Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh (zpt) sintetik auksin, sitokinin, dan giberelin terhadap kecepatan pertumbuhan tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis).
PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) SINTETIK AUKSIN, SITOKININ, DAN GIBERELIN TERHADAP KECEPATAN
PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI PAKCOY (Brassica chinensis)
Lia Wuryan Driyani Pendidikan Biologi
ABSTRAK
Sawi pakcoy (Brassica chinensis) merupakan jenis tanaman sayuran yang saat ini digemari masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi baik untuk mengembangkan budidaya tanaman sawi pakcoy. Jarangnya budidaya tanaman sawi pakcoy membuat kurang terpenuhinya kebutuhan sawi pakcoy di pasar lokal maupun internasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetik manakah yang paling cepat menumbuhkan tanaman sawi pakcoy, sehingga dapat digunakan petani untuk mempercepat masa panen dan meningkatkan kualitas tanaman sawi pakcoy.
Penilitian ini disusun secara faktotial menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 kelompok, dimana masing-masing terdapat 10 ulangan yaitu kelompok pertama (A) dengan perlakuan pemberian ZPT sintetik Auksin, kedua (S) dengan perlakuan pemberian ZPT sintetik Sitokinin, ketiga (G) dengan perlakuan pemberian ZPT sintetik Giberelin, serta keempat (K) tidak diberi perlakuan karena sebagai kontrol. Variabel pengamatan meliputi tinggi tanaman, lebar daun, jumlah daun, berat basah, warna daun, keadaan daun, dan serangan hama/penyakit. Data yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitasnya, bila hasil datanya normal dan homogeny maka kemudian dianalisis dengan uji One Way-Anova, jika hasilnya signifikan dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh sintetik auksin, sitokinin, dan giberelin terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawi pakcoy. ZPT sintetik yang paling cepat menumbuhkan tanaman sawi pakcoy adalah sitokinin. Pengaruh pemberian ZPT sintetik sitokinin unggul pada variabel dengan rata-rata tinggi tanaman (25,58 cm), lebar daun (9,26 cm), jumlah daun (96 helai), berat basah (4,53 gram), dan warna daun.
Kata kunci:pertumbuhan tanaman sawi pakcoy, ZPT sintetik (auksin, sitokinin, giberelin)
(2)
EFFECT OF GIVING SYNTHETIC GROWTH REGULATOR SUBSTANCE AUXIN, CYTOKINES, AND GIBBERELLINS TO ACCELERATE THE
GROWTH OF PAKCOY (Brassica chinensis)
Lia Wuryan Driyani
Biology Education
ABSTRACT
Pakcoy (Brassica chinensis) is a vegetable plant species that are currently popular. Indonesia is one country that has the potential to develope the cultivation of pakcoy. The scarcity of cultivation of pakcoy make less fulfillment pakcoy in local and international markets. The purpose of this study was to determine the growth regulator substance which synthetic fastest growingplants pakcoy, so that farmers can use to speed up the harvest and improve the quality of pakcoy.
This research compiled factorial using completely random design (CRD) with one factor and the four groups, each of which contained 10 replicates that first group (A) with the synthetic plant growth regulator Auxin treatment provision, second (S) with a synthetic Cytokinin treatment provision, the third (G) by treatment with synthetic Giberelin provision, and the fourth (K) is not treated as a control. Variables include the observation of plant height, leaf width, number of leaves, fresh weight, leaf color, leaf state, and pest / disease. The data obtained were tested for normality and homogeneity, when the result of normal and homogeneous data it is then analyzed by One-Way Anova test, if the result is significant continued with Duncan test.
The results showed that there is influence of synthetic growth regulator auxin, cytokinin, and gibberellin on growth and development pakcoyplants. Growth regulator substancefastest growing synthetic plants pakcoy are cytokines. The effect of synthetic cytokinins ahead in variables with average plant height (25,58 cm), leaf width (9,26 cm), number of leaves (96 sheets), fresh weight (4,53 gram), and leaf color.
Keywords:pakcoy plant growth, synthetic plant growth regulator (auxin, cytokinin, gibberellin)
(3)
(4)
PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) SINTETIK AUKSIN, SITOKININ, DAN GIBERELIN TERHADAP KECEPATAN
PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI PAKCOY (Brassica chinensis) SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
Lia Wuryan Driyani NIM : 111434010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) SINTETIK AUKSIN, SITOKININ, DAN GIBERELIN TERHADAP KECEPATAN
PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI PAKCOY (Brassica chinensis) SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
Lia Wuryan Driyani NIM : 111434010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(6)
(7)
(8)
PERSEMBAHAN
Karyaku yang Tidak Sempurna Ini Aku
Persembahkan Keapda:
Allah SWT
Ibu dan Bapak Tercinta
Keluarga Besarku
Kesayanganku
Sahabat dan Teman-Temanku
Almamaterku
(9)
MOTTO
Keridhaan Allah tergantung kepada
keridhaan kedua orang tua dan
murka Allah pun terletak pada
murka kedua orang tua.
(10)
(11)
(12)
PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) SINTETIK AUKSIN, SITOKININ, DAN GIBERELIN TERHADAP KECEPATAN
PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI PAKCOY (Brassica chinensis)
Lia Wuryan Driyani Pendidikan Biologi
ABSTRAK
Sawi pakcoy (Brassica chinensis) merupakan jenis tanaman sayuran yang saat ini digemari masyarakat. Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi baik untuk mengembangkan budidaya tanaman sawi pakcoy. Jarangnya budidaya tanaman sawi pakcoy membuat kurang terpenuhinya kebutuhan sawi pakcoy di pasar lokal maupun internasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui zat pengatur tumbuh (ZPT) sintetik manakah yang paling cepat menumbuhkan tanaman sawi pakcoy, sehingga dapat digunakan petani untuk mempercepat masa panen dan meningkatkan kualitas tanaman sawi pakcoy.
Penilitian ini disusun secara faktotial menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 kelompok, dimana masing-masing terdapat 10 ulangan yaitu kelompok pertama (A) dengan perlakuan pemberian ZPT sintetik Auksin, kedua (S) dengan perlakuan pemberian ZPT sintetik Sitokinin, ketiga (G) dengan perlakuan pemberian ZPT sintetik Giberelin, serta keempat (K) tidak diberi perlakuan karena sebagai kontrol. Variabel pengamatan meliputi tinggi tanaman, lebar daun, jumlah daun, berat basah, warna daun, keadaan daun, dan serangan hama/penyakit. Data yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitasnya, bila hasil datanya normal dan homogeny maka kemudian dianalisis dengan uji One Way-Anova, jika hasilnya signifikan dilanjutkan dengan uji Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh sintetik auksin, sitokinin, dan giberelin terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawi pakcoy. ZPT sintetik yang paling cepat menumbuhkan tanaman sawi pakcoy adalah sitokinin. Pengaruh pemberian ZPT sintetik sitokinin unggul pada variabel dengan rata-rata tinggi tanaman (25,58 cm), lebar daun (9,26 cm), jumlah daun (96 helai), berat basah (4,53 gram), dan warna daun.
Kata kunci:pertumbuhan tanaman sawi pakcoy, ZPT sintetik (auksin, sitokinin, giberelin)
(13)
EFFECT OF GIVING SYNTHETIC GROWTH REGULATOR SUBSTANCE AUXIN, CYTOKINES, AND GIBBERELLINS TO ACCELERATE THE
GROWTH OF PAKCOY (Brassica chinensis)
Lia Wuryan Driyani
Biology Education
ABSTRACT
Pakcoy (Brassica chinensis) is a vegetable plant species that are currently popular. Indonesia is one country that has the potential to develope the cultivation of pakcoy. The scarcity of cultivation of pakcoy make less fulfillment pakcoy in local and international markets. The purpose of this study was to determine the growth regulator substance which synthetic fastest growingplants pakcoy, so that farmers can use to speed up the harvest and improve the quality of pakcoy.
This research compiled factorial using completely random design (CRD) with one factor and the four groups, each of which contained 10 replicates that first group (A) with the synthetic plant growth regulator Auxin treatment provision, second (S) with a synthetic Cytokinin treatment provision, the third (G) by treatment with synthetic Giberelin provision, and the fourth (K) is not treated as a control. Variables include the observation of plant height, leaf width, number of leaves, fresh weight, leaf color, leaf state, and pest / disease. The data obtained were tested for normality and homogeneity, when the result of normal and homogeneous data it is then analyzed by One-Way Anova test, if the result is significant continued with Duncan test.
The results showed that there is influence of synthetic growth regulator auxin, cytokinin, and gibberellin on growth and development pakcoyplants. Growth regulator substancefastest growing synthetic plants pakcoy are cytokines. The effect of synthetic cytokinins ahead in variables with average plant height (25,58 cm), leaf width (9,26 cm), number of leaves (96 sheets), fresh weight (4,53 gram), and leaf color.
Keywords:pakcoy plant growth, synthetic plant growth regulator (auxin, cytokinin, gibberellin)
(14)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmad serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi “PENGARUH PEMBERIAN
ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) SINTETIK AUKSIN, SITOKININ,
DAN GIBERELIN TERHADAP KECEPATAN PERTUMBUHAN
TANAMAN SAWI PAKCOY (Brassica chinensis)” dengan baik dan lancar. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dan bimbingan sari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik, terimakasih atas segala nasehat dan bimbingannya selama ini.
3. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, SJ, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing, terimakasih atas segala bimbingan dan pengarahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc. dan ibu Ika Yuli Listyarini, M.Pd. selaku dosen penguji, terimakasih atas segala bimbingan dan masukannya.
5. Para Bapak/Ibu dosen Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terimakasih atas segala ilmu yang telah diberikan pada penulis.
(15)
6. Ibu Sularni dan Almarhum bapak Priyatmoko tercinta, beserta keluarga besar Suyono Cahyo Ratmodjo dan Padmo Wiyono, terima
kasih atas segala do‟a, dorongan, kasih sayang, serta dukunagan baik
moral maupun material yang tidak pernah henti.
7. Yang terkasih Aris Jadmiko, terimakasih atas dampingan serta motivasi dalam penyusunan skripsi selama ini.
8. Teman-teman seperjuangan Virion 2011 Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terimakasih atas kebersamaannya selama ini.
9. Sahabat dan teman-teman semua, terimakasih atas dukungan semangatnya.
10.Petugas pengelola Kebun Anggur dan Laboratorium Pendidikan Biologi, terimakasih atas pelayanannya selama penelitian.
