resiliensi. Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara pola asuh autoritatif dengan resiliensi pada remaja di Denpasar.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara pola asuh autoritatif dengan resiliensi pada remaja di Denpasar ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola asuh autoritatif dengan resiliensi pada remaja di Denpasar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian pemikiran dalam ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Positif terkait dengan resiliensi pada remaja di Denpasar serta
Psikologi Perkembangan mengenai hubungan antara pola asuh autoritatif dengan resiliensi pada remaja di Denpasar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orangtua, hasil penelitian ini dapat membantu orangtua dalam memilih pola
asuh yang tepat serta mampu untuk menerapkan perilaku dan tindakan dalam memberikan pendidikan karakter pada anak.
b. Bagi remaja, penelitian ini diharapkan dapat membantu remaja dalam merespon
dan beradaptasi terhadap setiap peristiwa tidak menyenangkan yang terjadi.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang serupa telah dilakukan sebelumnya, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wulansari 2013 yang meneliti mengenai hubungan pola asuh
demokratis orangtua dan lingkungan sekolah dengan kecerdasan emosional anak siswa SD kelas V Keceme I, Sleman. Penelitian ini mengambil sampel siswa-siswa kelas V SD dengan
teknik sampling adalah sampel total. Sampel diambil dengan jumlah 46 orang siswa. Data hasil penelitian diuji dengan menggunakan teknik regresi berganda dan korelasi parsial.
Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilaksanakan ini, perbedaan tersebut diantaranya terdapat pada jenis dan jumlah variabelnya.
Pada penelitian ini hanya terdapat dua variabel, yaitu variabel pola asuh autoritaif dengan variabel resiliensi. Selain itu, perbedaan juga dapat dilihat dari karakteristik subjek penelitian.
Pada penelitian ini subjek penelitiannya adala remaja siswa-siswi SMA. Perbedaan juga dapat dilihat dari segi teknik pengambilan sampel serta analisis data yang digunakan. Penelitian ini
menggunakan teknik pengambilan sampel two stages cluster random sampling dengan teknik analisis data menggunakan uji person product moment.
Penelitian lain yang juga memiliki kemiripan dengan penlitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Asiyah 2013 yang meneliti tentang pola asuh demokratis, kepercayaan
diri dan kemandirian mahasiswa baru. Penelitian ini mengambil sampel mahasiswa baru fakultas dakwah IAIN Sunan Ampel dengan jumlah sampel sebanyak 131 orang mahasiswa.
Sampel diambil dengan menggunakan teknik proportional random sampling dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi berganda dan korelasi parsial. Perbedaan yang dapat dilihat
dengan penelitian ini adalah variabel penelitian, yakni variabel pola asuh autoritatif dengan resiliensi. Sampel penelitian merupakan remaja siswa-siswi SMA yang diambil dengan
menggunakan teknik two stages cluster random sampling. Uji analisis yang digunakan adalah pearson product moment.
Sagone Elvira 2013 juga melakukan penelitian yang serupa dengan judul “Relationship between Besilience, Self Efficacy and Thinking Styles in Italian Middle
Adolescent ”. Penelitian ini memiliki tiga variabel yaitu variabel resiliensi, efikasi diri dan
gaya berfikir. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja pertengahan yang berusia 13 sampai 15 tahun dengan jumlah 130 orang, 70 orang laki-laki dan 60 orang perempuan. Sampel
diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling dan uji analisis dengan menggunakan uji pearson linear correlation dan uji t-test. Perbedaan yang dapat dilihat
dengan penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah variabel penelitian, yaitu variabel resiliensi dengan pola asuh autoritatif. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
yang berbeda, yaitu two stages cluster random sampling. Teknik analisis yang digunakan juga berbeda, pada penelitian ini uji analisis dilakukan dengan menggunakan uji pearson product
moment. Penelitian lain
dilakukan oleh Zakeri, Jowkar Razmjee 2010 mengenai “Parenting Styles and resiliency
”. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan pola asuh dengan resiliensi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitaif dengan menggunakan analisis t-test.
Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berjumlah 350 orang 235 perempuan dan 115 laki-laki yang diseleksi dengan menggunakan metode acak, multi-stages. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara penerimaan dan keterlibatan tipe pola asuh dengan resiliensi. Sikap yang hangat, mendukung dan pola asuh
yang berpusat pada anak berhubungan dengan perkembangan resiliensi pada anak. Orangtua membantu anak untuk menjadi kebal dalam kondisi stres dengan menciptakan hubungan yang
dekat dan positif dengan anak. Penelitian ini juga menyebutkan pola asuh autoritatif dianggap
sebagai faktor pelindung yang dapat meningkatkan kemampuan untuk mengatasi peristiwa kehidupan negatif dan krisis.
Khalid dan Aslam 2012 juga melakukan penelitian yang serupa dengan judul “Relationship of Perceived Parenting with psychological Distress Resiliency among
adolescent”. Responden dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 15-18 tahun dengan jumlah 200 orang, 100 orang laki-laki dan 100 orang perempuan. Teknik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling. Penelitian ini menunjukan hasil, pola asuh autoritatif memiliki hubungan yang positif dengan resiliensi dan hubungan yang negatif dengan kesulitan
psikologis. Pola asuh authoritarian dan permisif memiliki hubungan yang negatif dengan resiliensi dan hubungan yang positif dengan kesulitan psikologis.
Penelitian serupa lainnya juga dilakukan oleh Ritter 2005 dengan judul “Parenting
style: their impact on the developme nt of adolescent resiliency”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pola asuh – autoritatif, authoritarian atau permisif – yang memiliki hubungan
terhadap resiliensi. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berumur 16-18 tahun yang diambil dengan menggunakan teknik random sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa remaja dengan level resiliensi tinggi memiliki keterkaitan dengan pola asuh autortatif. Sedangkan pola asuh authoritarian dan permisif menghasilkan resiliensi dengan level rendah.
Ritter 2005 berfokus untuk melihat tipe pola asuh yang mana yang dapat meningkatkan resiliensi pada remaja dan tipe pola asuh mana yang dapat menghambat.
Penelitian yang dilakukan oleh Zakeri, Jowkar Razmjee 2010, Khalid dan Aslam 2012 dan Ritter 2005 memiliki kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan kali ini.
Kemiripan dapat dilihat dari segi variabel dan responden dalam penelitian. Pada penelitian sebelumnya pola asuh yang digunakan adalah pola asuh autoritatif, authoritarian dan permisif,
kemudian dilihat pola asuh mana yang memiliki hubungan paling signifikan terhadap
resiliensi. Sementara pada penelitian ini hanya menggunakan satu tipe pola asuh saja, yaitu pola asuh autoritatif yang kemudian ingin dilihat hubungannya dengan resiliensi. Selain itu,
perbedaan juga dapat dilihat dari segi demografis, yaitu perbedaan letak geografis tempat dilakukan penelitian serta budaya yang melatarbelakangi subjek penelitian, bahwa penelitian
ini dilakukan di Indonesia sementara penelitian yang didapat diatas dilakukan diluar Indonesia.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Resiliensi
1. Pengertian Resiliensi
Grotberg 1999 mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan yang dimiliki individu untuk menghadapi, mengatasi dan menjadi pribadi yang lebih kuat atas kesulitan yang
dihadapinya. Masten Reed 2002 mengatakan resiliensi secara umum mengacu kepada fenomena yang ditandai dengan adanya adaptasi positif yang menunjukkan hasil yang baik
meskipun dalam keadaan yang sulit atau beresiko. Kaplan 1996 menyebutkan resiliensi sebagai keberadaan faktor pelindung, yaitu diri
sendiri, lingkungan sosial dan keluarga yang mampu membuat individu melawan kondisi stres. Resiliensi mengacu pada proses, kapasitas, atau hasil adaptasi yang sukses meskipun
berada dalam keadaan yang menantang atau mengancam. Brook Goldstein 2000 mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan individu dalam mengatasi masalah dan tekanan
secara lebih efektif, kemampuan untuk bangkit dari masalah, kekecewaan, dan trauma; serta untuk dapat mengembangkan tujuan yang lebih realistik.
Masten, Best Garmezy 1990 menyebutkan tiga fenomena dari resiliensi yaitu: a hasil baik bagi anak yang berisiko, b mempertahankan kompetensi dalam keadaan yang
mengancam, c sembuh dari trauma. a.
Konsep dari resiliensi yang berkembang dalam berbagai penelitian adalah keberhasilan individu dalam beradaptasi dengan lingkungan yang sulit. Faktor berisiko sangat erat
kaitannya dengan hasil yang buruk. Faktor risiko yang dimaksud seperti kemiskinan,