Tinjauan Makanan Tradisional

2. Perkembangan Makanan Tradisional di Dunia

Negara Meksiko juga memiliki makanan tradisional yang disebut tortila. Setiap harinya penduduk di daerah pedalaman negera ini menyiapkan tortila, tak ubahnya dengan memasak nasi bagi masyrakat di Indonesia. Tortila dibuat dengan memanfaatkan salah satu kekayaan alam Meksiko yaitu jagung. Catatan sejarah menunjukkan bahwa dari negara inilah asal muasal jagung yang kini tersebar ke seluruh penjuru dunia. Yang menarik, tortila yang Negara Meksiko juga memiliki makanan tradisional yang disebut tortila. Setiap harinya penduduk di daerah pedalaman negera ini menyiapkan tortila, tak ubahnya dengan memasak nasi bagi masyrakat di Indonesia. Tortila dibuat dengan memanfaatkan salah satu kekayaan alam Meksiko yaitu jagung. Catatan sejarah menunjukkan bahwa dari negara inilah asal muasal jagung yang kini tersebar ke seluruh penjuru dunia. Yang menarik, tortila yang

baik merubah citra tortila dari makanan ”orang kampung” menjadi ”makanan modern”.

Penduduk di negara-negara maju kini lebih hati-hati untuk menentukan jenis makanan apa yang akan dikonsumsinya. Selain cita rasa, mereka juga mulai mempertimbangkan efek dari makanan tersebut untuk kesehatan dalam jangka panjang, serta dampak dari proses produksi makanan tersebut terhadap kelestarian lingkungan. Secara berangsur-angsur mereka mulai meninggalkan makanan konvensional seperti fast food dan berusaha untuk kembali ke makanan tradisional. Sebagian memilih untuk menjadi vegetarian dengan pertimbangan sumberdaya yang diperlukan untuk memproduksi bahan pangan hewani jauh lebih besar daripada bahan pangan nabati. Down to Earth, salah satu lembaga pendukung gaya hidup vegetarian, menyebutkan bahwa untuk menghasilkan satu kalori daging sapi membutuhkan 78 kali lipat energi yang diperlukan untuk memproduksi satu kalori kedelai.

Berbeda dengan kecendrungan yang terjadi di negara maju, berbagai jenis makanan fast food, terutama international fast food, kini tumbuh dan berkembang, membanjiri kota-kota besar di Indonesia dan bersaing dengan makanan-makanan tradisional. Bagi sebagian masyarakat, fast food semacam ini masih menjadi konsumsi golongan menengah ke atas. Oleh karena itu menyantap makanan di restoran fast food tidak hanya sekedar untuk Berbeda dengan kecendrungan yang terjadi di negara maju, berbagai jenis makanan fast food, terutama international fast food, kini tumbuh dan berkembang, membanjiri kota-kota besar di Indonesia dan bersaing dengan makanan-makanan tradisional. Bagi sebagian masyarakat, fast food semacam ini masih menjadi konsumsi golongan menengah ke atas. Oleh karena itu menyantap makanan di restoran fast food tidak hanya sekedar untuk

makanan “introduksi” seperti donat, pizza, dan fried chicken, dibandingkan dengan makanan lokal seperti kaledo dan pepeda di atas. Bila kecendrungan

ini terus berlanjut, tidak dapat dipungkiri pada saatnya nanti makanan lokal akan menjadi asing di negerinya sendiri.

3. Perkembangan Makanan Tradisional di Indonesia

Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia menyimpan kekayaan flora dan fauna yang melimpah, sebagian diantaranya berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan pangan. Disamping itu, berbagai kelompok masyarakat (kelompok etnik) yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara juga memiliki beraneka-ragam makanan tradisional, terutama yang bahan dasarnya non-beras. Akan tetapi, sebagian besar dari makanan tradisional tersebut hanya dikenal dan dikonsumsi secara lokal.

Misalnya saja kaledo, sop tulang kaki sapi khas Sulawesi Tengah ini biasanya disajikan panas-panas dan dimakan dengan ubi kayu yang direbus. Lain lagi dengan Papua, masyarakat di daerah ini memiliki papeda. Makanan yang bahan dasarnya sagu ini bisanya dimakan dengan kuah ikan (Bambang Hariyadi, 2007).

Dengan sentuhan teknologi dan pengelolaan yang lebih baik, makanan tradisional seperti kaledo ataupun papeda dapat dikembangkan Dengan sentuhan teknologi dan pengelolaan yang lebih baik, makanan tradisional seperti kaledo ataupun papeda dapat dikembangkan

yang lain. “Pengayaan” makanan tradisional seperti kaledo tidak hanya mempromosikan makanan asli Indonesia, yang lebih penting lagi adalah

meningkatkan ketahanan pangan dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap beras (Bambang Hariyadi, 2007).