BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Kota Pematangsiantar merupakan kota terbesar kedua di Provinsi Sumatera Utara, di kota tersebut banyak ditemukan hal menarik, mulai dari wisata
kuliner sampai wisata sejarah khas kota Pematangsiantar. Salah satu diantaranya adalah wisata becak BSA Birmingham Small Arms. Bukan hanya di
Pematangsiantar, keberadaan becak BSA juga telah melegenda di Indonesia, bahkan dunia. Istimewa, itulah kata yang paling tepat dikatakan untuk becak BSA
ini, jika di bandingkan dengan becak didaerah lain, yang memakai mesin motor juga yang masih memakai tenaga manusia, becak BSA selain memakai mesin
motor tua, kenderaan ini adalah kenderaan yang digunakan untuk mengangkut peralatan perang pada masa perang dunia II. Keistimewaan ini hanya bisa kita
nikmati di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Becak bermesin di kota ini berbeda dengan becak bermesin di tempat mana pun. Sepeda motor yang
digunakan sebagian besar merupakan bekas tunggangan pasukan sekutu di Perang Dunia II Firmansyah, 2007.
BSA merupakan kependekan Birmingham Small Arms. Perusahaan BSA ini awalnya didirikan untuk menyuplai persenjataan tentara Inggris selama Perang
Crimean 1853-1856. Setelah perang usai, BSA terus mengembangkan produknya. Selama PD II, BSA menjadi salah satu pemasok utama kendaraan
militer untuk tentara Inggris. Pada masa itu, mereka memproduksi 126.000 sepeda
Universitas Sumatera Utara
motor tipe M20 berkapasitas mesin 500 cc. Sepeda motor yang pertama kali dibuat tahun 1940 inilah yang ikut dibawa pasukan sekutu ke Pematangsiantar
pasca pendudukan Jepang di Indonesia. Produk BSA di Pematangsiantar sebenarnya tak hanya yang dimiliki tentara sekutu, tetapi juga pengusaha
partikelir pemilik perkebunan di sekitar kota hingga bekas administratur pemerintah Hindia Belanda. Setelah kepergian sekutu dan nasionalisasi
perusahaan asing di Indonesia, ratusan sepeda motor BSA di Pematang Siantar ditinggalkan begitu saja, termasuk milik tentara Inggris. Sebagian pengusaha
perkebunan Belanda dan Eropa lainnya berbaik hati memberikannya ke penduduk pribumi bekas pegawai mereka BOM’S, 2006.
Menurut wawancara yang dilakukan peneliti terhadap sumber yang mengetahui perkembangan sejarah penarik becak BSA, Kartiman 70 tahun,
pasca perang dunia kedua banyak masyarakat Pematangsiantar yang tidak bekerja di disektor formal karena keterbatasan lapangan pekerjaan, baik pemerintahan
maupun swasta. Hal itu membuat orang-orang yang tidak terserap di pekerjaan formal berpikir untuk membuat lapangan kerja disektor informal, misalnya dalam
bidang transportasi. Ciri-ciri kegiatan informal adalah mudah masuk, yang artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada
sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah, tidak diatur dan
pasar yang kompetitif http:menegpp.go.id
. Pada akhir tahun 1950-an, setelah melihat banyaknya sepeda motor
rongsokan BSA yang tak terpakai di berbagai sudut kota, penduduk mulai berpikir
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkannya sebagai mesin penarik becak. Kartiman mengatakan, pada awalnya ada sekitar 20 hingga 30 orang yang berkumpul, beberapa orang di
antaranya veteran pejuang kemerdekaan. Mereka berkumpul sambil membicarakan kemungkinan memanfaatkan sepeda motor peninggalan perang
untuk dijadikan becak. Terletak di punggung bukit, sekitar 45 kilometer dari Danau Toba, jalanan
Kota Pematangsiantar memang naik turun. Topografis Kota Pematangsiantar yang berbukit-bukit mengharuskan becak ditarik sepeda motor berkapasitas mesin
besar. Bukan hanya BSA, tetapi sepeda motor antik lainnya, seperti Norton,
Triumph, BMW, hingga Harley Davidson. Para pionir becak BSA, Kartiman dkk, mencoba segala jenis sepeda motor itu untuk dijadikan becak. Percobaan yang
dilakukan selama dua tahun 1958-1959 membawa kepada kesimpulan, BSA-lah yang paling sesuai. Kartiman juga menambahkan bahwa sebenarnya Norton juga
kuat untuk kondisi daerah Pematangsiantar yang berbukit-bukit namun kendalanya adalah dalam hal keborosannya menghabiskan bahan bakar apabila
dibandingkan dengan BSA yang hemat bahan bakar. Selain hemat bahan bakar, menurut sumber lain yang merupakan Ketua BSA Owner Motocycles Siantar
organisasi yang mewadahi becak BSA di Pematangsiantar, Kusma Erizal Ginting 51 tahun, suku cadang BSA sangat mudah ditiru. BSA juga bisa
menerima sparepart dari sepeda motor lain. Seperti karburator BSA dapat diganti dengan menggunakan karburator dari RX-King dan juga Honda CB, sehingga
para penarik becak lebih memilih BSA pada masa itu.