11.Berbagai pihak yang telah membantu penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
(16)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR GRAFIK ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Permasalahan ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Batasan Masalah... 3
D. Tujuan Penelitian ... 3
E. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5
A. Botani Sawi Pakcoy ... 5
B. Zat Pengatur Tumbuh ... 20
C. Unsur-Unsur Nutrisi yang Diperlukan Tumbuhan ... 31
(17)
E. Hipotesis ... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 51
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 51
B. Jenis Rancangan Penelitian dan Variabel Penelitian ... 51
C. Obyek Penelitian dan Sampel Penelitian ... 54
D. Teknik Pengumpulan Data ... 54
E. Analisis Data ... 55
F. Indikator Keberhasilan Penelitian ... 55
G. Alat, Bahan, dan Cara Kerja ... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
A. Hasil Penelitian ... 60
B. Pembahasan ... 80
C. Aplikasi Penelitian dalam Proses Pembelajaran ... 93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
A. Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 95
BAB VI DAFTAR PUSTAKA ... 97
(18)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Zat Gizi dalam 100 g Sawi dan Selada ………... 8 Tabel 2.2. Perbedaan Efek Auksin dan Giberelin terhadap Kegiatan
Berbagai Tumbuhan ………... 31 Tabel 2.3. Bentuk dan Peran Hara Mikro bagi Tanaman …………... 41 Tabel 2.4. Rata-rata Tinggi Tanaman, Lebar Daun, dan Jumlah Daun
Tanaman Anthurium hookeri ……….. 50 Tabel 4.1. Rata-Rata Tinggi Tanaman, Lebar Daun, Jumlah Daun, dan
Berat Basah Tanaman Sawi Pakcoy
(Brassica chinensis) ……… 60 Tabel 4.2. Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman pada Tanaman
Sawi Pakcoy ………... 63 Tabel 4.3. Data Hasil Pengamatan Lebar Daun pada Tanaman
Sawi Pakcoy ………... 65 Tabel 4.4. Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun pada Tanaman
Sawi Pakcoy ………... 68 Tabel 4.5. Data Hasil Pengamatan Berat Basah pada Tanaman
Sawi Pakcoy ………... 71 Tabel 4.6. Perbandingan Tanaman Sawi Pakcoy Tidak Terkena
Pestisida Dosis Tinggi dengan Terkena Pestisida Dosis
(19)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) …………... 6
Gambar 4.1. Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) dengan Perlakuan ZPT Sintetik Auksin……… 73
Gambar 4.2. Tanaman Sawi Pakcoy dengan Perlakuan ZPT Sintetik Sitokinin ……… 73
Gambar 4.3. Tanaman Sawi Pakcoy dengan Perlakuan ZPT Sintetik Giberelin ……….. 74
Gambar 4.4. Tanaman Sawi Pakcoy dengan Perlakuan ZPT Sintetik Kontrol ………. 74
Gambar 4.5. Ulat Jengkal (Thysanoplusia orichalcea) ……… 87
Gambar 4.6. Ulat Grayak (Spodoptera exigua) ……… 87
Gambar 4.7. Ulat Tritip (Plutella xylostella) ……… 88
Gambar 4.8. Belalang Hijau (Atractomopha crenulata) ……….. 88
Gambar 4.9. Kutu Putih (Bemisia tabaci) ……… 88
(20)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) …………... 64 Grafik 4.2. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Lebar Daun pada
Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) …………... 67 Grafik 4.3. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Jumlah Daun pada
Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) …………... 70 Grafik 4.4. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Berat Basah pada
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Kuantitatif ……… 100
Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan Kualitatif ……….. 105
Lampiran 3. Perhitungan Data dengan Menggunakan SPSS pada Tinggi Tanaman Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) …….. 109
Lampiran 4. Perhitungan Data dengan Menggunakan SPSS pada Lebar Daun Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) …………. 110
Lampiran 5. Perhitungan Data Dengan Menggunakan Spss Pada Jumlah Daun Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) ………... 112
Lampiran 6. Silabus SMA IPA ………... 113
Lampiran 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ……….. 123
Lampiran 8. Lembar Kerja Siswa ………... 130
Lampiran 9. Kunci Jawaban LKS ……….. 133
Lampiran 10. Rubrik LKS ……… 135
Lampiran 11. Rubrik Penilaian Laporan Ilmiah……… 137
Lampiran 12. Kisi-Kisi Soal Post Test ………. 139
Lampiran 13. Soal Post Test ………. 140
Lampiran 14. Kunci Jawaban Post Test ………... 141
Lampiran 15. Rubrik Penilaian Post Test ………. 142
Lampiran 16. Lembar Penilaian Afektif ………... 144
Lampiran 17. Lembar Penilaian Psikomotor ……… 146
(22)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Sawi pakcoy (Brassica chinensis) merupakan salah satu sayuran yang digemari masyarakat. Saat ini harga sawi pakcoy cukup tinggi yaitu antara Rp
4.000 hingga Rp 6.000 per kilogram. Hal tersebut dikarenakan jarangnya
petani menanam sawi pakcoy. Usia panen sawi pakcoy tergolong cepat yaitu
30 hari. Kurangnya produksi pertanian sawi pakcoy menyebabkan
permintaan sawi pakcoy di pasar cukup tinggi, sehingga budidaya sawi
pakcoy dapat dijadikan usaha untuk memenuhi kebutuhan sayuran baik lokal
maupun internasional. Potensi ini sangat baik karena Indonesia merupakan
negara yang beriklim tropis dan sangat cocok untuk budidaya sawi pakcoy.
Media untuk menanam sawi pakcoy juga mudah, penanaman bisa dilakukan
di lahan, pot, polybag, atau secara hidroponik. Selain itu, menanam sawi
pakcoy bisa dilakukan di daerah dataran tinggi maupun dataran renadah.
Dengan keadaan geografis demikian, petani Indonesia mempunyai peluang
besar untuk membudidayakan sawi pakcoy dan mendapatkan hasil panen
yang baik.
Zat pengatur tumbuh atau hormon tumbuhan merupakan fitohormon
yang sangat diperlukan tumbuhan dalam proses pertumbuhan. Ada banyak
macam zat pengatur tumbuh seperti, auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat,
(23)
tumbuhan atau zat pengatur tumbuh yang memiliki peranan sama dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yaitu berperan dalam
mematahkan dormansi biji serta pembesaran dan perpanjangan sel.
Berdasarkah hal tersebut, saya melakukan percobaan menanam sawi pakcoy
(Brassica chinensis) dengan menyemprotkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sintetik auksin, sitokinin, dan giberelin guna mengetahui ZPT manakah yang
paling cepat dan berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan sawi
pakcoy.
Dengan demikian, ZPT yang paling berpengaruh terhadap kecepatan
pertumbuhan sawi pakcoy dapat digunakan untuk membantu perbaikan
kualitas di bidang pertanian sawi pakcoy sehingga kebutuhan sawi pakcoy di
pasar dapat terpenuhi dengan kualitas panen yang baik. Selain itu, ZPT
sintetik banyak ditemukan di toko pertanian maupun toko tanaman dengan
berbagai merek sehingga para petani mudah untuk memperoleh ZPT tersebut.
Harga ZPT tergolong terjangkau apalagi bila digunakan untuk budidaya dalam
skala besar.
B. Rumusan Masalah
1. Adakah pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh sintetik Auksin,
Sitokinin, dan Giberelin terhadap kecepatan pertumbuhan tanaman sawi
pakcoy (Brassica chinensis)?
2. Jenis zat pengatur tumbuh sintetik manakah yang paling cepat
(24)
C. Batasan Masalah
Terjadinya pertumbuhan tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis) dalam sistem budidaya polybag disebabkan oleh:
Media tanam
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan (cahaya matahari, nutrisi, air, pengendalian hama dan penyakit)
Zat pengatur tumbuh sintetik Auksin, Sitokinin, dan Giberelin
Pertumbuhan yang diamati meliputi:
Tinggi tanaman
Lebar daun
Jumlah daun
Berat basah
Warna daun
Kesegaran daun
Serangan hama/ Penyakit
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh sintetik Auksin,
Sitokinin, dan Giberelin terhadap kecepatan pertumbuhan tanaman sawi
pakcoy (Brassica chinensis).
2. Mengetahui jenis zat pengatur tumbuh sintetik yang paling cepat dalam
menumbuhkan tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis).
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat (petani)
Petani dapat menggunan zat pengatur tumbuh sintetik yang paling
berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan tanaman sawi pakcoy
(25)
2. Bagi peserta didik
Mendapatkan pembelajaran pada materi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman terkait Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar pembelajaran.
3. Bagi peneliti (mahasiswa)
Mendapatkan pengetahuan baru tentang jenis zat pengatur tumbuh
sintetik yang paling cepat berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman sawi
(26)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Botani Sawi Pakcoy (Brassica chinensis)
1. Perkembangan Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) di Indonesia
Pada awal tahun 90-an, varietas sawi pakcoy mulai dikenal di
tanah air. Sawi pakcoy merupakan kerabat dekat sawi, nama ilmiahnya
adalah Brassica chinensis. Jadi, pakcoy dan sawi merupakan satu genus, hanya varietasnya yang berbeda. Bentuk sawi pakcoy hampir mirip
dengan sawi biasa, tetapi lebih pendek dan kompak. Tangkai daunnya
lebar dan kokoh. Tulang daun dan daunnya mirip dengan sawi biasa,
hanya saja daun sawi pakcoy lebih tebal (Haryanto, 1995).
Alex (2004) mengatakan, bahwa sawi pakcoy (Brassica chinensis) termasuk dalam family Brassicaeae, dimana termasuk dalam tanaman
berumur pendek dengan masa panen ± 45 hst (hari setelah tanam).
Menurut Haryanto (1995), sawi pakcoy merupakan sayuran yang berasal
dari luar negeri. Sayuran ini populer dikalangan masyarakat keturunan
Cina. Di Indonesia, sawi pakcoy sudah banyak dibudidayakan oleh
petani di daerah Cipanas, Jawa Barat. Masyarakat Indonesia mudah
menerima kehadiran sawi pakcoy sebagai bahan makanan karena rasanya
tidak berbeda jauh dengan sawi lokal. Hingga sekarang banyak petani
Indonesia membudidayakan sawi pakcoy di berbagai daerah baik dataran
(27)
Tanaman sawi pakcoy mempunyai sistem akar serabut. Memiliki
bentuk bangun daun bulat (orbicularis), dimana ujung daun dan pangkal
daunnya membulat. Pertulangan daun menyirip, dimana memiliki satu
ibu tulang yang terletak dari pangkal ke ujung daun, dari ibu tulang ke
samping keluar tulang-tulang cabang sehingga susunannya seperti sirip
ikan. Tepi daun rata, permukaan daun gundul, dan daun berwarna hijau.
