commit to user
37
37
oksidasi senyawa lain. Reaksi ini akan menyebabkan vitamin C teroksidasi Padayatty
et al.
2003. 2.
Peran Vitamin C Pada Sistem Imunitas
Terdapat bukti bahwa asam askorbat mempunyai aktivitas antibakteri in vivo dan in vitro. Kadar asam askorbat dalam leukosit yang
bertanggung jawab untuk pertahanan host sekitar 80 kali lebih tinggi dibanding dalam plasma. Hasil penelitian tersebut mendukung peran
asam askorbat dalam sistem imunitas Ottoboni F dan Ottobani A 2005. Insulin mengangkut glukosa dan asam askorbat ke semua sel tubuh,
termasuk sel fagositosis. Sistem transportasi ini menimbulkan kompetisi antara glukosa dan asam askorbat. Kadar glukosa yang tinggi
akan menghambat pengangkutan asam askorbat, sehingga apabila dibutuhkan efek asam askorbat dosis besar maka hambatan oleh glukosa
harus diatasi. Glukosa tidak hanya menghambat pengangkutan asam askorbat ke semua sel tubuh tetapi juga menghambat stimulasi asam
askorbat terhadap heksosa monofosfat HMP pada sistem imunitas Ottoboni F dan Ottobani A 2005.
3. Vitamin C Sebagai Antioksidan Dalam Sistem Biologi
Vitamin C dapat teroksidasi oleh berbagai spesies radikal bebas yang terlibat dalam penyakit manusia. Spesies yang dapat menerima elektron
dan direduksi oleh vitamin C, dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu: 1. Senyawa dengan elektron tidak berpasangan seperti ROS, sulfur radikal,
dan RNS. 2. Senyawa yang reaktif tetapi bukan radikal, termasuk asam
commit to user
38
38
hipoklorit, nitrosamin dan senyawa nitrat yang lain, dan ozon. 3. Senyawa yang terbentuk oleh reaksi dengan salah satu dari dua kelas
tersebut diatas kemudian bereaksi dengan vitamin C. Contoh reaksi tersebut adalah pembentukan radikal
alfa tocopheroxyl
, yang dihasilkan interaksi oksidan eksogen berinteraksi dengan alfa tokoferol dalam
low density lipoprotein
LDL. Radikal
tocopheroxyl
dapat direduksi kembali menjadi alfa tokoferol oleh asam askorbat Padayatty
et al
. 2003. 4.
Transisi reaksi yang dimediasi metal yang melibatkan zat besi dan tembaga, misalnya reduksi terutama besi oleh askorbat dapat
menyebabkan pembentukan radikal lain melalui reaksi Fenton Carr dan Frei 1999.
Zat besi dalam bentuk tereduksi menguntungkan bagi tubuh karena penyerapan dalam usus meningkat Padayatty
et al.
2003. Antioksidan asam askorbat dapat melawan reaksi oksidasi pada lipid,
protein, dan DNA. Reaksi oksidasi lipid dapat terjadi pada membran sel dan lipoprotein dalam sirkulasi seperti
low density lipoprotein
LDL mengakibatkan peroksidasi lipid. Asam askorbat dapat mengurangi ROS
sehingga mampu menghambat terjadinnya peroksidasi lipid. Asam askorbat juga mencegah reaksi oksidasi lebih lanjut yang membentuk
lipid hydroperoxides
. Protein mengalami oksidasi melalui beberapa mekanisme Berlett dan Stadtmant 1997.
Sebuah rantai peptida dapat dipecah oleh oksidan dan asam amino spesifik juga dapat teroksidasi.
Asam amino yang paling rentan terjadi reaksi oksidatif adalah sistein dan metionin. Asam amino lain yang juga rentan terjadi reaksi oksidasi
commit to user
39
39
adalah arginin, prolin, treonin, tirosin, histidin, triptofan, valin, dan lisin. Asam askorbat dapat mencegah oksidasi protein atau asam amino.
Proses oksidatif dapat terjadi pada DNA secara langsung ataupun secara tidak langsung melalui oksidasi lipid dan protein Halliwell
2000. Mekanisme tidak langsung oleh oksidasi protein menyebabkan kerusakan
pada repair enzim dan DNA polimerase. Reaksi ROS dengan lipid menghasilkan lipid peroksidasi yang bereaksi dengan DNA dapat
menginduksi mutasi Lee
et al
. 2001.
