Zat Pengatur Tumbuh KAJIAN PUSTAKA
hanya dibutuhkan dalam konsentrasi yang sangat kecil untuk menginduksi perubahan besar dalam suatu organisme Campbell, 2003.
1. Auksin
Istilah auksin dari bahasa Yunani auxein , „meningkatkan‟
pertama kali digunakan oleh Frist Went, seorang mahasiswa pascasarjana di Negeri Belanda pada tahun 1926, yang menemukan bahwa suatu
senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat ke arah cahaya. Fenomena pembengkokan
ini, yang disebut fototropisme Salisbury, 1995. Campbell 2003 mengungkapkan, bahwa istilah auksin auxin
sebetulnya digunakan untuk menjelaskan segala jenis bahan kimia yang membantu
proses pemanjangan
koleoptil, meskipun
auksin sesungguhnya memiliki banyak fungsi baik pada monokotil maupun
pada dikotil. Auksin alamiah yang diekstraksi dari tumbuhan merupakan suatu senyawa yang dinamai asam indolasetat indoleacetic acid, IAA.
Selain auksin alamiah ini, beberapa senyawa lain, termasuk beberapa senyawa sintetik, memiliki aktivitas auksin. Meskipun auksin
mempunyai beberapa aspek perkembangan tumbuhan, salah satu fungsinya yang paling penting adalah merangsang pemanjangan sel pada
tunas muda yang sedang berkembang. Meyer 1973 menjelaskan, bahwa pusat sintesis auksin adalah
jaringan meristematik apikal, seperti tunas, daun muda, ujung akar, dan bunga. Auksin disintesis dalam suatu jaringan, dan ditranslokasikan ke
organ lain pada tanaman. Konsentrasi auksin bervariasi dari satu jaringan ke jaringan lain, konsentrasi auksin terbesar terdapat pada jaringan yang
mensintesis atau menyimpannya. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sintesis auksin. Suhu optimal untuk proses sintesis tidak
sama pada semua tanaman atau jaringan. Campbell 2003 mengatakan, bahwa auksin yang ditemukan oleh
Went diketahui sebagai asam indolasetat IAA, dan beberapa ahli fisiologi menyamakan IAA denagn auksin. Namun, tumbuhan
mengandung tiga senyawa lain yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respons yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa
tersebut dapat dianggap sebagai hormon auksin, antara lain: a.
Asam 4-kloroindolasetat 4-kloroIAA, ditemukan pada biji muda berbagai jenis kacang-kacangan.
b. Asam fenilasetat PAA, ditemui pada banyak jenis tumbuhan dan
sering lebih banyak jumlahnya daripada IAA, walaupun kurang aktif dalam menimbulkan respons khas IAA.
c. Asam indolbutirat IBA, semula diduga hanya merupakan auksin
tiruan yang aktif, namun ternyata ditemukan pada daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil sehingga barangkali zat tersebut
tersebar luas pada dunia tumbuhan. Selain merangsang pemanjangan sel untuk pertumbuhan primer,
auksin mempengaruhi pertumbuhan sekunder dengan cara menginduksi pembelahan sel pada kambium pembuluh dan dengan mempengaruhi
diferensiasi xilem sekunder. Auksin juga meningkatkan aktivitas pembentukan akar adventif pada pangkal potongan dari suatu batang,
suatu efek auksin yang digunakan dalam bidang hortikultura dengan cara mencelupkan potongan-potongan batang di dalam media perakaran yang
mengandung auksin sintetik. Benih yang sedang berkembang juga mensintesis auksin, yang meningkatkan perkembangan buah pada banyak
tumbuhan. Auksin sintetik disemprotkan ke pohon tomat untuk menginduksi perkembangan buah tanpa perlu melakukan penyerbukan. Ini
memungkinkan untuk menanam tomat tanpa biji dengan menggantikan auksin yang dalam keadaan normal akan disintesis oleh biji Campbell,
2003. Senyawa tertentu yang disintesis oleh ahli kimia juga mampu
menimbulkan banyak respons fisiologis seperti yang ditimbulkan oleh IAA, dan biasanya senyawa itu dianggap sebagai auksin juga. Beberapa
diantaranya yang paling dikenal baik ialah asam α-naftalenasetat NAA,
asam 2,4-diklorofenoksiasetat
2,4-D ,
dan asam
2-metil-4- klorofenoksiasetat MCPA
. Karena ketiga senyawa tersebut tidak disintesis tumbuhan, maka tidak disebut hormon, tapi dikelompokkan
sebagai zat pengatur tumbuh tanaman. Banyak jenis senyawa lain bisa dimasukkan ke dalam kelompok ini. Istilah auksin menjadi semakin
meluas sejak IAA ditemukan oleh Went, sebab banyak sekali senyawa yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan respons serupa
pula. Walaupun demikian, semua senyawa lirauksin tersebut mirip dengan
auksin karena memiliki sebuah gugus karboksil yang menempel pada gugus lain yang mengandung karbon biasanya
–CH
2
-, yang akhirnya berhubungan dengan sebuah cincin aromatik Salisbury, 1995.
