Terbentuknya Etos Kerja Islami

16 sering mengalami kesukaran untuk membebaskan diri dari pengaruh faktor-faktor tertentu, baik yang bersifat internal maupun eksternal.Yang bersifat internal timbul dari faktor psikis misalnya dari dorongan kebutuhan, frustasi, suka atau tidak suka, persepsi, emosi, kemalasan, dan sebagianya. Sedangkan yang bersifat eksternal, datangnya dari luar seperti faktor fisik, lingkungan alam sekitar, pergaulan, budaya, pendidikan pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi, imbalan kerja, seperti janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran agama. Serta kesehatan pun memainkan peranan amat penting 20

3. Indikasi-Indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi

Indikasi-indikasi etos kerja yang terefleksi dari pendapat-pendapat para ahli yang dikemukakan berdasarkan konteks daerah, isme atau Negara-negara tertentu, namun secara universal kiranya cukup menggambarkan etos kerja yang baik pada manusia, bersumber dari kualitas diri, diwujudkan berdasarkan tata nilai sebagai etos kerja yang diaktualisasikan dalam aktivitas kerja. Adapun indikasi- indikasi orang beretos kerja tinggi pada umumnya meliputi sifat-sifat: 21 1. Aktif dan suka bekerja keras 2. Bersemangat dan hemat 3. Sederhana, tabah dan ulet 4. Mandiri 5. Tekun dan professional 6. Jujur, disiplin, dan bertanggung jawab 20 Ibid., h.32-33 21 Ibid., h.35-38 17 7. Rasional serta mempunyai visi yang jauh kedepan 8. Efisien dan kreatif 9. Percaya diri namun mampu bekerja sama dengan orang lain 10. Sehat jasmani dan rohani. 22

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja

Faktor-faktor yang pontensial mempengaruhi proses terbentuknya etos kerja selain banyak, dan tidak banyak di latar belakangi oleh kauslitas plural yang kompleks hingga memunculkan berbagai kemungkinan. Maka, tidak aneh kalu sejumlah pakar lalu menampilkan teori bertolak dari tinjauan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya.Dapat ditambahkan kiranya teori iklim yang dikemukakan oleh sejumlah pakar ilmu sosial. Mereka berpendapat iklim berpengaruh terhadap etos kerja penduduk. Negara yang berlokasi didaerah subtropik mempunyai iklim yang merangsang warganya untuk bekerja lebih giat. Sebaliknya Negara-negara yang terletak di sekitar khatulistiwa, karena iklimnya panas, meyebabkan warga negaranya kurang giat bekerja dan lebih cepat lelah. David C. McCelland menyatakan terori ini mengandung banyak kelemahan. Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa Negara-negara yang iklimnya relative tidak berdeda jauh, ternyata pertumbuhan ekonominya berbeda. Kalau dianalisis lebih cermat, pendapat Miller dan Form, mungkin mengandung kebenaran meskipun tidak seluruhnya. Apa yang dikemukakan McCellend juga serupa itu. Karena faktor-faktor yang melatar belakangi manusia giat bekerja atau sebaliknya, hakikatnya tidak terbatas pada hanya satu, dua atau tiga faktor saja. 22 Ibid., h.39-40 18 Demikian pula berkenaan dengan teori-teori lainya yang menonjolkan faktor ras, penyebaran budaya, dan sebagainya. Masing-masing tidak ada yang menjadi faktor satu-satunya penyebab, tetapi sangat mungkin masing-masing ikut memberikan pengaruh dan ikut berperan dalam rangka terbentuknya etos kerja. 23 Manusia memang makhluk yang sangat kompleks.Ia memiliki rasa suka, benci, marah gembira, sedih, berani, takut, dan lain-lain.Ia juga mempunyai kebutuhan, kemauan, cita-cita, dan angan-angan. Manusia mempunyai dorongan hidup tertentu, pikiran dan pertimbangan-pertimbangan dalam mentukan sikap dan pendirian. Selain itu, ia juga mempunyai lingkungan pergaulan dirumah atau ditempat kerjanya. Realitas sebagaimana tersebut diatas tentu mempengaruhi dinamika kerjanya secara langsung atau tidak. Sebagi misal ras benci yang terdapat pada seorang pekerja, ketidak cocokan terhadap atasan atau teman satu tim, keadaan seperti itu sangat potensial untuk menimbulkan dampak negative pada semangat, konzentrasi, dan stabilitas kerja orang yang bersngkutan. Sebaliknya rasa suka pada pekerjaan, kehidupan keluarga yang harmonis, keadaan sosio cultural, sosial ekonomi dan kesehatan yang baik, akan sangat mendukung kegairahan dan kativitas kerja. Orang yang bekerja sesuai dengan bidangnya dan cita-cita dibandingkan dengan orang yang bekerja diluar bidang dan kehendak mereka, niscaya tidak sama dalam antusias dan ketekunan kerja masing-masing. 24 Disamping itu faktor lingkungan alam berperan bila keadaan alam, iklim dan sebagainya berpengaruh terhadap sikap kerja orang itu, sedangkan dimensi transcendental adalah dimensi yang melampui batas-batas nilai materi yang 23 Ibid., h.39-40 24 Ibid., h. 41-42 19 mendasari etos kerja manusia hingga pada demensi ini kerja dipandang sebagai ibadah.Jalaludin secara lebih tegas mengemukakan agama dapat menjadi sumber motivasi kerja, karena didorong oleh rasa ketaatan dan kesadaran ibadah.Etos kerja terpencar dari sikap hidup mendasar manusia tehadap kerja. Konsekuesinya pandangan hidup yang bernilai transenden juga dapat menjadi sumber motivasi yang berpengaruh serta ikut berperan dalam proses terbentuknya sikap itu. Nilai- nilai transenden akan menjadi landasan bagi berkembangnya spiritualitas sebagai salah satu faktor yang efektif membentuk kepribadian. Etos kerja tidak terbentuk oleh kualitas pendidikan dan kemampuan semata.Faktor-faktor yang berhubungan dengan inner life, suasana batin dan semangat hidup yang terpancar dari keyakinan dan keimanan ikut menentukan pula. Oleh karena itu agama islam jelas dapat menjadi sumber nilai dan sumber mitivasi yang mendasari aktivitas hidup, termasuk etos kerja pemeluknya. 25 5. Karakteristik Etos Kerja dalam Islam 5.1. Kerja merupakan Penjabaran Aqidah Ajaran agama merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan sebab timbulnya keyakinan, pandangan serta sikap hidup mendasar yang menyebabkan etos kerja tinggi manusia terwujud. Maka etos kerja dalam islam merupakan pancaran keyakinan orang muslim dan muslimah bahwa kerja berkaitan dengan tujuan mencari ridhaa Allah, yakni dalam rangka ibadah. Dan bahwasanya untuk mendekatkan diri serta memperoleh ridha Allah, seorang hamba harus melakukan amal saleh yang dikerjakan dengan ikhlas hanya karena dia semata, yakni dengan 25 Ibid., h.42-43