Nitrogen reaktif species
juga dapat merusak protein yang dibutuhkan untuk sistem pertahanan terhadap
oksidan atau DNA repair sehingga dapat mengakibatkan kerusakan sel lebih lanjut. Oksidan diduga juga dapat menyebabkan kerusakan
nukleotida dalam DNA secara langsung. Guanin paling rentan terhadap serangan oksidatif, membentuk
8 hydroxyguanine
8OHG 8-oxoG dan derivatnya yaitu
8-hydroxy-2-deoxyguanosine
8OHdG 8-oxodG. Kedua senyawa ini dapat diukur secara langsung Halliwell 2000.
Asam askorbat dapat mengurangi kerusakan DNA dengan mereduksi spesies radikal secara langsung, menurunkan pembentukan reaktif
spesies seperti hidroperoksida lipid atau mencegah serangan radikal terhadap protein dan DNA repair. Askorbat sebagai antioksidan juga
dapat mencegah pembentukan
nitrosamine,
sehingga dapat mencegah pembentukan beberapa spesies nitrogen reaktif yang dapat berakibat
kerusakan gen Padayatty
et al.
2003. Skema regulasi vitamin C pada stres oksidatif seperti terlihat pada gambar lima dan enam.
commit to user
40
40
Gambar 5. Skema regulasi vitamin C pada sel. Dikutip dari Carcamo
et al
. 2004
Gambar 6. Skema inhibisi sinyal GM-CSF oleh vitamin C Dikutip dari Carcamo
et al
. 2002
commit to user
41
41
C. KERANGKA KONSEPTUAL
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa stres oksidatif berperan penting dalam patogenesis asma. Kehilangan kontrol
oksidan di saluran napas dapat menimbulkan inisiasi sel Th
2
yang merupakan fase awal perkembangan inflamasi alergi dalam saluran napas. Peningkatan
kadar ROS dalam APC mempengaruhi sistem imunitas akibat respon Th
2
Peterson
et al.
1998. Kondisi stres oksidatif menyebabkan gangguan maturasi sel dendritik ditandai penurunan sekresi IL-12 dan IFN- yang
berdampak
down regulation
terhadap Th
1
Kim
et al
. 2007, Kroening
et al.
2010. Pajanan oksidan terhadap sel dendritik terbukti meningkatkan produksi IL-4, IL-8 dan TNF-
Verhasselt
et al.
1998. Sel makrofag yang mengalami stres oksidatif akan mengalami peningkatan produksi IL-6 dan IL-10 dan akan mendeferensiasi
Th ke arah respons Th
2
Murata
et al.
2002. Peningkatan stres oksidatif juga berkontribusi pada perkembangan atau kelangsungan inflamasi saluran napas,
menimbulkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas, stimulasi sekresi mukus, dan induksi berbagai mediator kimia proinflamasi. Semua hal tersebut
diatas terkait dengan tingkat keparahan asma Fitzpatrick
et al.
2009. Reaksi inflamasi dalam saluran napas penderita asma menyebabkan
aktivasi eosinofil Filipofic dan Cekic 2001, Surjanto 2005, Apter dan Weiss
2008 dan aktivasi neutrofil Monteseirin 2009, sehingga jumlahnya meningkat di saluran napas. Respons inflamasi
menimbukan gejala klinis asma berupa penurunan faal paru berupa gambaran obstruksi. Perbandingan
commit to user
42
42
VEP
1
dengan KVP merupakan parameter untuk menentukan derajat obstruksi Alsagaf dan Mangunnegoro 1993, Davies dan Moores 2003, Barreiro dan
Perillo 2004. Peningkatan derajat inflamasi pada asma akan mempengaruhi derajat obstruksi NHLBI 2009.
Mekanisme pertahanan antioksidan mampu memperbaiki kesetimbangan antara oksidan dan antioksidan serta menurunkan kondisi stres oksidatif.
Vitamin C sebagai antioksidan bertindak sebagai donor elektron sehingga mampu menimbulkan reaksi reduksi terhadap beberapa senyawa Padayatty
et al.