a. Pusat pembentukan auksin
Pusat pembentukan auksin ialah ujung koleoptil. Jika ujung itu dibuang, terhambatlah pertumbuhan koleoptil Dwijoseputro, 1992.
b. Distribusi auksin
Auksin yang terbentuk di puncak koleoptil beredar ke bagian- bagian yang ada di bawah koleoptil, jadi auksin mengalir dari puncak
ke dasar Dwijoseputro, 1992. c.
Auksin dan pengembangan sel Dwijoseputro 1992 mengungkapkan, bahwa berdasarkan
eksperimen-eksperimen yang
telah dilakukan
dapat ditarik
kesimpulan, bahwa fungsi auksin bukan hanya menambah kegiatan pembelahan sel di jaringan meristem saja, melainkan berupa
pengembangan sel-sel yang ada di daerah belakang meristem. Sel-sel tersebut menjadi panjang-panjang dan banyak berisi air. Auksin
mempengaruhi pengembangan dinding sel, sehingga mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas. Karena tekanan
dinding sel berkurang, maka protoplas mendapat kesempatan untuk menyerap air dari sel-sel yang terdekat pada titik-tumbuh yang
mempunyai nilai osmosis yang tingggi. Dengan demikian didapatkan
sel yang panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang titik- tumbuh.
Meyer 1973 menjelaskan, bahwa auksin dapat meningkatkan dan menghambat pertumbuhan, dimana merupakan respon dari efek
yang diberikan, tregantung pada konsentrasi auksin. Efektivitas auksin diberikan tidak hanya tergantung pada konsentrasi, tetapi juga jenis
tertentu respon pertumbuhan yang dipengaruhi. Beberapa efek penghambatan auksin, terutama pada pemanjangan segmen batang
beberapa spesies dan pertumbuhan tunas pada orang lain. d.
Pengaruh cahaya terhadap auksin Telah diketahui, bahwa ujung batang tumbuh menuju ke arah
datangnya cahaya; kejadian ini disebut fototropisme. Jika penyinaran ujung itu hanya dari satu sisi saja, maka ujung batang itu akan
membengkok ke arah sinar. Went menghubungkan peristiwa ini dengan aktivitas auksin. Ia membuktikan, bahwa sinar dapat merusak
auksin dan dapat pula menyebabkan pemindahan auksin ke bagian yang menjauhi sinar.
Pernyataan ini dibuktikan sebagai berikut. Ujung koleoptil Avena
dipangkas dan pangkasan itu kemudian diletakkan di atas suatu blok agar-agar yang tengahnya disekat dengan suatu papan dari mika
plastik. Sekat itu masuk sedikit ke dalam dasar pangkasan koleoptil serta benar-benar mencegah hubungan antara kedua bagian agar-agar
yang diperantarainya. Kemudian pangkasan koleoptil itu disinari dari
satu bagian saja. Beberapa jam kemudian, kedua blok agar-agar A dan B diamati konsentrasi auksinnya. Maka hasilnya adalah agar-agar
B hanya mengandung 35 dari jumlah auksin, sedang sisanya 65 ada di agar-agar A Dwijoseputro, 1992.
