PENGUTARAAN DATA

4.2 Log Stratigrafi

4.2.1 Log Stratigrafi BH-2 Pengamatan dan investigasi geologi pada log bor (Gambar 8) memberikan informasi deskriptif tentang dinamika sedimentasi, di mana sejarah geologi endapan dimulai dengan diendapkannya asosiasi fasies lingkungan laut dangkal (shallow sandy seas) yang dicirikan oleh kehadiran fosil foram bentik. Suksesi vertikal endapan laut dangkal ini dicirikan oleh endapan batupasir sedang-kasar dengan warna abu-abu gelap, belum terkompaksi (loose) , grain-supported : sortasi baik, bentuk butir membulat tanggung - membulat, matrik berukuran butir lanau, komposisi litik, kuarsa, dan mineral silika. Ketebalan fasies ini mencapai sekitar 10 meter.

Selanjutnya asosiasi fasies berubah menjadi lingkungan pantai. Karakter sedimen pantai ini dicirikan oleh kehadiran fasies pasirkasar dengan warna abu-abu, belum terkompaksi, grain-supported (clast-supported) : sortasi moderat, bentuk butir menyudut tanggung - membulat tanggung, komposisi litik hadir dalam jumlah kecil pecahan breksi berfragmen andesit. Pada fasies ini fosil bentik tidak berkembang, namun pecahan cangkang molussca umum dijumpai. Suksesi fasies pantai ini sempat mengalami jeda dengan hadirnya fasies fluvial dan sisipan fasies lagoon lalu kemudian berkembang hingga kondisi resen.

Gambar 8. Log BH2

4.2.2 Log Stratigrafi BH-3 Pengamatan geologi pada log bor (Gambar 9) diawali oleh asosiasi fasies lingkungan laut dangkal (Shallow sandy seas) setebal 30 meter yang dicirikan oleh endapan pasir warna abu-abu, belum terkompaksi, grain-supported : sortasi moderat, bentuk butir menyudut tanggung - membulat tanggung, ukuran butir pasirkasar-pasirhalus dengan matrik lanau, komposisi: litik dan mineral silika.

Di atasnya berkembang fasies pasir pantai dengan sisipan lempung laut dangkal. Fasies pasir pantai dicirikan oleh pasir dengan warna abu-abu, belum terkompaksi, grain-supported : sortasi buruk, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, ukuran butir pasirkasar - pasirsedang dengan matrik lanau, komposisi: liti dan mineral silika. Kemudian di atasnya berkembang fasies pasir fluvial dengan deskripsi megaskopis warna abu-abu gelap, belum terkompaksi, tekstur grain-supported, sortasi baik, bentuk butir membulat tanggung - membulat, ukuran butir pasirsedang dengan matrik lanau, komposisi: litik dan mineral silika.

Setelah itu berkembang fasies pasir pantai berwarna abu-abu gelap, belum terkompaksi, tekstur grain-supported : sortasi buruk, bentuk butir membulat tanggung - membulat, ukuran butir: pasirkasar dengan matrik pasirsangathalus-lanau, komposisi: litik dan mineral silika. Kemudian berkembang lagi asosiasi fasies pasir fluvial dengan deskripsi megaskopis warna: abu-abu, belum terkompaksi, tekstur grain-supported: sortasi moderat, Setelah itu berkembang fasies pasir pantai berwarna abu-abu gelap, belum terkompaksi, tekstur grain-supported : sortasi buruk, bentuk butir membulat tanggung - membulat, ukuran butir: pasirkasar dengan matrik pasirsangathalus-lanau, komposisi: litik dan mineral silika. Kemudian berkembang lagi asosiasi fasies pasir fluvial dengan deskripsi megaskopis warna: abu-abu, belum terkompaksi, tekstur grain-supported: sortasi moderat,

Gambar 9. Log BH3

4.2.3 Log Stratigrafi BH-4 Observasi geologi pada core pemboran (Gambar 10) menunjukkan variasi asosiasi fasies secara vertikal. Pada bagian bawah diendapkan fasies pasir laut dangkal (shallow sandy seas) dengan deskripsi megaskopis warna: abu-abu gelap, belum terkompaksi, tekstur grain-supported: sortasi buruk, bentuk butir membulat tanggung-membulat, ukuran butir: pasir sedang dengan matrik lanau, komposisi: litik dan mineral silika. Di atasnya diendapkan asosiasi fasies pasir pantai dengan deskripsi megaskopis warna abu-abu, belum terkompaksi, tekstur: grain supported, sortasi sedang, bentuk butir: membulat tanggung-membulat, ukuran butir: pasir halus hingga pasir kasar dengan matrik lanau, komposisi: litik dan mineral silika. Di lapisan paling atas diendapkan asosiasi fasies estuari ( tidal channel system ) dengan deskripsi megaskopis warna abu-abu, belum terkompaksi, tekstur grain- supported: sortasi moderat, bentuk butir membulat tanggung-membulat, ukuran butir: pasir halus hingga pasir kasar, komposisi: litik dan mineral silika.

