Dampak Proyek Jatibarang dan Normalisasi Sungai Banjir

435 PKL MINGGIR, MODAL SOSIAL TIDAK HILANG kendaraan petugas, sebagaimana diperlihatkan PKL Sampangan dan Basudewo, tidak muncul dengan sendirinya, tetapi merupakan akibat atau produk dari kekerasan yang dilakukan negara, dalam hal ini adalah pemerintah kota Semarang melalui aparatnya, yaitu petugas Satpol PP.

B. Dampak Proyek Jatibarang dan Normalisasi Sungai Banjir

Kanal Barat Waduk Jatibarang dibangun di sungai Kreo kota Semarang bagian barat daya, sekitar 13 kilometer sebelah hulu dari muara Kali Garang, mencakupi kelurahan Kedungpane, Jatibarang, Kandri, dan Jatirejo. Pembangunan waduk serbaguna Jatibarang dilakukan dengan tujuan: 1. untuk mengendalikan banjir di kota Semarang, dengan menampung debit banjir Kali Garang periode 50 tahun, 2. menyediakan suplai air sebesar 2.40 m³ per detik untuk penyediaan air baku kota Semarang dan mempertahankan aliran Banjir Kanal Barat, 3. optimalisasi fungsi bendung Simongan sebagai prasarana pensuplai air baku untuk Perusahaan Daerah Air Minum PDAM kota Semarang sebesar 2.40 m³ per detik mengaliri daerah irigasi dan mempertahankan limpasan Banjir Kanal Barat, 4. untuk konservasi sumber daya air, mencakupi pengawetan air melalui tampungan sebesar 20.4 juta m³ dan konservasi daerah aliran sungai DAS Kali Garang, 5. penyediaan tenaga listrik sebesar 1.500 KW Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana 2009. Pembangunan waduk Jatibarang dengan tipe Rockfill Dam setinggi 77 meter, diharapkan dapat diselesaikan pada tahun Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang 436 2014. Selesainya pembangunan waduk Jatibarang ini diharapkan dapat mengurangi potensi banjir, mengatasi masalah rob di kota Semarang, mengurangi penggunaan air tanah, mengurangi permasalahan amblesan land subsidence dan menyediakan air baku untuk air minum. Waduk ini juga dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik mini hidro sebesar 1,5 MW. Selain itu, juga dapat dikembangkan untuki tujuan wisata, apalagi lokasi waduk sebelumnya juga merupakan objek wisata terkenal di kota Semarang, yaitu objek wisata gua Kreo. Pembangunan waduk ini diresmikan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto di Semarang pada tanggal 15 Oktober 2009. Pembangunan waduk didanai oleh dana pinjaman dari pemerintah Jepang melalui program Loan IP-534 Integrated Water Resources and Flood Management for Semarang. Program IP-534 ini merupakan program terintegrasi, yang terbagi atas tiga komponen, yaitu komponen A normalisasi Kali Garang dan Banjir Kanal Barat, komponen B pembangunan bendungan Jatibarang, dan komponen C penataan dan peningkatan sistem jaringan drainase Kali Semarang, Kali Asin, dan Kali Baru. Kegiatan lintas sektor ini ditangani bersama antara pemerintah pusat, melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum, pemerintah provinsi Jawa Tengah dan pemerintah kota Semarang. Pembangunan waduk Jatibarang sesungguhnya bukan program tiba-tiba, tetapi sudah lama direncanakan oleh pemerintah. Tahap studi pengembangan sudah dimulai sejak tahun 1969, yaitu dengan mengkaji pengembangan wilayah sungai Jragung, Tuntang, Serang, Lusi, dan Juana Jratunseluna. Kajian ini dilakukan oleh PT. Indah Karya bekerjasama dengan JICA. 437 PKL MINGGIR, MODAL SOSIAL TIDAK HILANG Kedua konsultan ini merekomendasikan perlunya membangun waduk serbaguna untuk mendukung pengembangan wilayah dan mengurangi potensi banjir di kota Semarang. Dalam rangka pembangunan waduk, pemerintah membuat terowongan pengelak, yang dimaksudkan untuk mengelakkan air sungai di sekitar atau yang melintasi lokasi bendungan selama masa pembangunan bendungan. Bendungan pengelak sendiri, terdiri dari bendungan pengelak coffer dam utama, portal inflet dan outlet serta terowongan pengelak sepanjang 441 m. Terowongan tersebut didesain untuk dapat mengatasi banjir selama 25 tahun dengan besaran 280 m³ per detik. Sebelum waduk Jatibarang dibangun, Gubernur Jawa Tengah telah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada pemerintah kota Semarang berdasarkan nomor