Deskripsi Teori KAJIAN PUSTAKA
8 Safuranogermacrene, P-Tolyletycarbinol, dan zat tepung. Adanya kandungan
zat-zat tersebut membuat aroma temulawak menjadi khas Hayati, 2003 Hayati, 2003: 16-17. Komposisi kimia rimpang temulawak adalah zat tepung sebesar 29-
30, kurkumin 1-2, dan minyak atsiri sebesar 6-10 Agoes, 2011 : 100. Berdasarkan zat-zat yang terkandung pada temulawak saat ini telah
diketahui manfaatnya yaitu sebagai penambah nafsu makan, memperbaiki kesehatan fungsi pencernaan, memperbaiki fungsi hati, pereda nyeri sendi dan
tulang, dan sebagai antioksidan BPOM, 2005. Berdasar penelitian, rimpang temulawak memiliki beberapa efek farmakologi seperti, hepatoprotektor,
antiinflamasi, antidiare, antimalaria, imunomodulator, antikanker Agoes, 2011, hal. 9. Selain itu juga telah ditemukan efek farmakologi rimpang temulawak
sebagai antipiretik, antinoiceptive, dan analgetik Al-Tahan, 2012. Tanaman temulawak yang merupakan tanaman herbal juga memiliki efek
samping jika penggunaan rimpang temulawak pada jangka panjang maupun overdosis, yaitu dapat menyebabkan keluhan pada perut. Rimpang temulawak
juga memiliki aktivitas menstimulasi sistem biliari sehingga tidak boleh diberikan jika terdapat pembuluh darah yang terhambat. Efek samping yang ditimbulkan
tersebut tidak menimbulkan efek toksik. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paget dan Barnes 1964 pada infus temulawak, menemukan
bahwa infus temulawak tidak mengandung racun. Selain itu juga oleh Lin et.al., 1996 membuktikan bahwa tidak terdapat tanda toksisitas pada pemberian oral
ekstrak temulawak pada tikus hingga dosis 2 gKgBB Tilaar Prof. Dr. Ir. Bernard T. Widjaja, 2014: 253.
9 2.
Temulawak Instan Temulawak dapat diolah menjadi berbagai produk olahan dengan berbagai
jenis bentuk sediaan, salah satunya yaitu instan. Instan adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang sesuai, terbuat dari
perasan temulawak yang dimasak dengan gula yang cara penggunaannya diseduh dengan air panas atau dilarutkan dalam air dingin. Obat ini tergolong obat dalam
dan memiliki kadar air kurang dari 10 BPOM, 2014.
Gambar 4. Temulawak Instan Menurut Koswara dkk 2012: 4-8 pembuatan temulawak instan gambar
3 diperlukan alat, bahan, dan prosedur sebagai berikut : a.
Alat : kompor, wajan berkapasitas minimal 1 kg, blender berkapasitas 500 gram, pengaduk, kain saring, pisau, saringan 80 mesh, neraca, pengemas
b. Bahan : 1 kg temulawak, 2 kg gula pasir, dan 1 L air.
c. Prosedur :
1 Penyortiran 2 Pencucian
3 Penimbangan 1kg 4 Pengirisan
10 5 Penghancuran blender dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit
dan memerlukan 1L air 6 Pengendapan selama 5 menit
7 Penyaringan 8 Pencampuran sari temulawak dengan gula pasir
9 Pengadukan dan pemanasan pada suhu maksimal 100
o
C hingga terbentuk kristal
10 Pengecilan ukuran kristal dengan cara diblender dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 detik
11 Pengayakan 80 mesh 12 Pengemasan.
3. Analgetik
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran Aznam Sulistiowati,
2001: 5.3. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri
dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Rasa nyeri pada kebanyakan hal merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya
tentang adanya gangguan di jaringan. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, bradikin, leukotrien, dan prostaglandin. Semua mediator nyeri itu
merangsang reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta
11 jaringan lain dan demikian menimbulkan reaksi radang dan kejang-kejang Tjay
Rahardja, 2013, hal. 312-313. Nyeri menurut tempat kerjanya dibagi menjadi nyeri somatik dan nyeri
dalaman viseral. Nyeri somatik dibagi atas dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Nyeri permukaan merupakan rangsangan nyeri yang bertempat
dalam kulit, sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang dan jaringan ikat disebut nyeri dalam. Nyeri permukaan, misalnya nyeri saat tertusuk
jarum di kulit. Nyeri ini mempunyai karakter yang ringan dan dapat dilokalisasikan dengan baik dan hilang cepat setelah berakhirnya rangsang. Nyeri
dalam biasanya dirasakan sebagai tekanan, sukar dilokalisasikan dan kebanyakan menyebar di sekitarnya. Contoh yang paling dikenal adalah sakit kepala yang
dalam berbagai macam bentuknya merupakan bentuk nyeri yang paling sering. Nyeri dalam viseral atau nyeri perut memiliki sifat menekan dan reaksi vegetatif
yang menyertainya yang mirip dengan nyeri dalam. Nyeri ini terjadi pada tegangan organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang
disertai radang Mutschler, 1991: 178. Analgetik dibagi menjadi dua kelompok umum yaitu analgetik kuat
narkotika dan analgetik lemah non narkotika. Analgetik kuat memiliki daya untuk menghilangkan rasa nyeri yang kuat mengurangi kesadaran, menimbulkan
rasa nyaman, mengakibatkan toleransi dan kebiasaan, serta mengakibatkan ketergantungan fisik dan psikis Aznam Sulistiowati, 2001. Analgetik
narkotika bekerja melalui susunan syaraf pusat sehingga menimbulkan efek analgetik kuat yang biasanya digunakan untuk nyeri dengan intensitas tinggi,
12 seperti nyeri karena patah tulang, nyeri kanker, dan nyeri setelah pembedahan
Sutedjo, 2008, hal. 153. Karena bahaya adiksi ini maka kebanyakan analgetik sentral seperti narkotika dimasukkan ke dalam undang-undang narkotika dan
penggunaannya divariasi dengan ketat oleh dirjen POM. Contoh obat golongan ini diantaranya morfin, kodein metilmorfin, petidin, dan metadon. Sedangkan
golongan obat analgetik lemah non narkotika tidak memiliki daya menurunkan kesadaran ataupun ketagihan. Kelompok obat ini selain mengurangi rasa sakit
juga dapat berkhasiat menurunkan suhu sehingga disebut analgetik-antipiretik. Kerja obat ini dalam menurunkan suhu dengan mempengaruhi hipotalamus yang
merangsang pelebaran pembuluh darah tepi sehingga aktivitas kelenjar keringat meningkat, maka terjadi pengeluaran keringat dan suhu tubuh akan lepas bersama
keringat. Untuk kerja obat sebagai efek analgetik dengan cara mempengaruhi thalamus untuk meningkatkan nilai ambang nyeri dan menghambat prostaglandin
yang membawa impuls nyeri ke pusat dari reseptor nyeri tepi. Contoh obat golongan ini diantaranya asetasol, aspirin, fenasetin, dan aminofenazon
aminopirin dan piramidon Sutedjo, 2008, hal. 154. Karakteristik dari obat analgetik yaitu mempunyai suatu atom sentral
biasanya carbon, atau juga nitrogen, yang tidak mengikat atom hidrogen; pada atom sentral langsung terdapat sistem aromatis; dan merupakan suatu pusat basa
yang terikat pada atom sentral dengan perantara 2 atom C Ebel, 1992 : 6.
13 Gambar 5. Struktur Kimia Asetosal
Asetosal Gambar 5 merupakan satu obat turunan asam salisilat yang biasa digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau sebagai obat analgetik. Asetosal
adalah obat antinyeri tertua yang sampai saat ini masih sering digunakan di seluruh dunia. Zat ini juga berkhasiat sebagai antidemam kuat dan banyak
digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia Tjay Rahardja, 2013 : 316. Tipe nyeri yang biasa diredakan oleh obat turunan salisilat adalah nyeri yang
intensitasnya rendah yang berasal dari struktur integumen dan bukan dari viscera. Penggunaan obat ini pada jangka lama tidak menyebabkan toleransi atau indikasi,
dan toksisitasnya lebih rendah daripada analgesik opioid Goodman Gilman, 2012, hal. 676.
Asetosal pada penyimpanan di bawah pengaruh kelembaban udara, relatif mudah terurai menjadi asam salisilat dan asam asetat. Berbagai farmakope
memberi batasan jumlah asam salisilat bebas yang boleh ada dalam asam asetilsalisilat. Penggunaan asam asetilsalisilat diketahui menimbulkan reaksi
alergi. Kemungkinan hal ini terjadi disebabkan adanya sedikit anhidrida asam asetilsalisilat yang dengan gugus amino protein dapat bereaksi. Selain itu
14 asetilsalisil-asam
salisilat dapat
bereaksi dengan
gugus amino
dan menyebababkan reaksi alergi Ebel, 1992.