Gambar 10. Log BH4

4.3 Pemboran Geoteknik dan Investigasi Geologi

Hasil uji SPT BH-2 (Gambar 11) memberi informasi muka airtanah (MAT) berada pada 5,5 meter di bawah permukaan dengan tren nilai N-SPT berkisar antara 18 hingga 44. Pada test SPT BH-3 (Gambar 12), muka airtanah berada pada kedalaman 1,5 meter dari permukaan dengan tren nilai N-SPT lebih variatif dengan nilai N-SPT berkisar antara 17 hingga 44. Di BH-4 (Gambar 13), muka airtanah berada pada kedalaman 7 meter dari permukaan dengan hasil test SPT memberi informasi nilai N-SPT berkisar antara 17 hingga 46.

Gambar 11. Nilai N-SPT BH-2

Gambar 12. Nilai N-SPT BH-3

Gambar 13. Nilai N-SPT BH-4

4.4 Kedalaman Muka Airtanah

Data kedalaman muka airtanah daerah penelitian merupakan kombinasi dari data kedalaman muka airtanah dari uji SPT yang telah ditampilkan pada sub bab 4.3 dan data pengamatan kedalaman muka sumur gali seperti pada peta lintasan pengamatan di sub bab 4.1.

Kedalaman muka airtanah dari uji SPT pada BH3 adalah 1,5 meter, BH2 5,5 meter, dan BH4 adalah 7 meter dari permukaan. Sedangkan pengamatan pada kedalaman muka air sumur gali warga terdiri dari 3 data, masing-masing MK1 dengan kedalaman muka air sumur gali 4,5 meter, MK2 adalah 5 meter, dan MK3 adalah 3 meter dari permukaan.

Berdasarkan kompilasi data tersebut, kedalaman muka airtanah di daerah penelitian berkisar pada 1,5 hingga 7 meter dari permukaan tanah.

4.5 Analisis Laboratorium Mekanika Tanah

4.5.1 Ukuran Butir Analisis ukuran butir di laboratorium mekanika tanah menggunakan metode penyaringan butiran. Media penyaringan berupa saringan (mess) dengan variasi ukuran diameter. Hasil analisis ukuran butir akan dipakai untuk menentukan persentase kehadiran material halus. Material halus yang dimaksud adalah butiran yang lolos nomor saringan 200 (0,075 mm). Butiran halus ini umumnya hadir sebagai matrik atau semen pada sedimen atau batuan sedimen.

Selain itu, distribusi ukuran butir yang diwakili oleh sampel pada interval 1,5 meter akan merepresentasi ukuran butir sedimen pada satu lubang bor.

Selanjutnya data distribusi ukuran butir akan digunakan untuk menguji kerentanan sedimen terhadap fenomena likuifaksi. Ukuran butir pasir dengan persentase butiran halus tertentu memiliki risiko mengalami likuifaksi yang lebih besar.

4.5.1.1 Ukuran butir BH- 2 Analisis ukuran butir untuk BH-2 (Gambar 14) dilakukan pada sampel bor terpilih pada kedalaman 3, 9, 15, 18 - 21, 24 - 27, 29 - 31, dan 34 - 37 meter.

Pada kedalaman 3 meter analisis menghasilkan ukuran butir dengan persentase butir pasirhalus – pasirkasar 97,23%, ukuran butir lanau – lempung 2,77%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Pada kedalaman 9 meter, analisis menghasilkan ukuran butir pasirhalus – pasirkasar 91,45%, ukuran butir lanau – lempung 8,55%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Kedalaman 15 meter analisis menghasilkan ukuran butir pasirhalus – pasirkasar 98,46%, ukuran butir lanau – lempung 1,54%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Pada kedalaman 18 - 21 meter, pengambilan sampel dengan rentang kedalaman ini karena mempertimbangkan volume inti bor yang akan dianalisis, analisis menghasilkan ukuran butir pasirhalus – pasirkasar 98,32%, ukuran butir lanau – lempung 1,68%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Kedalaman 24 - 27 meter, analisis menghasilkan persentase ukuran butir

pasirhalus – pasirkasar 98,01%, ukuran butir lanau – lempung 1,99%, dan pasirhalus – pasirkasar 98,01%, ukuran butir lanau – lempung 1,99%, dan

Kedalaman 34 - 37 meter, analisis menghasilkan ukuran butir pasirhalus – pasirkasar 97,42%, ukuran lanau – lempung 2,58%, dan ukuran butir kerikil

0,00%.

