79
4.1.3. Masa Orde Reformasi
1. Fase Krisis
Ketika sektor pertanian harus menanggung dampak krisis ekonomi untuk menyerap limpahan tenaga kerja sektor informal dan perkotaan, daya tahan sektor
pertanian tidak cukup kuat. Pada periode 1998-2000 sektor pertanian sempat menjadi penyelamat ekonomi Indonesia, hal ini disebabkan lonjakan nilai tukar
dollar Amerika Serikat yang dinikmati komoditas ekspor sektor pertanian, terutama perkebunan dan perikanan. Namun, ketika basis untuk membangun
kualitas pertumbuhan sektor pertanian dilupakan, maka sektor ini hanya mengalami pertumbuhan sebersar 1.9 persen per tahun. Tingkat pertumbuhan
sebesar itu tentu saja tidak mampu menciptakan lapangan kerja, apalagi jika harus menyerap pertumbuhan tenaga kerja baru terutama di pedesaan.
Pada beberapa tahun terakhir ini sektor pertanian semakin kurang mendapat perhatian. Hal tersebut bisa dicontohkan dengan keberadaan
infrastruktur penting seperti bendungan dan sarana irigasi tidak diperhatikan, sehingga pada musim kemarau panjang banyak lahan pertanian yang tidak
mendapat pengairan yang layak. Kemudian, semakin mahalnya biaya transportasi yang diakibatkan rusaknya jalan dan naiknya harga bahan bakar minyak,
mengakibatkan harga jual di tingkat konsumen menjadi melambung tinggi dan harga di tingkat produsen nyaris tidak mengalami perubahan. Hal tersebut tidak
cukup menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Dengan kata lain, elastisitas transmisi harga dari produsen ke
konsumen sangat kecil sehingga petanilah yang harus menanggung perbedaan harga di tingkat konsumen dan tingkat produsen tersebut.
80 Sektor pertanian jelas memerlukan langkah nyata untuk merangsang
investasi, meningkatkan nilai tambah dan mencari pasar-pasar baru di dalam negeri dan luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di
sektor pertanian adalah suatu keharusan apabila sistem agribisnis yang berkerakyatan lebih modern, mengikuti irama desentralisasi dan responsif
terhadap perubahan global memang akan dijadikan prioritas. Namun, kebijakan desentralisasi ekonomi dan otonomi daerah yang seharusnya membawa
kesejahteraan pada masyarakat, ternyata hanya menimbulkan euphoria politik berupa perubahan kewenangan kelompok elite di daerah.
2. Fase Transisi dan Desentraliasi