Latar Belakang

A. Latar Belakang

Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat vital yang melandasi hampir di semua aspek kehidupan. Tanah bukan saja sekedar sebagai sumber kehidupan, tetapi juga dapat mempengaruhi kekuatan ekonomi, sosial, dan politik. Tanah juga dapat menimbulkan kehancuran karena keinginan yang terbersit dalam benak orang-seorang untuk menguasai tanah. Melihat dari nilai tanah yang sangat tinggi tersebut maka muncul berbagai hak dan kewajiban dalam hal penguasaan dan distribusi tanah.

Tanah mempunyai fungsi sosial yang mengharuskan adanya keseimbangan antara kepentingan individu (pemilik, penguasa, penyewa) dengan kepentingan

masyarakat dan negara dalam pendayagunaan tanah. 1 Tanah mempunyai kedudukan

khusus atau penting dalam hukum adat karena tanah merupakan tempat tinggal, tempat untuk mengubur dan tempat untuk berlindung bagi persekutuan dan roh leluhur. Masalah tanah dalam perjalanan bangsa Indonesia telah mengalami berbagai perubahan dari masa ke masa yaitu dari masa kerajaan, masa kolonial sampai masa pemerintahan Republik Indonesia. Pada masa kerajaan tanah adalah milik raja, sehingga masyarakat hanya sebagai penggarap. Sementara itu pada masa kolonial, tanah dikuasai oleh pemerintah kolonial, tidak terdistribusikan ke masyarakat luas.

1 Kartasapoetra, G, dkk., Hukum Tanah: Jaminan UUPA Keberhasilan Pendayagunaan Tanah , (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 53.

kemerdekaan tanah mulai diatur dengan undang- undang pertanahan yang baru, yakni Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 sebagai pengganti Undang-Undang Agraria 1870 yang merupakan produk pemerintah kolonial.

Keadaan seperti itu menunjukkan bahwa manusia tidak bisa lepas dari masalah tanah. Masalah tanah sudah ada sejak pra-kemerdekaan, pada masa kolonial dan masa kependudukan Jepang. Seperti pada zaman pendudukan Jepang, kondisi pada saat itu diwarnai pula dengan adanya pendudukan tanah-tanah bekas perkebunan oleh rakyat. Bagi mereka kemerdekaan merupakan momentum yang tepat untuk

kembali merebut tanah- tanah yang banyak dikuasai oleh perkebunan asing. 2 Setelah

Indonesia merdeka, rakyat bisa mengelola dan menikmati hasil tanah mereka.

Tahun 1950 kondisi bangsa Indonesia belum stabil dan masih berbenah diri untuk menjadi suatu bangsa. Pemerintah mulai merencanakan pembangunan yang berdasarkan pada Pancasila dan saat itu pemerintahan dipimpin oleh Soekarno dan Hatta. Pada tahun 1950 perekonomian Indonesia memburuk akibat perang kemerdekaan yang berdampak pada terjadinya inflasi dan defisit dalam bidang keuangan. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka diberlakukanlah kebijakan

pemotongan uang pada tanggal 19 Maret 1950. 3 Ketika itu kemiskinan semakin

meningkat, bahkan golongan petani menjadi sangat lemah terutama petani di Jawa.

2 Endang Suhendar dan Yohana Budi Winarni, Petani dan Konflik Agraria , (Bandung: Yayasan Akatiga,1997), hlm. 77.

3 Mawarti Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 206-207.

hanyalah sebagai buruh tani. Pada masa penjajahan banyak penduduk yang kehilangan tanah. Kondisi demikian mendorong pemerintah mulai memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Masa pemerintahan Soekarno banyak dicanangkan kebijakan untuk menyejahterakan rakyat. Hal tersebut telah diterapkan pada masa kabinet Wilopo yang menetapkan 6 pasal dalam programnya, salah satunya ialah peningkatan kesejahteraan umum yang

mendapatkan prioritas utama. 4 Salah satu program untuk menyejahterakan rakyat dan

pemerataan penduduk ialah pemberian tanah secara lotre yang dilaksanakan pada tahun 1951-1952. Salah satu tempat yang melaksanakan program tersebut ialah Kelurahan Pajang, Surakarta.

Program tersebut tidak dapat dinikmati oleh semua masyarakat sebab ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Sistem lotre tanah merupakan pembagian tanah kas milik negara kepada rakyat dengan cara dilotre atau dikocok berdasarkan sistem nomor. Sisi menarik dari kasus ini ialah program tersebut hanya berjalan selama satu tahun yaitu 1951-1952, sedangkan kondisi pemerintahan pada waktu itu sedang tidak stabil karena kabinet sedang mengalami pergantian.

Program tersebut banyak membantu rakyat kecil di tengah kondisi ekonomi yang buruk. Pemberian tanah pemerintah kepada rakyat memberikan dampak positif di bidang sosial ekonomi. Pelaksanaan program tersebut ditandai dengan kegiatan

4 G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20 dari Perang Kemerdekaan sampai Pelita III , (Yogyakarta: Kanisius, 1988 ), hlm. 87.

yang tak bertanah. 5

Permasalahan tanah dalam sistem lotre muncul akibat dari peristiwa G30/S PKI yang kala itu banyak terjadi perampasan tanah. Permasalahan tersebut juga muncul pada masa Orde Baru. Pada tahun 1972 pemerintah menerapkan peraturan tentang sertifikasi tanah yang juga berpengaruh terhadap tanah lotre. Kepemilikan tanah lotre yang dulunya hanya berdasarkan surat keterangan hak milik harus diganti dengan sertifikat. Untuk memperoleh sertifikat tanah tersebut mereka harus mengeluarkan biaya sehingga bagi yang tidak mampu mensertifikasi tanah tersebut, kebanyakan dari mereka menjual tanah lotre yang telah mereka dapatkan.