Menurut Gembong (1985), pada berbagai jenis tumbuhan dengan
tata letak daun tersebar, kadang-kadang terlihat daun-daun yang
dudukannya rapat berjejal-jejal, yaitu jika ruas-ruas batang sangat
pendek, sehingga duduk daun pada batang terlihat hampir sama tinggi,
dan sangat sulit untuk menentukan urut-urutan tua mudanya. Daun-daun
yang mempunyai susunan demikian disebut roset (rosula).
Pada tanaman sawi pakcoy susunan daunnya termasuk roset akar
karena susunan daun-daunnya mengumpul di bagian bawah dekat dengan
akar, batangnya sangat pendek sehingga semua daun berjejal-jejal di atas
tanah. Berikut ini adalah gambar tanaman sawi pakcoy:
(28)
Klasifikasi ilmiah:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Famili : Cruciferae (Brassicaceae)
Genus : Brassica
Spesies : Brassica chinensis
a. Syarat Tumbuh
Alex (2004) mengungkapkan, bahwa sawi pakcoy cocok
ditanam di dataran tinggi (1000-1200 m dpl), dengan syarat tumbuh
sinar matahari yang cukup, aerasi sempurna (tidak tergenang air), dan
pH tanah berkisar antara 5,5 – 6. Sedangkan Haryanto (1995) mengungkapkan, bahwa tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah
tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, pembuangan airnya
baik, dan derajat keasaman (pH) tanah yang optimal untuk
pertumbuhannya berkisar antara 6-7. Sebagian besar daerah-daerah di
Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut.
Menurut Sutirman (2011) sawi pakcoy bukan tanaman asli
Indonesia, menurut asalanya di Asia. Karena Indonesia mempunyai
kecocokan terhadap iklim, cuaca, dan tanahnya sehingga
dikembangkan di Indonesiaini. Daerah penanaman yang cocok adalah
(29)
permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang
mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpt. Tanaman
pakcoy dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun
berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah
maupun dataran tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil
yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Tanaman pakcoy tahan
terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun.
b. Kandungan Gizi dan Manfaat Sawi Pakcoy (Brassica chinensis) Menurut data yang tertera dalam daftar komposisi makanan
yang diterbitkan oleh Direktorat Gizi Departemen Kesehatan,
komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam setiap 100 g berat
basah sawi dan selada adalah seperti disajikan dalam tabel di bawah
ini.
Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi dalam 100 gr Sawi dan Selada
Zat gizi Sawi Selada
Protein (g) 2,3 1,2
Lemak (g) 0,3 0,2
Karbohidrat (g) 4,0 2,9
Ca (mg) 220,0 22,0
P (mg) 38,0 25,0
Fe (mg) 2,9 0,5
Vitamin A (mg) 1.940 162 Vitamin B (mg) 0,09 0,04 Vitamin C (mg) 102 8,0 Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1979 (Haryanto,
1995)
Selain memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang penting
bagi kesehatan, sawi dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di
(30)
pula sebagai penyembuh sakit kepala. Orang-orang pun mempercayai
sawi mampu bekerja sebagai bahan pembersih darah. Penderita
penyakit ginjal dianjurkan untuk banyak-banyak mengonsumsi sawi
karena dapat membantu memperbaiki fungsi kerja ginjal (Haryanto,
1995).
1) Budidaya Sawi Pakcoy (Brassica chinensis)
Haryanto (1995) mengungkapkan, bahwa budidaya sawi
pakcoy meliputi:
2) Pembenihan
Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
usaha tani sawi dan selada. Benih yang baik menghasilkan
tanaman yang tumbuh dengan bagus, sedangkan benih yang jelek
menghasilkan tanaman pertumbuhannya tidak normal sehinga
hasilnya kurang memuaskan bahkan tanaman tidak tumbuh.
Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil, permukaannya licin
mengkilap dan agak keras, serta warna kulit benih coklat
kehitaman.
3) Pengolahan Tanah
Secara umum sebelum tanah ditanamai sayuran dilakukan
penggemburan tanah serta pembuatan bedengan. Pencangkulan
dilakukan untuk memperbaiki struktur tanah serta sirkulasi udara.
Pemberian pupuk dasar berguna untuk memperbaiki struktur fisik
(31)
harus gembur karena sawi pakcoy merupakan tanaman yang
berusia pendek, sehingga dapat menunjang pertumbuhan. Tanah
yang bergumpal atau keras dapat menghambat pertumbuhan sawi
pakcoy, sehingga masa panen dapat lebih lama atau tanaman
tumbuh kerdil.
Lahan yang sudah digemburkan, kemudian dibuat
bedengan dengan tujuan memberikan perlakuan pada tanaman
agar tumbuh lebih teratur dan baik. Bedengan sebaiknya dibuat
memanjang dari atah timur ke barat agar tanaman dapat
menerima cahaya matahari yang perlu untuk pertumbuhan
sebanyak-banyaknya.
4) Pembibitan
Pembibitan dapat dilakukan bersamaan dengan pengelolaan
tanah untuk penanaman. Benih yang berkualitas baik ditabur pada
permukaan tanah, kemudian ditutupi dengan tanah yang halus
setebal 1-2 cm. Perawatan selama pembenihan yaitu dengan
penyiraman. Benih tumbuh setelah 3-5 hari.
5) Penanaman
Bibit sawi pakcoy ditanam dengan jarak penanaman 20 x
(32)
6) Pemeliharaan
Menurut Alex (2014), pemeliharaan sawi pakcoy meliputi
pengairan, pemupukan susulan, penyiangan, dan pengendalian
organisme pengganggu tanaman.
7) Hama, Penyakit, dan Pengendaliannya
a) Hama
Menurut Tora (2014), hama yang menyerang sawi
pakcoy antara lain:
Ulat Tanah (Agrotis sp.)
Ulat tanah berwarna coklat sampai coklat
kehitaman, biasanya menyerang tanaman yang masih
kecil/muda. Serangan biasanya terjadi pada malam hari,
hal tersebut disebabkan karena ulat ini takut sinar
matahari. Ulat ini menyerang pada bagian pangkal batang
tanaman yang masih sangat sukulen dan mengakibatkan
tanaman mati karena sudah tidak memiliki titik tumbuh.
Pemberantasan hama ulat tanah biasasnya menggunakan
insektisida berbentuk butiran (granul). Caranya dengan
menaburkan sedikit insektisida tersebut di samping pokok
tanaman, dengan dosis 0,3 – 0,4 gr per tanaman atau 6 kg insektisida granul per hektar. Insektisida granul yang
dapat diaplikasikan di antaranya Furadan 3 G dan Curater
(33)
Ulat Grayak (Spodoptera litura dan Spodoptera exigua)
Spodoptera litura berukuran sekitar 15-25 mm, berwarna hijau tua kecoklatan dengan totol-totol hitam di
setiap ruas buku badannya. Sedangkan Spodoptera exigua, mempunyai ukuran yang sama dengan
Spodoptera litura tetapi warna tubuhnya hijau sampai hijau muda tanpa totol-totol hitam di ruas buku badannya.
Kedua jenis ulat ini sering menyerang tanaman dengan
cara memakan daun hingga menyebabkan daun
berlubang-lubang terutama pada daun muda. Agar
tanaman tidak terserang, maka perlu dilakukan
pencegahan yaitu dengan melakukan sanitasi lahan
dengan baik. Apabila tanaman telah terserang ulat jenis
ini, maka segera disemprot dengan insektisida yaitu
Matador 25 EC, Curacron 500 EC dan Buldok 25 EC.
Dosis yang digunakan disesuaikan dengan anjuran pada
label kemasan.
Ulat Perusak Daun (Plutella xylostella)
Ulat ini berwarna hijau muda, panjang tubuh sekitar
7-10 mm. Penyerangan dilakukan secara bergerombol
dan bagian tanaman yang siserang adalah pucuk tanaman.
Akibatnya daun muda dan pucuk tanaman
(34)
(penyiangan) lahan dan penyemprotan insektisida yaitu
March 50 EC, Proclaim 5 SG, Decis 2,5 EC dan Buldok
25 EC. Dosis yang digunakan sesuai anjuran yang ada
pada label kemasan. Leaf Miner (Liriomyza sp.)
Serangga ini menyerang tanaman bagian daun.
Serangga dewasa meletakkan telur di daun, selanjutnya
larva yang berukuran sangat kecil masuk ke dalam daun.
Larva ini memakan daging daun dan hanya menyisakan
kulit daunnya. Akibatnya, di permukaan daun tampak
bercak kuning kecoklatan melingkar-lingkar ke segala
arah yang sebenarnya merupakan jalur larva memakan
daging daun. Untuk mencegah terjadinya serangan
dengan melakukan sanitasi lahan. Bila sudah nampak
gejala serangan, segera menyemprotkan insektisida
sistemik karena sasaran hama berada di dalam daging
daun. Insektisida sistemik yang dapat digunakan yaitu
Trigard 75 WP dan Proclaim 5 SG. Dosis penggunaannya
(35)
b) Penyakit
Menurut Tora (2014), penyakit yang menyerang sawi
pakcoy antara lain:
Penyakit Busuk Daun (Phytoptora sp.)
Gejala serangan ditandai dengan bercak basah
coklat kehitaman di daun. Bentuk bercak tidak beraturan,
awalnya kecil, lalu melebar dan akhirnya busuk basah.
Serangan akan semakin parah jika suhu dan kelembaban
udara terlalu tinggi. Umumnya kondisi ini terjadi ketika
hujan sehari diikuti panas atau terik pada beberapa hari
berikutnya. Agar tanaman tidak diserang maka dilakukan
pencegahan dengan melakukan sanitasi lahan dengan
baik, selain itu juga menghindari penanaman pada musim
hujan. Apabila penanaman dilakukan pada musim hujan,
jarak tanam perlu dilebarkan menjadi 30 x 25 cm, dan
selokan diperlebar agar sirkulasi air dan udara lancar.
Namun bila sudah tampak gejala serangan, segera
menyemprotkan fungisida yaitu Bion M 1/48 WP, Topsin
M 70 WB dan Kocide 60 WDG. Dosis yang digunakan
sesuai dengan anjuran yang ada pada label kemasan.
Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae)
Penyakit ini menyerang bagian perakaran tanaman.
(36)
layu hanya pada siang hari yang cerah dan panas.
Sebaliknya, pada pagi hari kondisi tanaman segar.
Pertumbuhan tanaman yang terserang penyakit ini akan
terhambat. Apabila tanaman dicabut, akan tampak
benjolan-benjolan besar seperti kanker di perakarannya.
