Pembuatan dan Formulasi Yogurt dari Susu Kambing

penyimpanan susu fermentasi, dan membentuk citarasa dan konsistensi yang khas Surono dan Hasono, 2002 Pada penelitian ini digunakan empat jenis bakteri asam laktat BAL yaitu Streptococcus thermophilus , Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, dan Bifidobacterium spp2. Keempat BAL tersebut digunakan untuk membuat formulasi yogurt dari susu kambing. Kultur starter dibuat dengan menumbuhkan stok kultur ke dalam susu skim 10 steril. BAL dikondisikan pada populasi 5 x 10 8 – 1 x 10 9 cfuml Tamime dan Robinson, 1999. Kultur starter Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus digunakan untuk memfermentasi susu menjadi yogurt, menghasilkan sifat-sifat organoleptik yang khas pada yogurt. Kultur starter Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium spp2 digunakan sebagai probiotik yang akan ditambahkan pada yogurt sehingga menghasilkan yogurt probiotik. Apabila yogurt probiotik ini ditambah dengan prebiotik misalnya fruktooligosakarida FOS, dan glukooligosakarida GOS, maka akan menghasilkan yogurt sinbiotik.

B. PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama diawali dengan membuat lima formula yogurt. Kelima formula yogurt tersebut lalu dibandingkan menggunakan dua parameter yaitu daya antimikroba, dan nilai pH. Setelah itu, dipilih formula yogurt terbaik berdasarkan dua parameter tersebut.

1. Pembuatan dan Formulasi Yogurt dari Susu Kambing

Yogurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan DSN, 1992. Yogurt yang dibuat pada penelitian ini tergolong dalam tipe set dan plain yoghurt . Set yoghurt adalah produk dimana pada waktu inkubasi atau fermentasi susu berada di dalam kemasan kecil dan karakteristik koagulumnya tidak berubah, sedangkan plain yoghurt adalah yoghurt tanpa penambahan flavor lain sehingga rasa asamnya sangat tajam Rahman et al., 1992. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan dan formulasi yoghurt adalah susu kambing peranakan etawa, kultur starter Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus , Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium spp2., dan fruktooligosakarida FOS. Susu kambing peranakan etawa digunakan sebagai bahan baku karena kambing etawa memiliki produktivitas yang cukup tinggi dalam menghasilkan susu jika dibandingkan dengan kambing lokal. Pembuatan yogurt diawali dengan memisahkan sebagian lemak susu kambing menggunakan cream separator. Pemisahan lemak ini bertujuan agar produk tidak cepat rusak karena ketengikan, dan untuk meningkatkan aktivitas antimikroba dari produk. Lemak susu dapat dipecah oleh berbagai mikroba sehingga menghasilkan perubahan pada lemak susu seperti oksidasi asam lemak tidak jenuh, hidrolisis lemak, dan kombinasi oksidasi dan hidrolisis menghasilkan ketengikan Rahman et al. , 1992. Sedangkan adanya lemak rantai panjang akan menghambat aktivitas antimikroba produk karena lemak rantai panjang tersebut akan membuat mikroba menjadi resisten terhadap senyawa antimikroba. Menurut Surono 2004 pertumbuhan Lactococci yang mesofil, Lactobacilli dan S. thermophilus dihambat oleh asam oleat dan asam kaprilat, dan asam kaprilat menghambat aktivitas proteolitik dari beberapa asam laktat. Susu yang telah dipisahkan sebagian lemaknya susu skim kemudian diuapkan airnya sehingga volume susu menjadi 23 volume semula. Penguapan ini akan mengurangi kadar air dari susu. Selain itu, penguapan ini akan membuat susu semakin padat sehingga total solidnya meningkat. Nantinya yogurt yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang lebih kental dan tidak mudah mengalami sineresis. Menurut Tamime dan Robinson 1999 Pemanasan berfungsi untuk meningkatkan total solid susu yang berguna bagi pembentukan tekstur . Selanjutnya susu dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 30 menit. Pada saat pasteurisasi, bukan hanya bakteri patogen yang mati, tetapi beberapa jenis enzim juga dimatikan. Enzim yang terpenting adalah fosfatase. Enzim tersebut memiliki daya tahan panas yang sedikit lebih tinggi daripada bakteri patogen penyebab TBC. Oleh karena itu, untuk mendeteksi apakah proses pasteurisasi sudah cukup atau belum, dilakukan tes atau uji Fosfatase. Bila uji Fosfatase negatif, proses pasteurisasi sudah baik atau cukup Anonim, 2005. Susu yang telah dipasteurisasi lalu didinginkan hingga mencapai suhu ruang 25±1 o C. Menurut Helferich dan Westhoff 1980, apabila susu masih terlalu panas pada saat inokulasi maka kultur yogurt dapat rusak sehingga viabilitasnya rendah. Namun apabila suhu terlalu rendah maka kultur kurang aktif untuk melakukan fermentasi. Oleh karena itu, diperlukan suhu yang tepat pada saat susu diinokulasi dengan kultur starter yogurt. Setelah itu, susu dibagi ke dalam lima wadah. Masing-masing susu dalam wadah diinokulasi dengan kultur starter yogurt sehingga dihasilkan lima formula yogurt. Yogurt yang telah jadi lalu disimpan di suhu refrigerator agar yogurt tetap awet dan viabilitas BAL tetap terjaga. Menurut Tamime dan Robinson 1999, yogurt yang telah jadi suhunya harus diturunkan sampai di bawah 10°C dan suhu ini dipertahankan sampai dikonsumsi. Hal ini untuk mencegah reaksi kimia dan biologi pada yogurt yang disebabkan oleh aktivitas metabolisme kultur starter dan mikroba yang mengkontaminasi yogurt.

2. Uji Aktivitas Antibakteri Patogen