dengan jumlah rumah tangga miskin sebesar 12.170 atau sekitar 14,57% dari total penduduk miskin di Kota Medan dan dapat dipastikan di dalamnya terdapat juga para nelayan kecil yang menggunakan peralatan sederhana.


(18)

Landasan Teori

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multi dimensi. Kemiskinan ditandai oleh keterbelakangan dan pengangguran yang selanjutnya meningkat menjadi pemicu ketimpangan pendapatan antar golongan penduduk. Penduduk miskin adalah yang paling rendah kemampuannya. Pada saat ini mereka terpusat di kantong kemiskinan, seperti di desa pantai dan kepulauan atau daerah pasang surut (Situmorang, 2009).

Kemiskinan itu sendiri didefenisikan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Ada dua macam konsep kemiskinan yang umum dikenal antara lain :

Konsep kemiskinan ini selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic need). Kemiskinan dapat digolongkan dua bagian yaitu :

a. Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

b. Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. 2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan ini tidak memiliki batas kemiskinan yang jelas. Sebagai analogi adalah seseorang yang tinggal di kawasan elit, yang sebenarnya memiliki income yang sudah cukup untuk memnuhi kebutuhan minimum, tetapi income-nya masih


(19)

jauh lebih rendah dari rata-rata income masyarakat sekitarnya. Orang atau keluarga tersebut merasa dirinya masih miskin. Kemiskinan ini lebih banyak ditentukan oleh lingkungannnya.

Menurut Sukanto (2000) dalam bukunya Ekonomi perkotaan, ukuran kemiskinan bermacam-macam; ada yang berdasarkan penghasilan, ada yang didasarkan pada konsumsi, dan ada pula yang yang didasarkan pada luas perumahan. Ukuran kemiskinan tersbut adalah jenis kemiskinan absolut. Namun kemiskinan pada hakikatnya merupakan perbedaan antara penghasilan dan standard hidup minimum. Sajogya dalam memandang batas kemiskinan adalah menggunakan ekuivalen konsumsi beras sebanyak 360 kg per kapita per tahun. Sedangkan standard Upah Minimum Provinsi yang berlaku sekarang adalah sebesar Rp 1.048.000,- per bulan.

Ukuran kemiskinan yang dianut oleh banyak negara adalah dengan standard Bank Dunia. Bank Dunia (world bank) pada tahun 2007 menggunakan ukuran US$ 2 - PPP (purchasing power parity)/kapita/hari. Pengukuran kemiskinan dengan standard Bank Dunia ini didasarkan pada ukuran pendapatan (ukuran finansial), dimana batas kemiskinan dihitung dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sehari untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan.

Adapun faktor yang menjadi penyebab kemiskinan masyarakat menurut Sutyastie Remi dan P. Tjiptoherijanto dalam bukunya Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia (2002) adalah pendapatan yang rendah. Jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan lain, dan tingkat pendidikan merupakan karakteristik dari keluarga miskin yang berhubungan dengan kemiskinan


(20)

masyarakat. Jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan semakin memperparah kemiskinan yang dialami seseorang. Sementara pekerjaan akan mempengaruhi kemiskinan dimana konsekuensi logis dengan adanya pekerjaan tambahan di luar mata pencaharian utama maka akan memperkecil tingkat kemiskinan masyarakat dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan pendidikan akan memudahkan seseorang untuk memperoleh alternatif pekerjaan lain yang pada gilirannya akan memperkecil keparahan kemiskinan.

1. bahan bakar dan oli

Pendapatan dan ketimpangan pendapatan Pendapatan

Pendapatan merupakan suatu gambaran tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan materinya dalam satuan waktu tertentu, biasanya per bulan. Tingkat pendapatan ini sering dihubungkan dengan suatu standard kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Pendapatan dapat diperoleh seseorang dari mata pencaharian utama dengan atau tanpa mata pencaharian lain. Dengan demikian seseorang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Ongkos produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu ongkos berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan ongkos yang tidak merupakan pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini, pengeluaran nyata terdiri dari pengeluaran kontan dan pengeluaran tidak kontan. Pengeluaran kontan di antaranya adalah:

2. bahan pengawet (es dan garam)


(21)

4. pengeluaran untuk reparasi 5. pengeluaran retribusi dan pajak.

Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah awak nelayan, pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar setelah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari boat/sampan, mesin-mesin dan alat-alat penangkap (Mulyadi, 2005).

Dalam sistem bagi hasil, bagian yang dibagi adalah pendapatan setelah dikurangi ongkos-ongkos eksploitasi yang dikeluarkan pada waktu beroperasi (ongkos bahan bakar, oli, es, dan garam, biaya makan para awak) ditambah dengan ongkos penjualan hasil (pembayaran retribusi). Sedangkan biaya lain yang masih termasuk ongkos eksploitasi seperti biaya reparasi seluruhnya tanggungan dari pemilik alat dan boat (Mulyadi, 2005).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Deasy Yunawati (2008) diketahui bahwa pengalaman melaut dan lama melaut merupakan faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan. Selain itu faktor yang juga mempengaruhi pendapatan nelayan adalah jumlah tenaga kerja (nelayan buruh) dalam kapal. Dalam hal ini, semakin banyak jumlah awak maka bagian yang diterima oleh nelayan buruh semakin kecil. Karena bagian yang harus dibagi menjadi lebih banyak.

Ketimpangan pendapatan

Ketimpangan merupakan suatu keadaan yang menunjukkan adanya perbedaan seseorang terhadap orang lainnya. Perbedaan tersebut dapat diidentikkan dengan adanya variasi dan ketidakmerataan yang terdapat dalam berbagai unit tersebut. Jadi, ketimpangan pendapatan merupakan suatu kondisi


(22)

yang menunjukkan adanya variasi atau ketidakmerataan pendapatan yang diterima oleh berbagai orang dalam kurun waktu tertentu.

Berbagai macam alat ukur banyak digunakan dalam melihat tingkat ketimpangan pendapatan penduduk. Salah satu cara untuk menguraikan ketimpangan pendapatan serta melihat gambaran ketimpangan pendapatan yang diterima masyarakat adalah dengan Gini Rasio. Nilai Gini Rasio (GR) terletak antara nol sampai satu. Apabila Gini Rasio bernilai 0 maka ketimpangan pendapatan merata sempurna, berarti pendapatan yang diterima penduduk seluruhnya sama. Sebaliknya jika nilainya 1 maka ketimpangan pendapatan tidak merata sempurna yang berarti terdapat perbedaan pendapatan antar tiap penduduk dengan perbedaan yang sama. Dalam prakteknya tidak ada diperoleh nilai Gini Rasio sebesar 0 atau 1.

Gini Rasio biasanya disertai dengan kurva Lorenz. Kurva ini diperoleh dari seorang ahli statistik Amerika yang bernama Conrad Lorenz yang berhasil menggunakan sebuah diagram yang memperlihatkan hubungan antara kelompok-kelompok penduduk dan porsi pendapatan yang mereka terima. Pengukuran distribusi pendapatan yang diperoleh dengan menggunakan kurva Lorenz kemudian dijumlahkan dengan memberikan densitas relatif dari ketidakmerataan distribusi pendapatan atau yang dikenal sebagai Rasio Gini.

Kurva ini digambarkan pada sebuah persegi bujur sangkar dengan bantuan garis diagonal. Semakin dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti ketimpangan yang terjadi semakin rendah dan sebaliknya semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi. Bentuk kurva


(23)

digambarkan berdasarkan data yang diperoleh, yang secara umum digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Kurva Lorenz

Dari Gambar 1 terlihat daerah kurva Lorenz yaitu daerah arsiran AB yang menggambarkan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat ketimpangan pendapatan maka daerah kurva Lorenz akan semakin luas. Sedangkan garis lurus AB menunjukkan bahwa nilai GR = 0 yang artinya pendapatan diterima merata oleh penduduk.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

1.2

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

B

A Y (Kumulatif % pendapatan)


(24)

Kerangka Pemikiran

Perikanan merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk di daerah penelitian yang merupakan daerah kawasan pantai timur Sumatera Utara. Usaha perikanan tersebut dilakukan oleh nelayan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara menangkap ikan di laut dengan menggunakan kapal/perahu penangkap ikan sederhana atau tanpa menggunakan kapal/perahu. Dalam melakukan operasi penangkapan ikan di laut, nelayan akan menerapkan sistem bagi hasil tertentu antara pemilik dan awak yang menjalankan usaha penangkapan. Pemilik kapal dapat ikut melaut atau menyerahkan tanggung jawab kepada seseorang (tekong) dan dibantu oleh beberapa anak buah kapal (ABK). Dalam hal ini tekong dan anak buah kapal merupakan nelayan buruh yang menjalankan operasi penangkapan.