Efek samping yang lain berupa iritasi mukosa lambung yang diakibatkan oleh sifat asam dari asetosal, tinnitus telinga berdengung pada dosis lebih tinggi,
kejang-kejang bronchi hebat, pada pasien asma dapat menimbulkan serangan walaupun dalam dosis rendah Tjay Rahardja, 2013: 316.
Asetosal aspirin merupakan golongan obat analgesik, antpiretik serta obat antiradang non steroid NSAIDs yang merupakan suatu kelompok obat heterogen.
Cara asetosal mengobati rasa nyeri yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase dan mengasetiliasi gugus aktifserin Anonim, 2011. Asetosal
dan obat NSAIDs lainnya menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase COX pada pembentukan prostaglandin PG yang menyebabkan pembengkakan, nyeri
dan demam. Obat sejenis asetosal juga mencegah produksi PG secara fisiologis yang melindungi mukosa perut dari kerusakan oleh asam hidroklorida dan
mempertahankan fungsi ginjal Vanne Botting, 2003. Membrane sel yang mengalami peradangan oleh fosfolipase akan dibentuk
menjadi asam arachidonat. Lalu oleh enzim sikloosigenase, asam arachidonat diubah menjadi endoperoksida dimana endoperoskida ini akan menghasilkan 2
bentuk siklooksigenase, yaitu siklooksigenase-1 COX-1 dan siklooksigease-2 COX-2. Asetosal aspirin secara kovalen memodifikasi COX-1 dan COX-2,
dengan demikian menyebabkan penghambatan aktivitas siklooksigenase. Pada struktur COX-1, asetosal mengasetil serin 530, mencegah pengikatan asam
arakidonat pada tempat aktif enzim COX-1 sehingga mencegah kemampuan
15 enzim tesebut dalam membentuk prostaglandin. Pada COX-2, asetosal
mengasitelasi serin homlog pada posisi 516 sehingga aktivitas siklooksigenase tidak terjadi Goodman Gilman, 2012: 670. Untuk lebih jelasnya perombakan
asam arakidonat dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Perombakan Asam Arachidonat
4. Metode Analgetik
Metode yang biasa dilakukan untuk uji analgetik dengan cara kimia adalah a.
Metode Geliat Pengujian metode ini dilakukan dengan cara memberikan induksi asam
asetat secara intraperitonial pada hewan uji mencit ataupun tikus Al-Tahan, 2012. Penilaian obat dilakukan berdasarkan kemampuan dalam menghalau atau
menekan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan uji. Rasa nyeri diperlihatkan
16 dalam bentuk respon gerakan geliat, yaitu kedua pasang kaki ke depan dan ke
belakang serta perut menekan sampai lantai yang muncul maksimal setelah 5 menit induksi Kelompok Kerja Ilmiah dalam Marlyne, 2012.
b. Metode Nyeri Panas
Metode ini dilakukan dengan melihat respon mencit berupa melompat dan atau menjilat saat diberi rangsangan panas. Respon mencit berupa lompatan dan
atau jilatan ini merupakan reaksi nyeri yang ditimbulkan oleh rangsangan panas Mantiri, Awaloei, Posangi, 2013.
c. Tail Flick Laten Periode
Metode ini dilakukan dengan meletakkan tikus di dudukan dengan ekornya keluar melalui celah di tutupnya. Ekor itu dijaga di jembatan jaket
analgesiometer dengan kawat nikrom yang dipanaskan secara elektrik di bawahnya. Ekor tersebut menerima panas yang berseri dari kawat. Waktu yang
dibutuhkan untuk menarik ekor setelah beralih pada arus dianggap sebagai periode laten dalam hitungan detik Al-Tahan, 2012.
d. Metode Penapisan Analgetik untuk Nyeri Sendi
Hewan uji disuntikan intrafaskular larutan AgNO
3
1 sebagai efek nyeri athritis. Setelah itu dilakukan gerakan fleksi pada sendi sebanyak 3 kali dengan
interval waktu 10 detik. Jika hewan tidak mencicit kesakitan oleh gerakan fleksi yang dipaksa pada waktu setelah pemberian sediaan uji maka sediaan uji
dinyatakan berefek analgetik Kelompok Kerja Ilmiah dalam Marlyne, 2012.
17 e.
Metode Induksi Formalin Pengujian metode ini dengan memberikan petidin subkutan, 2,5 formalin
dalam larutan garam yang diinjeksikan secara subkutan pada kaki belakang tikus. Respon nyeri berupa tikus menjilati kaki belakang. Lamannya tikus menjilati kaki
belakang menunjukkan besarnya rasa nyeri yang ditimbulkan Al-Tahan, 2012.