Jika tingkat serangannya sudah parah, tanaman sama
sekali tidak bisa berproduksi. Pencegahan yang harus
dilakukan adalah dengan:
- Menghindari menanam di lahan bekas tanaman
sawi caisim dan pakcoy (brokoli, bunga kol, kol,
sawi putih, dan kailan) yang terindikasi serangan
penyakit ini.
- Melakukan pergiliran tanaman, terutama dengan
jagung dan kacang-kacangan untuk memutus
rantai hidup fungi penyebab penyakit ini.
- Penggunaan teknologi EMP dikombinasi dengan
pengapuran tanah (untuk menaikkan pH tanah).
Namun bila tanaman sudah terserang penyakit ini,
maka dilakukan pemberantasan. Akan tetapi sampai saat ini
belum ditemukan fungisida untuk memberantas penyakit akar
gada, khususnya setelah tanaman terserang. Dengan
(37)
pengawasan dan pencegahan secara ketat agar usaha tani
sawi caisim dan pakcoy berhasil.
a) Pengendalian Hama dan Penyakit
Istilah “pestisida” (pest/pengganggu;
caedo/membunuh), berarti sesungguhnya adalah pembunuh
pengganggu atau pembunuh hama dalam arti yang luas.
Tetapi istilah ini sering tidak dimengerti oleh petani desa
yang kemudian diterjemahkan menjadi “obat” anti hama.
Istilah obat pun juga akan membingungkan, karena dalam
bahasa sehari-hari petani sering minum obat untuk
menyembuhkan penyakitnya. Untuk menghindari
kecelakaan dalam hal-hal yang tidak diinginkan, maka
perlu dicari istilah ini untuk penyuluhan yang tepat.
Sementara diusulkan oleh Triharso tahun 1978 istilah racun
hama saja bagi “pestisida”, racun serangga untuk
insektisida dan racun tikus untuk rodentisida, racun gulma
untuk herbisida dan racun cendawan untuk fungisida
(Djafaruddin, 2000).
Menurut Djafaruddin (2000), bahwa cara
pengendalian hama dapat dilakukan sebagai berikut:
Cara bercocok tanam atau kultur teknis (cultural practices/cultural methods):
(38)
Penggunaan varietas resisten terhadap hama dan penyakit tertentu.
Pergiliran dan pola tanaman pada suatu lahan, waktu dan musim.
Pemusnahan bahan-bahan sisa tanaman dari lahan atau lapangan.
Pengolahan tanah yang baik dan sempurna serta matang.
Mengubah waktu tanam dan waktu panen.
Pemangkasan dan penjarangan, baik tanaman pokok atau pelindung.
Pemupukan yang seimbang antar unsur-unsur hara tanaman.
Sanitasi, pencegahan dengan meniadakan sumber infeksi.
Pengelolaan air/kelembapan tanah dan lingkungan lainnya.
Pertanaman perangkap (trap-crop) atau umpan (baiting crop).
Dan lain-lain, sesuai jenis hama, pathogen, jenis tanaman, dan cara kultur teknisnya.
(39)
Cara mekanik:
Mematikan langsung dengan tangan.
Pembuatan barrier.
Perangkap mekanis (terutama pada hama).
Mematikan dengan alat.
Dan lain-lain, sesuai jenis hama, tanaman, dan cara kultur teknisnya.
Cara fisik:
a) Pengguanaan suhu tinggi.
b) Penggunaan suhu renda.
c) Penggunaan energi perangkap lampu, pengaturan
cahaya.
d) Penggunaan suara (pada hama).
e) Dan lain-lain, sesuai jenis hama, tanaman, dan cara
kultur teknisnya.
Cara hayati:
a) Melindungi dan mempertinggi populasi musuh alami
(parasit, predator, pathogen dan lain sebagainya),
disebut juga konservasi.
b) Introduksi, mempertinggi cara buatan dan kolonisasi
(40)
c) Membiakkan dan menyebarkan penyakit bakteri, virus,
cendawan, dan protozoa dari hama, disebut juga
inundasi.
d) Dan lain-lain, sesuai jenis hama, tanaman, dan cara
kultur teknisnya.
Cara genetik:
a) Membiakkan dan pelepasan serangan hama yang
dimandulkan atau secara genetik tidak kompatibel
dengan populasi hama di lapangan.
b) Ras-ras fisiologis patogen yang tak cocok dengan
tanaman inang.
c) Dan lain-lain, sesuai jenis hama, tanaman, dan cara
kultur teknisnya.
Cara dengan peraturan undang-undang (karantina): a) Karantina Tumbuhan asing dan domestik.
b) Eradikasi atau pengendalian secara luas melalui suatu
peraturan.
Cara kimiawi, atau pestisida:
a) Dengan pestisida selektif, baik jenis maupun caranya.
b) Pestisida sistemik, dalam pencegahan dampak
lingkungan.
c) Dan lain-lain, sesuai jenis hama, tanaman, dan cara
(41)
8) Panen dan Penanganan Pascapanen
Menurut Tora (2014), sawi pakcoy sudah bisa dipanen pada
umur 30 -35 HST, tergantung pada ketinggian tempat penanaman.
Semakin tinggi tempat penanaman, umur panen akan bertambah.
Pangkal batang sawi pakcoy dipotong dengan menggunakan
pisau yang tajam, kemudian sawi pakcoy hasil panen dicuci dan
dibersihkan dari bekas-bekas tanah serta tangkai yang tua atau
rusak, kemudian ditiriskan. Untuk sawi pakcoy yang akan
dipasarkan ke supermarket dikemas dengan mengikat sawi
pakcoy dengan label isolasi. Berat setiap kemasan sekitar
250-300 gram. Sedangkan untuk dipasarkan ke pasar tradisional, sawi
pakcoy tidak perlu dikemas dan dijual dalam kondisi masih segar
dan tidak rusak.
B. Zat Pengatur Tumbuh
Kata hormon berasal dari kata-kerja bahasa Yunani yang berarti
“merangsang”. Ditemukan pada semua organisme multiseluler. Hormon adalah sinyal kimia yang mengkoordinasi bagian-bagian suatu organisme.
Sebagaimana pertama kali didefinisikan oleh ahli fisiologi hewan, hormon
adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh salah satu bagian tubuh dan
kemudian diangkut ke bagian tubuh lain, dimana hormon tersebut akan
memicu respons-respons di dalam sel dan jaringan sasaran. Karakteristik
(42)
hanya dibutuhkan dalam konsentrasi yang sangat kecil untuk menginduksi
perubahan besar dalam suatu organisme (Campbell, 2003).
1. Auksin
Istilah auksin (dari bahasa Yunani auxein, „meningkatkan‟)
pertama kali digunakan oleh Frist Went, seorang mahasiswa pascasarjana
di Negeri Belanda pada tahun 1926, yang menemukan bahwa suatu
senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan
pembengkokan koleoptil oat ke arah cahaya. Fenomena pembengkokan ini, yang disebut fototropisme (Salisbury, 1995).
Campbell (2003) mengungkapkan, bahwa istilah auksin (auxin) sebetulnya digunakan untuk menjelaskan segala jenis bahan kimia yang
membantu proses pemanjangan koleoptil, meskipun auksin
sesungguhnya memiliki banyak fungsi baik pada monokotil maupun
pada dikotil. Auksin alamiah yang diekstraksi dari tumbuhan merupakan
suatu senyawa yang dinamai asam indolasetat (indoleacetic acid, IAA). Selain auksin alamiah ini, beberapa senyawa lain, termasuk beberapa
senyawa sintetik, memiliki aktivitas auksin. Meskipun auksin
mempunyai beberapa aspek perkembangan tumbuhan, salah satu
fungsinya yang paling penting adalah merangsang pemanjangan sel pada
tunas muda yang sedang berkembang.
Meyer (1973) menjelaskan, bahwa pusat sintesis auksin adalah
jaringan meristematik apikal, seperti tunas, daun muda, ujung akar, dan
(43)
organ lain pada tanaman. Konsentrasi auksin bervariasi dari satu jaringan
ke jaringan lain, konsentrasi auksin terbesar terdapat pada jaringan yang
mensintesis atau menyimpannya. Suhu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi sintesis auksin. Suhu optimal untuk proses sintesis tidak
sama pada semua tanaman atau jaringan.
Campbell (2003) mengatakan, bahwa auksin yang ditemukan oleh
Went diketahui sebagai asam indolasetat (IAA), dan beberapa ahli
fisiologi menyamakan IAA denagn auksin. Namun, tumbuhan
mengandung tiga senyawa lain yang strukturnya mirip dengan IAA dan
menyebabkan banyak respons yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa
tersebut dapat dianggap sebagai hormon auksin, antara lain:
a. Asam 4-kloroindolasetat (4-kloroIAA), ditemukan pada biji muda
berbagai jenis kacang-kacangan.
b. Asam fenilasetat (PAA), ditemui pada banyak jenis tumbuhan dan
sering lebih banyak jumlahnya daripada IAA, walaupun kurang aktif
dalam menimbulkan respons khas IAA.
c. Asam indolbutirat (IBA), semula diduga hanya merupakan auksin
tiruan yang aktif, namun ternyata ditemukan pada daun jagung dan
berbagai jenis tumbuhan dikotil sehingga barangkali zat tersebut
tersebar luas pada dunia tumbuhan.
Selain merangsang pemanjangan sel untuk pertumbuhan primer,
auksin mempengaruhi pertumbuhan sekunder dengan cara menginduksi
(44)
diferensiasi xilem sekunder. Auksin juga meningkatkan aktivitas
pembentukan akar adventif pada pangkal potongan dari suatu batang,
suatu efek auksin yang digunakan dalam bidang hortikultura dengan cara
mencelupkan potongan-potongan batang di dalam media perakaran yang
mengandung auksin sintetik. Benih yang sedang berkembang juga
mensintesis auksin, yang meningkatkan perkembangan buah pada banyak
tumbuhan. Auksin sintetik disemprotkan ke pohon tomat untuk
menginduksi perkembangan buah tanpa perlu melakukan penyerbukan. Ini
memungkinkan untuk menanam tomat tanpa biji dengan menggantikan
auksin yang dalam keadaan normal akan disintesis oleh biji (Campbell,
2003).