Hasil tangkapan dijual sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Penjualan hasil tangkapan dapat melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan dapat pula langsung dijual pada pedagang besar. Dari hasil penjualan tersebut maka nelayan akan memperoleh penerimaan sejumlah rupiah tertentu. Penerimaan tersebut dikurangi dengan biaya melaut dengan sistem bagi hasil yang disepakati akan menghasilkan pendapatan yang siap digunakan masing-masing nelayan untuk pemenuhan hidupnya dan keluarganya. Pendapatan tersebut ditambah dengan pendapatan lain di luar usaha penangkapan ikan dan usaha lain dari anggota keluarga akan menghasilkan pendapatan keluarga yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Pendapatan yang diperoleh oleh seorang nelayan dapat sama dan berbeda satu sama lain bergantung dari faktor produksi yang mereka gunakan, baik yang


(25)

milik pribadi maupun menumpang pada pemilik faktor produksi tersebut. Ketimpangan pendapatan nelayan ini akan menunjukkan sejauh mana ketidakmerataan pendapatan yang diperoleh antar nelayan khususnya nelayan yang masih tradisional dengan keterbatasan alat tangkap yang mereka miliki.

Pada umumnya masyarakat nelayan tradisional hidup di bawah garis kemiskinan dan standard hidup yang layak. Faktor utam penyebab kemiskinan adalah rendahnya pendapatan yang diterima oleh keluarga. Adapun beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan semakin parahnya kemiskinan nelayan adalah jumlah anggota keluarga, usaha sampingan di luar usaha penangkapan ikan, dan tingkat pendidikan. Ukuran kemiskinan yang digunakan adalah berdasarkan pendapatan yang diterima nelayan dengan garis kemiskinan US$ 2 - PPP (purchasing power parity)/kapita/hari. Ukuran ini adalah salah satu ukuran yang banyak digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia dan menjadi acuan oleh World Bank (Bank Dunia). Selain itu batas kemiskinan yang juga digunakan adalah dengan kriteria Sjogyo, yaitu tingkat konsumsi yang ekivalen dengan 360 kg beras per orang per tahun. Serta dengan menggunakan standard Upah Minimum Provinsi yang berlaku di Sumatera Utara adalah sebesar Rp 1.048.000,- per bulan.


(26)

UsahaPenangkapan

Pendapatan keluarga

Anggota keluarga

Faktor yang berhubungan:

• Jumlah tanggungan keluarga

• Usaha sampingan

• Pendidikan

Pendapatan Pendapatan

Faktor yang berhubungan:

• Pengalaman melaut

• Lama melaut

• Jumlah

tenaga kerja dalam kapal

Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

: Ada hubungan

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Usaha Sampingan

Ketimpangan Kemiskinan Nelayan Buruh


(27)

Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

1. Persentase kemiskinan nelayan di atas 50% masing-masing berdasarkan Sayogjo, Upah Minimum Provinsi dan bank dunia.

2. Ketimpangan pendapatan nelayan di daerah penelitian adalah ketimpangan rendah.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemiskinan nelayan adalah jumlah tanggungan keluarga, usaha sampingan, dan pendidikan.

4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan adalah pengalaman melaut, lama melaut, jumlah tenaga kerja dalam kapal.


(28)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian adalah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Penetapan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), suatu cara pemilihan daerah penelitian berdasarkan tujuan yang ingin dicapai atau ditunjuk langsung dengan kriteria tertentu (Wirartha, 2005).

Adapun dasar pertimbangan penentuan daerah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kota Medan merupakan penghasil perikanan tangkap yang terbesar di Provinsi Sumatera Utara (Lampiran 1).

2. Jumlah rumah tangga miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Medan Belawan (Tabel 1).

3. Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan kelurahan dengan jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan paling banyak di Kota Medan (Lampiran 2).

Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode Simple Random Sampling yaitu pemilihan sampel secara acak sederhana. Sebagai kriteria penentuan populasi dalam penelitian ini adalah nelayan buruh penangkap ikan di laut dengan menggunakan kapal < 5 GT dan berdomisili di Kelurahan Bagan Deli. Nelayan buruh kapal motor < 5 GT diambil sebagai sampel dengan alasan bahwa pendapatan nelayan buruh ini lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan


(29)

nelayan buruh yang lebih besar ukuran kapal motornya. Dari seluruh populasi yang jumlahnya sekitar 1.685 orang penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan, diambil sampel sebanyak 30 Rumah tangga nelayan. Hal ini menurut Sugiarto (2001) berdasarkan pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga, 30 sampel merupakan sampel kecil yang dapat dianggap mewakili untuk sebuah penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan nelayan melalui survei maupun daftar kuesioner yang telah disiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Medan, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan instansi lain yang terkait.

Tabel spesifikasi pengumpulan data disajikan sebagai berikut:

Tabel 3. Spesifikasi Pengumpulan Data

No .

Jenis data yang dikumpulkan

Sumber data Metode Alat 1.

2.

3.

4.

Data populasi dan sampel

Identitas nelayan

Pendapatan usaha penangkapan

Pendapatan dari usaha lain

Dinas pertanian dan perikanan Nelayan

Nelayan

Nelayan

Wawancara

Wawancara

Wawancara

Wawancara

-

Kuesioner

Kuesioner


(30)

Metode Analisis Data

Untuk menganalisis masalah 1 mengenai persentase kemiskinan nelayan maka digunakan Head Count Index yang diformulasikan sebagai berikut:

HCi =

Pt Pi

Keterangan:

HCi : Tingkat kemiskinan penduduk Pi : Jumlah penduduk miskin

Pt : Jumlah penduduk (Sirojuzilam, 2008)

Untuk menentukan miskin tidaknya nelayan sampel maka digunakan beberapa kriteria yaitu:

1. Menurut Sajogyo, ekuivalen dengan 360 kg beras per tahun per kapita. 2. Standard Upah Minimum Provinsi sebesar Rp 1.048.000,- per bulan.

3. Standard Bank Dunia (world bank), yaitu sebesar $2 per hari per kapita (setara dengan Rp 19.000,- per hari per kapita).

Rumusan hipotesis yang diuji dengan uji pihak kiri adalah: Ho : µ > 50%

H1 : µ ≤ 50% Dengan kriteria uji:

Jika Ho benar dan H1 salah maka hipotesis diterima. Jika Ho salah dan H1 benar maka hipotesis ditolak.

Untuk menganalisis masalah 2 mengenai ketimpangan pendapatan nelayan maka digunakan Gini Rasio (GR) yang formulanya adalah sebagai berikut:


(31)

GR = 1-

[

i i 1

]

n

1 i

Y Y

fi

=

+ ×

Keterangan:

GR = Gini rasio

fi = Frekuensi penduduk kelas ke-i

Yi = Frekuensi kumulatif dari total pendapatan kelas ke-i Yi-1 = Frekuensi kumulatif dari total pendapatan kelas ke-(i-1) Dengan kriteria sebagai berikut:

1. Bila GR = 1 maka timpang sempurna

2. Bila GR ≥ 0,80 maka ketimpangan pendapatan sangat tinggi 3. Bila GR 0,60 - 0,80 maka ketimpangan pendapatan tinggi 4. Bila GR 0,40 - < 0,80 maka ketimpangan pendapatan sedang 5. Bila GR 0,20 - < 0,40 maka ketimpangan pendapatan rendah 6. Bila GR 0 - < 0,20 maka ketimpangan pendapatan sangat rendah 7. Bila GR = 0 maka merata sempurna (Tarigan, 2002).

Rumusan hipotesis yang diuji dengan uji dua pihak yaitu: Ho : µ = tinggi (koefisien GR 0,6-0,8)

H1 : µ ≠ tinggi (koefisien GR selain 0,6-0,8) Dengan kriteria uji:

Jika Ho benar dan H1 salah maka hipotesis diterima.

Jika Ho salah dan H1 benar maka hipotesis ditolak. (Sugiyono, 2009)

Untuk menganalisis hipotesis 3 mengenai faktor yang berhubungan dengan kemiskinan maka digunakan analisis asosiasi dengan alat uji χ2 dua


(32)

sampel, yaitu antara kemiskinan dengan jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, dan usaha sampingan.