surat 5931369 tertanggal 11 Juli 2006. Setelah diteliti oleh Tim Koordinasi dan Tata Cara Pemberian Izin Lokasi kota Semarang, walikota menyetujuinya dan menerbitkan surat keputusan nomor 593224 tanggal 29 Agustus 2006 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Waduk Jatibarang, Normalisasi Banjir Kanal Barat, dan Drainase Perkotaan seluas 223,58 hektar. Lokasi tersebut terletak di Kelurahan Kandri dan Kelurahan Jatirejo Kecamatan Gunungpati serta Kelurahan Kedungpane dan Kelurahan Jatibarang Kecamatan Mijen Kota Semarang. Luas tanah yang dimohonkan dalam penetapan lokasi pembangunan waduk seluas 223,58 hektar ternyata lebih besar daripada luas lahan yang akan dibebaskan, yaitu 189,35 hektar Dahlan 2007. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi jika lahan yang akan dibebaskan berkembang dari rencana awal, sehingga tidak perlu lagi harus mengajukan permohonan penetapan lokasi tambahan. Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang 438 Pembangunan waduk Jatibarang meliputi lokasi di mana waduk dibangun dam axis, areal genangan, sabuk hijau green belt dan jalan penghubung acces road yang terletak di empat kelurahan dalam dua kecamatan, yaitu Kedungpane dan Jatibarang di Kecamatan Mijen serta Kandri dan Jatirejo di Kecamatan Gunungpati. Dalam areal waduk yang letaknya persis berada di kawasan wisata goa Kreo, kelurahan Kandri, berdasarkan studi ahli genangan tertinggi, tidak akan menggenangi objek utama kawasan wisata tersebut. Sungai utama yang dibendung untuk keperluan pembangunan waduk Jatibarang adalah Kali Kreo. Waduk membendung Kali Kreo di Dusun Talun Kacang Kelurahan Kandri Kecamatan Gunungpati atau tepatnya di sebelah utara lokasi wisata Goa Kreo. Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 60. Objek wisata Goa Kreo yang terkena dampak pembangunan waduk Jatibarang 439 PKL MINGGIR, MODAL SOSIAL TIDAK HILANG Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 61. Lahan yang digunakan untuk pembangunan waduk Jatibarang Lokasi pembangunan waduk, selain melintasi area sungai, juga mencakupi lahan milik warga masyarakat. Luas lahan milik warga masyarakat yang terkena dampak pembangunan waduk adalah 189,35 hektar Dahlan 2007. Lahan sawah byang dibebaskan seluas 47,01 ha atau 24,83, sedangkan lahan tegalan yang dibebaskan seluas 142,21 ha atau 75,17. Lahan yang terkena pembebasan terluas adalah kelurahan Kedungpane, yaitu 77,61 ha atau 40,99, sedangkan yang paling sempit adalah berada di Kelurahan Jatibarang, seluas 15,91 ha atau 8,40. Luas lahan yang terkena dampak pembangunan waduk Jatibarang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang 440 Tabel 17. Jumlah Warga dan Luas Lahan yang terkena Dampak Pembangunan Waduk Kelurahan Lahan Sawah Tegalan Total WTD Total Luas Lahan ha WTD Luas ha WTD Luas ha Kedungpane 25 9,15 40 68,46 65 77,61 Jatibarang 8 2,72 8 13,19 16 15,91 Kandri 71 22,08 67 39,86 138 61,94 Jatirejo 32 32 46 20,73 78 33,89 Jumlah 136 47,01 161 142,21 297 189,35 Sumber: Dahlan 2007 Dalam rangka pembangunan waduk Jatibarang, pemerintah juga telah melakukan normalisasi sungai Banjir Kanal Barat sebagai bagian dari mega proyek waduk Jatibarang. Proyek normalisasi sungai Kaligarang dan Banjir Kanal Barat menelan biaya Rp317.763.468.673,20 dibiayai oleh dana APBN, APBD Jateng, dan JICA Jepang. Proyek normalisasi tersebut dimulai bulan Oktober 2009 dan direncanakan selesai pada bulan November 2012. Proyek ini dalam pelaksanaannya dikerjakan oleh PT WASKITA, BAP, dan PT WIKA. Untuk keperluan pengerjaan proyek, ketiga pelaksana proyek membangun perkantoran dan gudang alat-alat berat di sempadan sungai Kaligarang dan sungai Sampangan, yaitu sungai kecil yang mengalir dari perumahan Sampangan. Pedagang kaki lima PKL Sampangan yang lokasinya terletak persis di pinggir sungai Sampangan mau tidak mau harus digusur, karena lokasinya menjadi tempat perlintasan kendaraan proyek. Untuk keperluan pembangunan atau normalisasi sungai Kaligarang terletak dari kantor proyek ke arah utara hingga bendung Simongan dan sungai Banjir Kanal Barat terletak dari bendung