Universitas Sumatera Utara
Efisien dalam soal sparepart menjadi sangat penting karena pabrik BSA sejak 1972 sudah ditutup dan tak lagi berproduksi, seiring dengan kebakaran besar
yang melanda pabrik mereka. Kartiman menuturkan, keberhasilan para pionir becak siantar mengoperasikan kembali sepeda motor BSA menggerakkan
penduduk Pematang Siantar untuk mencari sepeda motor ini ke berbagai daerah. Tujuannya hanya satu, dijadikan becak, yang nantinya dapat menjadi alat produksi
bagi mereka di bidang transportasi. Keberhasilan para pionir ini benar-benar mengilhami penduduk Kota
Pematangsiantar untuk mencari sepeda motor BSA hingga ke berbagai pelosok Tanah Air. Semua sudah didatangi, di Sumatera Utara ini, hampir semua daerah
pernah saya datangi untuk mencari BSA. Mulai dari Medan, Asahan, Deli Serdang, hingga Rantau Prapat. Setelah di Sumatera Utara semua BSA sudah
habis, kami cari hingga ke Riau. Sekitar tahun 1980-an kami mulai mencari hingga ke luar Pulau Sumatera, dari Jawa sampai Sulawesi, tutur Kartiman.
Sampai akhirnya selama periode 1980-1990 di Pematangsiantar ada sekitar 2.000- an lebih unit becak bermesin BSA, sehingga saat itu profesi menarik becak BSA
adalah salah satu profesi yang banyak diminati oleh masyarakat Pematangsiantar, karena para penarik becak pada masa itu dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan tidak sedikit dari mereka yang bisa menyisihkan sebagian penghasilannya untuk dapat ditabung bahkan beberapa dari mereka ada yang memiliki beberapa
petak tanah dan sawah. Pada masa itu Kartiman juga mengatakan faktor utama yang membuat
profesi penarik becak menjadi sangat diminati pada masa itu ialah becak BSA
Universitas Sumatera Utara
merupakan satu-satunya alat transportasi dalam kota di kota Pematangsiantar, sehingga seluruh warga masyarakat Pematangsiantar pada masa itu hanya
mengandalkan becak BSA sebagai alat transportasi umum dalam kota pada masa itu.