Untuk memperoleh nilai χ2 maka digunakan tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4. Tabel kontingensi secara umum

Variabel I Variabel II

Jumlah Kriteria I Kriteria II

Kriteria I Kriteria II a c b d a+b c+d

Jumlah a+c b+d n

Kemudian nilai χ2

diperoleh dengan rumus sebagai berikut

) )( )( )( ( ) 2 / ( 2 2 d c d b c a b a n bc ad n = = + + − − = χ

Dengan kriteria pengujian:

Bila χ2-hitung < χ2-tabel (α= 0,05 dan dk=1) : HO diterima (H1 ditolak) Bila χ2-hitung ≥ χ2-tabel (α= 0,05 dan dk=1) : HO ditolak (H1 diterima) (Sugiyono, 2009)

Untuk menganalisis hipotesis 4 mengenai faktor yang berhubungan dengan ketimpangan pendapatan digunakan analisis korelasi sederhana, yaitu antara variasi pendapatan dengan rata-rata pengalaman melaut, lama melaut, dan jumlah tenaga kerja dalam kapal. Untuk memperoleh koefisien korelasi maka digunakan rumus sebagai berikut:


(33)

}

{

( )

}

{

∑ ∑

}

− =

2 2

2 2

) (

) )( (

y y

n x x

n

y x xy

n r

Keterangan:

r : Koefisien korelasi n :Jumlah sampel x : Variabel bebas y : Variabel terikat

pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-t yang dirumuskan:

2

1 2

r n r thitung

− − = Dengan kriteria pengujian:

Jika t-hitung≤ t-tabelpada α = 0,05 berari Ho diterima dan H1 ditolak Jika t-hitung > t-tabelpada α = 0,05 berari Ho ditolak dan H1 diterima (Sugiyono, 2009)


(34)

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi

Untuk menghindari kesalahapahaman dalam penelitian dan membatasi penelitian maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

1. Nelayan buruh kapal motor <5 GT adalah individu yang bermata pencaharian menangkap ikan dan atau binatang laut lainnya dengan menggunakan kapal/perahu bermotor milik orang lain (nelayan toke). 2. Usaha penangkapan adalah kegiatan penangkapan ikan dan binatang laut

lainnya dengan menggunakan kapal serta menggunakan alat Bantu penangkapan seperti jaring, rawai, dan lain-lain.

3. Pendapatan dari usaha penangkapan adalah penerimaan bersih dari usaha penangkapan setelah dikurangi dengan biaya melaut dan dengan sistem bagi hasil tertentu dalam satuan Rupiah.

4. Usaha sampingan adalah mata pencaharian lain di luar sektor perikanan maupun di sektor perikanan seperti buruh bangunan, pedagang, mengupas kulit kerang, memperbaiki jaring, dan lain-lain.

5. Pendapatan keluarga adalah banyaknya uang yang diperoleh dari hasil menangkap ikan dengan atau tanpa ditambah usaha di sektor lain oleh nelayan dan keluarganya dalam satuan Rupiah.

6. Ketimpangan adalah perbedaan pendapatan satu orang dengan orang lain.

7. Faktor yang berhubungan dengan ketimpangan pendapatan nelayan adalah pengalaman melaut, lama melaut, dan jumlah tenaga kerja dalam kapal.


(35)

8. Pengalaman melaut adalah lamanya nelayan melakukan usaha penangkapan dalam satuan tahun

9. Lama melaut adalah lama nelayan melakukan penangkapan dalam setiap trip melaut dengan satuan hari.

10.Jumlah tenaga kerja dalam kapal adalah banyaknya awak (buruh nelayan) yang ikut melaut dalam satu kapal dengan satuan orang.

11.Kemiskinan adalah suatau keadaan yang menggambarkan serba kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

12.Faktor yang berhubungan dengan kemiskinan adalah jumlah tanggungan keluarga, usaha sampingan, dan pendidikan.

Batasan Operasional

Untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut:

1. Sampel adalah nelayan buruh kapal motor yang merupakan kepala keluarga dan berdomisili di Kelurahan Bagan Deli.

2. Kapal/perahu motor yang digunakan nelayan buruh adalah ukuran <5 GT. 3. Batas kemiskinan yang digunakan adalah berdasarkan kriteria Sajogyo

(ekivalen dengan 360 kg beras per orang per tahun) , satandard Upah Minimum Provinsi (UMP), dan kriteria bank dunia.

4. Tempat penelitian adalah di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.


(36)

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

1. Deskripsi Daerah Penelitian Gambaran Umum Kelurahan

Kelurahan Bagan Deli adalah salah satu kelurahan dari 6 kelurahan di Kecamatan Medan Belawan yang memiliki jumlah penduduk nelayan yang terbanyak di banding kelurahan lain. Kelurahan ini terletak di 3°48’ LU dan 98°42’ BT dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan laut dengan topografi pantai dan suhu 24° - 30°C serta curah hujan 2000 mm/tahun.

Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Utara : Selat Malaka

Selatan : Belawan II/Belawan Bahari Barat : Belawan I

Timur : Selat Malaka/Muara Deli/Kecamatan Percut Sei Tuan

Jarak Kelurahan Bagan Deli ke pusat administratif, kecamatan kurang lebih 3 km dan ke pusat kota (Medan) kurang lebih 26 km.

Luas Kelurahan ini berkisar 230 Ha dengan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 5. Spesifikasi Penggunaan Lahan di Kelurahan Bagan Deli

Peruntukan Luas Persentase

Pemukiman Bangunan Umum Empang

Lain-lain Jalur Hijau Pekuburan Lainnya

40 Ha 140 Ha

20 Ha 10 Ha 4,4 Ha 0,6 Ha 20 Ha

17.39% 60.87% 8.70% 4.35% 1.91% 0.26% 6.52%


(37)

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang terbesar adalah untuk bangunan umum yaitu seluas 140 Ha atau sekitar 60,87%.

Kelurahan Bagan Deli terdiri dari 15 lingkungan (Lingkungan I sampai XV) dan lingkungan yang berbatasan langsung dengan laut berjumlah 4 lingkungan yaitu lingkungan III, IV, V, XV.

Kependudukan

Jumlah penduduk di kelurahan ini yang terdata di kantor kelurahan mencapai 17.766 jiwa (3.595 KK) dengan spesifikasi sebagai berikut:

Tabel 6. Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Bagan Deli

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase Laki-laki

Perempuan

9.060 8.706

51 % 49%

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penduduk paling banyak berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 9.060 orang (50,97%) dan perempuan berjumlah 8.706 orang (49%).

Di tahun 2009 jumlah penduduk yang tergolong usia produktif berkisar 7.316 orang dan anak usia sekolah 5.384 orang (termasuk di dalamnya 225 anak putus sekolah), sedangkan sisanya termasuk dalam kategori lanjut usia dan anak usia pra sekolah.

Penduduk menurut lulusan tingkat pendidikan umum disajikan dalam tabel berikut:


(38)

Tabel 7. Penduduk Menurut Lulusan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Bagan Deli

Jenis Jumlah (orang) Persentase

SD SMP SMA Akademi Sarjana 6.203 931 618 18 5 79.78% 11.97% 7.95% 0.23% 0.06%

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

Dari Tabel 7 tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk tamatan SD adalah yang terbanyak dari lulusan pendidikan lainnya dengan jumlah 6.203 orang atau sekitar 79,78% dari total penduduk yang terdata di Kelurahan.

Perekonomian

Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Bagan Deli cukup beragam. Komposisi mata pencaharian penduduk sebagai berikut:

Tabel 8. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Bagan Deli:

Mata pencaharian utama Jumlah (orang) Persentase PNS Peg. Swasta TNI/POLRI Petani Nelayan Pedagang Pensiunan Lainnya 113 1.013 18 0 1.685 1.941 214 205 2.18% 19.52% 0.35% 0.00% 32.47% 37.41% 4.12% 3.95%

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

Dari Tabel 8 tersebut dapat diketahui bahwa mata pencaharian penduduk terutama adalah sebagai pedagang dengan jumlah 1.941 orang atau sekitar 37,41% dan pada


(39)

Sumber : Kelurahan Bagan Deli (2008)

urutan kedua adalah nelayan dengan jumlah 1.685 orang atau sekitar 32,47% dari total penduduk.