Bila berbagai macam sinar satu persatu diarahkan pada ujung kecambah Avena, maka sinar nila-lah yang paling banyak
pengaruhnya terhadap fototropisme, sedangkan sinar merah sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap pembengkokan ujung
kecambah tersebut. Hal ini menyebabkan dugaan, bahwa sinar nila dapat merusak auksin atau mencegah terjadinya auksin. Kejadian
tersebut berhubungan erat dengan absorbsi sinar. Ada dua macam pigmen yang menyerap sinar nila, kedua
pigmen itu ialah betakarotin dan riboflavin. Riboflavin biasanya terdapat di dalam ujung batang. Telah diketahui, bahwa ujung batang
tidak mengandung betakarotin akan tetapi fototropisme tetap berpengaruh. Jadi kesimpulannya adalah riboflavin merupakan
pigmen yang menyerap sinar nila, dan sinar yang disesapnya itu ternyata merusak enzim-enzim yang membantu pembentukan AIA
dari triptofan. Maka sisi yang terkena sinar sebenarnya sinar nila menghambat dalam pembentukan auksin, sedang sisi yang gelap tetap
menghasilkan auksin Dwijoseputro, 1992.
e. Auksin dan perkembangan tunas
Auksin dapat menyebabakan dormansi pucuk. Hal tersebut dapat dibuktikan pada percobaan pemangkasan tunas pada pucuk
batang. Bila tunas pada pucuk batang dipangkas, maka tunas-tunas yang ada di ketiak daun mulai tumbuh. Bila awalnya tuans pada
pucuk batang tidak dipangkas, pertumbuhan tunas yang ada di ketiak daun terhambat oleh tunas yang ada di pucuk.
f. Pengaruh auksin terhadap sel-sel meristem
Pada percobaan suatu tanaman dipangkas, kemudian luka itu diberi pasta yang mengandung AIA dalam konsentrasi tinggi, maka
terjadi pembelahan dan pengembangan sel-sel meristem, sehingga terjadilah suatu kutil tumor. Auksin juga mempercepat terjadinya
deferensiasi di daerah meristem dan menggiatkan kambium membentuk sel-sel baru.
g. Pengaruh auksin terhadap gugurnya daun dan buah
Laibach cs . 1933 menemukan peran auksin yang berupa
kemampuan mencegah gugurnya daun dan buah. Pada dasar tangkai daun maupun dasar tangkai buah terdapat suatu lapis sel-sel yang pada
suatu waktu menua; dinding-dindingnya menjadi lunak, sehingga daun atau buah menjadi terlepas dari induk batang. Kejadian ini dapat
dicegah, bila tanaman tersebut disemprot dengan larutan AIA. Pengetahuan ini berguna bagi petani buah-buahan.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa gugurnya daun dipengaruhi oleh suatu hormon yang diberi nama asam absisat atau
dormin. Asam absisat terdapat pada banyak tumbuhan semak maupun
tumbuhan berkayu. Fungsinya ialah menghambat pertumbuhan, jadi berlawanan dengan fungsi auksin maupun giberelin Dwijoseputro,
1992. Auksin dapat dinonaktifkan dalam sel tanaman oleh enzim sebagai oksidase, peroksidase, dan phenolase Meyer, 1973.
2. Sitokinin
Seperti halnya dengan auksin, maka kinin juga merupakan suatu nama sekumpulan zat-zat yang mempunyai fungsi sama. Berdasarkan
fungsi yang dimiliki zat ini, Letham 1963 menyebutnya sitokinin. Sitokinin yang pertama kali ditemukan adalah kinetin, suatu hormon
yang terdapat di dalam batang tembakau. Zat ini meningkatkan pembelahan sel cytokinesis. Selain itu juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan tunas-tunas serta akar-akar. Penelitian lebih lanjut menyatakan, bahwa di dalam air kelapa muda dan dalam ragi terdapat
juga sejumlah kinetin. Menurut susunan kimianya, maka kinetin itu suatu 6-furfurilaminopurin.
Sitokinin ditemukan dalam tahun 1950-an, dan Skoog 1957 berhasil mengungkapkan, bahwa sitokinin bukanlah suatu zat tunggal,
melainkan kumpulan senyawa-senyawa yang fungsinya mirip antara satu dengan yang lain. Loveless 1991 menjelaskan, bahwa sitokinin yang
disintesis dalam akar, diedarkan ke daun melalui pembuluh xilem.