Simongan ke arah utara menuju laut Jawa, semua bangunan dan aktivitas penduduk yang berada di pinggir sungai harus dipindahkan ke lokasi lain, agar tidak mengganggu pekerjaan proyek dan rencananya memang daerah pinggir 441 PKL MINGGIR, MODAL SOSIAL TIDAK HILANG sungai akan dijadikan sebagai salah satu dari tempat wisata air yang dapat dinikmati oleh masyarakat kota Semarang khususnya dan masyarakat lainnya. PKL Basudewo yang menempati tepi sungai Banjir Kanal Barat mulai dari pojok selatan jembatan Lemah Gempal hingga ke ujung utara jembatan Banjir Kanal Barat juga direlokasi ke tempat lain. Demikian pula, PKL liar Kokrosono yang berjualan di tepi sungai Banjir Kanal Barat mulai dari jembatan Banjir Kanal Barat hingga ke arah utara berbatasan dengan rel kereta api diminta untuk tidak berjualan di dekat proyek. Gambar berikut mengilustrasikan bagaimana proyek pembangunan normalisasi sungai Kaligarang dan sungai Banjir Kanal Barat harus dijalankan dan karena pekerjaan fisik penggalian tanah di dalam sungai, pemotongan pohon dan perataan tanah yang ada di pinggir sungai baik sisi kanan maupun kiri, dengan truk-truk dan begu lalu lalang melewati tepi sungai, hingga menyebabkan para PKL yang berada di tepi sungai tidak bisa beraktivitas lagi. Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 62. Kantor Proyek Normalisasi Sungai Kaligarang dan Banjir Kanal Barat Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang 442 Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 63. Kondisi Sungai Kaligarang yang belum dinormalisasi Aktivitas proyek normalisasi sungai Kaligarang dan Banjir Kanal Barat, yang dimulai dari pengerukan tanah dan lumpur sebagaimana terendap di sungai selama puluhan tahun berlangsung terus, pagi, siang maupun malam. Alat-alat berat, truk pengangkut, begu, dan beton-beton pelapis pinggiran sungai ditempatkan di sisi kiri dan kanan sungai. Praktis kondisi ini membuat para pedagang tidak bisa lagi berjualan, karena tempat mereka berdagang selama ini sudah tidak bisa dipakai lagi. Di Basudewo misalnya, tepi jalan di kanan maupun di kiri sungai telah rata, tidak ada bangunan yang tersisa. Demikian pula, di Kokrosono, pengerukan sungai, pembuatan talut, dan perapian jalan di tepi sungai, menyebabkan para pedagang tidak leluasa lagi melakukan aktivitas perdagangan. 443 PKL MINGGIR, MODAL SOSIAL TIDAK HILANG Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 64. Perataan Tanah Lokasi PKL Basudewo untuk normalisasi sungai Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 65. Pembangunan talut tepi sungai Kaligarang Studi tentang kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang 444 Untuk memperkokoh sungai, maka di tepi kiri kanan sungai dibuat talut memanjang dari arah selatan ke utara. Talut tersebut selain untuk memperkuat sungai agar tidak mudah menggerus tanah di sisi kiri dan kanan, juga untuk merapikan sungai agar indah dipandang mata. Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 66. Pengerjaan Talut Sungai Banjir Kanal Barat Sumber: Dokumen Pribadi Gambar 67. Talut Sungai Banjir Kanal Barat dekat PKL Kokrosono 445 PKL MINGGIR, MODAL SOSIAL TIDAK HILANG

C. PKL Terpinggirkan, Modal Sosial Tidak Hilang

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang

0 1 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang D 902009006 BAB I

0 1 42

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang D 902009006 BAB II

0 0 106

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang D 902009006 BAB IV

0 2 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang D 902009006 BAB V

0 0 62

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang D 902009006 BAB VI

0 2 54

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang D 902009006 BAB VII

0 1 48

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang D 902009006 BAB IX

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang D 902009006 BAB XI

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Eksistensi Pedagang Kaki Lima: studi tentang kontribusi modal sosial terhadap resistensi PKL di Semarang

0 0 4