Usaha lain yang terdapat dalam komposisi mata pencaharian penduduk di antaranya adalah penjahit, pengemudi becak, dan supir angkutan umum. Kelurahan ini juga memiliki industri kecil dan menengah dengan produk antara lain: daging kepiting, udang kupas, cumi kupas, kerang kupas, dan pengolahan ikan asin. Dari industri tersebut masyarakat dapat memperoleh tambahan pendapatan yang akan membantu ekonomi rumah tangga.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di kelurahan ini antara lain adalah:

Tabel 9. Sarana dan Prasarana Penunjang Kehidupan Masyarakat di Kelurahan Bagan Deli

Bidang Jenis Jumlah (Unit)

Pendidikan SD

SMP SMA

4 - 1

Keagamaan Mesjid

Musola Gereja Kelenteng

2 6 1 1 Perkonomian Koperasi

Bank

2 -

Kesehatan Puskesmas

Klinik Posyasandu

1 5 6

Dari Tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa gedung pendidikan di Kelurahan Bagan Deli sudah cukup tersedia. Sarana peribadatan dan kesehatan umum juga tersedia. Untuk sarana kesehatan berjumlah 12 unit dan sarana perekonomian sebanyak 2 unit.


(40)

2. Karakteristik Nelayan Sampel

Nelayan di Kelurahan Bagan Deli umumnya menggunakan sarana penangkap ikan yang terbatas. Hal ini dapat dilihat dari jenis kapal motor yang dimiliki oleh penduduk serta alat tangkap yang digunakan di kelurahan ini. Dari 4 lingkungan yang berbatasan langsung dengan laut seperti yang disebutkan sebelumnya (di penjelasan lokasi kelurahan), sekitar separuh dari rumah tangga penduduk memiliki kapal motor penangkap ikan. Kapal motor tersebut tergolong sederhana dengan ukuran <5 GT. Adapun jumlah penduduk yang bermukim di 4 lingkungan tersebut sekitar 815 orang sehingga bisa disimpulkan nelayan yang memiliki kapal motor ukuran <5 GT berkisar 400an Rumah Tangga.

Daerah penangkapan (fishing ground) tergantung pada besarnya kapal yang digunakan, alat tangkap dan jenis ikan yang akan ditangkap. Untuk kapal yang menangkap di wilayah pinggir laut, umumnya tangkapan yang diperoleh adalah kerang, kepiting pinggir, ikan belanak, dan ikan kecil serta udang-udangan. Sedangkan untuk wilayah tengah hasil tangkapan berupa ikan selayang, ikan kembung, ikan tenggiri, kepiting tengah, dan beberapa jenis ikan tengah lainnya.

Untuk alat tangkap yang digunakan juga bermacam tergantung pada jenis tangkapannya, untuk tangkapan berupa udang pinggir, kepiting pinggir, dan ikan pinggir lainnya alat tangkap yang digunakan adalah jaring kepiting, jaring udang apolo, bahkan ada yang tidak menggunakan alat tangkap sama sekali (dengan menyelam atau mengutip dengan tangan).

Jenis kapal untuk hasil tangkapan pinggir adalah dengan kapal yang berukuran kecil (perahu papan ukuran 12-18 kaki), sedangkan untuk daerah


(41)

Sumber : Analisis data primer Sumber : Analisis data primer

tangkapan tengah kapal yang digunakan adalah kapal motor sedang dengan ukuran 20-30 kaki.

Secara umum karakteristik nelayan sampel di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Usia di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

Tingkat umur (tahun)

Jumlah nelayan (orang)

Persentase 20-30

30-40 40-50 50-60 60 dst

7 9 11 3 -

23% 30% 37% 10% 0%

Tabel 10 tersebut menunjukkan bahwa nelayan sampel di daerah penelitian umumnya berusia 40-50 tahun dengan jumlah 11 orang dan tidak ada nelayan sampel yang berusia di atas 60 tahun.

Tabel 11. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

Tingkat Pendidikan

Jumlah nelayan (orang)

Persentase SD

SMP SMA

23 7

-

76.67% 23.33% 0%

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nelayan responden di Kelurahan Bagan Deli hampir seluruhnya memperoleh pendidikan hanya sampai tingkatan Sekolah Dasar yaitu 23 orang (76,67%) sedangkan yang 7 orang lainnya pada tingkatan Sekolah Menegah Pertama. Dan dari hasil wawancara dengan nelayan


(42)

Sumber : Analisis data primer Sumber : Analisis data primer

sampel diketahui bahwa tidak ada nelayan responden yang pernah menempuh pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas.

Secara umum karakteristik nelayan sampel di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Pengalaman Melaut di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

Pengalaman melaut (tahun)

Jumlah nelayan (orang)

Persentase 0-10

10-20 20-30 30-40

10 14 5 1

33.33% 46.67% 16.67% 3.33%

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pengalaman melaut nelayan sampel di daerah penelitian umumnya adalah 14 tahun (sebanyak 14 orang) dan yang paling sedikit adalah memiliki pengalaman melaut selama 40 tahun yaitu sebanyak 1 orang.

Tabel 13. Ditribusi Nelayan Sampel Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

Jumlah tanggungan keluarga (orang)

Jumlah nelayan (orang)

Persentase 0-2

3-5 6-8 9-10

1 26

3 -

3.33% 86.67% 10.00% 0.00%

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah tanggungan nelayan sampel di daerah penelitian umumnya adalah 3-5 orang (86,67%) dan tidak ada nelayan sampel yang memiliki jumlah tanggungan 9-10 orang.


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Tingkat Kemiskinan

Pendapatan nelayan yang dihitung adalah pendapatan keluarganya. Pendapatan keluarga ini diperoleh dari total pendapatan utama dari hasil penangkapan ditambah dengan usaha sampingan di bidang penangkapan ataupun di luar usaha penangkapan yang dilakukan oleh kepala keluarga maupun oleh anggota keluarga.

Pendapatan utama dari hasil penangkapan adalah sebagai nelayan buruh, yaitu dengan menjalankan usaha penangkapan dengan menggunakan sarana penangkapan milik nelayan toke (dengan ukuran kapal <5 GT). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan yang diterima oleh nelayan buruh adalah penerimaan bersih berdasarkan sistem bagi hasil yang ditetapkan olah nelayan toke. Sistem bagi hasil yang berlaku di daerah penelitian adalah 50 : 50, artinya 50% dari hasil bersih untuk nelayan toke dan 50% lagi untuk seluruh awak (nelayan juragan dan nelayan buruh) dalam kapal.

Bagi hasil yang diberlakukan tersebut adalah berdasarkan hasil bersih, yaitu hasil penjualan tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan setelah dikurangi dengan biaya operasi penangkapan. Biaya operasi penangkapan meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan untuk penyusutan kapal, mesin, dan alat tangkap serta biaya pemeliharaan kapal dan mesin walaupun tidak dilakukan kegiatan penangkapan selama umur ekonomis dari peralatan tersebut dan pembayarannya dapat ditangguhkan. Sementara biaya variabel adalah biaya yang mutlak dikeluarkan


(44)

setiap kali melakukan kegiatan penangkapan. Umumnya biaya variabel meliputi biaya pembelian bahan bakar (solar), oli, dan bahan pengawet (es dan garam).

Adapun pendapatan utama dari usaha penangkapan dapat dilihat berikut ini.

