Hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi pelajar pada remaja.

(1)

xv ABSTRAK

Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar Pada Remaja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMU Pangudi Luhur Sedayu kelas II sebanyak 65 siswa. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap pola asuh demokratis yang mengacu pada model skala Likert serta laporan hasil belajar berupa nilai raport yang diperoleh siswa.

Reliabilitas skala persepsi terhadap pola asuh demokratis diuji dengan menggunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,916.

Data hasil penelitian untuk skala persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan prestasi belajar dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Hasil analisis data untuk skala persepsi terhadap pola asuh demokratis menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,390 dan taraf signifikansi (p) sebesar 0,001 (p<0,05). Maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja diterima, atau dapat dikatakan ada hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.


(2)

xvi ABSTRACT

The Relation between the Democratic Education and Learning Achievement in Teenagers

This research aimed at knowing the correlation between the democratic education and learning achievement in teenagers. The hypothesis proposed in this research was there was positive correlation between the democratic education perceived and learning achievement in teenagers.

Subjects in this research were 65 second grade students of Pangudi Luhur Sedayu Highschool. Data collection method used in this study was perception scale on democratic education by referring to Likert scale model and students’ book report.

The scale reliability of democratic education was tested using reliability coefficient of Alpha Cronbach and derived result was 0.916.

The data on perception scale of democratic education and learning achievement analyzed using Product Moment Pearson correlation technique. Analysis results data on democratic education perceived demonstrating correlation coefficient (r) by 0.390 and significance level (p) by 0.001 (p<0.05). Accordingly, the hypothesis proposed above, which stated that there was positive correlation between the democratic education perceived and learning achievement in teenagers, accepted. In other words, there was relation between democratic education and learning achievement in teenagers.


(3)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

Disusun Oleh : Rani Puspita Sari

NIM : 019114012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

Disusun Oleh : Rani Puspita Sari

NIM : 019114012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008


(5)

(6)

(7)

Masa lalu tidaklah nyata.

Yang paling penting adalah menjadikan esok jauh lebih baik.

Aku hari esok tergantung apa yang aku lakukan hari ini. Aku hari ini adalah hasil apa yang aku lakukan kemarin.

(James Joice)

Ketika orang terus mengatakan pada kita

bahwa kita tidak bisa melakukan apa-apa, maka kita akan semakin terpacu untuk bisa melakukannya.

(Margaret Chase Smith)

Kepuasan terbesar dalam hidup adalah berhasil melakukan sesuatu yang orang lain kira kita tak mampu melakukannya.

(Walter Bagehot)


(8)

Dengan segenap jiwa dan ketulusan hati, skripsi ini ku persembahkan untuk :

™ Jesus Christus atas rencana indahNya bagiku.

™ Bapak dan Mama tercinta atas segala doa, bimbingan, kasih sayang, perhatian, pengorbanan yang tiada henti dan atas kesempatan yang diberikan.

™ Mbak Pipit dan Monik, yang selalu membantu dan mendukungku.

™ Dodik tersayang atas pengertiannya.

™ Teman-teman atas dukungan dan nasehatnya.

™ Dan orang-orang disekitarku, yang mengasihi dan menyayangi aku dan telah mengajariku untuk terus maju tanpa kata menyerah.


(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus karena dengan cinta dan kasih karuniaNya serta uluran tanganNya telah memberikan kesabaran dan membukakan jalan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi dengan judul ”Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar Pada Remaja” dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi ini hanyalah sebuah karya kecil yang penulis buat dengan segenap usaha sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (STRATA 1) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari adanya dukungan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen pembimbing yang telah memberikan ijin penelitian, dan bersedia meluangkan waktu, tenaga serta pikiran yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan arahan pada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak V.Didik Suryo Hartoko dan Bapak Heri Widodo selaku dosen penguji yang kritis dan korektif dalam memberikan masukkan-masukkan kepada penulis.

3. Para dosen pengajar yang telah mendidik dan mengajar selama penulis mengikuti kuliah.


(11)

4. Seluruh karyawan/ti Fakultas Psikologi (Pak Gie, Bu Nanik, Mas Gandung) yang telah memberikan perhatian dan pelayanan dengan tulus.

5. Kepala Sekolah SMU Pangudi Luhur Sedayu yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMU Pangudi Luhur Sedayu. 6. Siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu yang telah banyak

membantu untuk memperoleh data maupun keterangan yang penulis perlukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak dan Mama tercinta atas segala doa, bimbingan, kasih sayang, perhatian, pengorbanan yang tiada henti dan kesempatan yang diberikan, semoga kegembiraan ini dapat membuat kalian tersenyum bahagia walaupun terlambat.

8. Dodik terima kasih buat kasih sayang dan pengertiannya selama ini.

9. Mbak Pipit dan Monik terima kasih atas perhatian, dukungan, dan bantuannya yang telah diberikan selama ini.

10. Keponakanku tersayang Carlin teman berantem dan bercanda kalau lagi di rumah, terima kasih atas candatawa, keceriaan dan kepolosanmu, sekarang udah gede jangan nakal ya...

11. Sahabat sejatiku Dewi semoga kita tetap menjadi sahabat selamanya dan ngga’ ada yang bisa merubah semuanya.

12. My friends : Janet ”makasih ya neng buat semua kekonyolannya kalau lagi stres” Eni ”makasih udah ditemeni nyari ijin” Rani ”ayo semangat...” Upie ”kapan kawin?? He...he...he...” Cies ” makasih...biar udah jauh tetep kasih semangat”.


(12)

13. Teman-teman KKN : Mukrie, Sigit, P_li, Eni, Lia, Ayu, Desi. Inget kalian semua jadi inget liburan bersama di rumah kakek. Pokoknya kenangan satu bulan bersama kalian ngga’ bakal aku lupa...!!!

14. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung dan memberikan dorongan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Akhir kata diharapkan semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat memberikan pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi.

Yogyakarta, Maret 2008 Penulis

Rani Puspita Sari


(13)

x

DAFTAR ISI

Judul……… i

Pengesahan Dosen Pembimbing………. ii

Pengesahan Dosen Penguji………. iii

Motto ……….. iv

Persembahan ……….. v

Pernyataan Keaslian Karya………..vi

Kata Pengantar……… vii

Daftar Isi………. x

Daftar Tabel……… xiii

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah………. xiv

Abstrak……… xv

Abstrack……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

1. Manfaat Teoritis... 6

2. Manfaat Praktis...7

BAB II LANDASAN TEORI A. Prestasi Belajar... 8

1. Pengertian Belajar... 8

2. Pengertian Prestasi Belajar... ... 9

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar...11


(14)

xi

B. Pola Asuh Demokratis...16

1. Pengertian Pola Asuh...16

2. Faktor Pembentuk Pola Asuh Orang Tua...18

3. Pola Asuh Demokratis...20

4. Aspek Pola Asuh Demokratis...22

C. Remaja...23

1. Batasan Usia Remaja...23

2. Ciri-Ciri Masa Remaja...25

3. Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja...29

D. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar...30

E. Hipotesis...32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian...33

B. Identifikasi Variabel...33

C. Definisi Operasional...33

1. Prestasi Belajar...33

2. Pola Asuh Demokratis...34

3. Remaja...35

D. Subjek Penelitian... 35

E. Metode Pengumpulan Data... 35

F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 38

1. Validitas...38

2. Seleksi Item...39

3. Reliabilitas...40

G. Metode Analisis Data... 41

H. Prosedur Penelitian...41

1. Tahap Persiapan...41


(15)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Dan Pelaksanaan Penelitian...43

B. Deskripsi Data Penelitian...43

C. Analisis Data Penelitian...45

1. Uji Asumsi...45

a. Uji Normalitas...45

b. Uji Linearitas...46

2. Uji Hipotesis Hubungan...47

D. Pembahasan...48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...51

B. Saran...51

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Sebelum Uji Coba

Tabel 2 Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Sebelum Uji Coba Tabel 3 Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Setelah

Uji Coba

Tabel 4 Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Setelah Uji Coba Tabel 5 Identitas Subjek Penelitian

Tabel 6 Hasil Analisis Deskriptif

Tabel 7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Tabel 8 Hasil Pengujian Uji Linearitas


(17)

(18)

xv ABSTRAK

Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar Pada Remaja

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMU Pangudi Luhur Sedayu kelas II sebanyak 65 siswa. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap pola asuh demokratis yang mengacu pada model skala Likert serta laporan hasil belajar berupa nilai raport yang diperoleh siswa.

Reliabilitas skala persepsi terhadap pola asuh demokratis diuji dengan menggunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,916.

Data hasil penelitian untuk skala persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan prestasi belajar dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Hasil analisis data untuk skala persepsi terhadap pola asuh demokratis menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,390 dan taraf signifikansi (p) sebesar 0,001 (p<0,05). Maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja diterima, atau dapat dikatakan ada hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.


(19)

xvi ABSTRACT

The Relation between the Democratic Education and Learning Achievement in Teenagers

This research aimed at knowing the correlation between the democratic education and learning achievement in teenagers. The hypothesis proposed in this research was there was positive correlation between the democratic education perceived and learning achievement in teenagers.

Subjects in this research were 65 second grade students of Pangudi Luhur Sedayu Highschool. Data collection method used in this study was perception scale on democratic education by referring to Likert scale model and students’ book report.

The scale reliability of democratic education was tested using reliability coefficient of Alpha Cronbach and derived result was 0.916.

The data on perception scale of democratic education and learning achievement analyzed using Product Moment Pearson correlation technique. Analysis results data on democratic education perceived demonstrating correlation coefficient (r) by 0.390 and significance level (p) by 0.001 (p<0.05). Accordingly, the hypothesis proposed above, which stated that there was positive correlation between the democratic education perceived and learning achievement in teenagers, accepted. In other words, there was relation between democratic education and learning achievement in teenagers.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya pendidikan berlangsung seumur hidup. Sejak manusia lahir, kepadanya sudah diberikan pendidikan. Pendidikan merupakan hal mendasar dan sangat penting serta berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses di mana si pendidik dengan sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruhnya kepada anak didiknya demi kemajuan anak didiknya. Pendidikan di sekolah merupakan pendidikan formal. Pendidikan di sekolah menyangkut tiga hal yaitu pemotivasian belajar, proses belajar, dan prestasi belajar (Suryabrata, 1984).

Proses belajar mempengaruhi prestasi belajar, dengan proses belajar yang efisien maka diperoleh prestasi yang maksimal. Prestasi merupakan hal yang penting bagi perkembangan masa remaja karena selama masa inilah remaja membuat keputusan-keputusan penting sehubungan dengan masa depan pendidikan dan pekerjaan. Prestasi di sekolah dan di dalam pekerjaan sangat berkait karena berprestasi baik di sekolah pada umumnya meratakan jalan untuk memperoleh pekerjaan yang baik pula (Mahmud, 1989). Dalam masyarakat yang semakin maju dan rumit seperti dewasa ini, prestasi seseorang dipandang amat penting. Lembaga-lembaga pendidikan menekankan pentingnya penampilan belajar yang baik, persaingan, dan


(21)

berhasil baik dalam menempuh tes, baik tes pengetahuan maupun tes kemampuan.

Syah (1995) mengatakan bahwa proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku, kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju dari keadaan sebelumnya.

Tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dimungkinkan karena adanya faktor-faktor yang tidak mendukung proses belajar. Makin banyak faktor yang tidak mendukung, makin kecil terjadi perubahan tingkah laku seperti yang diharapkan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui dan memperhatikan faktor yang mempengaruhi belajar. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat mencegah kegagalan dalam belajar.

Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Slameto (1995) faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, seperti : kesehatan jasmani dan rohani, faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki oleh siswa, daya ingat, faktor non-intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti : sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri, faktor kematangan fisik maupun psikis. Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar diri individu yang bersangkutan, seperti : lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, kelompok sebaya, budaya, lingkungan fisik, dan lingkungan spiritual.


(22)

Keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan utama. Kunci utama dalam pembentukan pribadi anak ada di dalam keluarga. Keluarga memegang peranan penting dalam seluruh perkembangan pribadi anak, termasuk upaya-upaya meningkatkan prestasi belajar. Cara orang tua mendidik anak memegang peranan penting dalam menanamkan dan mendorong anak berprestasi di bidang akademik. Hal ini juga diungkapkan oleh Slameto (1995), bahwa cara orang tua mendidik anak sangat besar pengaruhnya terhadap belajar dan prestasi belajar siswa.

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

Hasil penelitian di Firlandia dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang tua yang sangat jarang berbincang-bincang dengan remajanya, kurang perhatian terhadap aktivitas sekolahnya, dan kurang menyadari posisi perkembangannya akan membuat remaja itu berkemampuan rendah dalam mentolerir frustasi, lemah pengendalian emosi, anak buruk dalam perilaku dan prestasi sekolahnya, kehilangan tujuan jangka panjang, tidak mampu memandang orientasi masa depan, dan sangat mudah dihasut melakukan tindakan kenakalan (Barus, 1999).

Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap,


(23)

perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain.

Pola asuh menurut Stewart dan Koch (1983) terdiri dari tiga kecenderungan pola asuh orang tua yaitu : (1) pola asuh otoriter, (2) pola asuh demokratis, dan (3) pola asuh permisif. Menurut Stewart dan Koch (1983), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut : kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada aturan-aturan mereka, mencoba membentuk tingkah laku anak sesuai dengan tingkah lakunya dengan cenderung mengekang keinginan anak, tidak mendorong ataupun memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri, jarang memberi pujian, serta hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa.

Stewart dan Koch (1983) menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. Anak sedikit sekali dituntut untuk suatu tanggung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya.

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung


(24)

jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Stewart dan Koch, 1983).

Menyimak karakteristik dari ketiga pola asuh orang tua tersebut, maka bias dilihat bahwa pola asuh yang ideal bagi remaja adalah pola asuh demokratis.

Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua akan menimbulkan persepsi bagi remaja terhadap pola asuh yang diterimanya. Dengan mempersepsikan pola asuh yang diterimanya, mempengaruhi remaja dalam membentuk kepribadian dirinya. Persepsi akan pola asuh juga membantunya dalam mempelajari standar diri dan tujuan diri yang ingin dicapainya.

Suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki kemampuan menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain. Hal tersebut dipertegas oleh Suparno (2001) yang menjelaskan bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak tergantung dan tidak berperilaku kekanak-kanakan, mendorong untuk berprestasi, anak menjadi percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak orang, dan responsif.


(25)

Dari hal itu, dapat dikatakan bahwa pola asuh demokratis dapat mempengaruhi belajar anak, sehingga prestasi yang dihasilkan dalam proses belajarnya juga ikut terpengaruh apakah itu nanti hasilnya akan baik atau buruk. Prestasi belajar biasanya bisa dilihat dari hasil nilai raport mereka.

Berdasarkan pendapat di atas peneliti tertarik untuk melihat apakah terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah pokok penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian psikologi khususnya di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain.


(26)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi para orang tua tentang pentingnya pola asuh demokratis dalam meningkatkan prestasi belajar.


(27)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Belajar

Piaget (dalam Suparno, 2001) membedakan belajar dalam dua pengertian yaitu :

a. Belajar dalam arti sempit yaitu belajar yang hanya menekankan pada perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar ini disebut belajar figuratif, suatu bentuk belajar yang positif.

b. Belajar dalam arti luas yaitu belajar untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan pada bermacam-macam situasi. Belajar ini disebut belajar operatif, yaitu dimana seseorang aktif mengkonstruksi struktur dari apa yang dipelajari.

Menurut Crow dan Crow (dalam Fudyartanto, 2002) belajar merupakan suatu proses aktif yang perlu dirangsang dan dibimbing ke arah hasil-hasil yang diinginkan (dipertimbangkan). Belajar adalah penguasaan kebiasaan-kebiasaan (habitual), pengetahuan dan sikap-sikap.

Menurut Fudyartanto (2002) belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami atau mengerti, merasakan dan dapat melakukan sesuatu. Belajar adalah usaha sadar dari individu untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan


(28)

kerampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadiannya. Belajar menurut Gage (dalam Dahar, 1989) adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha sadar dari individu untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan, sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadiannya.

2. Pengertian Prestasi Belajar

Salah satu aspek yang menunjukkan keberhasilan seseorang dalam pendidikan di sekolah adalah prestasi belajar. Ilmu yang diperoleh siswa dalam pendidikan bersifat kualitatif kemudian dinyatakan secara kuntitatif yaitu nilai-nilai atau prestasi belajar. Prestasi belajar diperoleh melalui tes hasil belajar. Prestasi belajar disimbolkan dalam bentuk angka dan huruf (Tirtonegoro, 1984).

Winkel (dalam Segal, 2000) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil pengukuran mengenai perubahan-perubahan yang dialami oleh siswa setelah periode pembelajaran. Prestasi belajar dapat berupa nilai Pekerjaan Rumah (PR), Pekerjaan Sekolah (PS), tugas-tugas dan ulangan harian yang terangkum dalam nilai raport.


(29)

Masrun dan Martaniah (1973) mengemukakan pendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik dapat menguasai bahan pelajaran yang telah diajarkan.

Menurut Syah (1995) prestasi belajar adalah kemampuan siswa untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam suatu program pendidikan. Prestasi itu diukur melalui evaluasi belajar terhadap siswa baik melalui ujian maupun melalui tes.

Nilai tersebut diperoleh siswa setelah mereka mengerjakan suatu tes yang dikenal dengan sebutan tes prestasi belajar (achievement test). Tes prestasi belajar (achievement test) adalah tes yang mengukur tingkat pemahaman mereka terhadap materi pelajaran yang telah mereka pelajari sebelumnya.

Ebel (dalam Azwar, 1996) mengatakan bahwa fungsi utama tes prestasi di kelas adalah mengukur prestasi belajar para siswa. Tes prestasi yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah sama dengan evaluasi belajar.

Evaluasi belajar adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang dikerjakan oleh siswa sehingga menghasilkan suatu nilai tentang prestasi siswa tersebut. Nilai yang didapatkan dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh siswa lain atau disebut norma kelompok. Usaha penilaian atau mengevaluasi hasil belajar menggunakan ujian tertulis, lisan maupun praktek yang kemudian diberi skor. Hasil dari pengukuran ini merupakan


(30)

informasi-informasi yang diwujudkan dalam bentuk angka yang disebut prestasi belajar (Masrun, 1975).

Raport merupakan rumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama periode tertentu (Suryabrata, 1984). Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar (1996) yang menyatakan bahwa keberhasilan siswa di sekolah dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Prestasi belajar siswa di sekolah dioperasionalisasikan dalam bentuk indikator berupa nilai raport.

Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari perbuatan belajar atau hasil yang dicapai siswa dalam usaha belajar yang dilakukannya yang dapat dibuktikan setelah diadakan evaluasi terhadap hasil belajar siswa.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar, yaitu faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis adalah hambatan yang bersifat kejasmanian seperti kesehatan, cacat badan, kurang makan dan sebagainya. Faktor psikologis yaitu hambatan yang bersifat psikis seperti perhatian, minat, bakat, motivasi, kepribadian, sikap, ketekunan, inteligensi, konsep diri yang rendah dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi emosi yaitu remaja sukar mencerna karena materinya dianggap sulit, kehilangan gairah belajar karena nilai yang diperolehnya rendah, sulit untuk mendisiplinkan diri dalam belajar, tidak bisa berkonsentrasi,


(31)

tidak cukup tekun untuk mengerjakan sesuatu khususnya dalam hal belajar (Roestiyah, 1982; Slameto, 1995; Syah, 1995; Suparno, 2001).

Secara global, menurut Syah (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Faktor Internal

Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang meliputi dua aspek yaitu :

1) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani yang menandai organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ indera juga sangat berpengaruh dalam proses timbal balik informasi. 2) Aspek Psikologis

2.1) Intelegensi

Menurut Reber, intelegensi dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses atau meraih prestasi akademis yang diharapkan.


(32)

2.2) Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya secara positif maupun negatif. Sikap positif atau negatif siswa terhadap mata pelajaran, pengajar, lingkungan pendidikan dan lain-lain dapat mempengaruhi prestasi belajarnya.

2.3) Bakat

Menurut Chaplin, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap orang memiliki potensi untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.

2.4) Minat

Reber berpendapat bahwa minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat banyak tergantung pada pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.

2.5) Motivasi

Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme (baik manusia ataupun hewan) yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu, dalam hal ini, motivasi berarti pemasok daya


(33)

(energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Motivasi muncul ketika ada kebutuhan yang ingin dipenuhi, demikian juga motivasi untuk berprestasi muncul karena ada suatu kebutuhan berprestasi yang ingin dipenuhi.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari kondisi lingkungan di sekitar siswa. Seperti faktor internal, tipe eksternal seseorang juga terdiri atas dua macam, yaitu : faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non-sosial.

1. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial yang terdapat di sekitar individu seperti keluarga, teman sebaya, masyarakat atau tetangga, dan staff pengajar dapat mempengaruhi semangat belajar seseorang.

2. Lingkungan Non-Sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non-sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan dapat menentukan tingkat keberhasilan seseorang dalam belajar. c. Faktor Pendekatan Belajar (Approach To Learning)

Faktor pendekatan belajar adalah jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.


(34)

Berdasarkan penjelasan dan definisi di atas ternyata prestasi belajar yang baik tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor inteligensi saja. Faktor biologis dan faktor psikologis juga turut mempengaruhi proses belajar yang pada akhirnya akan sangat berpengaruh pula terhadap prestasi belajar.

4. Pengukuran Prestasi Belajar

Pengukuran prestasi belajar dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan kemudian menetapkan batas minimum keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting untuk menentukan dan mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil.

Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar (Syah, 1995). Di antara norma-norma pengukuran tersebut adalah :

a. Norma skala dari 0-10 b. Norma skala dari 0-100

Angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar skala 0-10 adalah 5,5 atau 6 sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Pada prinsipnya jika seseorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah instrument evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar.


(35)

B. Pola Asuh Demokratis 1. Pengertian Pola Asuh

Keluarga atau tindakan orang tua baik dalam sikap dan perilaku mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perkembangan remaja. Olson (dalam Setiawan, 1996) mengemukakan bahwa fungsi keluarga bagi remaja adalah memberikan contoh rasa memiliki, memberikan model-model peran dan mengajarkan kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Keluarga yang sehat akan memberikan tempat yang nyaman bagi setiap individu, memberikan penghargaan terhadap perubahan yang terjadi seiring dengan kematangan remaja. Setiap anggota keluarga seharusnya terpenuhi kebutuhan-kebutuhan biologi dan emosional mereka, merasa dicintai dan mencintai, saling menghargai dan melibatkan suatu interaksi yang menunjang setiap individu dalam mewujudkan potensinya.

Para ahli lain juga mengemukakan pendapat yang tidak jauh berbeda. Hetherington dan Parke (dalam Setiawan, 1996) mengemukakan bahwa interaksi remaja dengan orang tuanya akan dijadikan model bagi remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Menurut Kohn (dalam Taty Krisnawaty, 1986) sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya merupakan tindakan pola asuh. Kegiatan pengasuhan anak oleh orang tua merupakan tindakan yang nyata dari orang tua kepada anak-anaknya. Pola asuh berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.


(36)

Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Pendapat serupa diungkapkan oleh Sears (dalam Fransisca, 2002) bahwa pola pengasuhan anak merupakan keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak yang melibatkan sikap, nilai dan kepercayaan orang tua dalam memelihara anak. Ini menjelaskan bahwa orang tua memiliki tanggung jawab mengarahkan dan membimbing anak agar mampu berhubungan dengan orang lain dan lingkungan. Hal ini dapat terjadi dengan adanya komunikasi dalam relasi antara orang tua dan anak yang baik, yang disebut dengan pola asuh orang tua.

Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda, hal tersebut dapat disebabkan oleh pola pengasuhan orang tua yang berbeda yang diterimanya sewaktu kecil. Seperti yang diungkapkan Grinder (dalam Listiara, 1996) bahwa pengasuhan orang tua pada anak memiliki dua fungsi yaitu, pertama membantu anak dalam mempelajari standar perilaku dan tujuan dari yang ingin dicapai. Kedua sebagai objek identifikasi, yaitu perilaku orang tua akan mempengaruhi interaksi dalam keluarga dan perkembangan kepribadian anak.

Pengasuhan orang tua terhadap anak menekankan juga pada adanya komunikasi. Komunikasi dapat menjadi salah satu alat bagi orang tua untuk berhubungan dengan anak-anaknya dengan tujuan untuk mengeluarkan pendapat, ide-ide maupun keinginan anak, serta untuk


(37)

mengakrabkan hubungan antara orang tua dan anak (Melly, 1984). Dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dapat berpengaruh pada pembentukan diri anak.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan serangkaian tindakan orang tua dalam mengarahkan dan membimbing anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2. Faktor Pembentuk Pola Asuh Orang Tua

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan perilaku individu sebagai orang tua (Setiawan, 1996):

a. Pengaruh Kelas Sosial

Banyak studi mengenai pola pengasuhan anak pada kelompok sosial yang berbeda, khususnya pada kelompok menengah dan kelompok bawah. Semua mengatakan bahwa kelas sosial bawah lebih otoriter dibanding kelas menengah. Binger (dalam Setiawan, 1996) mengatakan bahwa semua orang tua pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama dalam berinteraksi dengan anaknya, tetapi perbedaan nampak dalam gaya interaksi mereka. Sebagai contoh, orang tua dari kelas menengah lebih menghargai prestasi sosial, penguasaan pengetahuan, kemandirian dan perilaku otonomi. Orang tua dari kelas bawah lebih menuntut anak untuk menurut dan patuh terhadap orang tua.


(38)

b. Kepribadian Orang Tua

Dari hasil beberapa penelitian menyimpulkan bahwa diri orang tua dan perasaan terhadap dirinya sendiri serta perannya berpengaruh terhadap cara pengasuhan anak. Jika orang tua benar-benar mengalami gangguan yang serius (contoh neurotik), maka akan berpengaruh terhadap kehidupan orang tua dan kemudian akan dikomunikasikan kepada anak. (Binger dalam Setiawan, 1996).

c. Sikap-Sikap Terhadap Keorangtuaan

Faktor sikap terhadap anak dan pengasuhan anak secara umum berkaitan erat dengan kepribadian orang tua. Sikap keorangtuaan dan keyakinan merupakan hasil dari pengalaman masa lalu dan sosialisasi dari individu. Ini membentuk dasar bagi perilaku yang dipilih oleh orang tua yang akan digunakan untuk berinteraksi dengan anaknya. d. Peniruan Peran

Banyak orang menjadi orang tua tanpa panduan perilaku dan biasanya mengandalkan observasi untuk belajar bagaimana menjadi orang tua. Individu menggunakan orang tua masing-masing sebagai model dalam menerapkan pola asuh yang akan mereka terapkan kepada anak-anaknya sendiri. Reaksi, perspektif dan perasaan bagaimana individu tersebut dibesarkan juga mempengaruhi pendekatan yang digunakan untuk berinteraksi dengan anaknya. Seseorang akan merasa puas dengan cara ia dibesarkan, maka ia akan meniru metode dan sikap-sikap orang tuanya.


(39)

3. Pola Asuh Demokratis

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Stewart dan Koch, 1983). Hurlock (dalam Listiara, 1996) mengatakan bahwa dalam keluarga yang menerapkan pola asuh demokratis ditandai dengan adanya hubungan yang penuh kasih sayang antara orang tua dan anak. Keadaan tersebut akan mendorong anak untuk lebih mampu mengontrol diri, sehingga luwes dalam pergaulan dan mudah diajak berteman. Baumrind (dalam Listiara, 1996) menambahkan bahwa anak tersebut juga mempunyai motif berprestasi yang tinggi, mandiri, lebih mengatasi stres, dapat bekerja sama dengan orang dewasa, perilakunya bertujuan, dan mempunyai minat serta rasa ingin tahu terhadap situasi baru.

Kehangatan emosional yang ditunjukkan orang tua yang demokratis kepada anaknya dianggap sebagai faktor yang penting dalam proses sosialisasi (Hetherington dan Parke dalam Listiara, 1996). Kedua ahli tersebut menyampaikan beberapa alasan yang mendukung pendapat


(40)

tersebut. Alasan (1) adalah bahwa seseorang anak mempunyai kecenderungan untuk tetap menjaga kedekatannya dengan orang tua dan tidak ingin kehilangan kehangatan serta cinta dari orang tuanya. Agar anak patuh dengan orang tuanya, dengan demikian tidak diperlukan disiplin yang keras untuk memaksanya. Alasan (2) adalah semakin sering orang tua menggunakan penalaran dan penjelasan terhadap aturan-aturan yang ada dalam keluarga, maka hal ini memungkinkan anak untuk menginternalisasikan norma-norma soial. Kondisi tersebut juga akan membantu anak untuk mampu mengidentifikasikan serta membedakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan situasi-situasi yang dihadapi. Alasan (3) adalah kehangatan yang diberikan oleh orang tua cenderung selalu diasosiasikan dengan rasa tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan anak. Orang tua yang mencintai anaknya akan mendorong anaknya untuk mempunyai sikap yang baik terhadap dirinya sendiri, mampu mengenali diri sendiri serta bertanggung jawab.

Pendapat lain mengatakan bahwa orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan persoalan-persoalannya (Sutari Imam Barnadib, 1986). Sejalan dengan Sutari, Hurlock (1976) mengatakan bahwa pola asuh demokratis ditandai dengan ciri-ciri bahwa anak-anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internalnya, anak diakui keberadaannya oleh orang tua, anak dilibatkan


(41)

dalam pengambilan keputusan. Bowerman, Elder dan Elder (dalam Conger, 1975) mengemukakan semua keputusan yang diperoleh merupakan keputusan anak dan orang tua.

4. Aspek Pola Asuh Demokratis

Aspek pola asuh demokratis menurut Kohn (dalam Setiawan, 1996) adalah:

a. Aspek Pandangan Orang Tua Terhadap Anak

Pandangan orang tua yang berpola asuh demokratis terhadap anak adalah mereka lebih mementingkan pamahaman terhadap perasaan, keinginan dan kondisi anaknya, mendorong dan memberi kesempatan anak untuk mandiri dan bertindak secara matang sesuai dengan kemampuan anak, mengharapkan anaknya mencapai tingkat pendidikan tertentu, memberikan tanggung jawab terhadap anak. Menghargai adanya hak-hak yang dimiliki anaknya.

b. Aspek Komunikasi

Cara komunikasi orang tua yang berpola asuh demokratis terhadap anaknya adalah komunikasi dua arah. Orang tua memberi kasempatan anak untuk mengekspresikan pandapatnya, memberi kesempatan untuk berdiskusi, menjelaskan secara jelas dan logis aturan-aturan yang diterapkan kepada anak, suka mengajak dialog dan orang tua tetap sebagai pengambil keputusan bila terjadi perbedaan pendapat.


(42)

c. Aspek Pemenuhan Kebutuhan Anak

Pemenuhan kebutuhan anak pada orang tua yang demokratis adalah bersikap menerima dan telaten dalam mengasuh anak, responsif dan tidak mengabaikan permintaan anak. Mengekspresikan emosi-emosi positif terhadap anak dan kondisi sekitar anak sehingga tercipta rumah yang penuh kegembiraan dan menyenangkan bagi anak. Kebutuhan anak lebih diutamakan daripada kebutuhan orang tua sendiri. Sering terlibat kegiatan bersama anaknya. Memberikan ekspresi positif meskipun anaknya tidak melakukan sesuatu yang pantas dipuji. Orang tua selalu ada jika anak membutuhkanya.

d. Aspek Penerapan Kontrol

Penerapan kontrol pada orang tua yang demokratis melalui aturan-aturan yang tegas, konsistensi dan rasional. Situasi yang bermasalah diselesaikan secara bijaksana yang dapat diterima oleh anak. Pemberian hukuman tidak dilakukan secara fisik. Memperhatikan sikap tidak suka dan jengkel terhadap perilaku anak yang tidak baik dan orang tua akan memperlihatkan rasa senang dan memberi dukungan terhadap perilaku anak yang membangun.

C. Remaja

1. Batasan Usia Remaja

Istilah adolescene atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh”


(43)

atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif-demikian pula orang-orang zaman purbakala-memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Hurlock, 1997).

Secara umum masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun. Garis pemisah antara awal masa dan akhir masa remaja terletak kira-kira di sekitar usia tujuh belas tahun. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat (Hurlock, 1997).

Para psikolog menyetujui bahwa masa remaja dimulai dari masa puber. Masa puber pria dimulai kira-kira pada usia 12 tahun sedangkan pada wanita dimulai kira-kira pada usia 11 tahun, dimana terjadi perubahan fisik diantaranya, yakni pada wanita terjadi menstruasi pertama sedangkan pada anak laki-laki mengalami perubahan suara yang lebih besar daripada wanita serta terjadinya mimpi basah. Namun tidak berarti ketika masa remaja berakhir kemudian masa dewasa mulai, tetapi biasanya antara usia 18 sampai 21 tahun. Pada kenyataannya, masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa, yaitu dari sifat yang tergantung menjadi sifat yang mandiri.


(44)

Menurut E.H.Erikson, remaja merupakan masa dimana terbentuk suatu perasaan baru mengenai identitas. Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain. Secara hakiki, ia tetap sama walaupun telah mengalami berbagai macam perubahan (Gunarsa dan Gunarsa, 1986). Tahap perkembangan manusia dibagi menjadi 8 tahap, dimana remaja akan mengalami krisis identitas diri, yaitu pada usia antara 12-18 tahun.

2. Ciri-Ciri Masa Remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut Hurlock (1997), remaja mempunyai ciri sebagai berikut:

a. Masa Remaja Sebagai Periode Yang Penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah


(45)

terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Di lain pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

c. Masa Remaja Sebagai Periode Perubahan

Ada lima perubahan yang sama yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh. Ketiga, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru. Keempat, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Kelima, sebagian besar remaja bersikap ambivalensi terhadap setiap perubahan.

d. Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alas an bagi kesulitan itu. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru-guru, sehingga kebanyakan


(46)

remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua dan guru-guru.

e. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. f. Masa Remaja Sebagai Usia Yang Menimbulkan Ketakutan

Adanya stereotip popular yang mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri.

g. Masa Remaja Sebagai Masa Yang Tidak Realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.

h. Masa Remaja Sebagai Ambang Masa Dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan


(47)

dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

Salah satu ciri perkembangan remaja yang menonjol adalah perkembangan sosialnya. Aspek sosial yang berkembang dalam diri remaja antara lain adalah minat terhadap teman sebaya. Kelompok teman sebaya akan sangat berperan dalam kehidupan remaja. Disini mereka merasa “senasib” sehingga kelompok teman sebaya dijadikan wadah penyatuan aspirasi. Apabila mereka mengalami tekanan dari orangtua ataupun kelompok lain, biasanya remaja akan pergi kepada kelompoknya untuk mengungkapkan isi hatinya. Bagi remaja, kelompok teman sebaya merupakan kelompok orang yang sangat mereka percayai.

Kelompok sebaya dapat memberikan pengaruh yang positif maupun yang negatif bagi remaja. Kelompok remaja banyak memberikan informasi tentang dunia di luar keluarga. Dengan bergaul bersama kelompok sebaya, remaja belajar untuk menerima umpan balik tentang kemampuan mereka, belajar tentang prinsip-prinsip keadilan, mengamati minat teman sebayanya, dan memahami hubungan yang erat dengan teman-teman tertentu.

Di sisi lain, penolakan dari teman sebaya dapat menimbulkan perasaan kesepian dan dimusuhi sehingga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan menimbulkan masalah kriminal. Teman sebaya juga dapat


(48)

mengenalkan pada alkohol, perilaku merokok, kenakalan, dan perilaku abnormal. Dengan demikian, kelompok teman sebaya memang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan remaja sehingga remaja selalu berusaha untuk dapat diterima dan berada di antara kelompok sebaya.

3. Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. E. Spranger (Gunarsa, 1986) mengemukakan bahwa pada masa ini remaja sangat memerlukan pengertian dari orang lain. Bantuan yang dapat diberikan melalui pemahaman diri remaja, yaitu untuk membentuk suatu pribadi yang utuh, terlebih dahulu remaja harus mengenal dan memahami dirinya dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan masa remaja.

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja menurut Havinghurst (Hurlock, 1999) adalah :

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang


(49)

f. Mempersiapkan karir ekonomi

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologinya

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang berusia 13 sampai 21 tahun yang diawali oleh masa pubertas dan diakhiri oleh masa dewasa dini. Dalam masa ini mereka mengalami proses pencarian identitas. Untuk itu, remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama kelompok teman sebayanya. Remaja yang tergabung dalam suatu kelompok secara otomatis berusaha untuk menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya karena mereka ingin berperan dan dihargai dalam kelompoknya.

D. Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi Belajar

Kelancaran anak (siswa) dalam meraih prestasi belajar sangat tergantung dari dukungan orang-orang penting yang berpengaruh dan dekat dengannya, seperti orang tua dan anggota keluarga, para guru, dan teman sebayanya. ”The adolescent’s ability to succesfully negotiate this intrapsychic process depends in large part the presence or absence of certain qualities in the family environment” Acher (dalam Barus, 1999).

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai


(50)

mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Stewart dan Koch, 1983).

Suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki kemampuan menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain (Cole dan Hall, 1970). Hal tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001) yang menjelaskan bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak tergantung dan tidak berperilaku kekanak-kanakan, anak menjadi percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak orang, responsif, dan mendorong untuk berprestasi.

Dari hal itu, dapat dikatakan bahwa pola asuh demokratis dapat mempengaruhi belajar anak, sehingga prestasi yang dihasilkan dalam proses belajarnya juga ikut terpengaruh apakah itu nanti hasilnya akan baik atau buruk. Prestasi belajar biasanya dilihat dari hasil nilai raport mereka.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan remaja adalah siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu. Pengambilan siswa sebagai subjek penelitian didasarkan pada pemikiran siswa masih dalam proses mengejar prestasi untuk mencapai cita-cita. Usaha mencapai cita-cita melalui belajar di


(51)

sekolah membutuhkan dukungan dan peran orang tua yang dalam hal ini berupa pola asuh demokratis.

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan variabel antara satu variabel dengan variabel lainnya berdasarkan pada koefisien korelasi (Azwar, 1999). Jadi dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk dapat mengetahui ada tidaknya hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar.

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : pola asuh demokratis 2. Variabel tergantung : prestasi belajar

C. Definisi Operasional 1. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil dari kegiatan proses belajar selama periode tertentu yang kemudian dirumuskan dalam raport. Prestasi belajar tersebut disimbolkan dalam bentuk huruf ataupun angka. Dalam penelitian ini berupa nilai rata-rata raport semester 1 dan 2 kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu.


(53)

2. Pola Asuh Demokratis

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Stewart dan Koch, 1983).

Pola asuh demokratis tersebut diungkap melalui persepsi anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Radke (1946) yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengetahui pola asuh orang tua adalah melalui penilaian anak sebagai individu yang mengalami langsung.

Pola asuh demokratis diukur dengan menggunakan skala persepsi terhadap pola asuh demokratis yang disusun berdasarkan aspek pola asuh demokratis menurut Kohn (dalam Setiawan, 1996) yaitu : aspek persepsi pandangan orang tua terhadap anak, aspek persepsi komunikasi, aspek persepsi pemenuhan kebutuhan anak, aspek persepsi penerapan kontrol. Makin tinggi skor total yang diperoleh, maka berarti makin positif persepsi anak terhadap pola asuh demokratis orang tua. Demikian pula sebaliknya, makin rendah skor total yang diperoleh berarti makin negatif persepsi anak terhadap pola asuh demokratis orang tua.


(54)

3. Remaja

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan remaja adalah siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu yang berusia 14-17 tahun.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa SMU Pangudi Luhur Sedayu kelas II. Pengambilan siswa sebagai subjek penelitian didasarkan pada visi sekolah sebagai pusat pendidikan yang membentuk manusia cerdas, berprestasi, beriman, dan berkepribadian. Selain itu didasarkan juga pada misi sekolah yaitu menumbuh kembangkan iman yang mencerminkan tata kehidupan bersama yang bermartabat, melaksanakan pembelajaran dan bimbingan yang efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki, membantu dan memotivasi siswa dalam menelusuri bakat dan minat, dan menyiapkan siswa menjadi pribadi mandiri dengan pendidikan kecakapan hidup.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala dan metode dokumentasi. Metode skala yang digunakan pada penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi terhadap pola asuh demokratis, sedangkan metode dokumentasi yaitu berupa nilai raport subjek.


(55)

Adapun bentuk skala mengacu pada model skala Likert, dimana masing-masing item berbentuk favourabel dan unfavourabel. Skala ini dimodifikasi dengan pilihan jawaban yang disediakan ada empat, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam jawaban ini ditiadakan jawaban di tengah, yaitu Ragu-Ragu (RR). Hal ini menurut Hadi (1991) didasarkan pada alasan : pertama, kategori undedicated, yaitu mempunyai arti ganda bisa diartikan belum memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya), bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-ragu. Kedua, tersedianya jawaban yang ditengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya, ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Ketiga, maksud jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Jika disediakan kategori jawaban itu, akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring dari responden.

Untuk item favourabel, skor bergerak dari 4 untuk Sangat Sesuai (SS), 3 untuk Sesuai (S), 2 untuk Tidak Sesuai (TS), dan 1 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Demikian juga untuk item unfavourabel, skor 1 untuk Sangat Sesuai (SS), 2 untuk Sesuai (S), 3 untuk Tidak Sesuai (TS), 4 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Tidak ada skor 0 (nol) karena sifat jawaban tidak mutlak Ya atau Tidak.


(56)

Tinggi rendahnya skor total subjek untuk setiap skala (kasus) diperoleh dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (method of summated ratings), yaitu pengukuran dengan menjumlahkan seluruh skor yang dimiliki subjek berdasarkan respon terhadap pernyataan pada tiap skala. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka respon untuk kasus tersebut semakin tinggi pula. Demikian sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek maka semakin rendah respon terhadap kasus tersebut.

1. Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis

Skala ini disusun berdasarkan pada 4 aspek pola asuh demokratis, yaitu :

a. Aspek persepsi pandangan orang tua terhadap anak b. Aspek persepsi komunikasi

c. Aspek persepsi pemenuhan kebutuhan anak d. Aspek persepsi penerapan kontrol

Tabel 1.

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Aspek Favourabel Unfavourabel Jumlah

Aspek persepsi pandangan

orang tua terhadap anak 8 7 15 Aspek persepsi

komunikasi 8 7 15 Aspek persepsi

pemenuhan kebutuhan anak

8 7 15 Aspek persepsi penerapan

kontrol 8 7 15 JUMLAH 32 28 60


(57)

Tabel 2.

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Nomor Item

Aspek

Favourabel Unfavourabel

Jumlah

Persepsi pandangan orang tua terhadap anak

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

9, 10, 11, 12, 13, 14, 15

15 Persepsi komunikasi

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23

24, 25, 26, 27, 28, 29, 30

15 Persepsi pemenuhan

kebutuhan anak

31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38

39, 40, 41, 42, 43, 44, 45

15 Persepsi penerapan

kontrol

46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53

54, 55, 56, 57, 58, 59, 60

15

Jumlah 32 28 60

F. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas alat ukur atau tes merupakan suatu ukuran untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya (Azwar, 1996).

Tipe validitas yang digunakan dalam menguji alat ukur penelitian ini yaitu validitas isi. Validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur (Azwar, 1996).


(58)

2. Seleksi Item

Item yang disusun dalam suatu skala atau tes yang tidak memperlihatkan kualitas yang baik harus disingkirkan atau direvisi terlebih dahulu sebelum menjadi bagian dari skala. Hanya item yang mempunyai kualitas yang baik saja yang boleh digunakan dalam skala. Salah satu kualitas yang dimaksud adalah keselarasan atau konsistensi antara item dengan tes secara keseluruhan atau sering disebut dengan korelasi item total.

Menurut Azwar (2001), prosedur pengujian konsistensi item dilakukan dengan komputasi koefisiensi korelasi antara distribusi skor total sebagai kriteria. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix) yang umumnya dikenal dengan indeks daya

beda item. Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, biasanya digunakan batasan (rix) ≥ 0,30. Semua item yang

mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor item dengan skor skala berarti semakin tinggi daya bedanya. Jika jumlah item yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka batas kriteria 0,30 dapat diturunkan menjadi 0,25 sehingga jumlah item yang diinginkan dapat tercapai.

Berdasarkan data hasil uji coba terhadap 55 subjek, diperoleh distribusi item skala sebagai berikut :


(59)

Tabel 3.

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Nomor Item

Aspek

Favourabel Unfavourabel

Jumlah

Aspek persepsi pandangan orang tua terhadap anak

1*, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

9, 10*, 11*, 12, 13, 14, 15*

15 Aspek persepsi

komunikasi

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23

24, 25, 26*, 27, 28, 29*, 30

15 Aspek persepsi

pemenuhan kebutuhan

31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38

39, 40, 41, 42, 43, 44, 45

15 Aspek persepsi

penerapan kontrol

46, 47, 48*, 49*, 50, 51, 52, 53*,

54*, 55, 56*, 57, 58, 59*, 60

15

Jumlah 32 28 60 Keterangan : * adalah item yang gugur

Tabel 4.

Blue Print Skala Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Nomor Item

Aspek

Favourabel Unfavourabel Jumlah

Aspek persepsi pandangan orang tua terhadap anak

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

8, 9, 10, 11 11 Aspek persepsi

komunikasi

12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19

20, 21, 22, 23, 24

13 Aspek persepsi

pemenuhan kebutuhan

25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32

33, 34, 35, 36, 37, 38, 39

15 Aspek persepsi

penerapan kontrol

40, 41, 42, 43, 44

45, 46, 47, 48 9

Jumlah 28 20 48

3. Reliabilitas

Reliabilitas (keajegan, konsistensi, kestabilan) pada dasarnya menunjukkan pada konsep sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas hasil pengukuran dalam penelitian ini akan dilihat dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana


(60)

hanya akan dilakukan satu kali pengukuran (single trial administration) kepada sekelompok individu sebagai subjek penelitian (Azwar, 2001). Uji reliabilitas skala persepsi terhadap pola asuh demokratis dihitung menggunakan koefisien alpha dan diperoleh hasil sebesar 0,916.

G. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis kuantitatif. Analisis yang digunakan adalah analisis statistik koefisien korelasi. Analisis korelasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan korelasi Product Moment Pearson. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan komputer dan proses penganalisanya menggunakan program SPSS for windows versi 12.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur atau langkah-langkah penelitian ditempuh terdiri dari dua tahap. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Menyiapkan alat ukur. Alat ukur yang digunakan adalah skala untuk mengukur persepsi terhadap pola asuh demokratis.

b. Melaksanakan uji coba skala kepada subjek penelitian. Subjek penelitian harus sesuai dengan kriteria subjek penelitian yaitu siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu yang berusia 14-17 tahun.


(61)

c. Menganalisis item-item skala. d. Mengolah data hasil uji coba.

e. Menganalisis data dan menentukan item-item yang gugur. 2. Tahap Pelaksanaan

a. Mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian. b. Melakukan pengumpulan data.

c. Menganalisis data penelitian dengan korelasi Product Moment Pearson.

d. Membuat pembahasan berdasarkan analisis. e. Membuat kesimpulan.


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Dan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dengan tujuan mencari hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja ini dilakukan pada tanggal 14 April 2007. Penelitian ini dilaksanakan di SMU Pangudi Luhur Sedayu dengan subjek penelitian siswa-siswi kelas II yang berjumlah 65 siswa.

Penelitian dilakukan di dalam kelas dengan menggunakan jam Bimbingan Konseling. Sebelum siswa-siswi mengisi skala, terlebih dahulu peneliti mengingatkan subjek untuk memperhatikan petunjuk pengerjaan dan memeriksa ulang pekerjaan mereka agar jangan sampai ada jawaban yang terlewatkan.

B. Deskripsi Data Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu. Berdasarkan hasil penyebaran skala didapatkan data-data mengenai identitas subjek penelitian sebagai berikut :

Tabel 5.

Identitas Subjek Penelitian

Usia Jenis Kelamin

16 tahun 17 tahun Laki-laki Perempuan

Total

53 12 35 30 65

81,54% 18,46% 53,85% 46,15% 100%


(63)

Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu yang menjadi subjek penelitian berjumlah 65 siswa, dengan pembagian usia 16 tahun sebanyak 53 siswa (81,54%),

siswa berusia 17 tahun sebanyak 12 siswa (18,46%).

Selain itu, dapat dilihat bahwa subjek laki-laki menempati posisi terbanyak dari jumlah keseluruhan, yaitu sebanyak 35 siswa (53,85%) dan subjek penelitian yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 siswa (46,15%).

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diperoleh nilai mean teoretik dan mean empirik. Mean teoretik adalah rata-rata skor skala penelitian yang diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah skala tersebut. Mean empirik adalah rata-rata skor hasil penelitian. Hasil analisis deskriptif akan disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 6.

Hasil Analisis Deskriptif

Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Statistik

Teoretik Empirik

N 65

Skor maksimum 192 169

Skor minimum 48 91

Mean 120 135,60

Dari hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 6 dapat diketahui persepsi terhadap pola asuh demokratis yang dimiliki siswa-siswi kelasa II SMU Pangudi Luhur Sedayu. Persepsi terhadap pola asuh demokratis tersebut diperoleh berdasarkan jumlah nilai yang didapat dari penyebaran skala persepsi terhadap pola asuh demokratis.


(64)

Hasil penelitian ini mengungkapkan skor maksimum dan skor minimum yang didapatkan dari subjek penelitian. Dan untuk mengetahui apakah persepsi terhadap pola asuh demokratis berada dalam kategori tinggi atau rendah maka dilakukan uji signifikansi perbedaan maen teoretik dan mean empirik. Mean teoretik untuk persepsi pola asuh demokratis sebesar 120, sedangkan mean empirik sebesar 135,60.

C. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan analisis statistik yang pertama kali dilakukan dalam rangka analisis data. Kepastian terpenuhinya syarat normalitas akan menjamin langkah-langkah statistik selanjutnya sehingga kesimpulan yang diambil juga dapat dipertanggungjawabkan. Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS for Windows versi 12. Pengambilan keputusan didasarkan pada besaran probabilitas (p). Jika p > 0,05 maka sebaran dinyatakan normal, sebaliknya jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut :


(65)

Tabel 7.

Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Persepsi Terhadap

Pola Asuh Demokratis

Prestasi Belajar

Kolmogorov-Smirnov

0,389 0,676

Asymp. Sig. (2 tailed)

0,998 0,750

Hasil uji normalitas menghasilkan probabilitas (p) data persepsi pola asuh demokratis sebesar 0,998 (p > 0,05) dan probabilitas data nilai raport sebesar 0,750 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data pada kedua sampel adalah normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara skor variabel persepsi terhadap pola asuh demokratis dan variabel nilai raport pada siswa merupakan garis lurus atau tidak. Uji linearitas garis regresi dilakukan dengan menghitung nilai F, yaitu dengan menggunakan hipotesis nol (Ho). Jika nilai F yang ditemukan lebih kecil daripada p < 0,05 maka garis regresi itu linear.

Uji linearitas ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS for Windows versi 12. Hasil dari uji yang dilakukan menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel yaitu persepsi terhadap pola asuh demokratis dan prestasi belajar adalah linear karena taraf signifikansi untuk linearitas lebih kecil daripada 0,05


(66)

(p < 0,05) yaitu F = 14,313; p = 0,001 atau p < 0,05. Hasil dari pengujian tersebut akan terlihat lebih jelas dalam tabel berikut :

Tabel 8.

Hasil Pengujian Uji Linearitas

F Sign

Combined 1,740 0,079

Linearity 14,313 0,001

Skor Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis * Prestasi Belajar

Deviation from linearity

1,426 0,184

2. Uji Hipotesis Hubungan

Uji hipotesis penelitian dilakukan untuk mengetahui dan menguji apakah hipotesis yang telah ditetapkan pada bab II yaitu ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja terbukti dengan menggunakan teknik korelasi dengan bantuan SPSS for Windows versi 12.

Uji asumsi data skala persepsi terhadap pola asuh demokratis dan prestasi belajar dalam penelitian adalah linear. Oleh karena itu, peneliti menggunakan uji korelasi dengan teknik Product Moment Pearson. Hasil uji korelasi menyatakan nilai (r) sebesar 0,390 dengan signifikansi (p) sebesar 0,001 dengan N sebesar 65. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis dengan prestasi belajar.


(67)

D. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja. Hasil pengolahan statistik dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,390 yang menunjukkan adanya hubungan positif antara kedua variabel dengan taraf signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05) yang berarti hubungan antara kedua variabel signifikan, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima atau dapat dikatakan bahwa ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti. Kelancaran anak (siswa) dalam meraih prestasi belajar sangat tergantung dari dukungan orang-orang penting yang berpengaruh dan dekat dengannya, seperti orang tua dan anggota keluarga, para guru, dan teman sebayanya. ”The adolescent’s ability to succesfully negotiate this intrapsychic process depends in large part the presence or absence of certain qualities in the family environment” Acher (dalam Barus, 1999).

Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog


(68)

dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Stewart dan Koch, 1983).

Suasana terbuka dan kondusif yang ada pada pola asuh demokratis menyebabkan remaja menjadi lebih berkembang serta memiliki kemampuan menghadapi konflik yang terjadi dengan orang lain (Cole dan Hall, 1970). Hal tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001) yang menjelaskan bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak tergantung dan tidak berperilaku kekanak-kanakan, anak menjadi percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak orang, responsif, dan mendorong untuk berprestasi.

Dari hal itu, dapat dikatakan bahwa pola asuh demokratis dapat mempengaruhi belajar anak, sehingga prestasi yang dihasilkan dalam proses belajarnya juga ikut terpengaruh apakah itu nanti hasilnya akan baik atau buruk. Prestasi belajar biasanya dilihat dari hasil nilai raport mereka.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan remaja adalah siswa-siswi kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu. Pengambilan siswa sebagai subjek penelitian didasarkan pada pemikiran siswa masih dalam proses mengejar prestasi untuk mencapai cita-cita. Usaha mencapai cita-cita


(69)

melalui belajar di sekolah membutuhkan dukungan dan peran orang tua yang dalam hal ini berupa pola asuh demokratis.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data nilai raport untuk mengukur prestasi belajarnya. Nilai raport tersebut berasal dari kumpulan nilai yang diperoleh siswa selama duduk di bangku sekolah. Rentang nilai raport yang diperoleh siswa kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu dengan nilai rata-rata keseluruhan minimum 5,45 dan nilai maksimum 7,75. Data tersebut dikatakan baik.

Persepsi terhadap pola asuh demokratis diukur dengan menggunakan skala persepsi terhadap pola asuh demokratis yang disusun berdasarkan aspek pola asuh demokratis menurut Kohn (dalam Setiawan, 1996), yaitu : aspek persepsi pandangan orang tua terhadap anak, aspek persepsi komunikasi, aspek persepsi pemenuhan kebutuhan anak, aspek persepsi penerapan kontrol.

Dari hasil uji coba skala persepsi pada siswa kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu dapat dikatakan bahwa skala tersebut baik. Hal ini dilihat dari jumlah item yang gugur 12 dari 60 jumlah item.


(70)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data statistik dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,390 antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 yang berarti ada hubungan antara kedua variabel. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada siswa-siswa kelas II SMU Pangudi Luhur Sedayu dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima atau ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diungkapkan di atas, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut : a. Bagi orang tua

Diharapkan pada orang tua dapat berperan dalam menumbuhkan prestasi belajar anak. Adapun yang perlu dilakukan orang tua selalu menyediakan waktu untuk anak, memberikan kepercayaan kepada anak dalam mengerjakan tugas yang dibebankan pada dirinya, memberikan tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri namun orang tua tetap mendampingi, memberikan kesempatan pada anak


(71)

untuk mengembangkan dirinya sesuai minat dan bakat yang dimiliki anak, dan menghargai anak sesuai potensi yang dimilikinya, dengan memberikan kebebasan yang bertanggung jawab kepada anak untuk dapat memilih kegiatan-kegiatan yang positif yang dapat meningkatkan prestasi belajar anak.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar lebih memperhatikan alat yang dibuat untuk mengukur persepsi terhadap pola asuh demokratis, tidak hanya menggunakan skala tetapi perlu juga melakukan observasi secara langsung serta dalam mengukur prestasi belajar tidak hanya sebatas pada raport.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

Aswar, Saifudin. (1996). Tes Prestasi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. _____________ . (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Penerbit

Pustaka Pelajar.

_____________. (2001). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.

Conger, J. J. (1975). Adolescence and Youth Psychological Development in a Changing World. New York : Harper and Row Publisher.

Dahar, Ratna. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Dewi, Francisca Maharsi. (2002). Hubungan Persepsi Terhadap Pola Asuh Orang Tua dan Intensitas Tindak Pidana pada Remaja Narapidana di LP Khusus Anak Kutoarjo. Yogyakarta : Fakultas Psikologi USD (tidak diterbitkan).

Fudyartanto, RBS. (2002). Psikologi Pendidikan (dengan Pendekatan Baru). Yogyakarta : Global Pustaka Utama.

Gunarso, Prof. Dr. Singgih. D, dan Dra. Y. Singgih D. Gunarso. (1986).

Psikologi Remaja. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.

Hurlock, Elizabeth. B. (1976). Personality Development. New Delhi : Tata Mc. Graw-Hill Book Co., Inc.

_______________. (1997). Psikologi Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.


(73)

________________. (1999). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Kartini, Kartono. (1984). Psikologi Umum. Bandung : IKAPI.

Krisnawaty, Taty. (1986). Skripsi Studi Tentang Pengaruh Pola Asuhan Orang Tua terhadap Perkembangan Penalaran Moral Remaja Awal Siswa SMPN IKIP Yogyakarta. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM (tidak diterbitkan).

Lindgren, Ch. (1976). An introduction to Social Psychology, 2nd. ED. New Delhi : Wiley Estem Private Limited.

Listiara, Anita. (1996). Hubungan Antara Persepsi Mengenai Kecenderungan Pola Asuh Demokratis dan Kecemasan dengan Tingkat Rasa Malu pada Mahasiswa UGM. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM (tidak diterbitkan).

Masrun. (1975). Pengukuran dalam Pendidikan. Yogyakarta : UGM Press. Masrun, & Martaniah, S. M. (1973). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta :

Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.

Melly, S. S. (1984). Psikologi Perkembangan Remaja dari Segi Kehidupan Sosial. Bandung : Bina Aksara.

Phillips, B. N. ;Hindsman, E. & Jennings, E. (1971). Influence of Intelligence and Perception, dalam Powel, M. & Frerichs, A. H.. (1971). Reading in Adolescent Psychology. Minneapolis, Minnesota, USA : Burgess Publishing Company.


(74)

Radke. (1946). Psikologi Remaja. Jakarta : Bina Aksara.

Roestiyah. (1982). Masalah-masalah dalam keguruan. (edisi pertama). Jakarta : Bina Aksara.

Sarwono, Dr. Sarlito. W. (1989). Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali. Segal, J. (2000). Meningkatkan Kecerdasan Emosi. Jakarta : Citra Aksara.

Setiawan, Nurahman. D. (1996). Persepsi Anak Terhadap Pola asuh Demokratis Orang Tua Berdasarkan Status Kerja Ibu. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM (tidak diterbitkan).

Slameto. (1995). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta.

Stewart & Koch. (1983). Children Development Throught Adolescence. Canada : John Wiley and Sons, Inc.

Suparno, Paul. (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta : Kanisius.

Suryabrata, S. (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Penerbit CV. Rajawali. Sutari, I. Barnadib. (1986). Pengantar Pendidikan Sistematis. Yogyakarta :

IKIP Yogyakarta.

Sutratinah. (1984). Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta : Bina Aksara


(75)

LAMPIRAN

TRY OUT


(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(87)

LAMPIRAN

PENELITIAN


(88)

(89)

(90)

(91)

(92)

(93)

(94)

(95)

Correlations

Correlations

total nilai

total Pearson Correlation 1 ,390** Sig. (2-tailed) ,001

N 65 65

nilai Pearson Correlation ,390** 1 Sig. (2-tailed) ,001

N 65 65


(96)

Means

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between (Combined) 11,325 41 ,276 1,740 ,079 Groups Linearity 2,272 1 2,272 14,313 ,001 Deviation from Linearity 9,053 40 ,226 1,426 ,184 Within Groups 3,651 23 ,159

nilai * total

Total 14,976 64

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared


(97)

Normalitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum total 65 135,60 16,346 91 169 nilai 65 6,7048 ,48373 5,50 7,75

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

total nilai

N 65 65

Mean 135,60 6,7048

Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 16,346 ,48373

Absolute ,048 ,084

Positive ,048 ,084

Most Extreme Differences

Negative -,047 -,057 Kolmogorov-Smirnov Z ,389 ,676 Asymp. Sig. (2-tailed) ,998 ,750 a Test distribution is Normal.


(1)

Means

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between (Combined) 11,325 41 ,276 1,740 ,079 Groups Linearity 2,272 1 2,272 14,313 ,001 Deviation from Linearity 9,053 40 ,226 1,426 ,184 Within Groups 3,651 23 ,159

nilai * total

Total 14,976 64

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared


(2)

Normalitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum total 65 135,60 16,346 91 169 nilai 65 6,7048 ,48373 5,50 7,75

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

total nilai N 65 65

Mean 135,60 6,7048 Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 16,346 ,48373 Absolute ,048 ,084 Positive ,048 ,084 Most Extreme

Differences

Negative -,047 -,057 Kolmogorov-Smirnov Z ,389 ,676 Asymp. Sig. (2-tailed) ,998 ,750 a Test distribution is Normal.


(3)

Normalitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum total 65 135,60 16,346 91 169 nilai 65 6,7048 ,48373 5,50 7,75

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

total nilai N 65 65

Mean 135,60 6,7048 Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 16,346 ,48373 Absolute ,048 ,084 Positive ,048 ,084 Most Extreme

Differences

Negative -,047 -,057 Kolmogorov-Smirnov Z ,389 ,676 Asymp. Sig. (2-tailed) ,998 ,750 a Test distribution is Normal.


(4)

LAMPIRAN

SURAT KETERANGAN

PENELITIAN


(5)

(6)