Senyawa tertentu yang disintesis oleh ahli kimia juga mampu
menimbulkan banyak respons fisiologis seperti yang ditimbulkan oleh
IAA, dan biasanya senyawa itu dianggap sebagai auksin juga. Beberapa
diantaranya yang paling dikenal baik ialah asam α-naftalenasetat (NAA),
asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), dan asam 2-metil-4-klorofenoksiasetat (MCPA). Karena ketiga senyawa tersebut tidak disintesis tumbuhan, maka tidak disebut hormon, tapi dikelompokkan
sebagai zat pengatur tumbuh tanaman. Banyak jenis senyawa lain bisa
dimasukkan ke dalam kelompok ini. Istilah auksin menjadi semakin meluas sejak IAA ditemukan oleh Went, sebab banyak sekali senyawa
yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan respons serupa
(45)
auksin karena memiliki sebuah gugus karboksil yang menempel pada
gugus lain yang mengandung karbon (biasanya –CH2-), yang akhirnya
berhubungan dengan sebuah cincin aromatik (Salisbury, 1995).
a. Pusat pembentukan auksin
Pusat pembentukan auksin ialah ujung koleoptil. Jika ujung itu
dibuang, terhambatlah pertumbuhan koleoptil (Dwijoseputro, 1992).
b. Distribusi auksin
Auksin yang terbentuk di puncak koleoptil beredar ke
bagian-bagian yang ada di bawah koleoptil, jadi auksin mengalir dari puncak
ke dasar (Dwijoseputro, 1992).
c. Auksin dan pengembangan sel
Dwijoseputro (1992) mengungkapkan, bahwa berdasarkan
eksperimen-eksperimen yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan, bahwa fungsi auksin bukan hanya menambah kegiatan
pembelahan sel di jaringan meristem saja, melainkan berupa
pengembangan sel-sel yang ada di daerah belakang meristem. Sel-sel
tersebut menjadi panjang-panjang dan banyak berisi air. Auksin
mempengaruhi pengembangan dinding sel, sehingga mengakibatkan
berkurangnya tekanan dinding sel terhadap protoplas. Karena tekanan
dinding sel berkurang, maka protoplas mendapat kesempatan untuk
menyerap air dari sel-sel yang terdekat pada titik-tumbuh yang
(46)
sel yang panjang dengan vakuola yang besar di daerah belakang
titik-tumbuh.
Meyer (1973) menjelaskan, bahwa auksin dapat meningkatkan
dan menghambat pertumbuhan, dimana merupakan respon dari efek
yang diberikan, tregantung pada konsentrasi auksin. Efektivitas auksin
diberikan tidak hanya tergantung pada konsentrasi, tetapi juga jenis
tertentu respon pertumbuhan yang dipengaruhi. Beberapa efek
penghambatan auksin, terutama pada pemanjangan segmen batang
beberapa spesies dan pertumbuhan tunas pada orang lain.
d. Pengaruh cahaya terhadap auksin
Telah diketahui, bahwa ujung batang tumbuh menuju ke arah
datangnya cahaya; kejadian ini disebut fototropisme. Jika penyinaran
ujung itu hanya dari satu sisi saja, maka ujung batang itu akan
membengkok ke arah sinar. Went menghubungkan peristiwa ini
dengan aktivitas auksin. Ia membuktikan, bahwa sinar dapat merusak
auksin dan dapat pula menyebabkan pemindahan auksin ke bagian
yang menjauhi sinar.
Pernyataan ini dibuktikan sebagai berikut. Ujung koleoptil
Avena dipangkas dan pangkasan itu kemudian diletakkan di atas suatu blok agar-agar yang tengahnya disekat dengan suatu papan dari mika
(plastik). Sekat itu masuk sedikit ke dalam dasar pangkasan koleoptil
serta benar-benar mencegah hubungan antara kedua bagian agar-agar
(47)
satu bagian saja. Beberapa jam kemudian, kedua blok agar-agar A
dan B diamati konsentrasi auksinnya. Maka hasilnya adalah agar-agar
B hanya mengandung 35% dari jumlah auksin, sedang sisanya 65%
ada di agar-agar A (Dwijoseputro, 1992).
Bila berbagai macam sinar satu persatu diarahkan pada ujung
kecambah Avena, maka sinar nila-lah yang paling banyak pengaruhnya terhadap fototropisme, sedangkan sinar merah sama
sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap pembengkokan ujung
kecambah tersebut. Hal ini menyebabkan dugaan, bahwa sinar nila
dapat merusak auksin atau mencegah terjadinya auksin. Kejadian
tersebut berhubungan erat dengan absorbsi sinar.
Ada dua macam pigmen yang menyerap sinar nila, kedua
pigmen itu ialah betakarotin dan riboflavin. Riboflavin biasanya terdapat di dalam ujung batang. Telah diketahui, bahwa ujung batang
tidak mengandung betakarotin akan tetapi fototropisme tetap
berpengaruh. Jadi kesimpulannya adalah riboflavin merupakan
pigmen yang menyerap sinar nila, dan sinar yang disesapnya itu
ternyata merusak enzim-enzim yang membantu pembentukan AIA
dari triptofan. Maka sisi yang terkena sinar (sebenarnya sinar nila)
menghambat dalam pembentukan auksin, sedang sisi yang gelap tetap
(48)
e. Auksin dan perkembangan tunas
Auksin dapat menyebabakan dormansi pucuk. Hal tersebut
dapat dibuktikan pada percobaan pemangkasan tunas pada pucuk
batang. Bila tunas pada pucuk batang dipangkas, maka tunas-tunas
yang ada di ketiak daun mulai tumbuh. Bila awalnya tuans pada
pucuk batang tidak dipangkas, pertumbuhan tunas yang ada di ketiak
daun terhambat oleh tunas yang ada di pucuk.
f. Pengaruh auksin terhadap sel-sel meristem
Pada percobaan suatu tanaman dipangkas, kemudian luka itu
diberi pasta yang mengandung AIA dalam konsentrasi tinggi, maka
terjadi pembelahan dan pengembangan sel-sel meristem, sehingga
terjadilah suatu kutil (tumor). Auksin juga mempercepat terjadinya
deferensiasi di daerah meristem dan menggiatkan kambium
membentuk sel-sel baru.
g. Pengaruh auksin terhadap gugurnya daun dan buah
Laibach cs. (1933) menemukan peran auksin yang berupa kemampuan mencegah gugurnya daun dan buah. Pada dasar tangkai
daun maupun dasar tangkai buah terdapat suatu lapis sel-sel yang pada
suatu waktu menua; dinding-dindingnya menjadi lunak, sehingga
daun atau buah menjadi terlepas dari induk batang. Kejadian ini dapat
dicegah, bila tanaman tersebut disemprot dengan larutan AIA.
(49)
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa gugurnya daun
dipengaruhi oleh suatu hormon yang diberi nama asam absisat atau
dormin. Asam absisat terdapat pada banyak tumbuhan semak maupun tumbuhan berkayu. Fungsinya ialah menghambat pertumbuhan, jadi
berlawanan dengan fungsi auksin maupun giberelin (Dwijoseputro,
1992). Auksin dapat dinonaktifkan dalam sel tanaman oleh enzim
sebagai oksidase, peroksidase, dan phenolase (Meyer, 1973).
2. Sitokinin
Seperti halnya dengan auksin, maka kinin juga merupakan suatu
nama sekumpulan zat-zat yang mempunyai fungsi sama. Berdasarkan
fungsi yang dimiliki zat ini, Letham (1963) menyebutnya sitokinin. Sitokinin yang pertama kali ditemukan adalah kinetin, suatu hormon yang terdapat di dalam batang tembakau. Zat ini meningkatkan
pembelahan sel (cytokinesis). Selain itu juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan tunas-tunas serta akar-akar. Penelitian lebih lanjut
menyatakan, bahwa di dalam air kelapa muda dan dalam ragi terdapat
juga sejumlah kinetin. Menurut susunan kimianya, maka kinetin itu suatu
6-furfurilaminopurin.
Sitokinin ditemukan dalam tahun 1950-an, dan Skoog (1957)
berhasil mengungkapkan, bahwa sitokinin bukanlah suatu zat tunggal,
melainkan kumpulan senyawa-senyawa yang fungsinya mirip antara satu
dengan yang lain. Loveless (1991) menjelaskan, bahwa sitokinin yang
(50)
Dimana, sitokinin diperlukan untuk pertumbuhan normal dan
diferensiasi, serta meningkatkan pembelahan sel dan menahan ketuaan
(senescence). Sebagai misal sitonin yang lain ialah zeatin, suatu sitokinin yang terdiri atas adenine dan gugusan hidroksimetil-meti-lalil
(Dwijoseputro, 1992).
Loveless (1991) mengungkapkan, bahwa sitokinin menahan
menguningnya daun dengan jalan membuat kandungan protein dan
klorofil seimbang dalam daun. Ketuaan (senescence) merupakan
peristiwa menguningnya daun, yang terjadi karena protein pecah dan
klorofil rusak.
3. Giberelin
Dalam tahun 1926, F. Kurusawa menemukan suatu zat yang mempunyai sifat-sifat mirip dengan sifat-sifat auksin. Giberelin
merupakan suatu zat yang diperoleh dari jenis jamur yang hidup sebagai
parasit pada tanaman padi. Jamur itu di dalam fase sempurna dikenal
sebagai Gibberella fujikuroi dan di dalam fase tidak sempurna dikenal sebagai Fusarium moniliforme. Tanaman yang terkena giberelin itu menunjukkan gejala-gejala yang aneh, sehingga orang Jepang menyebut
bakanae yang artinya sinting. Adapun khasiat giberelin:
a. Menyebabkan tanaman menghasilkan bunga sebelum waktunya.
b. Menyebabkan terjadinya buah tanpa proses penyerbukan. Buah
(51)
c. Menyebabkan tanaman yang kerdil menjadi tanaman raksasa dalam
waktu yang singkat.
d. Menyebabkan tumbuhnya biji dan tunas dengan cepat.
e. Menyebabkan tinggi tanaman menjadi 3 sampai 5 kali tinggi normal.
Suatu kol yang biasanya hanya 3 dm tingginya, setelah diberi
giberelin, maka kol tersebut mencapai tinggi 3½ m. percobaan ini
dilakukan di University of Michigan.
f. Mempercepat tumbuhnya sayur-sayuran, dapat menyingkat waktu
panen sampai 50%. Sayuran-sayuran yang biasanya baru dapat dipetik
setelah 4 atau 5 minggu, maka dengan penggunaan giberelin,
sayur-sayuran tersebut sudah dapat dipetik setelah 2 atau 3 minggu
(Dwijoseputro, 1992).
Antara auksin dan giberelin terdapat banyak kesamaan fungsi,
namun peneliti-peneliti berhasil mengungkapkan beberapa perbedaan
antara kedua fitohormon tersebut. Hasil eksperimen mereka menunjukkan
adanya perbedaan seperti terdaftar di bawah ini. Perbedaan efek auksin
dan giberelin terhadap kegiatan berbagai tumbuhan, disadur dari buku
Hendry T. Northen Introductory Plant Science 1986, The Ronald Press Company, New York:
(52)
Tabel 2.2 Perbedaan efek auksin dan giberelin terhadap kegiatan berbagai tumbuhan
Jenis Kegiatan
Ada-tidaknya efek oleh:
Auksin Giberelin
1 Membengkokkan koleoptil (Avena) Ya Tidak 2 Memperlambat gugurnya daun Ya Tidak 3 Menggalakkan tumbuhnya akar samping Ya Tidak 4 Larutan yang tidak terlalu pekat Ya Tidak
menghambat pemanjangan akar
5 Menghambat perkembangan tunas ketiak Ya Tidak 6 Menggalakkan perkembangan jaringan kalus Ya Tidak
7
Membantu pertumbuhan jenis tanaman yang
kerdil Tidak Ya
8 Mempercepat perkecambahan, memperpendek Tidak Ya Dormansi
9
Menggalakkan perbungaan tumbuhan dua
tahunan Tidak Ya
10
Menggalakkan perbungaan
tumbuhan-hari-panjang Tidak Ya
yang ditempatkan dalam kondisi hari-hari pendek
11 Memudahkan terjadinya partenokarpi Ya Ya
(Dwijoseputro, 1992)
C. Unsur-Unsur Nutrisi yang Diperlukan Tumbuhan
Tubuh tanaman itu sebagian besar terdiri atas tiga unsur, yaitu C
43,6%, O 44,4% dan H 6,2%. Unsur-unsur ini diambilnya dari udara
berupa CO2 dan O2 serta dari tanah berupa H2O. Tanaman tak mungkin
hidup dengan ketiga unsur ini saja, ia memerlukan unsur-unsur lain lagi
yang sangat penting untuk pembentukan bermacam-macam protein,
zat-lemak dan zat-zat organik lainnya (Dwijoseputro, 1992).
(53)
sedang unsur-unsur seperti Zn, Mn, Cu, B, Mo ditemukan dalam jumlah
yang sangat kecil. Unsur-unsur lainnya seperti Si, Al, Cl pun sering
kedapatan di dalam jumlah yang sangat kecil. Unsur-unsur C, H, O, N, S,
P, K, Ca, Mg ada kedapatan di dalam jumlah agak besar dan oleh
karenanya kesembilan unsur-unsur ini disebut makro-elemen, sedang sisanya disebut mikro-elemen (Dwijoseputro, 1992).
Unsur Hara Makro Esensial
1. Nitrogen (N)
Unsur N di dalam tanah dijumpai dalam bentuk anorganik atau
organik yang bergabung dengan C, H, O dan terkadang dengan S
untuk membentuk asam-asam amino, enzim-enzim amino, asam
nukleat, klorofil, alkaloid dan basa purin. Meskipun N-an-organik
dapat berakumulasi membentuk nitrat, N-organik dominan dalam
bentuk protein berbobot-molekul tinggi (Jones et al., 1991). Menurut Mengel dan Kirkby (1978), unsur N sangat berhubungan dengan
perkembangan jaringan meristem, sehingga sangat menentukan
pertumbuhan tanaman.
Unsur N berperan sebagai penyusun semua protein, klorofil
dan asam-asam nukleat, serta berperan penting dalam pembentukan
koenzim. Di dalam sel-sel tanaman, N-nitrat yang diserap mengalami
(54)
a. Nitrat direduksi menjadi nitrit (NO2¯ ), lalu
b. Nitrit direduksi menjadi ammonia (NH3) (identik dengan nitrifikasi
dalam tanah) (Kemas, 2004).
Kekurangan nitrogen mengakibatkan daun tidak tampak hijau
segar, melainkan kekuning-kuningan. Jika kekurangan nitrogen cukup
banyak dan terus-menerus, maka daun-daun yang berada di bawah
tanaman menjadi kuning dan akhirnya gugur. Tanaman tomat menjadi
ungu atau kemerah-merahan apabila kekurangan nitrogen.
Pembentukan klorofil terganggu dan sebaliknya terjadi pembentukan
antioksidan.
Tumbuhan Leguminosae mengambil nitrogen dalam bentuk
NO3ˉ atau NH4+ dari tanah. Jika ketrsediaan N2 melimpah, maka
daun-daun tanaman menjadi tebal dan berwarna hijau-tua, sedang batang
terlihat agak lemah, meskipun pertumbuhannya subur. Penanganan
tanah yang kekurangan nitrogen adalah memberikan pupuk hjau atau
pupuk buatan yang mengandung N (Dwijoseputro, 1992).
2. Fosfor (P)
Unsur P diambil tanaman dalam bentuk ion orthofosfat primer
dan sekunder (H2PO42-). Tingkat penyerapan kedua ion ini dipengaruhi
oleh pH area perakaran tanaman:
a. Pada pH lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion
(55)
b. Pada pH yang lebih tinggi ion orthofosfat sekunder yang lebih
banyak diserap tanaman.
Pemanfaatan fosfat dalam sel-sel tanaman terjadi melalui 3
fase, yaitu:
a. P-anorganik diserap akar dan diinkorporasikan (digabung) ke
molekul-molekul organik atau dengan P-radikal lainnya;
b. Transfosforilasi, proses transfer gugus fosforil dari
senyawa-senyawa P {dari tahap (1)} ke molekul-molekul lain. Senyawa ini disebut “senyawa antara-terfosforilasi” (the phosphorilated intermediate), dan kemudian
c. Proses pelepasan energi kimiawi melalui hidrolisis senyawa (2) ini
yang melepaskan fosfat atau pirofosfat dan energi kimiawi, atau
melalui proses substitusi P-radikal pada molekul-molekul organik.
Energi yang digunakan dalam perubahan fosfat ini terutama
berasal dari energi potensial oksidasi – reduksi hasil metabolisme oksidatif (Kemas, 2004).
Gejala-gejala kekurangan pospor tidak tampak jelas seperti
kekurangan nitrogen. Pertumbuhan terhambat, daun menjadi hijau tua,
kadang-kadang terlihat terbentuk antioksidan. Pada lembaran dan
tangkai daun tampak bagian-bagian yang mati dan akhirnya daun
rontok (Dwijoseputro, 1992).
3. Kalium (Potassium) (K)
(56)
a. Metabolisme karbohidrat seperti pada pembentukan, pemecahan,
dan translokasi pati;
b. Metabolisme nitrogen dan sintesis protein;
c. Pengaturan pemanfaatan berbagai unsur hara utama;
d. Netralisasi asam-amino organik penting;
e. Aktivasi berbagai enzim;
f. Percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem
(pucuk, tunas); dan
g. Pengaturan buka-tutup stomata dan hal-hal yang terkait dengan
penggunaan air.
Tanaman yang mengalami defisiensi unsur K mudah terlihat
dengan:
a. Melemahnya turgor batang, sehingga mudah patah atau tanaman
mudah rebah;
b. Kerentanan terhadap serangan penyakit, seperti Powdery-mildew
pada tanaman gandum, kerusakan batang, busuk akar dan winter-killed pada alfalfa;
c. Rendahnya kualitas produksi bebuahan dan sesayuran;
d. Secara fisiologis menyebabkan terganggunya aktivitas enzim invertase, diastase, peptase, dan katalase pada tebu, dan piruvik kinase pada beberapa tanaman lain;
(57)
e. Proses fotosintesis terhambat tetapi respirasi meningkat, sehingga
menghambat transportasi karbohidrat (seperti gula pada tebu) dan
secara keseluruhan menghambat pertumbuhan;
f. Terhambatnya sintesis protein pada tebu akibat terakumulasinya
N-non protein di dedaunan;
g. Pada barley, terjadi akumulasi asam amino bebas di dedaunan dan
menurutnya kadar asam-asam bebas dibanding kadar amida; dan
h. Pada rerumputan terjadi penurunan produksi N-amida dan
konversinya menjadi protein.
Salah satu faktor spesifik unsur K adalah sebagai pengimbang
atau penetral efek kelebihan N yang menyebabkan tanaman menjadi
lebih sukulen (awet muda) sehingga lebih mudah terserang
hama-penyakit, rapuh dan mudah rontoknya bunga/buah/daun/cabang. Hal
ini karena unsur K berfungsi meningkatkan sintesis dan translokasi
karbohidrat, sehingga mempercepat penebalan dinding-dinding sel dan
ketegaran tangkai bunga/buah/cabang.
4. Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg)
a. Peranan dan fungsi fisiologis Ca
Kalsium diambil tanaman dalam bentuk ion Ca2+, berperan
sebagai komponen dinding sel, dalam pembentukan struktur dan
permeabilitas membran sel. Kalsium rata-rata menyusun 0,5%
tubuh tanaman, banyak terdapat dalam daun dan pada beberapa
(58)
unsur ini dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman
akibat terganggunya pembentukan pucuk tanaman dan ujung-ujung
akar (titk-titik tumbuh), serta jaringan penyimpanan. Hal ini
sebagai akibat rusaknya jaringan meristematik karena rusaknya
permeabilitas dan struktur membran sel.
Unsur Ca bagi tanaman berperan penting dalam:
1) Mempertahankan integritas sel-sel, karena peranannya dalam
sintesis Ca-pektat yang menyusun lamela tengah sel-sel;
2) Mempertahankan permeabilitas membran, karena Ca banyak
terdapat pada daerah batas antara sitoplasma dan dinding sel
atas dari plasmalema;
3) Pembentukan dan peningkatan kandungan protein mitokondria.
Mitokondria ini berperan penting dalam respirasi aerobik yang
mempengaruhi penyerapan garam, sehingga menyebabkan
adanya hubungan langsung antara kadar Ca dan ion-ion yang
diserap tanaman;
4) Berperan dalam menghambat pengguguran atau proses
penuaan daun;
Jones (1991) juga melaporkan peran Ca dalam:
5) Merangsang penyerbukan dan pertumbuhan tanaman;
6) Mengaktifkan sejumlah enzim yang berfungsi dalam mitosis,
(59)
7) Dalam pembelahan sel ini, Ca berperan secara spesifik pada
organisasi benang kromatin atau spindle;
8) Berperan langsung dalam pemantapan dan sebagai penyusun
kromosom;
9) Sintesis protein dan transfer karbohidrat; serta
10)Detoksifikasi logam-logam berat bagi tanaman.
b. Peranan dan fungsi fisiologis Mg
Magnesium diambil tanaman dalam bentuk ion Mg2+,
berperan dalam penyusun klorofil (satu-satunya mineral), tanpa
klorofil foto sintesis tanaman tidak akan berlangsung, dan sebagai
aktivator enzim. Secara umum rata-rata menyusun 0,2% bagian
tanaman, sebagian besar terdapat di daun tetapi seringkali dijumpai
dalam proporsi cukup banyak pada biji padi, jagung, sorgum,
kedelai dan kacang tanah.
