Kegiatan Pendukung

Gambar 5. Rapat Koordinasi Penyusunan RPJMN 2015-­‐2019 Bidang

Pertanahan

2.3.8 Billateral Meeting dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Pembahasan Hasil Kunjungan Lapangan Fasilitasi Akselerasi Penyelesaian RZWP-­‐3-­‐K)

Rapat dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2014 di Ruang Rapat Sekretariat BKPRN untuk membahas hasil kunjungan lapangan Fasilitasi Akselerasi Penyelesaian RZWP-­‐3-­‐K yang telah dilaksanakan di Kota Ternate, Kabupaten Gresik dan Provinsi Sumatera Barat pada bulan Mei 2014. Beberapa hal yhang dibahas dalam rapat meliputi:

Berdasarkan hasil kunjungan lapangan, kualitas Perda RZWP-­‐3-­‐K di daerah masih belum optimal dikarenakan: i) Pemahaman daerah terhadap penyusunan dan implementasi Perda RZWP-­‐3-­‐K belum sempurna (Pemerintah Daerah membuat Perda RZWP-­‐3-­‐K karena terdesak adanya kewajiban untuk menyusun) dan ii) Keterbatasan penggunaan data dan peta dalam penyusunan RZWP-­‐3-­‐K.

a. Kementerian Kelautan dan Perikanan berpandangan: • Kualitas Perda RZWP-­‐3-­‐K yang dihasilkan masih belum optimal. • Berdasarkan skala, RZWP-­‐3-­‐K setara dengan RTRW (kecuali skala RZWP-­‐3-­‐K kota 1:

50.000 sedangkan skala RTRW kota 1:25.000). Tetapi dalam hal kedalaman informasi dan arahan pemanfaatan ruang, RZWP-­‐3-­‐K memiliki kedalaman informasi yang setara dengan RDTR sehingga RZWP-­‐3-­‐K dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian izin.

• Selain RZWP-­‐3-­‐K, terdapat Rencana Zonasi Rinci (RZR) yang merupakan pendetailan dari RZWP-­‐3-­‐K. Sampai saat ini KKP belum mendalami bagaimana teknis penyusunan RZR dan kedalaman informasinya (belum ada pedoman penyusunannya).

• Status revisi Permen KKP tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-­‐Pulau Kecil, sudah ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum KKP dan menunggu selesaianya paraf Eselon I.

b. Berdasarkan hasil Rakornas IG, BIG akan membantu fasilitasi penyediaan data dalam penyusunan RZWP-­‐3-­‐K dengan strategi sebagai berikut:

• Penguatan penyediaan data oseanografi dan ekosistem pesisir sesuai tanggung jawab KKP sebagai wali data.

• Memperkuat koordinasi pokja dengan K/L terkait dalam penyediaan data data spasial untuk mendukung RTR Laut Nasional dan RZWP-­‐3-­‐K sesuai RPJMN 2015-­‐ 2019.

• Akselerasi penyediaan data spasial untuk K/L dan pemerintah daerah yang tergabung dalam keanggotaan BKPRN dan BKPRD. • Semua K/L terkait akan memprioritaskan IGT sesuai saran dari Kementerian PU dan KKP terkait lokasi, skala dan anggaran dalam rangka percepatan proses penyusunan RTRW/RDTR dan RZWP-­‐3-­‐K. Lebih lanjut, akan segera dirumuskan pada Rakortek pokja IGT pada bulan Agustus 2014).