2003. Vitamin C juga bertindak sebagai inhibitor histamin, suatu senyawa yang dilepaskan selama reaksi alergi. Sebagai antioksidan kuat dapat
menetralisir radikal bebas dan membantu menetralisir polutan dan toksin. Kerangka konseptual secara ringkas terlihat pada gambar 7.
commit to user
43
43
Gambar 7. Kerangka konsep penelitian Stres oksidatif pada asma menyebabkan gangguan maturasi sel
dendritik, menimbulkan penurunan sekresi IL-12 dan IFN- serta peningkatan IL-6, IL-8, dan IL-10. Kondisi ini akan menyebabkan
deferensiasi Th
o
kearah respon Th
2
, berakibat peningkatan inflamasi dan peningkatan obstruksi jalan napas.
commit to user
44
44
D. HIPOTESIS
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas ditetapkan hipotesis penelitian yaitu: 1.
Pemberian vitamin C dapat menurunkan jumlah eosinofil dan neutrofil sputum pada penderita asma terkontrol sebagian.
2. Pemberian vitamin C dapat meningkatkan nilai VEP
1
pada penderita asma terkontrol sebagian.
3. Pemberian vitamin C dapat menurunkan jumlah eosinofil dan neutrofil
sputum pada penderita asma tidak terkontrol. 4.
Pemberian vitamin C dapat meningkatkan nilai VEP
1
pada penderita asma tidak terkontrol.
commit to user
45
45
BAB III .
METODOLOGI PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian menggunakan uji klinis
quasi experimental
. B.
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Tempat penelitian dilakukan di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi, RSP Dr. Ario Wirawan Salatiga, RSUD Sragen, dan BKPM Klaten.
Waktu penelitian dimulai bulan September - Oktober 2012.
C. POPULASI PENELITIAN
Populasi penelitian ini adalah pasien asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol. Populasi terjangkau adalah pasien asma terkontrol sebagian dan
tidak terkontrol pengunjung poliklinik paru.
D. PENENTUAN SAMPEL
Pemilihan sampel dilakukan dengan cara
consecutive sampling
yaitu pengumpulan sampel dilakukan berurutan sampai jumlah sampel terpenuhi.
E. KRITERIA INKLUSI, EKSKLUSI DAN DISKONTINYU
1. Kriteria inklusi:
Penderita terdiagnosis sebagai asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol serta tidak dalam eksaserbasi.
Umur 18-65 tahun. Riwayat memakai steroid 14 hari.
Bersedia diikutkan dalam penelitian.
commit to user
46
46
2. Kriteria eksklusi:
Asma disertai infeksi pernapasan akut ISPA, pneumonia, abses paru, empiema maupun infeksi saluran napas kronik tuberkulosis
dan bronkiektasis. Riwayat penyakit paru kronik selain asma penyakit paru obstruktif
kronik PPOK dan tumor paru. Perokok.
Asma dengan penyakit jantung dan diabetes melitus. Hamil menyusui.
Klinis gangguan gastrointestinalis.
3. Kriteria diskontinyu:
Penderita mengalami eksaserbasi. Tidak terlacak lagi saat
follow up.
Mengundurkan diri. Muncul efek samping terhadap vitamin C selama penelitian ber-
langsung.
F. JUMLAH SAMPEL
Penentuan jumlah sampel berdasarkan rumus Dahlan 2010: Z +Z . S 2
n = X
1
X
2
n = Jumlah sampel = T
: 1.64 =
Power
: 0.84
commit to user
47
47
S = Simpang baku hasil penelitian sebelumnya: eosinofil= 6, neutrofil= 9 Yildiz
et al
. 2003, VEP
1
= 0,80 Schunemann
et al
. 2001. X
1
X
2
= Selisih rerata minimal yang dianggap bermakna: eosinofil: 3, neutrofil: 4,5, VEP
1
: 0,40
judgement
n = 24,6 sampel dibulatkan menjadi 25 sampel. Menurut perhitungan rumus diatas dibutuhkan 25 sampel. Fraenkel dan
Wallen
Dikutip dari Kasjono 2009
menyatakan bahwa untuk penelitian eksperimental dibutuhkan paling sedikit 15 sampel setiap kelompok. Berdasarkan
pernyataan tersebut direncanakan 30 sampel yang terdiri dari 15 orang penderita asma terkontrol sebagian dan 15 orang penderita asma tidak
terkontrol.
G. IDENTIFIKASI VARIABEL
1. Variabel tergantung: