BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan petani pangan di Indonesia identik dengan menyoroti rumah tangga miskin dipedesaan. Upaya pengentasan kemiskinan pedesaan merupakan
upaya peningkatan taraf hidup petani secara signifikan. Untuk hal ini, berbagai program pemerintah dengan alokasi anggaran yang makin meningkat, seperti
pemberian subsidi pupuk, peningkatan sumber daya manusia SDM, peningkatan akses permodalan, peningkatan akses pasar, serta perbaikan teknologi. Namun
demikian, upaya ini belum menolong sebagian besar petani untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Jadi, untuk mandat pengentasan kemiskinan petani pangan,
Perlu dicermati kembali bahwa kemiskinan di pedesaan, tidak boleh hanya dilihat sebagai persoalan kultural tetapi harus dipandang sebagai persoalan struktural
Rianse 2009.
Kemiskinan petani bukan semata-mata berada pada sumber daya manusianya rendah atau kemalasan. Demikian halnya bukan disebabkan teknologi
yang kurang memadai serta akses sarana input dan akses pasar yang kurang memadai. Akan tetapi, faktor utamanya adalah skala lahan garapan petani yang
tidak mencapai skala ekonomi sehingga dengan inovasi dan uspaya apapun tidak akan menyelesaikan masalah. Berdasarkan data BPS luas rata-rata kepemilikan
lahan sawah di Indonesia hanya 0,34 ha per rumah tangga petani Badan Pusat Statistik 2010.
Untuk melihat keterkaitan antara kemiskinan dan hak atas lahan kita dapat menggunakan pendekatan modal fisik produksi Physical Productive Capital
pendekatan modal fisik ini antara lain luas per kapita dan kepemilikan asset seperti lahan, khususnya untuk pertanian. kepemilikan lahan akan menjadi faktor
yang penting mengingat dengan tersedianya lahan produktif rumah tangga dengan lapangan usaha pertanian akan mendapatkan hasil yang baik. Namun hingga saat
ini kepemilikan lahan dan akses terhadap lahan bagi masyarakat di Indonesia adalah masalah besar. Contoh kasus di beberapa daerah keterbatasan lahan
menjadi persoalan tersendiri yang hingga kini belum terselesaikan Irawan 2009.
Keterbatasan lahan dan sumber-sumber produktif lain berpotensi membuat petani hanya menjadi buruh upahan pada sistem perkebunan, yang berujung pada
kemiskinan struktural. Saat harga pangan mahal, petani yang berupah rendah tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini yang menyebabkan
bertambahnya angka gizi buruk di Indonesia. Ujungnya dapat ditebak kemiskinan
dan kelaparan menjadi masalah besar Puspadi, dkk. 2005.
1.1 Identifikasi Masalah