Sebagai tindak lanjut, KKP perlu melakukan pengkajian terhadap Perda RZWP-­‐3-­‐K (aspek penyusunan dan implementasinya). Hasil dari kajian tersebut sebagai bahan sosialisasi sebagai Perda RZWP-­‐3-­‐K yang dapat dicontoh oleh Pemda. Misalnya Perda RTRW Provinsi Sumatera Barat untuk yang akan mengintegrasikan RZWP-­‐3-­‐K dengan RTRW. Disamping itu, KKP perlu menyiapkan bahan terkait berikut sebelum dilakukan pertemuan pembahasan dengan Kementerian PU dan selanjutnya dalam forum BKPRN, yaitu:

• Tujuan pengaturan RZWP-­‐3-­‐K dan RZR serta keterkaitannya dengan RTRW dan RDTR. • Pengaturan wilayah kecamatan pesisir. • Rezim pengaturan pada pulau-­‐pulau kecil. • Kebutuhan data dan peta minimal penyusunan RZWP-­‐3-­‐K. • Mekanisme pemberian tanggapan dan/saran terhadap RZWP-­‐3-­‐K.

2.3.9 Billateral Meeting dengan Direktorat Pertahanan dan Keamanan (Pembahasan Hasil Pertemuan Terkait Urgensi UU Pengelolaan Ruang

Udara Nasional)

Rapat dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2014 di Ruang Rapat 203, Bappenas untuk menindaklanjuti hasil pertemuan terkait urgensi UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional yang mengusulkan pihak Kementerian Pertahanan sebagai pemrakarsa UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional. Terdapat beberapa hal penting yang dibahas dalam pertemuan ini, diantaranya:

a. Pemanfaatan ruang udara saat ini memang lebih dominan untuk transportasi dan telekomunikasi, sehingga UU terkait pengelolaan ruang udara yang ada saat ini masih bersifat sektoral. Selain untuk kepentingan transportasi dan telekomunikasi, lingkup pengaturan untuk pengelolaan ruang udara masih sangat minim.

b. Terkait dengan pengelolaan ruang udara, aspek pertahanan dan keamanan menjadi sangat penting mengingat sudah banyaknya kasus pelanggaran kedaulatan Indonesia di

ruang udara.

c. Saat ini sedang disusun RPP Wilayah Pertahahan. Perlu diketahui sejauh mana keterkaitan wilayah pertahanan dalam pengelolaan ruang udara.

e. Opsi pemrakarasa yang diusulkan Direktur Pertahanan dan Kemanan: (1) Sekretariat BKPRN; (2) Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional RI; dan (3) Kementerian Pertahanan. Namun mengingat penyusunan UU merupakan kewenangan kementerian, maka disepakati bahwa Kementerian Pertahanan tetap diusulkan sebagai pemrakarsa.

f. Perlu diperhatikan beberapa hal jika Kementerian Pertahanan diusulkan menjadi pemrakarsa: • Kementerian Pertahanan sangat fokus dengan tupoksi mereka dalam menjaga

wilayah pertahanan negara, karena itu perlu adanya koordinasi dengan pihak-­‐pihak lain yang terkait dengan pengelolaan ruang udara; dan

• Kementerian Pertahanan sangat baik dalam hal document management dan reporting, dikhawatirkan mereka akan mengalami kesulitan dalam menyusun

dokumen tata ruang yang belum terkonsep dengan baik, karena itu perlu dirumuskan pokok-­‐pokok pembahasan UU Pengelolaan Ruang Udara.

Sebagai tindak lanjut, akan dilakukan pertemuan dengan Kementerian Pertahanan dengan agenda pembahasan usulan pemrakarsa UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional. Disamping itu, jika Kementerian Pertahanan setuju untuk menjadi pemrakarsa UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional, akan dilakukan pertemuan BKPRN tingkat Eselon I dengan agenda pelaporan urgensi penyusunan UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional, termasuk di dalamnya pihak pemrakarsa serta lingkup pengaturan UU Pengelolaan Ruang Udara Nasional.

2.3.10 Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang dengan Dir. SDA dan Lingkungan Hidup

Rapat dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2014 di Sekretariat BKPRN untuk meminta masukan mengenai substansi RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat SDA dan Lingkungan Hidup Bappenas. Masukan dan catatan penting dalam diskusi:

• Fokus dalam RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang SDA & LH adalah efisiensi sumberdaya melalui teknologi, pola produksi dan konsumsi berkelanjutan, yang dilakukan antara lain melalui penyusunan standar-­‐standar dan penyusunan Neraca SDA dan Lingkungan Tingkat Nasional dan Daerah.