Defisiensi Mg ditandai gejala klorosis di anatara
pertulangan daun tua yang berwarna hijau, kemudian menguning
atau lembayung kemerahan (pada kapas), kemudian menjadi coklat
dan nekrotik. Unsur ini dibutuhkan dalam:
1) Aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme
karbohidrat, terutama dalam Siklus Asam Sitrat yang berperan
vital dalam respirasi sel;
(60)
3) Proses fotosintesis lainnya, sebagai kofaktor untuk hampir
seluruh enzim yang terlibat, yaitu sebagai pembentuk jembatan
antara struktur pirofosfat ATP/ADP dengan molekul enzim,
sehingga terlibat dalam proses transfer energi pada fotosintesis,
glikolisis, siklus asam trikarboksilat dan respirasi;
4) Berperan dalam seluruh proses metabolism lainnya;
5) Sintesis protein, sehingga jika defisit Mg terjadi penurunan
kadar N-protein dan peningkatan kadar N-non protein yang
mencerminkan terhambatnya sintesis protein. Hambatan ini
bukan disebabkan terhambatnya sintesis asam amino seperti
akibat defisiensi belerang (S), tetapi akibat terjadinya
pengurain protein dalam ribosom menjadi unit-unit yang lebih
kecil; sehingga
6) Unsur Mg juga berfungsi mempertahankan partikel-partikel
ribosom dalam suatu bentuk yang diperlukan dalam sintesis
protein; serta
7) Mengaktifkan transfer asam-asam amino dari t-RNA menjadi
rantai-rantai polipeptida.
5. Sulfur (S)
Gejala defisiensi unsur S mirip dengan unsur N, sehingga dapat
menimbulkan keracunan. Perbedaannya terletak pada sifat unsur S
yang immobil, seangkan unsur N bersifat mobil, sehingga gejala awal
(61)
dimulai pada daun tua. Defisiensi S menyebabkan tanaman tumbuh
terhambat dan kerdil dengan batang yang pendek dan kecil, serta
klorotik.
Di dalam jaringan dan cairan tanaman dijumpai ion-ion sulfat
(SO42-) utuh dalam jumlah besar. Unsur ini berperan penting dalam:
a. Sintesis protein, ion sulfat ini direduksi menjadi bentuk –S-S dan – SH;
b. Pembentukan ikatan disulfida di antara rantai-rantai polopeptida.
Pembentukan ikatan disulfida dari gugus –SH dalam sintesis dipeptida sistin.
c. Sebagai salah satu unsur penting pada koenzim A (KoA) dan pada vitamin seperti biotin dan thiamin. Di dalam KoA situs aktif dari molekulnya adalah gugus –SH, yang dapat bereaksi dengan gugus OH.
d. S merupakan komponen biotin yang terkait dengan fiksasi CO2 dan
reaksi-reaksi dekarboksilasi, meskipun bukan sebagai gugus
postetik dari enzim-enzim yang memfiksasi CO2 tersebut;
e. Merupakan unsur esensial pada cincin tiazol, yang merupakan
komponen vitamin thiamin (vitamin B1);
f. Sebagai senyawa volatil (mudah menguap) yang menjadi bau khas
pada bebrapa tanaman, seperti sulfoksida, pemedas mata pada bawang merah dan bau pengar pada bawang putih;
(62)
g. Sebagai komponen Glucosinolat atau Glukosida minyak mustard pada famili Cruciferae, yang jika dihidrolisis akan menghasilkan isothonat, glukosa dan sulfat. Minyak mustard pada tanaman Cenil
(Nasturtius officinale) disebut Gluconasturtius. Unsur Hara Makro Esensial
Bentuk dan peranan umum unsur hara mikro tertera pada Tabel
2.3. Dari Tabel ini terlihat bahwa hampir semua unsur (kecuali B dan Cl) ini berperan dalam reaksi enzimatik; yang berperan dalam:
1. Sintesis klorofil adalah Fe, Mn, Cu dan Cl;
2. Fotosintesis adalah Fe, Mn, Cu dan Cl;
3. Sistem respirasi adalah B, Fe dan Cu;
4. Metabolisme karbohidrat adalah Fe dan Cu;
5. Fiksasi dan asimilasi N adalah Fe, Cu, Mo dan Co; serta
6. Aktivitas seluler/membran meliputi B dan Cl.
Tabel 2.3. Bentuk dan Peran Hara Mikro bagi Tanaman Ion Hara Peranan Hara
B: (BO3¯ , HBO3) Diperkirakan penting dalam translokasi gula,
metabolisme karbohidrat, proses sintesis asam nukleat {yaitu satu basa dari RNA (uracil)} dan berfungsi pada membran; Berperan dalam aktivitas seluler (divisi, differensiasi, maturasi, respirasi, pertumbuhan, dll); terkait dengan germinasi madu, pertumbuhan dan stabilitas tabung-tabung madu. Relatif immobil dan transportasi utamanya lewat xylem.
(63)
Fe: (Fe2+) Dalam sintesis klorofil (sebagai katalisator atau bagian sistem enzimatik) dan bagian dari enzim-enzim tertentu, seperti cytochrom oksidase (Transport elektron) dan cytochrom (tahap respirasi terminal) pada fotosintesis dan respirasi, juga dalam proses fiksasi N; sebagai komponen protein ferredoksin yang dibutuhkan dalam reduksi nitrat dan sulfat, assimilasi N2 dan produksi energi
(NADP); juga terlibat dalam sintesis protein dan pertumbuhan ujung akar meristem.
Mn: (Mn2+) Katalisator beberapa proses oksidasi-reduksi, seperti dalam sistem transport elektron fotosintetik; Esensial dalam fotosistem II pada fotolisis karena berfungsi sebagai jembatan ATP dengan enzim kompleks fosfokinase dan fosfotransferase, dan aktivator beberapa enzim, seperti IAA oksidase; stimulator pemecah molekul air pada fotosintesis (produksi O2),
dan sebagai komponen struktural pada sistem membran kloroplas.
Cu: (Cu2+) Sebagai bagian enzim sitokrom oksidase (dalam respirasi pada mitokondria), asam ascorbic oksidase dan polifenol oksidase, yang ketiganya mereduksi kedua atom dari molekul O2; salah satu penyusun
plastosianin (protein kloroplas) yang bertindak sebagai bagian dari sistem transport elektron yang menghubungkan fotosistem I dan II; Berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat, serta dalam fiksasi N2; Juga terlibat dalam desaturasi dan
(64)
Zn: (Zn2+) Aktivator enzim yang mengatur bermacam-macam aktivitas metabolik (= fungsi Mn dan Mg), dan aktivator spesifik terhadap karbonik anhidrase. Berperan dalam pembentukan klorofil dan pencegahan kerusakan molekul-molekulnya.
Mo: (MoO42-) Konstituen enzim nitrogenase (yang terlibat dalam
konversi nitrat ke ammonium) (juga dalam proses fiksasi N) dan nitrat reduktase yang mengubah nitrat menjadi nitrit, sehingga kebutuhan Mo jauh berkurang dengan ketersediaan dan pemupukan NH4+.
Co: (Co2+) Penting dalam sistem enzim nitrogenase pada fiksasi N-simbiotik oleh Rhyzobium.
Cl: (Cl¯ ) Aktivator sistem evolusi O2 (pemecahan molekul
air) pada fotosintesis (fotosistem II) dan dalam proses pembelahan sel; Juga meningkatkan tekanan osmotik sel dan hidrasi jaringan tanaman, serta memengaruhi regulasi stomata; Terkait dengan pengurangan penyakit spot daun pada gandum. (Kemas, 2004)
Suatu tanaman yang kekurangan salah satu elemen pokok yang
sangat diperlukan biasanya memperlihatkan tanda-tanda yang segera dapat
di lihat dengan mudah. Ada kalanya tanda-tanda itu tidak tampak jelas,
tetapi dengan menggunakan alat-alat yang lebih teliti gejala-gejala itu
dapat diketahui juga. Salah satu gejala yang sangat menyolok apabila
(65)
1. Pospor
Pada umumnya diambil oleh tanaman di dalam bentuk H2PO4ˉ.
Elemen ini diperlukan sekali untuk pembentukan pospolipida,
nukleoprotein. Terdapat pengaruh timbal-balik antara pengambilan pospor dan nitrogen. Jika pospat yang ada tersedia di dalam tanah itu
tidak cukup banyak, maka nitrogen ada berkurang. Pospat lebih
mudah diserap akar, jika nitrogen tersedia di dalam bentuk
zat-organik, misalnya urea. Banyak pospor menyebabkan lekas
dewasanya tanaman.
2. Kalium
Terdapat di dalam tubuh tanaman sebagai garam anorganik.
Pada bagian-bagian tanaman yang melangsungkan pertumbuhan
mengadung lebih banyak kalium daripada di dalam daun yang sudah
tua. Unsur ini diduga mempunyai peranan penting sebagai katalisator,
terutama di dalam pengubahan protein dan asam-amino. Jika
kekurangan kalium, maka protein yang terdapat dalam tanaman
sedikit, sedang prosentase asam-amino cukup tinggi. Sebaliknya, jika
terdapat kalium yang cukup, prosentase asam-amino turun dan
banyaknya protein bertambah, menunjukkan bahwa kalium membantu
dalam pembentukan protein. Dalam penyusunan dan pembongkaran
karbohidrat, kalium mempunyai peranan penting. Kekurangan kalium
berakibat terhambatnya fotosintesis dan bertambah giatnya
(66)
3. Kalsium (Ca)
Diambil dari tanah sebagai kation. Kekurangan Ca
menyebabkan desintegrasi pada ujung batang maupun
ujung-ujung akar. Daun-daun yang paling muda menjadi abnormal
bentuknya. Kekurangan unsur kalsium di dalam tanah menyebabkan
pengambilan unsur magnesium secara berlebihan sehingga tanaman
menunjukkan tanda-tanda keracunan. Itulah sebabnya maka tanaman
yang kekurangan kalsium perlu tambahan pupuk yang mengandug
kalsium untuk memperoleh keseimbangan pengambilan unsur-unsur
Ca dan Mg.
Kalsium berguna untuk menguatkan dinding sel (lamel tengah)
dan di dalam banyak tanaman, unsur ini terdapat sebagai kristal-kristal
kalsium-oksalat. Kalsium mempergiat pembelahan sel-sel di
meristem, membantu pengambilan nitrat dan mengaktifkan
berbagai-bagai enzim. Di dalam daun yang tua ada terdapat lebih banyak
kalsium daripada di dalam daun-daun yang muda. Jika suatu
tanaman-percobaan tiba-tiba dipindahkan ke suatu larutan yang tidak
mengandung kalsium, maka daun-daun yang terbentuk kemudian
tidak mendapatkan distribusi kalsium dari daun-daun yang sudah tua.
