Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian

Menurut Sujana 1989, ciri-ciri proses belajar-mengajar yang menuntut siswa untuk berpartisipasi secara aktif adalah sebagai berikut : 1. Siswa tidak hanya menerima informasi, tetapi lebih banyak mencari informasi 2. Siswa banyak mengajukan pertanyaan, baik kepada guru maupun kepada siswa lainnya 3. Siswa lebih banyak mengajukan pendapat terhadap informasi yang disampaikan oleh guru atau pendapat yang diajukan oleh siswa lain 4. Siswa memberikan respon nyata terhadap stimulus belajar yang diberikan oleh guru seperti membaca, mengerjakan tugas, mendiskusikan, memecahkan masalah dengan teman sekelas, bertanya kepada siswa lain bila mendapat kesulitan, mencari informasi dari berbagai sumber belajar,dan kegiatan nyata lainnya 5. Siswa berkesempatan melakukan penilaian sendiri terhadap hasil pekerjaannya sekaligus memperbaiki dan menyempurnakan pekerjaan yang dianggapnya masih belum sempurna 6. Siswa membuat sendiri kesimpulan pelajaran dengan bahasa dan cara masing-masing, baik secara mandiri maupun kelompok. Berdasarkan penjelasan di atas, pembelajaran dikatakan efektif jika adanya pe- ningkatan hasil belajar setelah proses pembelajaran dan siswa berperan secara aktif dalam memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran secara konstruktivisme yang berpusat pada siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

B. Teori Belajar Konstruktivisme

Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan, dari kehidupan manusia, bahkan sejak mereka lahir sampai akhir hayat. Pernya- taan tersebut menjadi ungkapan bahwa manusia tidak dapat lepas dari proses bel- ajar itu sendiri sampai kapanpun dan dimanapun manusia itu berada dan belajar juga menjadi kebutuhan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Menurut Gagne Dahar,1989, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengala- man. Konsep belajar menurut teori belajar konstruktivisme yaitu siswa mengkonstruksi pengetahuan baru secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh se- belumnya. Konstruktivisme dalam proses pembelajaran didasari pada kenyataan bahwa siswa memiliki kemampuan untuk mengonstruksi kembali pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Pada teori belajar konstruk- tivisme, guru hanya berperan sebagai fasilitator yang memotivasi siswa untuk memperoleh pengetahuan sendiri agar siswa dapat terlatih belajar secara aktif. Informasi yang telah diperoleh, selanjutnya akan dikonstruksi sendiri oleh siswa menjadi suatu pengalaman baru baginya Husamah dan Yanur, 2013. Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, 2001, agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan: 1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal sangat penting agar siswa mampu menarik sifak yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan untuk selanjutnya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya. 3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain selective conscience. Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya. Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno 1997, antara lain: 1. pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2. tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. mengajar adalah membantu siswa belajar; 4. tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; 5. kurikulum menekankan partisipasi siswa; 6. guru adalah fasilitator. Berdasarkan penjelasan di atas, pembelajaran konstruktivisme adalah pembel- ajaran yang berpusat pada siswa. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, artinya guru hanya sebagai pembimbing pada proses pembelajaran dan siswa yang ber- peran secara aktif untuk memperoleh pengetahuan baru. Hal ini sejalan dengan penerapan kurikulum 2013 yang pembelajarannya berpusat pada siswa. Pembel- ajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam proses pembelajaran sesuai dengan penerapan kurikulum 2013 yaitu pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

C. Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran yang memandu siswa untuk memecahkan masalah melalui kegiatan perencanaan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan mengolah data untuk menghasilkan sebuah kesimpulan. Oleh karena itu, siswa harus dibina kepekaannya terhadap fenomena, ditingkatkan kemampuannya dalam mengajukan pertanyaan, dilatih ketelitiannya dalam mengumpulkan data, dikembangkan kecermatannya dalam mengolah data untuk menjawab pertanyaan, serta dipandu dalam membuat kesimpulan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam kegiatan pembelajaran Abidin, 2014. Pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana tercantum dalam Permendikbud No. 592014, yaitu; mengamati observing, menanya questioning, mengumpulkan informasi experimenting, menalarmengasosiasi

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL SIKLUS BELAJAR PDEODE PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PREDIKSI SISWA

1 30 58

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR EMPIRIS INDUKTIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI PADA MATERI POKOK LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

2 28 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

0 6 42

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENGKOMUNIKASIKAN

1 17 48

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR DAN MEMBERIKAN PENJELASAN LANJUT PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

0 3 43

EFEKTIVITAS MODEL PLGI PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGKOMUNIKASIKAN DAN MENYIMPULKAN

1 14 49

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR ORISINIL

6 28 47

Efektivitas Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit dalam Meningkatkan Keterampilan Menginduksi dan Mempertimbangkan Hasil Induksi

0 16 55

Efektivitas Pendekatan Saintifik pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non-elektrolit dalam Meningkatkan Keterampilan Menjawab Pertanyaan Klarifikasi

0 5 55

Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektr

0 0 3