• Tata Ruang tidak dibahas secara spesifik dalam narasi RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang SDA & LH. • Keberlanjutan mengenai penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah diarahkan kepada daerah untuk mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan namun masih fokus ke sumberdaya air (tanah dan udara belum termasuk). Terkait perhitungan daya dukung lingkungan dari KLH hingga saat ini belum ada mekanismenya dan instrumen ekonomi lingkungan harus lebih bisa dimanfaatkan ke depannya.

• Izin Lingkungan dikeluarkan untuk kebutuhan per proyek, sementara Jasa Lingkungan lebih mengatur bagaimana memanfaatkan SDA untuk meningkatkan perekonomian dan peranan SDA dan LH adalah untuk meningkatkan industri di bidang jasa lingkungan dan keanekaragaman hayati (misalnya pengembangan industri obat herbal).

• Pemberian insentif dari tata ruang terkait lingkungan memungkinkan dilakukan contohnya mengenai kerjasama wilayah sungai (hulu-­‐hilir). • Terkait Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), saat ini belum optimal implementasinya, peraturan operasional pendukung masih belum selesai disusun, seperti PP terkait KLHS yang merupakan turunan UU 32/2009.

• Ketidaksesuaian tata ruang dengan rencana harus dipertegas, misalnya untuk mengetahui bagaimana keberlanjutan pengelolaan daerah terlantar (lahan kritis, daerah tercemar, dll).

Direktorat SDA dan Lingkungan Hidup akan mencermati narasi RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang saat ini dan masukan akan disampaikan melalui email TRP.

2.3.11 Rapat Bilateral Pembahasan RT RPJMN 2015-­‐2019 dengan Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas

Rapat dilaksanakan pada tanggal 19 Juni di Sekretariat BKPRN untuk meminta masukan mengenai substansi RT RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Tata Ruang yang memiliki keterkaitan dengan tupoksi Direktorat Pangan dan Pertanian, Bappenas. Masukan dan catatan penting dalam diskusi:

• Kondisi lahan pertanian pangan (sawah) saat ini: dari 7-­‐8 juta tanah sawah, 7 juta merupakan irigasi teknis sementara 40-­‐60% dari irigasi tersebut berada dalam kondisi rusak. Saat ini pemetaan yang dilakukan baru pemetaan lahan sawah.

• Diperlukannya pendekatan insentif untuk pembangunan pertanian dari yang sebelumnya melalui pendekan “meminjam” tangan petani untuk menanam padi melalui

pemberian bansos menjadi program Kredit Usaha Tani (KUT) serta kepastian usaha bagi petani.

• Adanya wacana untuk membentuk BUMN pangan di tahun 2014 agar ada jaminan LP2B, serta perbaikan sistem pasar.

• Tantangan bidang pertanian ke depan adalah sulitnya mencari lahan pertanian baru, hal ini karena terkendala dengan kehutanan.

• Terkait penyediaan peta penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) masih terkendala dengan laju alih fungsi lahan sawah yang lebih besar dibandingkan dengan laju cetak sawah.

• Lahan kering dapat dijadikan LP2B asalkan merupakan lahan kering yang tidak mempunyai irigasi semi teknis sekalipun (hanya air hujan dan ground water saja), lahannya masih dapat ditanami pangan seperti jagung dan kedelai.

• Terkait target penyelesaian peraturan perundangan Bidang Pangan dan Pertanian, 4 (empat) PP sebagai turunan dari UU No. 41/2009 sudah selesai. Targetnya agar PP tersebut dapat diimplementasikan pada tahun 2015-­‐2019.

RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Pangan dan Pertanian fokus untuk “mengamankan lahan padi/sawah beirigasi teknis” dimana lahan sawah irigasi teknis tersebut sudah dipetakan dalam skala 1:5000 untuk Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Selain itu, dirasa perlu dorongan dari Direktorat Pangan dan Pertanian terkait penyelesaian peta LP2B dan agar diperhatikan kesesuaian skala peta dengan Rencana Tata Ruang untuk memudahkan pengintegrasian dan meminimalkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian.

2.3.12 Diskusi Knowledge Management (KM) TRP

Diskusi dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2014 di Sekretariat BKPRN untuk membahas pemutakhiran aplikasi sistem K-­‐Map yang sedang dibuat oleh staf Subdit Infosos. Diskusi ini juga merupakan lanjutan dari Diskusi Knowledge Management pada tanggal 12 Juni 2014 yang membahas mengenai isian form Sekretariat BKPRN.

a. Beberapa hal penting yang dibahas dalam diskusi tersebut, yakni: • Proses Diskusi Knowledge Management saat ini sudah masuk pada proses

pengumpulan pengetahuan TRP dan pembuatan aplikasi sistem KM TRP. • Form Pengetahuan direncanakan akan dikumpulkan sebanyak 50, dengan rincian

sebagai berikut: (i) bentuk softcopy sebanyak 40 dan (ii) bentuk hardcopy sebanyak

10. Form tersebut akan diinput pada sistem yang tengah disusun dan akan dijadikan sebagai model awal. • Berdasarkan hasil diskusi, aplikasi sistem K-­‐MAP TRP yang disusun oleh Mas Indra diusulkan untuk dilakukan penambahan hal sebagai berikut: – Penambahan untuk menu ‘kategori’, – Penambahan untuk menu ‘pengetahuan individu/pengetahuanku’, – Penambahan untuk menu ‘komentar,’

b. Tenaga Ahli KM berencana untuk membantu dalam penyusunan laporan akhir untuk Bab III mengenai Roadmap Knowledge Management dan Bab IV.

c. Output yang dihasilkan dari Knowledge Management, yakni: • Roadmap • SOP Knowledge Management • K-­‐Map TRP • Aplikasi sistem KM TRP

Selanjutnya akan diagendakan pertemuan dengan Direktur TRP yang dijadwalkan pada tanggal

1 Juli 2014.

2.3.13 Rapat Koordinasi Luasan Kawasan Hutan dan Budidaya Indonesia

Rapat dilaksanakan pada tanggal 26 Juni di Ruang Rapat 203 Bappenas dalam rangka mengkonfirmasi dan mengklarifikasi jumlah luasan kawasan hutan dan kawasan non-­‐hutan beserta jumlah luas daratan Indonesia yang dibutuhkan dalam penyusunan RPJMN 2015-­‐2019 bidang pertanahan. Dalam RPJMN 2015-­‐2019 Bidang Pertanahan terdapat rencana kebijakan sistem pendaftaran tanah (stelsel) positif dimana semua bidang tanah yang terdaftar akan dijamin kebenarannya oleh negara sehingga setiap bidang tanah non-­‐kawasan hutan harus tersertipikatkan. Luasan kawasan non hutan sangat dibutuhkan untuk memproyeksikan target kebutuhan sertipikasi tanah yang dilakukan BPN dalam RPJMN 2015-­‐2019. Beberapa hal penting yang disampaikandalam rapat antara lain:

a. Berdasarkan Undang-­‐Undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, Badan Informasi Geospasial selaku penyedia Informasi Geospasial Dasar (IGD) juga turut melakukan pembinaan mengenai pemaknaan, pengarahan, perencanaan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan IGT. Pelaksanaan BIG sebagai super data based yang mengkoordinasi semua informasi geospasial tematik selama ini masih diperdebatkan, namun BIG bertanggung jawab secara administrasi untuk melakukan verifikasi IGT yang telah disusun oleh Instansi Pemerintah yang memiliki kekuatan hukum.