Tabel 14. Pendapatan Nelayan dari Usaha Penangkapan No. Penerimaan

Usaha per Tip

(ribu rupiah) Biaya melaut per Tip (ribu rupiah) Pendapatan melaut per Tip (ribu rupiah) Pendapatan yang diterima awak (ribu rupiah) Jumlah Awak Per kapal (orang) Pendapatan masing-masing awak per Tip (ribu rupiah)

1 645 187,8 457,2 187,8 5 37,6

2 3.300 518,4 2.781 518,4 10 51,8

3 10.875 1,546 9.328,9 1.546,1 6 257,7

4 9.200 1.529,3 7.670,7 1.529,3 6 254,9

5 62 25,8 36.2 25,8 2 12,9

6 650 451,9 198 451,9 4 112,9

7 465 451,6 13,4 451,6 4 112,9

8 552,5 450,9 101,6 450,9 4 112,7

9 14.610 1.966,8 12.643 1.966,9 6 327,8

10 15.090 1.380,9 13.709 1.380,9 6 230,2 11 12.910 2.050 10.859,.9 2.050,1 6 341,7

12 54,5 18,6 35,9 18,6 1 18,6

13 25 16 8,9 16 1 16

14 59,5 38,8 20,7 38,8 1 38,8

15 62 39,6 22,4 39,6 1 39,6

16 242 50,3 191,6 504 1 50,4

17 244 53,1 190,8 53,2 1 53,2

18 25 16,3 8,7 16,3 1 16,3

19 54,5 28,5 25,9 28,6 2 14,3

20 7.970 3.362,7 4.607,3 3.362,7 7 480,4 21 11.920 1.386,5 10.533,4 1.386,5 6 231,9 22 6.390 2.070,1 4.319,9 2.070,1 4 517,5

23 5.660 1.987 3.672,9 1.987,1 4 496,8

24 13.380 2.262,8 11.117,2 2.262,8 6 377,1 25 11.835 2.380,9 9/,454,1 2.380,9 4 595,2

26 4.340 1.969,1 2/370,9 1.969 5 393,8

27 189 26,4 162,6 26,4 1 26,4

28 67 25,4 41,5 25,5 1 25,4

29 59,5 21,7 37,8 21,7 2 10,9

30 59,5 29 30,5 29 2 14,5

Rataan 4.494,9 907,4 3.593 902 4 180,4

Sumber :Data primer diolah

Dari Tabel 14 tersebut dapat diketahui bahwa dari kegiatan penangkapan setiap tripnya rata-rata penerimaan dari kegiatan penangkapan adalah Rp 4.494.862;


(45)

rata-rata biaya yang dikeluarkan Rp 907.391; dan rata-rata pendapatan kapal 3,592.948. Pendapatan yang diterima awak dalam tabel tersebut adalah 50% dari total pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan. Rata-rata pendapatan yang diterima awak adalah sebesar Rp 901.915,- dan masing-masing awak akan memperoleh bagian yang sama yaitu sebanyak pembagian dari total pendapatan untuk seluruh awak dengan jumlah awak dalam kapal. Jadi, semakin banyak awak dalam kapal maka pendapatan yang diterima oleh masing-masing awak kapal akan semakin sedikit.

Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa pendapatan sampingan tersebut berasal dari usaha penangkapan yang dilakukan kepala keluarga seperti memancing (dengan peralatan milik sendiri) maupun oleh anggota keluarga seperti menjadi buruh pengupas kerang, buruh cuci, dan berdagang. Nelayan yang melakukan usaha sampingan dengan memancing adalah jenis nelayan yang beroperasi ke tengah laut. Hasil tangkapan tersebut kemudian dijual dan akan menjadi tambahan nelayan disamping pekerjaan utamanya menjadi nelayan buruh. Selain itu usaha sampingan kepala keluarga yang diketahui dari penelitian adalah dengan berdagang. Mereka yang berdagang adalah nelayan yang daerah tangkapannya di pinggir laut yang hanya melaut 1 hari saja. Pendapatan sampingan ini diperoleh dari besar pendapatan rata-rata setelah dikurangi dengan modal. Untuk modal dalam kegiatan memancing itu sendiri tidak ada, karena hanya menggunakan alat pancing yang sudah dimiliki sebelumnya oleh nelayan. Sedangkan modal dalam kegiatan berdagang adalah modal untuk memperoleh barang yang akan didagangkan saja. Biaya tempat dan lain-lain dianggap tidak


(46)

ada dengan alasan tempat yang digunakan berpindah-pindah walaupun masih di kelurahan tersebut dan tidak dikenakan biaya.

Pendapatan sampingan keluarga dapat pula berasal dari usaha yang dilakukan oleh istri nelayan. Beberapa usaha yang dilakukan oleh istri nelayan adalah dengan menjadi pengupas kulit kerang, menjadi buruh cuci, dan berdagang. Dalam kegiatan mengupas kulit kerang menjadi kerang kupas yang siap dijual, istri nelayan yang melakukan pekerjaan ini memperolehnya dari pengumpul (toke) yang kemudian pengumpul tersebut merebusnya hingga setengah masak terlebih dahulu. Tujuan dari perebusan ini adalah agar kerang tidak cepat busuk. Untuk upah dari kegiatan mengupas kerang ini sendiri adalah Rp 1.000,- per kilogramnya. Rata-rata pengupasan kerang per harinya mencapai 5-10 kilogram. Sehingga rata-rata pendapatan yang bisa diperoleh adalah sebesar Rp 5.000 hingga Rp10.000,-/hari.

Dari usaha menjadi buruh cuci, istri nelayan menawarkan jasanya pada keluarga di sekitar daerah itu. Pendapatan rata-rata yang diperoleh adalah Rp 100.000/bulan. Untuk usaha lain yang juga dilakukan adalah dengan berdagang. Umumnya dagangan yang dijual adalah gorengan dan jajanan anak-anak. Dan rata-rata penerimaan bersih yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp 10.000/hari.

Berikut tabel pendapatan keluarga yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan:


(47)

Tabel 15. Pendapatan Keluarga Nelayan per Bulan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009

No. Sampel

Pekerjaan Utama (ribu rupiah)

Usaha Sampingan

(ribu rupiah) Total Pendapatan Keluarga (ribu rupiah)

1 1.127,1 300 1.427,1

2 1.555,1 0 1.555,1

3 1.803,8 100 1.903,8

4 1.784,2 580 2.364,2

5 387,5 480 867,5

6 1.694,9 0 1.694,9

7 1.693,5 0 1.693,5

8 1.690,9 0 1.690,9

9 2.294,7 0 2.294,7

10 1.611,1 575 2.186,1

11 2.391,8 0 2.391,8

12 558 240 798

13 481,1 210 691,1

14 1.163,6 0 1.163,6

15 1.189,3 0 1.189,3

16 1.510,8 0 1.510,8

17 1.595,2 0 1.595,2

18 490,1 210 700,1

19 428,6 210 638,6

20 3.362,7 105 3.467,7

21 1.617,6 350 1.967,6

22 3.622,7 0 3.622,7

23 3.477,4 0 3.477,4

24 2.639,9 420 3.059,9

25 4.166,6 350 4.516,6

26 2.756,8 350 3.106,8

27 793,1 210 1.003,1

28 763,7 0 763,7

29 325,1 210 535,1

30 435,5 210 645,5

Sumber :Data primer diolah

Tabel 15 tersebut menjelaskan bahwa pendapatan keluarga yang diperoleh oleh nelayan sampel berbeda-beda. Ada keluarga nelayan yang memiliki pendapatan cukup besar dan ada juga yang sebaliknya sangat kecil.

Untuk melihat tingkat kemiskinan nelayan dari pendapatan keluarga yang diperoleh, digunakan alat analisis head count index. Sebagai batas (garis kemiskinan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kriteria Sajogyo


(48)

Sumber :Data primer diolah

Rp 1.048.000,-/orang/bulan atau setara dengan Rp 34.900,-/orang/hari, dan standard bank dunia yaitu $2/hari/kapita atau setara dengan Rp 19.000,-/orang/hari

Tabel 16. Pendapatan Keluarga Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Tahun 2009 No. Sampel Pendapatan Keluarga Kategori Kemiskinan (Rp/orang/har

i) Kriteria Sajogyo Standard UMP

Kriteria Bank Dunia (Ekuivalen Rp 6.000,-/ka/hari (Rp 1.048.000,-/bulan = Rp 34.900/hari)

($2/hari = 19,000/ka/hari)

1 15.856 tidak miskin miskin miskin

2 12.959 tidak miskin miskin miskin

3 15.865 tidak miskin miskin miskin

4 26.269 tidak miskin miskin tidak miskin

5 5.784 miskin miskin miskin

6 18.833 tidak miskin miskin miskin

7 14.113 tidak miskin miskin miskin

8 14.091 tidak miskin miskin miskin

9 15.298 tidak miskin miskin miskin

10 14.574 tidak miskin miskin miskin

11 39.863 tidak miskin tidak miskin tidak miskin

12 3.800 miskin miskin miskin

13 3.291 miskin miskin miskin

14 9.696 tidak miskin miskin miskin

15 9.911 tidak miskin miskin miskin

16 12.59 tidak miskin miskin miskin

17 10.634 tidak miskin miskin miskin

18 7.779 tidak miskin miskin miskin

19 7.095 tidak miskin miskin miskin

20 28.898 tidak miskin miskin tidak miskin 21 21.862 tidak miskin miskin tidak miskin 22 24.152 tidak miskin miskin tidak miskin 23 38.638 tidak miskin tidak miskin tidak miskin 24 25.500 tidak miskin miskin tidak miskin 25 37.639 tidak miskin tidak miskin tidak miskin 26 25.890 tidak miskin miskin tidak miskin

27 5.573 miskin miskin miskin

28 8.486 tidak miskin miskin miskin

29 5.946 miskin miskin miskin

30 4.304 miskin miskin miskin


(49)

Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa nelayan sampel di daerah penelitian menurut kriteria UMP dan kriteria Bank Dunia hidup di bawah garis kemiskinan sedangkan menurut kriteria Sajogyo nelayan sampel sedikit yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan yang cukup jauh dari masing-masing kriteria.

