2.10 Pembelajaran Sastra di SMA
Menurut Rahmanto 1988:16 pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu
membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Agar dapat
memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu dipertimbangkan. Ada tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika ingin
memilih bahan pengajaran sastra Rahmanto, 1988:27: 1.
Bahasa Perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi banyak
aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor-faktor lain
seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin
dijangkau pengarang. Agar pengajaran sastra dapat lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan ketrampilan khusus untuk memilih bahan
pengajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya.
2. Psikologi
Dalam memilih bahan pengajaran sastra , tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahp-tahap ini sangat besar
pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya
terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang
dihadapi. Untuk membantu guru lebih memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak sekolah dasar dan menengah, Rahmanto 1988:30
menyajikan tentang perkembangan psikologi anak: i.
Tahap pengkhayal 8 sampai 9 tahun Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata,
tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan. ii.
Tahap romantik 10 sampai 12 tahun Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan
mengarah ke realitas. Pada tahap ini anak telah menyenangi ceritera kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.
iii. Tahap realistik 13 sampai 16 tahun
Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar
terjadi. iv.
Tahap generalisasi umur 16 tahun dan selanjutnya Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal yang
praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena. Dengan menganalisis
fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama fenomena itu.
3. Latar belakang budaya
Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah,
topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olahraga, hiburan, moral, etika, dan
sebagainya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar belakang
kehidupan mereka. Dengan demikian, secara umum guru sastra hendaknya memilih
bahan pengajarannya
dengan menggunakan
prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para
siswa. Belajar sastra pada dasarnya adalah belajar bahasa dalam praktek. Belajar
sastra harus selalu berpangkal pada realisasi bahwa setiap karya pada pokoknya merupakan kumpulan kata yang bagi siswa harus diteliti, ditelusuri, dianalisis, dan
diintegrasikan. Kita sadar bahwa tak ada informasi dari luar baik itu berupa pengantar, komentar guru, cara membaca, gambar maupun kritik yang
sebelumnya lebih dapat menuntut perhatian siswa kecuali pengalaman siswa itu sendiri. Pengalaman dari karya sastra bagaimanapun hanya dapat dimulai dan
dilanjutkan dengan mempelajari analisis verbal. Karena kita banyak membaca, kita merasa mudah sekali menerima isi suatu bacaan Rahmanto, 1988:38.
Berdasarkan standar kompetensi Depdiknas, pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas SMA diharapkan:
1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa
sendiri; 2.
Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa
dan sumber belajar; 3.
Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan
peserta didiknya 4.
Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah;
5. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia;
6. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
48
BAB III METODE PENELITIAN