c. Terdapat beberapa versi luas keseluruhan daratan Indonesia, luas keseluruhan kawasan hutan, dan panjang batas kawasan hutan, beberapa diantaranya:

• Luas keseluruhan daratan Indonesia – Web BIG: 1.910.900.000 Ha – Pusat Pemetaan Batas Wilayah: 1.890.739,36 Ha

• Luas keseluruhan kawasan hutan – Kementerian Kehutanan: (i) 125.754.310,35 Ha; (ii) 127.000.000 Ha; dan (iii) 120.000.000 Ha – Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas: 128.220.010,10 Ha – Badan Pertanahan Nasional : (i) 91.000.000 Ha; (ii) 92.000.000 Ha; dan (iii) 90.000.000 Ha – BIG : 125.754.310,35 Ha • Panjang batas kawasan hutan – Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan: 282.323 Km – Direktorat Pengukuhan, Penatagunaan, dan Tenurial, Kementerian Kehutanan :

418.478,63 Km. Tindak lanjut dari Rapat Koordinasi dan Klarifikasi Luasan Kawasan Hutan dan Budidaya

Indonesia adalah pembaharuan data dalam surat BIG yang terdiri dari luas keseluruhan wilayah daratan Indonesia, luas kawasan hutan seluruh Indonesia, luas kawasan non-­‐hutan seluruh Indonesia, dan panjang kawasan hutan seluruh Indonesia. Penerbitan surat tersebut akan dipantau oleh Direktorat Pengembangan Wilayah, Bappenas sebagai mitra BIG, dan paling lambat akan diterima pada tanggal 3 Juli 2014.

2.3.14 Persiapan Lokakarya Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan RTR dengan Perspektif Pengurangan Risiko Bencana

Rapat persiapan dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2014 di Ruang Direktur TRP untuk membahas persiapan teknis alur lokakarya dan substansi materi yang akan disampaikan. Dalam diskusi tersebut, diperoleh beberapa masukan untuk perbaikan dalam penyelenggaraan lokakarya antara lain:

• Secara teknis, lokakarya akan dimulai jam 14.00, dibuka oleh Bapak Direktur TRP, dilanjutkan kepada moderator untuk mengawal acara, dimulai dengan pemaparan hasil

kajian oleh Ibu Gita, kemudian oleh pembahas dari BNPB, Kemendagri, Kemen PU, kemudian dilakukan tanya jawab. Di akhir akan dibacakan tindak lanjut oleh Bapak Direktur TRP.

• Secara substansi, paparan hasil kajian akan dijelaskan oleh Ibu Gita, dan Bapak Direktur TRP menjelaskan hal strategis tentang hasil kajian pada pembukaan, dan rencana tindak lanjut di akhir acara.

• Terdapat beberapa penyempurnaan terhadap paparan hasil kajian. Hasil kajian ini menghasilkan beberapa poin yang perlu disepakati dalam rangka pengarusutamaan PRB dalam penyusunan RTR, dan rekomendasi khusus untuk BNPB.

• Penyepakatan dilakukan tidak pada lokakarya, namun ditindaklanjuti dengan perlu diselenggarakannya Rapat Eselon II BKPRN untuk melakukan penyepakatan yang sebelumnya telah dirumuskan.

Kesimpulan yang diperoleh dari diskusi tersebut antara lain: • Perbaikan materi paparan, dibagi menjadi 3 (tiga) paparan yaitu: paparan pembukaan

oleh Bapak Direktur (disusun lebih ringkas dan membahas hal strategis), paparan tindak lanjut (yang akan dibacakan oleh Bapak Direktur), dan paparan substansi teknis (yang akan dipaparkan oleh Ibu Gita).

• Perbaikan agenda lokakarya. • Perbaikan pada lampiran surat undangan, dengan adanya penambahan peserta

lokakarya dari pihak UNDP. • Mengonfimasi kehadiran narasumber dari BNPB, Kemendagri, dan Kemen PU.

