Deskripsi Perkembangan Batik Di Surakarta

A. Deskripsi Perkembangan Batik Di Surakarta

1. Gambaran Umum Kota Surakarta

Surakarta sebuah kota di Jawa tengah yang masih lekat sekali dengan budaya Jawa dengan slogan “Solo the Spirit of Java” yang diharapkan bisa membangun citra Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Tidak hanya slogan tersebut yang bertebaran di Kota Surakarta, tapi juga julukan “Solo Kutho Budoyo ” bahkan “Solo Kota Batik”. Kota Surakarta memiliki luas

wilayah 44,04 Km 2 terbagi menjadi 5 (lima) kecamatan. Kecamatan yang mempunyai luas wilayah paling besar yaitu Kecamatan Banjarsari (14,81 km 2 )

sedangkan kecamatan yang mempunyai luas paling kecil yaitu Kecamatan Serengan. Wilayah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi

terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon (915.418 jiwa/km 2 ) dan terendah terdapat pada Kecamatan Laweyan (10.127 jiwa/km 2 ). Kecamatan-kecamatan ini

berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar di sebelah barat dan timur. Posisi Kota Surakarta berada pada jalur strategis lalu lintas ekonomi perdagangan maupun kepariwisataan di antara Jogyakarta-Solo-Semarang (Joglo Semar)– Surabaya- Bali (http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil. php?ia=3372#> [20 Maret 2010 pukul 10.30]).

Kondisi ekonomi di Kota Surakarta pada sektor pertanian tidak bisa berbicara banyak. Kebutuhan sektor ini harus bergantung pada daerah lain di sekitarnya. Selanjutnya yang memberikan sumbangan terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, ketiga adalah sektor bangunan, pada tahun 2008 ini masing-masing memberikan sumbangan sebersar 25,12%, dan 14,44%. Sektor pertambangan/penggalian dan pertanian merupakan sektor yang memberikan sumbangan terkecil yakni hanya sebesar 0,04 % dan 0, 66 %.

Tabel 1. Struktur Ekonomi Surakarta Tahun 2003-2008 Atas Dasar Harga 52 Berlaku (persen).

Tahun

No Sektor

4. Listrik, Gas & Air

24,35 24,78 25,12 Hotel & Restoran

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta Tahun 2008 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta

Perkembangan pendapatan perkapita di Kota Surakarta atas dasar harga berlaku, menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 pendapatan per-kapita masih mencapai angka sebesar 5.336.870,05 rupiah, tahun 2008 pendapatan per-kapita ini mengalami kenaikan yakni sudah menjadi 13.220.433, 14 rupiah atau naik sebesaar 12,63 persen dari tahun 2007. Permasalahan yang berkaitan dengan sosial yang Perkembangan pendapatan perkapita di Kota Surakarta atas dasar harga berlaku, menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 pendapatan per-kapita masih mencapai angka sebesar 5.336.870,05 rupiah, tahun 2008 pendapatan per-kapita ini mengalami kenaikan yakni sudah menjadi 13.220.433, 14 rupiah atau naik sebesaar 12,63 persen dari tahun 2007. Permasalahan yang berkaitan dengan sosial yang

Kota Surakarta sebagai kota tua bekas ibukota Kerajaan Surakarta Hadiningrat. Kota Surakarta kaya akan peninggalan budaya yang adiluhung baik yang berujud artefak seperti bangunan cagar budaya, Sosiofak seperti tradisi Sekaten dan Kirab Pusaka Kraton setiap satu Syura maupun Metafak seperti laku spiritual berjaga malam (“lek-lekan”) dan tradisi upacara daur hidup. Bahkan untuk beberapa unsur budaya tertentu seperti Bahasa Jawa telah memperkaya khasanah bahasa Indonesia, dan seni tari serta seni ngadisalira juga telah diapresiasi oleh masyarakat Indonesia secara luas sehingga telah memberi andil besar dalam pembentukan jati diri bangsa.

Kota Surakarta yang dulunya sebagai ibukota Kerajaan pastinya pernah mengenal pembagian kalangan. Kalangan orang Jawa di Surakarta, pembagian klasik seperti wong cilik (orang kecil) dan priyayi, masyarakat Kota Surakarta tidak lagi menerapkan konsep ini dalam kehidupan masyarakat sekarang. Orang Jawa di Kota Surakarta masih mengakui adanya lapisan sosial keturunan ningrat di masa lampau, namun masyarakat tidak lagi menempatkan kaum ningrat ini pada posisi sosial atas seperti sosial masa lampau.