Menurut sumber lain yang sudah berprofesi selama 20 tahun sebagai penarik becak BSA, Ahmad Syafii 46 tahun, dulu setiap pekan, mereka selalu
merencanakan berpesiar ke Danau Toba bersama keluarga sambil menaiki kendaraan andalannya itu. Bisa dikatakan menjadi penarik becak BSA merupakan
pekerjaan yang menjanjikan. Anak-anak pun bisa disekolahkan hingga ke tingkat perguruan tinggi. Hal tersebut dikarenakan pemasukan mereka bisa mencapai
kisaran delapan puluh hingga seratus lima puluh ribu perhari, namun kini hal tersebut hanya menjadi kenangan manis bagi para penarik becak BSA. Banyaknya
jumlah angkutan umum seperti mobil angkutan kota angkot membuat pemasukan bagi penarik becak BSA turun drastis, ditambah lagi dengan
munculnya becak-becak ilegal berplat hitam bermesin Jepang. Ahmad Syafii juga mengatakan kini para penarik becak BSA umumnya hanya bisa mendapatkan tiga
puluh ribu sampai lima puluh ribu perhari, sehingga kini selain menjadi penarik becak BSA, Ahmad Syafii juga bekerja sampingan sebagai mekanik becak BSA
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari. Sejalan dengan itu, penarik becak lainnya, Marsius 40 tahun, juga
mengatakan bahwa saat ini kehidupan penarik becak BSA di kota Pematangsiantar memang sedang dalam kondisi yang memprihatinkan, bahkan
banyak rekan-rakan mereka yang kini kondisi perumahannya tidak mencapai
Universitas Sumatera Utara
standar rumah layak huni, seperti tidak memiliki ventilasi udara yang cukup, dinding rumah yang belum permanen, saluran pembuangan limbah rumah tangga
yang tidak baik. Situasi memprihatinkan lainnya menurut Marsius ialah dalam hal konsumsi pangan, ia mengatakan kini ia dan sebagian rekannya juga harus
mengurangi porsi makan mereka sehari-hari, misalnya dari yang dulu sebelum pergi menarik becak sarapan, kini mereka langsung makan siang dan makan
malam, jadi dalam satu hari mereka biasanya hanya makan dua kali sehari. Kondisi sosial ekonomi penarik becak yang sedang dalam kondisi kritis ini
menurut Marsius yang mengharuskan ia kini menjalankan dua profesi sekaligus untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari hari, yaitu sebagai keamanan di
sebuah arena outbound di kota Pematangsiantar ditambah lagi dengan istrinya yang bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik di kota Pematangsiantar.
Sekelumit kisah penarik becak BSA diatas, menggambarkan bagaimana rumitnya kondisi sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar,
namun hingga saat ini belum ada upaya pemberdayaan terhadap penarik becak BSA di kota Pematangsiantar. Padahal dalam teorinya W.Godwin menerangkan
bahwa adanya hubungan antara susunan masyarakat, dimana yang satu hidup dalam kemewahan dan yang lain dalam kesengsaraan, akan meningkatkan
kejahatanEdimarwan,1994. Jika kita menilik Undang-Undang yang ada, maka becak BSA merupakan
salah satu situs cagar budaya kota Pematangsiantar, hal tersebut sesuai dengan Undang Undang Nomor 5 tahun 1992, disebut setiap benda peninggalan sejarah di
atas usia lima puluh tahun dapat dinyatakan cagar budaya dan wajib dilindungi
Universitas Sumatera Utara
pemerintah. Menurut Undang Undang Nomor 5 tahun 1992, benda cagar budaya adalah buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang merupakan kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang- kurangnya lima puluh tahun, atau yang mewakili masa gaya yang khas dan
mewakili masa gaya sekurang-kurangnya lima puluh tahun serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan serta kebudayaan.
Hingga saat ini belum ada Peraturan daerah yang berisi mengenai status becak BSA di Pematangsiantar, padahal jika Peraturan daerah mengenai status becak
BSA telah dikeluarkan maka otomatis tingkat sosial ekonomi penarik becak BSA akan terbantu melalui APBD kota Pematangsiantar yang nantinya akan menutupi
biaya service mesin dan ganti oli, yang selama ini di tanggung sendiri oleh penarik becak BSA tersebut.
Terlepas dari dikeluarkan atau tidak Peraturan daerah mengenai becak BSA, becak BSA tetap saja memiliki nilai tambah yang tidak dimiliki oleh becak
bermotor lainnya di Indonesia, mulai dari sejarah ataupun bentuk unik dari motor penarik becak BSA. Hal tersebut harusnya dapat menarik minat masyarakat dan
wisatawan untuk menggunakan jasa penarik becak BSA sebagai sarana transportasi, yang nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan penarik becak
BSA di kota Pematangsiantar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kondisi sosial ekonomi penarik becak BSA dikota
Pematangsiantar, yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Tinjauan sosial ekonomi penarik becak BSA di kota Pematangsiantar”.
Universitas Sumatera Utara
I.2 Rumusan Masalah