2.3.15 Rapat Koordinasi Pilot Project Publikasi Tata Batas Kawasan Hutan

Rapat dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2014 di SS-­‐3 dalam rangka koordinasi pelaksanaan pilot project Publikasi Tata Batas Kawasan Hutan. Pertemuan ini menindaklanjuti pelaksanaan koordinasi terkait dengan kegiatan tersebut sehingga dapat dicapai kesepakatan teknis penganggaran dan pelaksanaan di lapangan khususnya dengan pihak Kementerian Kehutanan. Beberapa hal yang disampaikan dalam rapat antara lain:

• Kegiatan pilot project tata batas kawasan hutan merupakan salah satu upaya untuk menuju perubahan sistem pendaftaran tanah di Indonesia menjadi system publikasi positif/stelsel positif sebagaimana tercantum dalam White Paper Kebijakan Pengelolaan Pertanahan yang dikeluarkan oleh Kementerian PPN/Bappenas pada tahun 2014.

• Bentuk publikasi tata batas kawasan hutan yang diharapkan dapat dilakukan melalui pilot project ini adalah sebagai wujud integrasi peta batas kehutanan dengan sistem pemetaan BPN sebagai pengelola system pendaftaran tanah di kawasan budidaya dalam skala kadastral 1:5000 sehingga tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Adapun keluaran dari pelaksanaan pilot project tersebut diharapkan dalam bentuk berita acara pengukuran tata batas kawasan hutan bersama dengan BPN, Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah dengan dilengkapi dengan lampiran peta yang disepakati dan ditandatangani oleh ketiga pihak tersebut. Adapun lokasi pelaksanaan pilot sebagaimana telah disepakati bersama dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan pada tahun 2013 berada di 3 (tiga) wilayah kawasan hutan yaitu Hutan Yeh Ayeh Prov. Bali, Hutan Pantai Rebo dan Hutan Gunung Mangkol Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dimana hutan tersebut telah mendapatkan SK Penetapan dari Kementerian Kehutanan sehingga memiliki kejelasan status dan batas yang telah ditetapkan (dalam skala 1:25.000 hingga 1:100.000) sehingga diharapkan dapat memudahkan pengukuran. Kegiatan publikasi tata batas kawasan hutan ini tidak dapat dilakukan melalui diseminasi batas yang telah ada karena terdapat perbedaan skala peta antar Kementerian Kehutanan dengan BPN.

• Proses Publikasi Tata Batas Kawasan Hutan yang dimaksud dilaksanakan dengan perapatan batas menggunakan metode pengukuran yang disepakati untuk kemudian

• Dari segi pembiayaan diharapkan dapat ditanggung oleh Kementerian Kehutanan untuk pengukuran dengan pengajuan permohonan pengukuran kepada BPN sesuai dengan

ketentuan dalam PP 13 tahun 2010. • Dalam rapat tersebut kementerian kehutanan menanggapi baik pelaksanaan pilot

project publikasi tata batas kawasan hutan namun dari segi pembiayaan secara umum belum dapat ditanggung oleh Kementerian Kehutanan kecuali dilakukan revisi penganggaran. Kementerian kehutanan juga menyampaikan agar pelaksanaan kegiatan ini tidak terlalu banyak membetuk tim pelaksana seperti kegiatan pada umumnya karena dinilai tidak efektif.

• Menanggapi pelaksanaan kegiatan rapat koordinasi ini, pihak Kementerian Kehutanan akan menjelaskan kepada Dirjen Planologi Kehutanan mengenai kegiatan ini sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Diharapkan Kementerian PPN/Bappenas yaitu Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan sebagai pengusung kegiatan bersedia membantu memberikan penjelasan secara mendetail terkait dengan pelaksanaan pilot project Publikasi Tata Batas Kawasan Hutan kepada Dirjen Planologi Kehutanan apabila diperlukan.