Dimana, sitokinin diperlukan untuk pertumbuhan normal dan diferensiasi, serta meningkatkan pembelahan sel dan menahan ketuaan
senescence. Sebagai misal sitonin yang lain ialah zeatin, suatu sitokinin yang terdiri atas adenine dan gugusan hidroksimetil-meti-lalil
Dwijoseputro, 1992. Loveless 1991 mengungkapkan, bahwa sitokinin menahan
menguningnya daun dengan jalan membuat kandungan protein dan klorofil seimbang dalam daun. Ketuaan senescence merupakan
peristiwa menguningnya daun, yang terjadi karena protein pecah dan klorofil rusak.
3. Giberelin
Dalam tahun 1926, F. Kurusawa menemukan suatu zat yang mempunyai sifat-sifat mirip dengan sifat-sifat auksin. Giberelin
merupakan suatu zat yang diperoleh dari jenis jamur yang hidup sebagai parasit pada tanaman padi. Jamur itu di dalam fase sempurna dikenal
sebagai Gibberella fujikuroi dan di dalam fase tidak sempurna dikenal sebagai Fusarium moniliforme. Tanaman yang terkena giberelin itu
menunjukkan gejala-gejala yang aneh, sehingga orang Jepang menyebut bakanae
yang artinya sinting. Adapun khasiat giberelin:
a. Menyebabkan tanaman menghasilkan bunga sebelum waktunya.
b. Menyebabkan terjadinya buah tanpa proses penyerbukan. Buah
menjadi besar-besar dan tidak berbiji.
c. Menyebabkan tanaman yang kerdil menjadi tanaman raksasa dalam
waktu yang singkat. d.
Menyebabkan tumbuhnya biji dan tunas dengan cepat. e.
Menyebabkan tinggi tanaman menjadi 3 sampai 5 kali tinggi normal. Suatu kol yang biasanya hanya 3 dm tingginya, setelah diberi
giberelin, maka kol tersebut mencapai tinggi 3½ m. percobaan ini dilakukan di University of Michigan.
f. Mempercepat tumbuhnya sayur-sayuran, dapat menyingkat waktu
panen sampai 50. Sayuran-sayuran yang biasanya baru dapat dipetik setelah 4 atau 5 minggu, maka dengan penggunaan giberelin, sayur-
sayuran tersebut sudah dapat dipetik setelah 2 atau 3 minggu Dwijoseputro, 1992.
Antara auksin dan giberelin terdapat banyak kesamaan fungsi, namun peneliti-peneliti berhasil mengungkapkan beberapa perbedaan
antara kedua fitohormon tersebut. Hasil eksperimen mereka menunjukkan adanya perbedaan seperti terdaftar di bawah ini. Perbedaan efek auksin
dan giberelin terhadap kegiatan berbagai tumbuhan, disadur dari buku Hendry T. Northen Introductory Plant Science 1986, The Ronald Press
Company, New York:
Tabel 2.2 Perbedaan efek auksin dan giberelin terhadap kegiatan berbagai tumbuhan
Jenis Kegiatan Ada-tidaknya efek
oleh: Auksin
Giberelin 1 Membengkokkan koleoptil Avena
Ya Tidak
2 Memperlambat gugurnya daun Ya
Tidak 3 Menggalakkan tumbuhnya akar samping
Ya Tidak
4 Larutan yang tidak terlalu pekat Ya
Tidak menghambat pemanjangan akar
5 Menghambat perkembangan tunas ketiak Ya
Tidak 6 Menggalakkan perkembangan jaringan kalus
Ya Tidak
7 Membantu pertumbuhan jenis tanaman yang
kerdil Tidak
Ya 8 Mempercepat perkecambahan, memperpendek
Tidak Ya
Dormansi 9
Menggalakkan perbungaan
tumbuhan dua
tahunan Tidak
Ya 10
Menggalakkan perbungaan
tumbuhan-hari- panjang
Tidak Ya
yang ditempatkan dalam kondisi hari-hari pendek
11 Memudahkan terjadinya partenokarpi Ya
Ya Dwijoseputro, 1992