Penduduk miskin berdasarkan kriteria Sajogyo berjumlah 6 kepala keluarga. Dan yang termasuk dalam kategori tidak miskin berjumlah 24 kepala keluarga. Dari hasil pengolahan data primer dengan menggunakan head count index diperoleh tingkat kemiskinan sebesar 20%. Dengan demikian Ho salah dan H1 benar sehingga hipotesis menyatakan persentase kemiskinan nelayan di atas 50% ditolak.

Penduduk miskin berdasarkan kriteria Upah Minimum Provinsi (UMP) berjumlah 27 kepala keluarga. Dan yang termasuk dalam kategori tidak miskin berjumlah 3 kepala keluarga. Dari hasil pengolahan data primer dengan menggunakan head count index diperoleh tingkat kemiskinan sebesar 90%. Dengan demikian Ho benar dan H1 salah sehingga hipotesis menyatakan persentase kemiskinan nelayan di atas 50% diterima.

Penduduk miskin berdasarkan kriteria Bank Dunia berjumlah 21 kepala keluarga. Dan yang termasuk dalam kategori tidak miskin berjumlah 9 kepala keluarga. Dari hasil pengolahan data primer dengan menggunakan head count index diperoleh tingkat kemiskinan sebesar 70%. Dengan demikian Ho benar dan H1 salah sehingga hipotesis menyatakan persentase kemiskinan nelayan di atas 50% diterima.


(50)

2. Analisis Ketimpangan Pendapatan

Pendapatan yang diterima oleh nelayan berbeda-beda. Terdapat ketimpangan pendapatan yang mereka peroleh. Untuk melihat tingkat ketimpangan nelayan digunakan formulasi Gini Rasio.

Berikut disajikan perolehan nilai Gini Rasio dari hasil pengolahan data primer di lapangan:

Tabel 17. Perhitungan Gini Rasio

Xi Yi

pendapatan (Rp/bulan)

% Xi Kumulatif % Xi

% Yi/ ∑ Y

Kumulatif % Y Kumulatif % Yi+Yi-1 Kumulatif (% Yi+Yi-1). (% X) 29 535,146 3.33% 3.33% 0.98% 0.98% 0.98% 0.033% 19 638,575 3.33% 6.67% 1.17% 2.15% 3.13% 0.104% 30 645,527 3.33% 10.00% 1.18% 3.34% 5.49% 0.183% 13 691,108 3.33% 13.33% 1.27% 4.60% 7.94% 0.265% 18 700,067 3.33% 16.67% 1.28% 5.89% 10.49% 0.350% 28 763,733 3.33% 20.00% 1.40% 7.29% 13.18% 0.439% 12 798,013 3.33% 23.33% 1.46% 8.75% 16.04% 0.535% 5 867,533 3.33% 26.67% 1.59% 10.34% 19.10% 0.637% 27 1,003,117 3.33% 30.00% 1.84% 12.18% 22.53% 0.751% 14 1,163,567 3.33% 33.33% 2.13% 14.32% 26.50% 0.883% 15 1,189,317 3.33% 36.67% 2.18% 16.50% 30.82% 1.027% 1 1,427,069 3.33% 40.00% 2.62% 19.12% 35.62% 1.187% 16 1,510,757 3.33% 43.33% 2.77% 21.89% 41.00% 1.367% 2 1,555,095 3.33% 46.67% 2.85% 24.74% 46.63% 1.554% 17 1,595,174 3.33% 50.00% 2.93% 27.67% 52.40% 1.747% 8 1,690,883 3.33% 53.33% 3.10% 30.77% 58.43% 1.948% 7 1,693,525 3.33% 56.67% 3.11% 33.87% 64.64% 2.155% 6 1,694,954 3.33% 60.00% 3.11% 36.98% 70.85% 2.362% 3 1,903,761 3.33% 63.33% 3.49% 40.47% 77.45% 2.582% 21 1,967,607 3.33% 66.67% 3.61% 44.08% 84.55% 2.818% 10 2,186,134 3.33% 70.00% 4.01% 48.09% 92.17% 3.072% 9 2,294,714 3.33% 73.33% 4.21% 52.30% 100.39% 3.346% 4 2,364,229 3.33% 76.67% 4.34% 56.64% 108.94% 3.631% 11 2,391,761 3.33% 80.00% 4.39% 61.02% 117.66% 3.922% 24 26 3,059,953 3,106,797 3.33% 3.33% 83.33% 86.67% 5.61% 5.70% 66.64% 72.33% 127.66% 138.97% 4.255% 4.632% 20 3,467,704 3.33% 90.00% 6.36% 78.69% 151.03% 5.034% 23 3,477,403 3.33% 93.33% 6.38% 85.07% 163.77% 5.459% 22 3,622,742 3.33% 96.67% 6.64% 91.72% 176.79% 5.893% 25 4,516,637 3.33% 100.00% 8.28% 100.00% 191.72% 6.391%

∑ 54,522,599 100% 100.00% 68.562%

GR = 1-0.69 = 0.31


(51)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Kumulatif % X

K

u

m

u

la

tif

%

X

Untuk memperoleh nilai Gini Rasio maka terlebih dahulu data diurut berdasarkan pendapatannya. Urutannya adalah dari pendapatan yang terendah hingga yang tertinggi. Kemudian dihitung persentase pendapatan (%Yi) dan kumulatif persen pendapatan (kumulatif %Yi), serta persentase penduduk (%Xi) dan kumulatif persen penduduknya (kumulatif %Xi).

Dari hasil perhitungan Gini rasio pada Tabel 17 tersebut diketahui bahwa secara keseluruhan (over-all sampling) nilai GR sebesar 0,31 sehingga termasuk dalam kriteria tingkat pendapatan nelayan rendah (di bawah garis kemiskinan). Dengan demikian Ho benar dan H1 salah sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ketimpangan pendapatan yang diterima oleh nelayan adalah ketimpangan rendah diterima.

Adapun bentuk Kurva Lorenz yang terbentuk dari analisis data menggunakan Gini Rasio dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Kurva Lorenz Hasil Penelitian

Dari Gambar 2 tersebut dapat dilihat bahwa Kurva Lorenz tidak begitu cembung. Hal ini dikarenakan koefisien Gini Rasio tidak begitu besar. Apabila nilai Gini Rasio mendekati nol maka kurva akan memiliki kecembungan yang


(52)

semakin kecil yaitu mendekati garis lurus seperti yang terlihat dalam gambar tersebut. Semakin kecil nilai Gini Rasio maka kurva yang terbentuk akan semakin berimpit dengan garis diagonal tersebut.

Ketimpangan pendapatan ini sangat mungkin terjadi. Dari hasil penelitian di lapangan ketimpangan tersebut sangat erat hubungannya dengan usaha sampingan yang dilakukan oleh keluarga. Untuk melihat bagaimana keeratan hubungan antara usaha sampingan dengan kemiskinan dapat dilihat di pembahasan selanjutnya.

3. Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kemiskinan

Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan kemiskinan diantaranya adalah jumlah tanggungan keluarga, pendidikan serta usaha sampingan. Untuk menguji hubungan masing-masing variabel tersebut dengan kemiskinan digunakan analisis asosiasi dengan menggunakan uji χ2.

a. Hubungan jumlah tanggungan keluarga dengan kemiskinan

Secara teori disebutkan bahwa jumlah tanggungan keluarga akan memperparah kemiskinan masyarakat. Jumlah tanggungan yang besar akan menunjukkan banyaknya orang yang bergantung langsung dari pendapatan keluarga yang diperoleh oleh nelayan dan anggota keluarga lainnya dalam memenuhi kebutuhan baik makanan maupun non-makanan. Untuk mengetahui jumlah pendapatan keluarga dan jumlah tanggungan keluarga dapat dilihat pada tabel berikut :


(53)

Tabel 18. Total pendapatan keluarga dan jumlah tanggungan keluarga No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Jumlah Tanggungan Keluarga

(Rp/bulan) (Jiwa)

1 1.427.069 3

2 1.555.095 4

3 1.903.761 4

4 2.364.229 3

5 867.533 5

6 1.694.954 3

7 1.693.525 4

8 1.690.883 4

9 2.294.714 5

10 2.186.134 5

11 2,391,761 5

12 798,013 2

13 691,108 7

14 1,163,567 7

15 1,189,317 4

16 1,510,757 4

17 1.595.174 4

18 700.067 3

19 638.575 3

20 3.467.704 4

21 1.967.607 3

22 3.622.742 5

23 3.477.403 3

24 3.059.953 4

25 4.516.637 4

26 3.106.797 4

27 1.003.117 6

28 763.733 3

29 535.146 3

30 645.527 5

Rata-rata 1.817.420 4

Sumber : Data primer diolah

Dari Tabel 18 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumalah pendapatan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan jumlah tanggungan rata-rata adalah 4 orang.

Untuk melihat adanya hubungan antara jumlah tanggungan keluarga dengan kemiskinan maka terlebih dahulu dibuat tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut:


(54)

Tabel 19. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo

Kemiskinan Jumlah tanggungan

Jumlah Tanggungan besar

(di atas jumlah rata-rata)

Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Miskin

Tidak miskin

4 5

2 19

6 24

Jumlah 9 21 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 2.87. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Tabel 20. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria UMP

Kemiskinan Jumlah tanggungan

Jumlah Tanggungan besar

(di atas jumlah rata-rata)

Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Miskin

Tidak miskin

8 1

19 2

27 3

Jumlah 9 21 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2 sebesar 0,28. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.


(55)

Tabel 21. Tabel kontingensi antara jumlah tanggungan dan kemiskinan dengan kriteria Bank Dunia

Kemiskinan Jumlah tanggungan

Jumlah Tanggungan besar

(di atas jumlah rata-rata)

Tanggungan kecil (di bawah jumlah rata-rata) Miskin

Tidak miskin

7 1

14 8

21 9

Jumlah 8 22 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 1,59. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Dengan demikian secara keseluruhan hipotesis yang jumlah tanggungan keluarga berhubungan dengan kemiskinan ditolak. Hal ini dikarenakan walaupun jumlah tanggungan keluarga besar belum tentu menghubungkan kepada kemiskinan. Dengan jumlah tanggungan keluarga banyak namun jika pendapatan keluarga besar dan rata-rata pendapatan per orang dalam keluarga di atas standard garis kemiskinan, maka keluarga tersebut tidak dapat dikategorikan miskin.

b. Hubungan tingkat pendidikan dengan kemiskinan

Untuk mengetahui jumlah pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:


(56)

Tabel 22. Total pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan

No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Tingkat pendidikan

(Rp/bulan) (tahun)

1 1.427.069 9

2 1.555.095 6

3 1.903.761 5

4 2.364.229 3

5 6

867.533 1.694.954

9 5

7 1.693.525 4

8 1.690.883 5

9 2.294.714 9

10 2.186.134 9

11 2,391,761 9

12 798,013 4

13 691,108 3

14 1,163,567 6

15 1,189,317 6

16 1,510,757 6

17 1.595.174 4

18 700.067 9

19 638.575 6

20 3.467.704 4

21 1.967.607 9

22 3.622.742 6

23 3.477.403 5

24 3.059.953 4

25 4.516.637 6

26 3.106.797 6

27 1.003.117 6

28 763.733 6

29 535.146 5

30 645.527 4

Rata-rata 1.817.420 6

Sumber : Data primer diolah

Dari Tabel 22 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumlah pendapatan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan tingkat pendidikan rata-rata adalah 6 tahun.

Untuk melihat adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kemiskinan maka terlebih dahulu dibuat tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut:


(57)

Tabel 23. Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo

Kemiskinan Tingkat pendidikan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin Tidak miskin

5 6

1 18

6 24

Jumlah 11 19 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 4,74. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2 hitung lebih besar dari χ2 tabel sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemiskinan nelayan diterima.

Tabel 24. Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria UMP

Kemiskinan Tingkat pendidikan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin Tidak miskin

6 1

21 2

27 3

Jumlah 7 23 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 0,16. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.


(58)

Tabel 25. Tabel kontingensi antara tingkat pendidikan dan kemiskinan dengan kriteria Bank Dunia

Kemiskinan Tingkat pendidikan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin Tidak miskin

5 2

16 7

21 9

Jumlah 7 23 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 0,016. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan tingkat pendidikan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Secara keseluruhan tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan kemiskinan nelayan sampel, kecuali untuk kemiskinan yang diukur dengan kriteria Sajogyo. Hal ini dimungkinkan karena tingkat pendidikan yang tinggi belum tentu menjamin nelayan tersebut terlepas dari kategori miskin. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan tidak berhubungan pendapatan yang diperoleh karena tidak akan menyebabkan naiknya pendapatan yang diterima keluarga. Dari survei di lapangan nelayan sampel mengaku tidak perlu pendidikan yang tinggi untuk menjadi seorang nelayan.

c. Hubungan usaha sampingan dengan kemiskinan

Untuk mengetahui jumlah pendapatan keluarga dan usaha sampingan dapat dilihat pada tabel berikut:


(59)

Tabel 26. Total pendapatan keluarga dan usaha sampingan

No. Sampel Total Pendapatan Keluarga Usaha sampingan

(Rp/bulan) (Rp/bulan)

1 1.427.069 300.000

2 1.555.095 0

3 1.903.761 100.000

4 2.364.229 580.000

5 867.533 480.000

6 1.694.954 0

7 1.693.525 0

8 1.690.883 0

9 2.294.714 0

10 2.186.134 575.000

11 2,391.761 0

12 798.013 240.000

13 691.108 210.000

14 1.163.567 0

15 1.189.317 0

16 1.510.757 0

17 1.595.174 0

18 700.067 210.000

19 638.575 210.000

20 3.467.704 105.000

21 1.967.607 350.000

22 3.622.742 0

23 3.477.403 0

24 3.059.953 420.000

25 4.516.637 350.000

26 3.106.797 350.000

27 1.003.117 210.000

28 763.733 0

29 535.146 210.000

30 645.527 210.000

Rata-rata 1.817.420 170.333

Sumber : Data primer diolah

Dari Tabel 26 tersebut diketahui bahwa rata-rata jumlah pendapatan per bulan keluarga nelayan sampel adalah Rp 1.817.420,- dan usaha sampingan rata-rata adalah Rp 170.333,- per bulan.

Untuk melihat adanya hubungan antara usaha sampingan dengan kemiskinan maka terlebih dahulu dibuat tabel kontingensi yang digambarkan sebagai berikut:


(60)

Tabel 27. Tabel kontingensi antara usaha sampingan dan kemiskinan dengan kriteria Sajogyo

Kemiskinan Usaha sampingan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin Tidak miskin

5 9

1 15

6 24

Jumlah 16 14 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil analisis data diperoleh nilai χ2 sebesar 2,42. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2 hitung lebih kecil dari χ2 tabel sehingga Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.

Tabel 28. Tabel kontingensi antara usaha sampingan dan kemiskinan dengan kriteria UMP

Kemiskinan Usaha sampingan

Jumlah Di atas jumlah rata-rata Di bawah jumlah rata-rata

Miskin Tidak miskin

14 2

13 1

27 3

Jumlah 16 14 30

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel kontingensi tersebut kemudian dihitung nilai χ2

. Dari hasil

analisis data diperoleh nilai χ2

sebesar 0,015. Dengan membandingkan χ2 tabel

pada dk = 1 dan α = 0,05 yaitu sebesar 3,841 maka dapat diketahui bahwa χ2

hitung lebih kecil dari χ2

tabel sehingga Ho diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan perbedaan usaha sampingan berhubungan dengan kemiskinan nelayan ditolak.