2. Perkembangan Industri Batik di Kota Surakarta

Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Mangkunegaran menjadikan Kota Surakarta sebagai poros sejarah, seni, budaya, yang memiliki nilai jual. Nilai jual ini termanifestasi melalui bangunan kuno, tradisi kerajaan yang terpelihara, dan karya seni yang menakjubkan, tatanan penduduk setempat yang tidak lepas dari sentuhan-sentuhan kultural dan spiritual keraton yang semakin menambah daya tarik. Kota Surakarta dikenal sebagai salah satu inti Kebudayaan Jawa karena secara tradisional merupakan salah satu pusat politik dan pengembangan Tradisi Jawa. Kemakmuran wilayah ini sejak abad ke-19 mendorong berkembangnya berbagai literatur Berbahasa

Jawa, tarian, seni boga, busana, arsitektur, dan bermacam-macam ekspresi budaya lainnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Batik> [20 Februari 2010 pukul 16.00]). Salah satu tradisi yang berlangsung turun temurun dan semakin mengangkat nama daerah ini adalah membatik.

Seni dan pembatikan di Kota Surakarta menjadikan daerah ini menjadi salah satu pusat batik di Indonesia. Kota Surakarta bertekad terus menjaga dan melestarikan budaya jawa. Kota Surakarta memang merupakan salah satu tempat wisata batik terkenal di Indonesia. Batik itu sendiri adalah salah satu produk kota dan telah menjadi Icon kota. Batik Kota Surakarta terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan Sidomukti dan Sidoluhur.

Tradisi membatik yang menjadi ciri khas Kota Surakarta sampai hari ini masih diteruskan dari generasi ke generasi. Tidak heran kemasyuran Kota Surakarta sebagai salah satu kota produsen batik sudah terkenal hingga ke mancanegara hingga Australia, Canada, China, Colombia, Prancis, German, Greece, Jepang, Korea, New Zeland, Singapore, Spanyol, Amerika Serikat.

Tabel 2. Ekspor Komoditi Batik Kota Surakarta Tahun 2009

NO NAMA NEGARA VOLUME ( KG ) NILAI FOB ( US $ )

10 NEW ZEALAND

11 SINGAPORE

Sumber : Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta Sejarah batik di Kota Surakarta sangatlah panjang dan mempunyai suatu perkembangan yang pesat. Perkembanghan industri batik di Surakarta pada awalnya para pengrajin maupun pengusaha batik kebanyakan berasal dari daerah Laweyan dan Kauman yang dikenal sebagai kampoeng wisata batik. Mereka menjajakan dagangannya disekitar rumah-rumah mereka. Namun lama-kelamaan tempat penjualannya berkembang menjadi sebuah komunitas pengrajin dan tempat perdagangan.

Industri Batik merupakan salah satu komoditi unggulan di Kota Surakarta. Batik telah lama menyatu pada keseharian hidup masyarakat Kota Surakarta sejak jaman dahulu hingga sekarang. Sebagai Kota Budaya di mana terdapat dua pusat kebudayaan yakni Kraton Kasunanan dan Kraton Mangkunegaran yang mengawal keberlangsungan kebudayaan jawa, Kota Surakarta tetap menjadi pusat industri batik di Jawa Tengah. Beberapa sentra batik di Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Pasar Kliwon menjadi bukti bahwa industri ini semakin hari semakin eksis. Sentra-sentra industri batik ini yang menjadi salah satu pendukung keberadaan Pasar Klewer sebagai pusat perdagangan pakaian di Jawa Tengah bagian Selatan. (http://www.umkm- Surakartaraya.com /node/993> [20 Maret 2010 pukul 10.30]).

Industri batik di Kota Surakarta yang kian pesat tersebut batik menjadi satu di antara sumber pemasukan daerah. Bahkan, di saat krisis ekonomi ataupun saat Kota Surakarta tercabik-cabik kerusuhan Mei 1998, industri batik menjadi pilar penyelamat ekonomi. Sejauh ini, uang yang didulang dari produk batik mencapai Rp 8 miliar per bulan yang didapat dari 160 industri batik di Surakarta dengan 70 persen pasar domestik dan 30 persen ekspor. Sebelum krisis ekonomi, sekitar 40 persen industri batik masih memfokuskan diri memproduksi batik tulis (http://www.batiklaksmi.com/artikel%20 batik%2032.htm> [20 Maret 2010 pukul 10.30]).

Begitu perkembangan batik di Kota Surakarta tersebut tidak terlepas juga dengan pasang surut, yang dapat kita lihat dari masa ke masa, adalah sebagai berikut:

a. Setelah Proklamasi, perkembangan batik di sini sebenarnya menurun dikarenakan fungsi keraton berkurang yang berpengaruh pada perkembangan batik juga.

b. Tahun 1970-an, Batik mulai berkembang kembali namun batik yang berkembang disini sebagai batik printing.

c. Tahun 1980-an, Batik makin berkembang dan pada saat itu batik yang kebanyakan muncul adalah batik sutra.

d. Tahun 1990-an, Batik-batik dengan harga terjangkau dan murah meningkatkan perkembangan batik yang cukup pesat.

e. Tahun 2000-an, Batik berkembang sangat pesat dimana tidak terlepas dari rasa Nasionalisme masyarakat Indonesia setelah beberapa waktu banyak sekali masalah pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Indonesia yang diakui oleh Negara Lain.

(Hasil Wawancara dengan Gunawan Setiawan, Ketua Forum Pengembang Kampoeng Wisata Batik Kaoeman, 4 Maret 2010 10.00).

Pesatnya perkembangan batik di Kota Surakarta saat ini sangat menggembirakan. Banyak sekali upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam perkembangan batik di Kota Surakarta ini, dan banyak segala pihak yang merespon positif. Menurut dinas perindustrian dan perdagangan indutri batik menjadi salah satu industri inti di Kota Surakarta dan industri batik ini menjadi produk yang paling menonjol bagi Kota Surakarta. Kota Surakarta memiliki banyak kawasan industri batik yang sebenarnya tersebar di Kota Surakarta, namun yang terkenal dan terbanyak adalah Kampung Laweyan dan Kauman, sehingga akhirnya ke dua daerah ini dijadikan sebagai Kampoeng Wisata Batik.

Laweyan adalah salah satu sentral batik di Kota Surakarta. Laweyan terletak di Kecamatan Laweyan yang terletak di daerah Jalan Dr. Radjiman. Tentunya ada banyak sekali sejarah yang tertinggal di kampung ini hingga Laweyan adalah salah satu sentral batik di Kota Surakarta. Laweyan terletak di Kecamatan Laweyan yang terletak di daerah Jalan Dr. Radjiman. Tentunya ada banyak sekali sejarah yang tertinggal di kampung ini hingga

Batik di Laweyan telah berkembang sejak abad ke-19 dan waktu itu kampung ini sudah dikenal sebagai kampung batik. Itulah sebabnya kampung Laweyan pernah dikenal sebagai kampung juragan batik yang mencapai kejayaannya di era tahun 70-an. Di sinilah tempat berdirinya Syarekat Dagang Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh para produsen dan pedagang batik pribumi, pada tahun 1912. Di kawasan ini pula, mereka memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah dengan arsitektur cantik dan unik yang menjadi daya tariknya. Menelusuri lorong-lorong sempit di antara tembok tinggi rumah- rumah kuno ini sangat mengasyikkan,seolah berjalan di antara monumen sejarah kejayaan pedagang batik tempo dulu, tapi sayangnya satu per satu bangunan kuno yang berarsitektur cantik, hancur digempur zaman, digantikan ruko atau bangunan komersial baru yang arsitekturnya sama sekali tidak jelas (http://solobatik.athost.net/sejarah.php> [20 Maret 2010 pukul 10.30]).

Selain Laweyan, Kauman juga merupakan sentra industri batik di Kota Surakarta. Kampoeng Wisata Batik Kaoeman ini bersebelahan dengan Masjid Agung tidak jauh dari Pasar Klewer tepatnya di Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Kelurahan ini berdiri di atas areal tanah seluas 20.10 hektar. Untuk menjangkaunya harus melewati jalan-jalan sempit yang diapit bangunan-bangunan Jawa kuno bergaya Eropa. Hingga saat ini pengusaha di kampung ini berkembang menjadi 54 pengusaha batik.

Kampung Kauman berdiri setelah Pemerintahan Keraton Kartosuro pindah ke Desa Solo yang kemudian berubah nama menjadi Kasunanan. Sesuai namanya, Kauman merupakan tempat para kaum ulama tinggal. Pada awalnya, motif batik yang dihasilkan para pengrajin berasal dari motif khas keraton. Batik yang diproduksi masyarakat Kauman pada awalnya merupakan batik-batik pesanan para abdi dalem kasunanan. Seiring berjalannya waktu, motif batik pun berkembang. Batik yang dahulunya hanya didominasi warna Kampung Kauman berdiri setelah Pemerintahan Keraton Kartosuro pindah ke Desa Solo yang kemudian berubah nama menjadi Kasunanan. Sesuai namanya, Kauman merupakan tempat para kaum ulama tinggal. Pada awalnya, motif batik yang dihasilkan para pengrajin berasal dari motif khas keraton. Batik yang diproduksi masyarakat Kauman pada awalnya merupakan batik-batik pesanan para abdi dalem kasunanan. Seiring berjalannya waktu, motif batik pun berkembang. Batik yang dahulunya hanya didominasi warna

Dua kawasan tersebut telah dijadikan sebagai Kampoeng Wisata Batik, dan masing-masing terus dikembangakan salah satunya oleh Forum Pengembang Kampoengnya masing-masing khususnya dan pada umumnya dibina dan dikembangkan seperti kawasan lain yakni oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta Sub Dinas Perindustrian. Banyaknya batik di wilayah Kota Surakarta ini sudah selayaknya apabila mendapatkan upaya- upaya perlidungan hukum.