Ini berarti bahwa unsur-unsur kalsium tersebut dalam keadaan
(67)
4. Magnesium (Mg)
Merupakan faktor untuk pembentukan klorofil. Kekurangan
Mg mengakibatkan klorosis yang dimulaikan dari batang bagian bawah, kerap kali diikuti dengan matinya bagian-bagian atau daun
seluruhnya. Menguningnya daun tidak dimulai dari pangkal,
melainkan dari ujung, sedang tulang-tulang daun tetap beerwarna
hijau.
Magnesium memegang peranan di dalam pertukaran zat
pospat, ikut serta mempengaruhi proses pernapasan dan pula
mengaktifkan enzim-enzim transposporilase, dehidrogenase dan
karboksilase. Magnesium yang berlebihan menimbulkan gejala-gejala
keracunan, akan tetapi hal ini dapat dihindari dengan memberikan
kalsium yang cukup.
5. Belerang (S)
Merupakan penyusun macam-macam asam-amino, tiamin,
biotin; kedua zat yang terakhir ini sangat penting sebagai vitamin.
Bawang merah dan bawang putih memerlukan unsur ini di dalam
jumlah yang cukup besar. Belerang biasanya diserap akar sebagai
ion-ion SO4ˉ, akan tetapi dapat juga masuk melalui daun berupa SO2.
Kekurangan belerang hampir serupa gejalanya seperti
kekurangan nitrogen, yaitu daun-daun yang muda menjadi kuning,
sedang daun-daun yang tua pun berubah menjadi pucat, apabila
(68)
organik yang dapat diubah menjadi belerang yang anorganik untuk
diedarkan ke jaringan tumbuhan untuk pembentukan zat organik. Hal
ini terjadi di dalam daun, dimana belerang dilepaskan untuk
didistribusikan ke buah dan biji yang akan dewasa. Jadi belerang
bersifat mobil (dapat pindah ke lain tempat).
6. Besi (Fe)
Diperlukan tanaman untuk pembentukan klorofil. Kekurangan
besi dalam bentuk ion-ion Fe2+ menyebabkan klorosis. Defisiensi
kekurangan besi adalah daun menjadi kuning atau pucat, tetapi
urat-urat daun tetap berwarna hijau. Besi berperanan sebagai ko-enzim
dalam berbagai proses pernapasan, selain itu merupakan bagian dari
enzim katalase, peroksidase, sitokrom.
Tanah yang terlampau banyak mengandung kapur, pula tanah yang
netral atau sedikit basa itu pada umumnya kekurangan zat besi. Besi
yang ada di dalam tanaman tidak mudah lagi didistribusikan ke bagian
lain yang membutuhkannya, dengan kata lain, besi merupakan unsur
yang immobil di dalam tubuh tanaman. Daun-daun yang tua tidak
dapat memberikan persediaan besi kepada daun-daun yang muda yang
memerlukan elemen tersebut.
7. Borium (B)
Seperti besi juga merupakan mikro-elemen yang penting, akan
tetapi fungsinya di dalam tubuh tanaman belum diketahui jelas. Hanya
(69)
mengalami pertumbuhan seperti “penyakit pucuk” (top sickness) pada
tembakau, menguningnya kobis, menggulungnya daun kentang
(Dwijoseputro, 1992).
8. Mangan (Mn)
Mikro-elemen yang mengaktifkan beberapa enzim seperti
dehidrogenase dan karboksilase. Kekuranagn Mn mempunyai efek
yang sama seperti kekurangan besi atau kekurangan Mg, yaitu
klorosis. Ada beberapa penyakit defisiensi tertentu yang disebabkan
oleh kekurangan unsur ini. Tanah yang cukup basa kurang
mengandung Mn.
9. Tembaga (Cu)
Suatu mikro-elemen yang mempunyai peranan dalam
proses-proses oksidasi-reduksi. Terlalu banyak Cu menyebabkan racun.
Akibat kekurangan unsur ini adalah menyusutnya ujung daun, yang
akhirnya mengakibatkan gugurnya seluruh daun.
10.Seng (Zn)
Suatu mikro-elemen yang penting dalam mengaktifkan
beberapa enzim, diperlukan di dalam pembentukan asam indol-asetat.
Kekurangan Zn mengakibatkan kerdil pada ujung akar dan
(70)
11.Molybdenum (Mo)
Mikro elemen yang paling sedikit dibutuhkan, penting di dalam
mereduksikan nitrat. Kekurangan Mo mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan tanaman. Terlalu banyak Mo mengakibatkan racun.
12.Aluminium (Al)
Mikro-elemen banyak terdapat di tanaman. Unsur ini
sebenarnya tidak termasuk unsur yang esensial, tetapi diperlukan
kebanyakan tanaman. Unsur Al banyak terdapat di dalam tanah yang
sedikit asam.
13.Silisium (Si)
Diperlukan oleh ganggang Diatomeae, suku Gramineae dan
beberapa suku lainnya, tetapi untuk banyak suku yang lain unsur ini
tidak esensial (Dwijoseputro, 1992).
D. Penelitian yang Relefan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2008)
dengan judul penelitian “Pengaruh Komposisi Media dan Macam Zat
Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan Tanaman Anthurium hookeri”, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh komposisi media dan macam
zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan tanaman Anthurium hookeri. Zat pengatur tumbuh yang paling berpengaruh adalah BPA, dimana zat
pengatur tumbuh ini paling unggul dalam pertumbuhan tanaman yang
meliputi jumlah daun dan lebar daun. Sedangkan tinggi tanaman paling
(71)
Berikut adalah tabel rata-rata tinggi tanaman, lebar daun, dan
jumlah daun tanaman Anthurium hookeri pada penelitian ini:
Tabel 2.4. Rata-rata tinngi tanaman, lebar daun, dan jumlah daun tanaman
Anthurium hookeri Perlakuan
Rata-Rata Pengamatan pada Parameter Tinggi Tanaman
(cm) Lebar Daun (cm) Jumlah Daun (helai)
IAA 11,30 2,34 6,50
BAP 12,56 2,39 6,67
GA3 13,50 2,24 6,17
E. Hipotesis
1. Hipotesis Alternatif (H1) : Ada pengaruh pemberian zat pengatur
tumbuh sintetis Auksin, Sitokinin, dan Giberelin terhadap kecepatan
pertumbuhan sayuran sawi pakcoy (Brassica rapa L. Kelompok
chinensis)
2. Hipotesis Nol (H0) : Tidak ada pengaruh pemberian zat pengatur
tumbuh sintetis Auksin, Sitokinin, dan Giberelin terhadap kecepatan
pertumbuhan sayuran sawi pakcoy (Brassica rapa L. Kelompok
(1)
Lampiran 16
LEMBAR PENILAIAN AFEKTIF
Kelas :………. Hari/Tanggal :……….
Nomor Absen
Nama Peserta
Didik
Sikap yang Dinilai
Jumlah
Skor Nilai Disiplin Kerja Sama dalam Prak-tikum Tanggung Jawab dalam Mengguna-kan Alat Percaya Diri dalam Presentasi 1 2 3 Dst Keterangan: Disiplin
Skor 2 = Peserta didik datang tepat waktu Skor 1 = Peserta didik datang terlambat Skor 0 = Peserta didik tidak datang
Kerja sama
Skor 2 = Peserta didik bekerja sama dan komunikatif dalam kegiatan praktikum Skor 1 = Peserta didik bekerja sama, tetapi kurang komunikatif dalam kegiatan
praktikum
(2)
Skor 2 = Peserta didik bertanggung jawab serta berhati-hati dalam menggunakan alat dan bahan pada kegiatan praktikum
Skor 1 = Peserta didik kurang bertanggung jawab dan kurang berhati-hati dalam menggunakan alat dan bahan pada kegiatan praktikum
Skor 0 = Peserta didik sangat kurang bertanggung jawab dan kurang berhati-hati dalam menggunakan alat dan bahan pada kegiatan praktikum
Percaya diri
Skor 2 = Peserta didik percaya diri dalam presentasi dan menanggapi maupun memberi argument
Skor 1 = Peserta didik kurang percaya diri dalam presentasi dan menanggapi maupun member argumen
Skor 0 = Peserta didik sangat kurang percaya diri dalam presentasi dan menanggapi maupun member argumen
Penilaian:
(3)
Lampiran 17
LEMBAR PENILAIAN PSIKOMOTOR
Kelas :………. Hari/Tanggal :……….
Nomor Absen
Nama Peserta
Didik
Sikap yang Dinilai Jumlah
Skor Nilai
Keteram
-pilan Presentasi
Berpikir kritis 1 2 3 Dst Keterangan: Keterampilan
Skor 2 = Peserta didik terampil dalam menggunakan peralatan pada percobaan yang dilakukan
Skor 1 = Peserta didik kurang terampil dalam menggunakan peralatan pada percobaan yang dilakukan
Skor 0 = Peserta didik sangat kurang terampil dalam menggunakan peralatan pada percobaan yang dilakukan
Presentasi
Skor 2 = Peserta didik dapat mempresentasikan hasil analisis data pengamatan dengan mengkaitkan referensi yang ada secara tepat dan jelas
Skor 1 = Peserta didik dapat mempresentasikan hasil analisis data pengamatan dengan mengkaitkan referensi yang ada, tetapi kurang tepat dan jelas Skor 0 = Peserta didik kurang tepat dan jelas dalam mempresentasikan hasil
(4)
Skor 2 = Peserta didik kritis dalam menanggapi analisis dan argumen terkait percobaan maupun hasil percobaan
Skor 1 = Peserta didik kurang kritis dalam menanggapi analisis dan argument terkait percobaan maupun hasil percobaan
Skor 0 = Peserta didik sangat kurang kritis dalam menanggapi analisis dan argumen terkait percobaan maupun hasil percobaan
Penilaian:
(5)
Lampiran 18
DOKUMENTASI PENELITIAN
Penanaman bibit sawi pakcoy (Brassica chinensis)
Tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis) dengan perlakuan pemberian ZPT Auksin dengan cara penyemprotan
Tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis) dengan perlakuan pemberian ZPT Sitokinin dengan cara penyemprotan
(6)
Tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis) dengan perlakuan pemberian ZPT Giberelin dengan cara penyemprotan
Tanaman sawi pakcoy (Brassica chinensis) dengan perlakuan kontrol