Beberapa kesimpulan dan tindak lanjut dari pelaksanaan rapat koordianasi tersebut antara lain: • Kementerian Kehutanan menganggap kegiatan Tata Batas Kawasan Hutan yang

dilakukan bersama dengan BPN dan Pemerintah Daerah penting untuk dilaksanakan. • Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Pengukuhan Kawasan Hutan dan Tenurial

akan menjelaskan kepada Dirjen Planologi Kehutanan terkait dengan kegiatan tersebut sehingga dapat segera mendapatkan arahan untuk menindaklanjuti kegiatan tersebut.

• Kementerian PPN/Bappenas diharapkan bersedia dan melakukan persiapan untuk turut memberikan penjelasan kepada Dirjen Planologi apabila dibutuhkan. • Diharapkan Kementerian Kehutanan dapat melakukan review anggaran sehingga dapat menyisipkan kegiatan pilot tersebut untuk dapat didanai melalui DIPA Kementerian Kehutanan.

2.3.16 Rapat Koordinasi Pembahasan Program Agraria Daerah (PRODA) Provinsi Kalimantan Timur

Rapat dilaksanakan pada 30 Juni 2014 di SS-­‐3 Bappenas dengan tujuan (i) Terlaksananya kegiatan pra-­‐sertipikasi Proda Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014; (ii) Teridentifikasinya target sertipikasi Proda tahun 2015 di Provinsi Kalimantan Timur; dan (iii) Tersusunnya kesepakatan rencana pelaksanaan sertipikasi Proda Tahun 2015 di Provinsi Kalimantan Timur antara BPN dan Pemda. Beberapa hal yang dibahas dalam rapat antara lain:

a. Pada rapat koordinasi pembahasan program agraria daerah (PRODA) disepakati bahwa sertipikasi lahan usaha pertanian dikategorikan sebagai Program Agraria Daerah (PRODA) karena sertipikasi lahan dilakukan dengan menggunakan biaya APBD namun memiliki salah satu kriteria tanah pertanian.

b. Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam rangka kegiatan pra-­‐sertipikasi tahun 2014 adalah pengesahan kesepakatan bersama antara Gubernur Kalimantan Timur dengan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi Kalimantan Timur tentang Penyelenggaraan Program Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur di Bidang Pertanahan.

c. Hasil koordinasi pra-­‐sertipikasi lahan usaha pertanian antara Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki beberapa kesimpulan, yaitu : • Secara umum, terdapat beberapa permasalahan yaitu : (i) Belum adanya sosialisasi

kepada Kabupaten mengenai sertipikasi lahan pertanian; (ii) Kesalahan penempatan kegiatan pada SKPD; (iii) Keterbatasan tenaga pengukur pertanahan di kabupaten; (iv) Mekanisme pembayaran biaya sertipikasi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur; (v) Kenaikan harga biaya pengukuran; dan (vi) Adanya lahan pertanian (objek) yang tumpang tindih dengan HPH, HTI, dan dengan kawasan lainnya.

• Terdapat 8 (delapan) kabupaten yang menjadi lokasi target sertipikasi lahan usaha pertanian, yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Berau, Kabupaten Bontang, Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kota Balikpapan, dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

• Dari 8 (delapan) kabupaten tersebut, terdapat 2 (dua) kabupaten yang telah teridentifikasi jumlah lahan untuk disertipikatkan, yaitu Kabupaten Berau dan

Penajam Paser Utara. Tindak lanjut dari rapat koordinasi pembahasan Program Agraria Daerah (Proda) di Provinsi

Kalimantan Timur adalah rapat koordinasi yang akan diselenggarakan pada Bulan Agustus dengan agenda pemaparan target sertipikasi yang meliputi jumlah bidang dan subjek penerima bantuan. Diharapkan pelaksanaan prasertipikasi lahan usaha pertanian akan berjalan secara pararel seiring dengan pelaksanaan sertipikasi pada tahun-­‐tahun mendatang.