Diag . 4 1 r a

mb a G

4.5.1.2 Ukuran butir BH -3

Analisis ukuran butir pada BH-3 (Gambar 15) dilakukan pada sampel bor terpilih dengan mempertimbangkan volume inti bor, meliputi kedalaman 1,5

– 3, 6, 12, 16 – 19, 30, 36, dan 40 – 41 meter. Pada kedalaman 1,5 – 3 meter, analisis menghasilkan ukuran butir dengan rentang pasirkasar – pasirhalus dengan persentase butiran 99,67%, ukuran butir lanau – lempung 0,33%, dan

ukuran butir kerikil 0,00%. Kedalaman 6 meter, pasirkasar – pasir halus 96,19%, lanau – lempung 3,81%, kerikil 0,00%. Kedalaman 12 meter, pasirkasar – pasir halus 98,75%, lanau – lempung 1,25%, kerikil 0,00%. Kedalaman 16 – 19 meter, pasirkasar – pasirhalus 98,16%, lanau – lempung 1,84%, kerikil 0,00%. Pada kedalaman 30 meter, pasirkasar – pasirhalus 92,15%, lanau – lempung 7,85%, kerikil 0,00%. Kedalaman 36 meter, pasirkasar – pasirhalus 86%, lanau – lempung 14%, kerikil 0,00%. Dan kedalaman 40 – 41 meter, pasirkasar – pasirhalus 22,48%, lanau – lempung 73,70%, kerikil 3,82.

-3 H

B tir u

B ran u

k si U u

ib tr

Dis m ra

Diag . 5 1

r a mb a

4.5.1.3 Ukuran butir BH -4

Analisis ukuran butir pada BH-4 (Gambar 16) dilakukan pada sampel bor terpilih pada kedalaman 3 – 5, 9, 12 – 14, 19 – 21, 24 – 27, 33 – 37, 42 – 45 meter. Pada kedalaman 3 – 5 meter analisis menghasilkan rentang ukuran butir pasirkasar – pasirhalus dengan persentase butir 88,15%, ukuran butir lanau – lempung 11,85%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Untuk kedalaman 9 meter, analisis ukuran butir menunjukkan rentang ukuran butir pasirkasar – pasirhalus dengan persentase 86,98%, ukuran butir lanau – lempung 13,02%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Untuk sampel pada kedalaman 12 – 14 meter, analisis ukuran butir menunjukkan rentang ukuran butir pasirkasar – pasirhalus dengan persentase butir 96,53%, ukuran butir lanau - lempung 3,47%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Untuk sampel pada kedalaman 19 – 21 meter, analisis ukuran butir menunjukkan rentang butir pasirkasar – pasirhalus dengan rentang persentase butir 90,63%, ukuran butir lanau – lempung 9,37%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Untuk sampel pada kedalaman 24 – 27 meter, analisis ukuran butir menunjukkan rentang butir pasirkasar - pasirhalus 89,11%, ukuran butir lanau – lempung 10,89%, dan ukuran butir kerikil 0,00%. Untuk sampel pada kedalaman pemboran 33 – 37 meter, analisis ukuran butir menunjukkan rentang ukuran butir pasirkasar – pasirhalus 89,94%, ukuran butir lanau – lempung 10,06%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

Untuk sampel pada kedalaman 42 – 45 meter, analisis ukuran butir menunjukkan rentang ukuran butir pasirkasar – pasirhalus 99,29%, ukuran butir lanau - lempung 0,71%, dan ukuran butir kerikil 0,00%.

-4 HB

tir u B ran u

k si U u

ib tr

Dis m ra

Diag . 6 1

r a mb a

4.6 Data Percepatan Puncak Muka Tanah (PGA) Yogyakarta

Data PGA pada penelitian ini mengacu pada Peta Zonasi Gempa Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Republik Indonesia tahun 2010 (Gambar 17). Untuk Daerah Istimewa Yogyakarta, estimasi PGA berkisar pada 0,30 hingga 0,40g.

Gambar 17. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun (Irsyam dkk., 2010)