(1)

Lampiran 6 (sambungan). Hasil tangkapan/Trip

No.

sampel Kerang

Kepiting pinggir

Kepiting

Tengah Gulamah Tongkol Selayang Kembung

Kembung kuring

Udang

campur Ciput Pari Tenggiri cumi Total

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1 175,000 50,000 0 20,000 0 0 0 0 400,000 0 0 0 0 645,000

2 0 0 700,000 0 0 0 2,000,000 600,000 0 0 0 0 0 3,300,000

3 0 0 10,500,000 0 375,000 0 0 0 0 0 0 0 0 10,875,000

4 0 0 8,750,000 0 450,000 0 0 0 0 0 0 0 7 9,200,007

5 15,000 5,000 0 2,000 0 0 0 0 40,000 0 0 0 0 62,000

6 5,000 10,000 35,000 0 0 0 0 0 600,000 0 0 0 0 650,000

7 5,000 7,500 52,500 0 0 0 0 0 400,000 0 0 0 0 465,000

8 12,500 7,500 52,500 0 0 0 0 0 480,000 0 0 0 0 552,500

9 0 0 14,000,000 0 150,000 0 0 0 0 0 210,000 250,000 0 14,610,000

10 0 0 14,700,000 0 0 0 0 0 0 0 140,000 250,000 0 15,090,000

11 0 0 12,250,000 0 75,000 0 0 0 0 0 210,000 375,000 0 12,910,000

12 12,500 0 0 2,000 0 0 0 0 40,000 0 0 0 0 54,500

13 10,000 15,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25,000

14 12,500 5,000 0 2,000 0 0 0 0 40,000 0 0 0 0 59,500

15 10,000 10,000 0 2,000 0 0 0 0 40,000 0 0 0 0 62,000

16 0 0 0 2,000 0 0 0 0 240,000 0 0 0 0 242,000

17 0 0 0 4,000 0 0 0 0 240,000 0 0 0 0 244,000

18 25,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25,000

19 2,500 0 0 2,000 0 0 0 0 0 50,000 0 0 0 54,500

20 0 0 0 0 225,000 5,000,000 1,000,000 600,000 400,000 0 245,000 500,000 0 7,970,000

21 0 0 10,500,000 0 0 0 0 0 1,200,000 0 0 0 220,000 11,920,000

22 0 0 0 0 0 4,500,000 750,000 420,000 400,000 0 70,000 250,000 0 6,390,000 23 0 0 0 0 0 4,000,000 300,000 240,000 800,000 0 70,000 250,000 0 5,660,000

24 0 0 12,250,000 0 0 0 0 0 800,000 0 0 0 330,000 13,380,000

25 25,000 0 10,500,000 0 0 0 0 0 1,200,000 0 0 0 110,000 11,835,000

26 0 0 0 0 0 3,200,000 300,000 120,000 400,000 0 70,000 250,000 0 4,340,000


(2)

27 0 15,000 0 6,000 0 0 0 168,000 0 0 0 0 0 189,000

28 0 25,000 0 2,000 0 0 0 0 40,000 0 0 0 0 67,000

29 12,500 5,000 0 2,000 0 0 0 0 40,000 0 0 0 0 59,500


(3)

Lampiran 7. Pendapatan Usaha

No.

Penerimaan

Biaya Usaha

penangkapan Pendapatan

Usaha Penyusutan Pemeliharaan Penyusutan Total Total melaut (Rp/trip) kapal+mesin kapal+mesin peralatan B. Variabel (Rp/trip)

(Rp/trip)

1 645,000 3,485 30 2,529 181,800 187,845 457,155

2 3,300,000 5,713 30 27,622 485,000 518,365 2,781,635

3 10,875,000 24,461 7 256,112 1,265,500 1,546,081 9,328,919

4 9,200,007 24,008 7 239,824 1,265,500 1,529,339 7,670,668

5 62,000 2,906 30 0 22,900 25,836 36,164

6 650,000 5,811 15 83,662 362,500 451,988 198,012

7 465,000 5,063 15 84,028 362,500 451,607 13,393

8 552,500 4,230 15 84,157 362,500 450,902 101,598

9 14,610,000 25,967 7 240,424 1,700,500 1,966,898 12,643,102 10 15,090,000 25,198 7 269,767 1,086,000 1,380,972 13,709,028 11 12,910,000 21,057 7 289,017 1,740,000 2,050,080 10,859,920

12 54,500 2,489 30 332 15,750 18,600 35,900

13 25,000 2,107 30 0 13,900 16,037 8,963

14 59,500 1,711 30 2,844 34,200 38,786 20,714

15 62,000 5,864 30 0 33,750 39,644 22,356

16 242,000 2,350 30 279 47,700 50,359 191,641

17 244,000 2,350 30 3,542 47,250 53,172 190,828

18 25,000 2,406 30 0 13,900 16,336 8,664

19 54,500 2,794 30 2,347 23,400 28,572 25,928

20 7,970,000 24,858 7 161,338 3,176,500 3,362,704 4,607,296

21 11,920,000 17,560 7 268,454 1,100,500 1,386,520 10,533,480

22 6,390,000 28,175 7 35,957 2,006,000 2,070,138 4,319,862


(4)

23 5,660,000 22,874 7 36,706 1,927,500 1,987,087 3,672,913 24 13,380,000 21,602 7 309,708 1,931,500 2,262,817 11,117,183

25 11,835,000 22,693 7 31,735 2,326,500 2,380,935 9,454,065

26 4,340,000 20,493 7 322,140 1,626,500 1,969,141 2,370,859

27 189,000 1,558 30 99 24,750 26,437 162,563

28 67,000 2,128 30 0 23,300 25,458 41,542

29 59,500 2,711 30 3,185 15,750 21,676 37,824


(5)

Lampiran 8. Usaha Sampingan

No. Sampel

Pendapatan Sampingan dari Melaut Pendapatan istri Total Pendapatan Sampingan Jenis pekerjaan Pendapatan

rata-rata (Rp/trip)

Pendapatan rata-rata (Rp/bulan)

Jenis pekerjaan Pendapatan rata-rata (Rp/hari)

Pendapatan rata-rata (Rp/bulan)

(Rp/bulan)

1 berdagang 10,000 300,000 300,000

2 - 0 0

3 - 0 buruh cuci 3,333 100,000 100,000 4 mancing 40,000 280,000 berdagang 10,000 300,000 580,000 5 berdagang 8,000 240,000 kupas kerang 8,000 240,000 480,000 6 - 0 0

7 - 0 0

8 - 0 0

9 - 0 0

10 mancing 80,000 560,000 pengecer bedak 500 15,000 575,000 11 - 0 0

12 berdagang 8,000 240,000 kupas kerang 5,000 240,000 13 berdagang 7,000 210,000 kupas kerang 7,000 210,000 14 0 0

15 0 kupas kerang 7,000 0

16 0 kupas kerang 8,000 0

17 0 0

18 berdagang 7,000 210,000 kupas kerang 10,000 210,000 19 berdagang 7,000 210,000 kupas kerang 5,000 210,000 20 dagang 15,000 105,000 kupas kerang 10,000 105,000 21 mancing 50,000 350,000 350,000 22 - 0 0

23 0 0

24 mancing 60,000 420,000 420,000

25 mancing 50,000 350,000 kupas kerang 8,000 350,000


(6)

26 mancing 50,000 350,000 kupas kerang 10,000 350,000

27 berdagang 7,000 210,000 kupas kerang 5,000 210,000

28 0 kupas kerang 5,000 0

29 berdagang 7,000 210,000 kupas kerang 5,000 210,000


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yangmempengaruhi Pendapatan Serta Persepsi Nelayan Terhadap Program Peningkatan Pendapatan Nelayan Oleh Pemerintah (Studi Kasus : Kelurahan Bagan Deli, Kec.Medan Belawan, Kota Madya Medan)

2 61 74

Analisis Karakteristik Nelayan dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

8 101 124

Analisis Pendapatan Dan Sistem Pembagian Hasil Nelayan Bermotor &lt;5 GT dan 5-9 GT (Studi Kasus : Kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Propinsi Sumatera Utara)

2 70 131

Analisis Masalah Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Di Kelurahan Bagan Deli Dan...

0 28 5

Analisis Masalah Kemiskinan Dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan Di Kelurahan Bagan Deli

0 27 2

Strategi Perempuan Pesisir Dalam Mengatasi Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan Miskin Studi Kasus : Masyarakat Pesisir di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 13 113

Strategi Perempuan Pesisir Dalam Mengatasi Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan Miskin Studi Kasus : Masyarakat Pesisir di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 5

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Karakteristik Nelayan dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

0 0 13

I. PENDAHULUAN - Analisis Karakteristik Nelayan dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

0 0 7

ANALISIS KARAKTERISTIK NELAYAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MEDAN TESIS

0 0 16